Anda di halaman 1dari 11

MEKANISME GERUSAN LOKAL DENGAN VARIASI BENTUK PILAR

(EKSPERIMEN)

Sarra Rahmadani, Ir. Terunajaya, M.Sc


Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1
Kampus USU Medan
Email : rahmadani.sarra@yahoo.co.id
Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,
Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan

ABSTRAK
Pilar merupakan bagian struktur bawah jembatan yang keberadaannya
menyebabkan perubahan pola aliran sungai. Perubahan pola aliran tersebut
mengakibatkan terjadinya gerusan lokal di sekitar pilar. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh bentuk pilar terhadap potensi gerusan lokal yang
terjadi di sekitar pilar tersebut. Penelitian dilakukan pada kondisi aliran seragam
permanen dengan variasi bentuk pilar. Model fisik pilar yang digunakan adalah
bentuk pilar persegi (rectangular) dan bentuk persegi dengan sisi depang miring
(rectangular with wedge shape nose). Penelitian gerusan di sekitar pilar dilakukan
di Laboratorium Hidraulika Teknik Sipil USU, menggunakan alat flume dengan
panjang 8 m, tinggi 0.3 m dan lebar 0.076 m. Penelitian dilakukan dengan
pengukuran pola dan kedalaman gerusan disekitar pilar dengan debit aliran 1,0
lt/det. Material yang digunakan berupa pasir yang lolos saringan No.8 dan
tertahan saringan No.100 dengan nilai d50 = 0.45 mm. Model diuji selama 250
menit untuk setiap kali berlangsung (running). Hasil eksperimen yang telah
dilakukan diperoleh penambahan kedalaman gerusan pada menit-menit awal
terjadi sangat cepat dengan kedalaman gerusan bertambah seiring lama waktu
pengamatan dan selanjutnya besanya penambahan kedalaman gerusan semakin
kecil setelah mendekati kondisi kesetimbangan (equilibrium scour depth).Nilai
kedalaman gerusan maksimum pada pilar persegi (rectangular) adalah 30 mm,
dan nilai kedalaman gerusan maksimum pada pilar persegi dengan sisi depan
miring (rectangular widge shape nose) adalah 39 mm.
Kata Kunci: Gerusan lokal, bentuk pilar dan arah aliran

ABSTRACT
Pillar is a part under the bridge structure which caused the changed of the
river flow patterns. The changed of flow pattern causes the local scour around the
pillar. This research aims to know the influence of the shape of the pillars to the
local scour happening around the pillars. Research was done in permanent
uniform flow conditions with variation of a pillars. The model of pillar physical
used are pillar rectangular and rectangular with widge shape nose. Research scour
around pillars was done in Civil Engineering USU Hydraulics Laboratory, that
used flume with a length of 8 m, height 0.3 m and a width of 0.076 m. The
research was done by measuring the pattern and depth of scour around the pillars

1
by flow discharge 1.0 lt / sec. The used materials are the slip sand through sieve
No. 8 sieve and retained 100 with a value of d50 = 0,45 mm. Model tested for 250
minutes for every running. The results of the conducted experiments was found
that depth addition of scour happened very quickly with the depth of scour addited
by the long time observation and the big addition of the scour depth is smaller
after near equilibrium scour depth. Maximum scour depth value on rectangular
pillars is 30 mm and maximum scour depth value on rectangular with widge shape
nose is 39 mm.
Keyword: local scour, pillar shape dan streamline

