Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini
berjudul “Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia”. Makalah ini diselesaikan dengan
kemampuan dan keterbatasan Penulis. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan yang masih memerlukan banyak perbaikan.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan
pengetahuan mengenai ragam motif hias yang ada di Indonesia. Semoga Kita semakin
cinta dan bangga terhadap ragam seni dan budaya yang Kita miliki dan akan terus
menjaga serta melestarikannya.
Saya selaku penyusun berharap semoga hasil - hasil yang dituang dalam Makalah
ini ada manfaatnya bagi masyarakat, Sekolah, dan ilmu pengetahuan.
Penulis
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 3
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KAIN TRADISIONAL DI INDONESIA
Kain batik dapat dijumpai dibanyak tempat selain Jawa Tengah, seperti Jawa barat,
Jawa Timur, dan Bali dengan motif-motif berbeda sesuai ciri khas daerahnya.
Kata batik dianggap berasal dari kata ‘ambatik’ yang diterjemahkan kain berarti
‘dengan titik-titik kecil’. Akhiran tik berarti ‘kecil dot, drop, titik atau membuat titik.
Batik juga dapat berasal dari kata Jawa ‘tritik’ yang menjelaskan proses menolak untuk
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 5
mati di mana pola disediakan pada tekstil dengan mengikat dan menjahit area sebelum
mati, mirip dengan teknik tie dye. Jawa fase lain untuk pengalaman mistik pembuatan
batik, Äúmbatik manah, AU yang berarti, Äúdrawing desain batik pada jantung, AU.
Jarik
Jarik adalah kain batik yang dipakai sebagai bawahan pada pakaian adat Jawa. Jarik
dalam bahasa Jawa halus ( kromo) disebut dengan nyamping sebagai elemen pakaian
adat Jawa memiliki beberapa fungsi seperti memperindah penampilan, menunjukan
status sosial pemakainya, selain itu berbagai macam motif batikan Jarik mempunyai
makna pengharapan pemakainya. Beberapa nama motif jarik diantaranya : parang
kesuma, parang barong, sida mukti, sida luhur dan sebagainya. Motif sida mukti
mempunyai makna pemakainya berpengharapan hidupnya berkelimpahan. Sida luhur
pemakainya berharap akan menjadi orang yang luhur budinya.
Macam-macam Batik di Indonesia antara lain:
2.1.1 Batik Cap dari Cirebon
Batik dapat dibuat dengan berbagai cara, selain menggunakan alat berupa canting. Batik
khas Cirebon dibuat dengan cara mengecap sehingga dikenal sebagai Batik Cap. Motif
yang menjadi ciri Batik Cirebon adalah motif tumbuhan yang terdiri dari bunga, daun,
dan tangkai dan jika akan dikelompokkan menjadi karangan bunga yang indah.
2.1.2 Batik Lampung
Motif batik Lampung memiliki keunikan tersendiri yang sangat berbeda dengan motif
wilayah lain yang ada di indonesia, merunut sejarah Lampung mulai mengenal seni
tekstil sejak abad ke 18 bertepatan dengan masuknya pengaruh kebudayaan India yang
mulai masuk ke perairan Sumatera. Sehingga pengaruh motif-motif Budha sangat kental
di dalamnya. Motif yang paling terkenal dan menjadi rebutan para kolektor asing adalah
motif perahu dan pohon kehidupan. Dua motif ini menjadi sangat khas bagi kebudayaan
Lampung dan merupakan trade mark Lampung di mata dunia internasional.
Batik Sogo Pipit merupakan batik tradisional Tuban. Motifnya terdiri dari motif suluran,
daun bunga, dan burung phunik yang merupakan burung khas daerah Tuban. Dalam
batik ini ditemukan pula motif bunga dan motif binatang yang bentuknya seperti ulat
daun yang tampil dalam bentuk seperti steliren.
2.1.4 Batik Jawa Solo dan Yogyakarta
lebih lembut yaitu motif kawung. Keempat motif batik tersebut hanya diperuntukan
bagi keluarga keraton, dan tidak boleh digunakan oleh rakyat jelata. Di luar empat motif
batik tersebut, tentu masih terdapat banyak motif lain.