PENDAHULUAN

Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya


perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi
karena faktor alam dan manusia seperti halnya pembuatan bangunan-bangunan
air seperti pilar, abutmen, bendung dan sebagainya. Pilar merupakan bagian dari
struktur bawah jembatan yang keberadaannya menyebabkan perubahan pola aliran
sungai dan terjadinya gerusan lokal di sekitar pilar. Pilar jembatan mempunyai
berbagai macam bentuk seperti silinder, persegi, persegi dengan ujung setengah
lingkaran, persegi dengan sisi depan miring, lenticular maupun ellips yang dapat
memberikan pengaruh terhadap pola aliran air. Aliran yang terjadi pada sungai
biasanya disertai proses penggerusan / erosi dan endapan sedimen / deposisi.
Gerusan merupakan fenomena alam yang akibat erosi terhadap aliran air
pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau
semakin dalamnya dasar sungai di bawah elevasi permukaan alami (datum)
karena interaksi antara aliran dengan material dasar sungai. Gerusan yang terjadi
disekitar pilar adalah akibat sistem pusaran (vortex system) yang timbul karena
aliran dirintangi pilar tersebut. Aliran mendekati pilar dan tekanan stagnasi akan
menurun dan menyebabkan aliran kebawah (down flow) yaitu aliran dari
kecepatan tinggi menjadi kecepatan rendah. Kekuatan down flow akan mencapai
maksimum ketika berada tepat pada dasar saluran.
Gerusan lokal (local scouring) merupakan proses alamiah yang terjadi di
sungai akibat pengaruh morfologi sungai atau adanya bangunan air yang
menghalangi aliran, misalnya pangkal jembatan, pilar jembatan, abutmen, krib
sungai dll. Adanya bangunan air tersebut menyebabkan perubahan karakteristik
aliran seperti kecepatan aliran dan turbulensi, sehingga menimbulkan perubahan
transpor sedimen dan terjadinya gerusan.
Pilar dengan bentuk persegi dan persegi sengan sisi depan miring adalah
salah satu dari berbagai macam bentuk pilar yang dipakai dalam perencanaan
pembangunan jembatan. Pilar dengan bentuk persegi ini cukup banyak ditemukan
dalam perencanaan pembangunan jembatan yang melewati alur sungai. Hal ini
dikarenakan dari bentuk pilar itu sendiri yang cukup mudah dalam
pembuatannya. Secara teori, gerusan yang terjadi pada pilar tipe persegi ini lebih
besar dibanding dengan tipe pilar yang memiliki sisi depan berbentuk datar.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari bentuk pilar
terhadap gerusan lokal disekitar pilar, memperoleh gambaran proses
perkembangan gerusan terhadap waktu dan mendapatkan pola gerusan disekitar

2
pilar.

TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme Gerusan
Aliran yang terjadi pada sungai sering kali disertai dengan angkutan
sedimen dan proses gerusan. Proses gerusan akan terbentuk secara alamiah
karena pengaruh morfologi sungai atau karena adanya struktur yang menghalangi
aliran sungai. Angkutan sedimen terjadi karena aliran air sungai mempunyai
energi yang cukup besar untuk membawa sejumlah material.
Proses gerusan dimulai pada saat partikel yang terbawa bergerak
mengikuti pola aliran bagian hulu kebagian hilir saluran. Pada kecepatan yang
lebih tinggi maka partikel yang terbawa akan semakin banyak dan lubang gerusan
akan semakin besar, baik ukuran maupun kedalamannya bahkan kedalaman
gerusan maksimum akan dicapai pada saat kecepatan aliran mencapai kecepatan
kritik. Lebih jauh lagi ditegaskan bahwa kecepatan gerusan relatif tetap meskipun
terjadi peningkatan kecepatan yang berhubungan dengan transpor sedimen baik
yang masuk maupun yang keluar lubang gerusan, jadi kedalaman rata-rata terjadi
pada kondisi equilibrium scour depth (Chabert dan Engal Dinger, 1956 dalam
Breuser dan Raudkiv, 1991).
Komponen-komponen dari pola aliran adalah Arus bawah didepan pilar,
pusaran sepatu kuda (horse shoes vortex), pusaran yang terangkat (cast-off
vortices) dan menjalar (wake) dan punggung gelombang (bow wave).
Bila struktur ditempatkan pada suatu arus air, aliran air di sekitar struktur
akan berubah dan gradien kecepatan vertikal (vertical velocity gradient) dari
aliran akan berubah menjadi gradien tekanan (pressure gradient) pada ujung
permukaan struktur tersebut. Gradien tekanan (pressure gradient) merupakan
hasil dari aliran bawah yang membentur bed. Pada dasar struktur, aliran
bawah ini membentuk pusaran yang pada akhirnya menyapu sekeliling dan
bagian bawah struktur dengan memenuhi seluruh aliran (Miller 2003:6). Hal ini
dinamakan pusaran tapal kuda (horseshoe vortex), karena dilihat dari atas bentuk
pusaran ini mirip tapal kuda.
Pada permukaan air, interaksi aliran dan struktur membentuk busur
ombak (bow wave) yang disebut sebagai gulungan permukaan (surface roller).
Pada saat terjadi pemisahan aliran pada struktur bagian dalam mengalami
wake vortices.