2.1.5 Batik Jombang
Pada awalnya motif batik Jombang menggunakan motif alam sekitar, yaitu dengan
motif bunga melati, tebu, cengkeh, pohon jati dan lain sebagainya. Setiap motif yang
diciptakan biasanya diberi nama, seperti cindenenan, peksi/burung hudroso, peksi
manya dan turonggo seto (kuda putih). Kemudian Ibu Hj. Maniati bersama Ibu Bupati
kabupaten Jombang (isteri Bupati/DO), bersepakat/setuju bahawa “Motif Batik Tulis
Khas Jombang” diambil dari salah satu relief Candi Arimbi yang terletak di desa
Ngrimbi, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang. Candi Arimbi merupakan candi
peninggalan kerajaan Majapahit.
Tenun cual merupakan perpaduan antara teknik songket dan tenun ikat, namun yang
menjadi ciri khasnya adalah susunan motif menggunakan tekhnik tenun ikat. Jenis motif
tenun cual antara lain susunan motif bercorak penuh (Pengantek Bekecak), dan motif
ruang kosong (Jande Bekecak). Cual Bangka dahulu dikenal dengan nama Limar
Muntok. Sekilas motif kain tenun cual nampak seperti songket Palembang. Yang
membedakan adalah jika pada Songket Palembang motif diambil dari bentuk-bentuk
bunga seperti cempaka atau bunga cengkeh, maka cual mengambil motif bentuk-bentuk
alam dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, seperti motif kucing atau bebek, bunga mawar,
dan lain-lain yang jika dilihat dari jauh akan timbul motifnya.
Fungsi sosial dari tenun cual adalah sebagai pakaian kebesaran lingkungan Muntok,
pakaian pengantin dan pakaian pada hari-hari kebesaran Islam dan adat lainnya. Sebagai
hantaran pengantin ataupun mahar yang langsung menggambarkan status sosial
(pangkat dan kedudukan) seseorang pada masa itu. Dahulu, kehalusan tenunan, tingkat
kerumitan motif dan warna pada tenun cual mengandung filosofi hidup sebagai hasil
perjalanan religius penenunnya.
Tenun cual sangat terkenal karena tekstur kainnyaa yang begitu halus, warna celupan
benangnya tidak berubah, dan ragam motif seakan timbul, jika dipandang dari kejauhan.
Peminat tenun cual pun hingga ke luar Bangka, sehingga diperjual belikan pula ke
Palembang, Belitung, Pontianak, Singapura dan Tanah Melayu lainnya. Hal ini
menyebabkan pengguna tenun cual tidak lagi hanya pada keturunan Bangsawan
Muntok.
Tahun 1914 hingga 1918, terjadi perang besar melanda Eropa yang menyebabkan
terputusnya bahan baku tenun cual. Masuknya tekstil dari Cina menjadi pelengkap
orang-orang Muntok meninggalkan kerajinan tenun cual. Tahun 1990, Perindustrian
Kota Madya Pangkal Pinang menggalakan kembali kerajinan cual di Bangka.
Kelompok usaha kerajinan cual yang terdiri dari anggota keluarga tersebut diketuai oleh
Masliana.Tahun 2003 Maslina membentuk Koperasi Tenun Kain Cual Khas Bangka.
Kini ada 40 perajin cual yang tersebar di kota maupun kabupaten di Bangka Belitung.
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 14
4. Tabung atau lemari penyimpanan diberi lada atau cengkeh yang ditakuti
rayap atau serangga lainnya. Tenun cual tidak boleh di Dry Clean dan di
Loundry, hanya boleh angin-anginkan setelah dipakai.
Agar warna alam pada bahan tersebut dapat tahan lama, hendaknya tidak
mencucinya dengan mesin cuci. Jangan direndam terlalu lama, sebaiknya
dicuci menggunakan shampoo atau sabun khusus (lerak). Jangan dijemur
di bawah sinar matahari langsung. Sebaiknya digantung menggunakan
hanger lalu diangin-anginkan di tempat yang teduh. Saat mensetrika,
jangan terlalu panas dan dibalik, jangan mensetrika di atas permukaan atau
lapisi kain menggunakan sapu tangan. Simpan di tempat yang teduh, tidak
terkena sinar lampu dan matahari secara langsung. Jika ingin memberi
kapur barus, bungkus terlebih dahulu.
Tenun Tolaki merupakan primadona kain tenun khas Sulawesi Tenggara. Hingga saat
ini tradisi menenun masih berkembang karena kecintaan masyarakatnya terhadap kain
tradisional tersebut.
Salah satu trik dalam mempertahankan kebudayaan kain tolaki ini adalah dengan
menciptakan mitos. Mereka selalu menjadikan kain tenun sebagai pakaian kebesaran
dalam setiap pesta adat di lingkungan masyarakat tolaki. Mereka berkeyakinan jika
dalam upacara adat tidak menggunakan kain tenun tolaki, maka akan terasa ada yang
sangat kurang.
Motif yang cukup terkenal di masyarakat tolaki adalah ragam hias mua. Motif ini
biasanya menggunakan warna jingga muda, kelabu, biru laut, kuning susu, hijau lumut,
dan merah samar. Selain itu digunakan juga benang emas yang membentuk motif garis
halus dan kesan bunga kecil.
Kain tenun bercorak biasa disebut sebagai kain corak hujan panas karena adanya kesan
berkilat yang disebabkan adanya benang emas. Jika benang emas membentuk garis
lurus maka disebut sebagai tenun/songket selit
2.3.5 Kain Adat Karo
Kain adat tradisional Karo (Uis Adat Karo) merupakan pakaian adat yang digunakan
dalam kegiatan budaya suku karo maupun dalam kehidupan sehari-hari. Uis Karo
memiliki warna dan motif yang berhubungan dengan penggunaannya atau dengan
pelaksanaan kegiatan budaya.
Pada umumnya Uis Adat Karo dibuat dari bahan kapas, dipintal dan ditenun secara
manual dan menggunakan zat pewarna alami (tidak menggunakan bahan kimia
pabrikan). Namun ada juga beberapa diantaranya menggunakan bahan kain pabrikan
yang dicelup (diwarnai) dengan pewarna alami dan dijadikan kain adat Karo.Beberapa
diantara Uis Adat Karo tersebut sudah langka karena tidak lagi digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, atau hanya digunakan dalam kegiatan ritual budaya yang
berhubungan dengan kepercayaan animism. Dan saat ini tidak dilakukan lagi.
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 16
Ukuran : 172 x 96 Cm
Uis Gatip Jongkit menunjukkan karakter kuat dan perkasa.
Penggunaan :
Sebagai pakaian luar bagian bawah untuk Laki-laki yang disebut gonje (sebagai
kain sarung). Kain ini dipakai oleh Putra Karo untuk semua upacara Adat yang
mengharuskan berpakaian Adat Lengkap.
3. Uis Gatip
Penggunaan :
Sebagai Penutup Kepala wanita Karo (tudung) baik pada pesta maupun dalam
kesehariannya.
Untuk beberapa daerah, diberikan sebagai tanda kehormatan kepada kalimbubu
pada saat wanita Karo meninggal Dunia (Maneh-maneh dan morah-morah).
4. Uis Nipes Padang Rusak
Ukuran : 154 x 62 cm
Penggunaan :
Kain ini dipakai untuk selendang wanita pada upacara yang bersifat duka cita.
6. Uis Ragi Barat / Ragi Mbacang
Ukuran : 120 x 54 cm
Penggunaan :
Kain ini dipakai hanya untuk lapisan paling luar penutup kepala wanita (tutup
tudung) dengan umbai-umbai emas pada bagian depannya.
8. Uis Nipes Mangiring
Penggunaan :
Kain ini dipakai wanita Karo lanjut usia sebagai tutup kepala (tudung) dalam
upacara yang bersifat duka cita
Pada beberapa daerah, kain ini dijadikan sebagai tanda rasa hormat kepada
Kalimbubu (Maneh-maneh) pada saat orang yang sudah lanjut usia meninggal.
10. Uis Pementing
Penggunaan :
Untuk pakaian wanita bagian bawah (sebagai sarung) untuk upacara adat yang
diharuskan berpakaian adat lengkap.
12. Uis Arinteneng
Penggunaan :
Untuk menggendong bayi
Untuk anak pertama, perembah diberikan oleh Kalimbubu seiring doa dan berkat
agar anak tersebut sehat, cepat besar dan menjadi orang sukses dalam hidupnya
kelak.
14. Uis Kelam-kelam
Berbagai penemuan sejarah memperlihatkan bahwa kain tenun lurik telah ada di Jawa
sejak zaman pra sejarah. Ini dapat dilihat dari berbagai prasasti yang masih tersisa,
misalnya Prasasti peninggalan zaman Kerajaan Mataram (851 – 882 M) menunjuk
adanya kain lurik pakan malang. Prasasti Raja Erlangga dari Jawa Timur tahun 1033
menyebutkan kain tuluh watu, salah satu nama kain lurik. Demikian juga pemakaian
selendang pada arca terracotta asal Trowulan di Jawa Timur dari abad ke 15 M
(museum Sonobudaya, Yogyakarta) juga memperlihatkan pemakaian lurik pada masa
itu. Yang lebih memperkuat pendapat bahwa tenun telah dikenal lama di Pulau Jawa
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 25
adalah pemakaian kain tenun pada arca-arca dan relief candi yang tersebar di Pulau
Jawa.
Tiga daerah utama penyebaran Lurik di Pulau Jawa adalah Yogya, Solo dan Tuban.
Adapun alat tenun yang paling awal dikenal adalah alat tenun gendong yang tidak
banyak berubah bentuknya dari dulu sampai sekarang. Alat tenun yang lain adalah alat
tenun bendho. Alat tenun yang lebih modern dikenal dengan istilah ATBM (alat tenun
bukan mesin). Generasi terakhir alat tenun dikenal dengan istilah ATM (alat tenun
mesin).
Alat tenun gendong adalah alat tenun sederhana yang terdapat dalam dua bentuk (terdiri
dari dua jenis alat yaitu tenun gendong discontinuous wrap dan tenun gendong
continous wrap)
Dalam bahasa Jawa kuno lorek berarti lajur atau garis, belang dan dapat juga berarti
corak. Karena itulah mengapa di Jawa Tengah dan Jawa Timur kain tenun bercorak
lajur ini akhirnya dikenal dengan nama lurik.
Beberapa motif dasar lurik adalah corak garis-garis searah panjang sehelai kain, disebut
dengan istilah lajuran (1), garis-garis yang searah lebar kain disebut dengan istilah
pakan malang (2), sedangkan lurik dengan corak kecil-kecil disebut cacahan (3).
Di daerah Parahyangan dan Madura, kain lurik disebut juga kain poleng yang berarti
kain belang-belang. Kini istilah kain poleng lebih dikenal sebagai kain kotak-kotak
hitam putih yang dipercaya dapat menolak bala (bangum tolak). Sedangkan kain lurik
polos dikenal dengan nama polosan.
Khususnya di daerah Solo dan Yogya kain lurik ditenun dengan teknik amanan wareg,
yang berarti anyaman datar atau polos. Dilihat dari teknik pengerjaannya, sebetulnya
teknik ini sangat sederhana, tetapi keterampilan dan kejelian dalam memadukan warna
serta tata susunan kotak dan garis yang serasi dan seimbang akan menghasilkan kain
lurik yang indah dan mengagumkan.
Sebagaimana kain-kain lain di nusantara, kain lurik juga sarat dengan makna. Lurik tak
dapat dipisahkan dengan kepercayaan dan ikut mengiringi berbagai upacara agama,
ritual dan adat sepanjang daur kehidupan manusia. Filosofi dan makna sehelai lurik
biasanya tercermin dalam motif dan warna lurik. Ada corak-corak yang dianggap sakral
yang memberi tuah, ada yang memberi nasehat, petunjuk dan juga harapan. Semuanya
tercermin dalam corak ragam hias yang kita kenal dengan istilah motif (makna motif
sehelai lurik). Sedangkan daur kehidupan manusia mulai dari lahir sampai meninggal
diibaratkan dengan putaran empat penjuru mata angin yang bergerak dari Timur ke
Selatan dengan melalui Barat menuju ke Utara. Keempat penjuru mata angin ini dalam
bahasa Jawa disebut dengan istilah mancapat. Dalam kaitan ini, setiap mata angin
dilambangkan dengan simbol-simbol warna (makna warna sehelai lurik).
Lurik juga tidak terlepas dari berbagai legenda yang tumbuh dan berkembang secara
turun temurun dalam kelompok masyarakat. Beberapa legenda yang terkandung dalam
lurik terdapat dalam artikel legenda sehelai lurik . Berbagai unsur seperti warna, motif,
dan kepercayaan yang menyertai lurik membuat nilai sebuah lurik menjadi tinggi.
Penggunaan lurik terutama penggunaan lurik Solo dan Yogya yang dipakai dalam
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 27
• Bakal kelambi (bahan baju) untuk kebaya wanita, clan sruwal, baju peranakan, surjan,
untuk pria, sedangkan lurik tidak umum dipakai sebagai ikat kepala
Penyempurnaan ragam hias ikat pada kain di bagian-bagian tertentu yang di tambah
coletan yang di sebut nyantri. Nyanti adalah penambahan warna dengan goresan kuas
dari bambu seperti orang yang melukis. Keindaham ragam pola nyantri ini terletak pada
penyempurnaan warna hiasan berbentuk flora dan fauna serta motif-motif dari mitologi
Bali dan wayang. Motif-motif inilah yang mencirikan kain endek.
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 29
Kain endek yang bercirikan tenun ikat ini juga banyak di beri kombinasi songket
benang emas atau perak di pinggiran kain.
Kain endek mempunyai dua macam bentuk, yaitu bentuk sarung dan kain panjang.
Bentuk saraung di gunakan untuk kaum laki-laki, bentuk ini mempunyai sambungan di
bagian tengah atau sampingnya. Dam kain panjang di gunakan untuk kaum perempuan,
bentuk ini mempunyai motif atau ragam hias ikat yang menghias pada bagian
pinggirnya, sedangkan bagian tengahnya polos.
Kain endek sering di gunakan sebagai pakaian adat dan diminati oleh berbagai lapisan
masyarakat hingga luar Bali. Kain endek juga digunakan untuk kemeja laki-laki, gaun
pengantin, atau sebagai dekorasi di dalam rumah.
Kain tenun ikat khas Flores adalah satu dari sekian banyak produk budaya tradisional
khas Indonesia yang dibuat secara tradisional namun bernilai seni tinggi dan indah.
Proses pembuatan produk warisan budaya khas pulau di bagian timur Indonesia ini
melewati sejumlah proses yang memakan waktu hingga berbulan-bulan. Dibutuhkan
ketekunan dan kesabaran untuk menghasilkan sehelai kain tenun ikat, dimana hampir
semua proses pembuatan kain ikat tersebut dilakukan secara tradisional dan manual
serta menuntut ketekunan dan kesabaran tinggi.
Setidaknya ada lebih dari 20 tahapan selama hampir sebulan agar sebuah kain tenunan
Flores dapat memanjakan mata dan diapresiasi peminatnya dengan transaksi jual beli.
Proses pembuatan tenun ikat khas Flores diawali dengan memisahkan kapas dari biji,
memintal kapas tersebut menjadi benang, proses pewarnaan, mengikat motif, dan
terakhir baru mulai menenun. Ada alat khusus yang digunakan untuk memisahkan
kapas dari bijinya termasuk untuk menggulung benang yang sudah dipintal.
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 31
Dalam mewarnai benang, pengrajin tenun ikat tradisional masih menggunakan pewarna
tradisional yang didapatkan dari alam. Misalnya dengan menggunakan beberapa jenis
tumbuhan, seperti daun dan akar mengkudu (warna merah), daun nira (warna biru),
kayu pohon hepang, kunyit (warna kuning), loba, kulit pohon mangga, kulit pohon
cokelat, serbuk kayu mahoni tarum, zopha, kemiri, dan masih banyak lagi. Pewarnaan
dapat dilakukan berulang-ulang guna menghasilkan warna yang khas. Setidaknya ada
11 warna tercipta dari bahan alami yang ramah lingkungan. Warna dari bahan alami dan
benang dari kapas membuat warnanya memang tidak secerah benang modern tetapi
justru lebih tahan lama dan menguak warna yang makin lama makin indah.
Beberapa daerah di Flores merupakan sentra penghasil kain tenun ikat, di antaranya
adalah Maumere, Sikka, Ende, Manggarai, Ngada, Nage Keo, Lio, dan Lembata di
bagian timur Flores. Setiap daerah atau etnis memiliki ragam motif, corak dan
preferensi warna yang berbeda-beda dalam membuat kain tenun ikat. Keragaman
tersebut merupakan bentuk simbol-simbol yang merepresentasikan etnis, adat, religi,
dan hal lainnya dari keseharian masyarakat Flores.
Kain tenun khas daerah Sikka misalnya, biasanya selalu menggunakan warna gelap
seperti hitam, coklat, biru, dan biru-hitam. Untuk motifnya, terdapat beberapa jenis
yang khas, yaitu motif okukirei yang berdasarkan kisah tentang nenek moyang sub-etnis
Sikka yang dulunya adalah pelaut ulung. Figur nelayan, sampan, udang, atau kepiting
menjadi ciri khas bagi kain jenis motif ini. Terdapat pula jenis motif mawarani yang
dihiasi dengan corak bunga mawar. Konon, motif ini merupakan motif khas yang
khusus diperuntukkan bagi putri-putri Kerajaan Sikka. Motif ini kini menjadi favorit
kaum perempuan.
Sementara itu, tenunan di daerah Ende banyak menggunakan warna cokelat dan merah
serta memadukannya dengan ragam hias motif bergaya Eropa. Hal ini karena letak
strategis Ende di pesisir selatan Flores yang memungkinkan orang-orang Ende zaman
dahulu mudah berhubungan dengan bangsa pendatang seperti orang Eropa. Ciri khas
lain motif kain tenun ikat Ende adalah penggunaan hanya satu jenis motif pada bidang
di tengah-tengah kain.
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 32
Di kalangan sub-etnis Lio, terdapat motif yang langka yang disebut omembulu telu (tiga
emas). Menurut kepercayaan masyarakat lokal, kain tenun motif ini dapat membuat
pemiliknya menjadi kaya raya. Lio merupakan salah satu daerah yang menonjol dalam
hal pembuatan kain tenun ikat karena terbilang halus dan rumit. Jenis motif kain tenun
ikat Lio mendapat pengaruh dari kain patola India yang dibawa oleh pedagang dari
Portugis di abad ke-16 sebagai komoditi barter dengan rempah-rempah. Kain tenun ikat
dengan motif patola bernilai tinggi sebab biasanya diperuntukkan bagi raja-raja, pejabat,
dan tokoh adat atau pendiri kampung. Mengingat kain ini sangat istimewa dan berharga,
bahkan ikut dikuburkan saat seorang raja, pejabat atau bangsawan tersebut meninggal
dunia.
Motif yang menjadi khas kain Lio adalah motif ceplok serupa jelamprang pada batik
lalu dihiasi dengan motif dahan dan daun. Ciri khas motif tenun ikat Lio yang lain
adalah bentuk geometris, manusia, biawak, dan lainnya yang biasanya berukuran kecil
dan disusun membentuk jalur-jalur berwarna merah atau biru di atas dasar kain yang
berwarna gelap. Kain tenun ikat khas Manggarai dan Ngada cenderung menggunakan
warna-warna terang seperti hijau, merah, putih, atau kuning (emas). Diperkirakan
kecenderungan terhadap pemilihan warna cerah ini mendapat pengaruh dari tenun ikat
Sumba dan Sumbawa.
Pada zaman dahulu, tenun ikat yang sejak lama telah digunakan sebagai pakaian sehari-
hari masyarakat setempat sebagai simbol status, kekayaan, kekuasaan, dan kehormatan
bagi pemakainya. Belakangan simbol-simbol ini semakin memudar apalagi kini kain
tenun ikat juga menjadi komoditi khas Flores yang diperdagangkan secara luas.
Kain tenun ikat sendiri biasa dipakai masyarakat berbagai suku di Flores sebagai
pelengkap busana, selain sebagai selendang atau sarung. Anak perempuan Flores yang
beranjak remaja tidak boleh telanjang lagi. Wanita Flores yang beranjak dewasa
ditandai dengan datang bulan dan mereka diwajibkan mengenakan kain serta
memanjangkan rambutnya agar dapat dikonde. Saat mereka hendak menikah, maka
haruslah mampu membuat kain ikatnya sendiri untuk keperluan pernikahan atau untuk
diberikan kepada calon mempelai pria sebagaimana aturan adat dahulu kala. Seiring
perkembangan zaman, sepertinya budaya menenun sendiri kain ikat sudah mulai pudar.
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 33
Remaja dan generasi muda yang mampu menenun kain ikat tradisional tak sebanyak
dahulu. Hal ini tentu menjadi salah satu tantangan bagi keberlangsungan produksi kain
tenun ikat.
Terlebih lagi perkembangan zaman yang serba modern dan dinamis mendorong
manusia untuk menikmati karya dan produk instan dengan cara yang instan pula.
Mesin-mesin dibuat untuk memberi kemudahan produksi dan peningkatan produktifitas
(baca: kuantitas). Semua dilakukan serba cepat, praktis, dan mengandalkan mesin. Di
satu sisi hal ini mengindikasikan kemajuan teknologi modern dalam hal kemajuan
dalam penemuan mesin, produktivitas, nilai ekonomis, pendapatan, kuantitas, dan
lainnya. Tetapi di sisi lain, proses menghasilkan karya atau produk secara instan dalam
jumlah banyak ini membuat nilai sebuah produk menjadi biasa saja dan mainstream.
Terlepas dari hal tersebut, untungnya belakangan ini pamor produk atau karya kerajinan
tangan (handmade) berhasil mendapatkan gengsi tersendiri bagi sebagian kalangan
masyarakat perkotaan, terutama mereka yang menghargai produk seni dan budaya
tradisional. Kain tenun ikat tidak dibuat menggunakan mesin yang dapat menghasilkan
banyak barang sekaligus dan seragam. Oleh karena itu, saat Anda membeli selembar
kain ikat, dapat saja itulah satu-satunya yang ada di dunia. Tak ada barang hasil karya
tangan yang persis sama. Terlebih lagi, kain tenun ikat dan barang handmade lainnya
dibuat dengan mengandalkan beberapa indera manusia yang tentunya tidak dimiliki
sebuah mesin. Indera yang dibantu akal pikiran mampu menghasilkan potensi dan
kreasi yang tak terbatas dalam menghasilkan sebuah karya bernilai seni tinggi.
Anda dapat menemukan tenunan indah khas Flores di Desa Doka. Kain ikat yang
diproduksi masyarakat desa ini termasuk yang terbaik karena memiliki ciri khas
tersendiri dengan harga juga beragam.
Kain yang berasal dari Sulawesi Tengah ini terdiri dari tiga jenis kain tradisional dan
unik yakni kain kulit kayu, kain adat Mbesa, dan kain tenun Donggala.
Kain kulit kayu khas Sulawesi Tengah hanya dibuat di Kecamatan Gumbasa dan
Kecamatan Kulawi di Kabupaten Sigi. Pakaian dari kain kulit kayu pohon
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 34
beringin itu hanya dipakai saat upacara adat saja karena hasil tekstil itu mudah
rusak jika terkena air.
Proses pembuatan kain kulit kayu adalah pertama-tama kulit kayu sepanjang
sekitar 1,5 meter dan lebar 10cm itu dipukul-pukul dengan batu ike secara
merata di atas papan kayu. Proses pembuatan kain kulit kayu itu memerlukan
waktu sekitar satu minggu. Untuk pemukulan kulit menggunakan batu ike
berlangsung sekitar dua hari. Kulit kayu yang telah melebar kemudian dicuci
untuk menghilangkan getah. Proses pemukulan kemudian dilanjutkan tapi
menggunakan pemukul yang terbuat dari kayu agar tidak robek. Setelah
memperoleh lebar kain yang diinginkan, kemudian kain kulit kayu itu
dikeringkan. Untuk proses pengeringan tidak boleh di bawah sinar matahari
langsung supaya tidak cepat rusak. Setelah kering, kain kulit kayu itu disetrika
menggunakan batang kayu yang disebut pompao. Kain kulit kayu itu juga tidak
boleh terkena air karena akan mudah sobek. Pakaian kulit kayu itu pada
umumnya berwarna coklat, sesuai warna asli kayu, dan tidak bermotif. Sebagian
lainnya berwarna hitam karena direndam lumpur hitam selama beberapa hari.
Namun, pakaian ini tidak digunakan sehari-hari namun hanya digunakan untuk
kegiatan adat, seperti pernikahan, penyambutan tamu, atau acara lainnya.
Kain adat Mbesa terbuat dari serat buah nanas. Kain asal Kecamatan Kulawi,
Kabupaten Sigi itu digunakan untuk upacara adat tanggal gigi. Kain yang
berwarna coklat kehitaman itu memiliki motif tumpal dan orang-orangan.
Kain tenun Donggala sudah dikenal di seluruh pelosok Tanah Air, dan menjadi
cindera mata khas Sulawesi Tengah.
Kain Prada Bali umumnya dipergunakan untuk menari/penari dan hiasan. Kain prada
bali ini merupakan salah satu jenis kerajinan dengan kain jenis satin yang disablon
dengan cat prada (warna keemasan).
Makalah Ragam Hias Kain Tradisional di Indonesia 35
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/macam-macam-kain-tradisional-indonesia