Gambar 1. Mekanisme gerusan akibat pola aliran air disekitar pilar

Faktor yang mempengaruhi kedalaman gerusan: (a) kecepatan aliran pada


alur sungai; (b) gradasi sedimen; (c) ukuran pilar dan ukuran butir material dasar;

3
(d) kedalaman dasar sungai dari muka air; (e) posisi pilar; (f) bentuk pilar.
Kedalaman gerusan tergantung oleh beberapa variabel (lihat Breuser
dan Raudkivi, 1991) yaitu karakteristik zat cair, material dasar, aliran dalam
saluran dan bentuk pilar jembatan yang ditulis ys = f (ρ, v, g, d, ρs, yo, U,b). Pada
kondisi clear-water untuk dalamnya penggerusan dapat dihitung melalui
persamaan-persamaan Raudkivi (1991) yaitu:
yse = 2.3 Kσ Ks Kα Kdt Kd

Kd = faktor ketinggian aliran


Ks = faktor bentuk pilar
Kdt = faktor ukuran pilar
Kα = faktor posisi pilar
Kσ = fungsi dari standar deviasi geometrik distribusi ukuran partikel
α = sudut datang alir

Dalam Melville dan Satherland (1988) dijelaskan, bahwa kedalaman


gerusan dari gerusan lokal, ys, pada pilar dapat ditulis dalam persamaan:

yse = KI Kσ Ks Kα Kdt Kd

Kd = faktor ketinggian aliran


KI = faktor intesitas aliran
Ks = faktor bentuk pilar
Kα = faktor posisi pilar [0,78(yo/b)0,225]
Kdt = faktor ukuran pilar
Kσ = fungsi dari standar deviasi geometrik distribusi ukuran partikel

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.


Jenis pengujian yang dilakukan adalah pengujian material dasar untuk mengetahui
spesifikasi bahan yang digunakan serta pengujian aliran untuk mengetahui jenis
aliran. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Hidraulika Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik USU.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir, air dan kayu.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Recirculating sediment flume
Alat ini berukuran panjang 8 m, tinggi 0.30 m dan lebar 0.076 m,
dilengkapi pompa dengan kapasitas 2.5 lt/s.
2. Point gauge digunakan untuk mengukur kedalaman aliran dan kedalaman
gerusan disekitar pilar.
3. Pintu air untuk mengatur ketinggian muka air.
4. Stop watch untuk menentukan waktu pada pengambilan data kedalaman
gerusan selama running berlangsung.

4
5. Model Pilar dengan dua bentuk yaitu Persegi dan persegi sisi depan miring
6. Kamera digunakan untuk dokumentasi percobaan.
7. Meteran dan penggaris untuk mengukur tinggi material dasar dan
kedalaman aliran.

Prosedur Penelitian
1. Model pilar diletakkan di tengah flume kemudian diatur dengan material
pasir yang telah dihamparkan sepanjang flume.
2. Pengaturan debit aliran yaitu 1 lt/s.
3. Pengamatan kedalaman gerusan, dicatat kedalaman gerusan dari awal
running setiap selang waktu tertentu, yaitu 1 – 10 menit dicatat setiap
selang waktu 1 menit, 10 – 40 menit dicatat setiap selang waktu 5 menit,
40 –70 menit dicatat setiap selang waktu 10 menit, 70 – 250 menit dicatat
setiap selang waktu 15 menit. Pengamatan kedalaman gerusan dicatat terus
menerus selama waktu kesetimbangan.
4. Pengambilan data kontur, data kontur gerusan di sekitar pilar diukur
setelah running selesai, dengan memperkecil debit aliran secara perlahan
agar gerusan di sekitar pilar tidak terganggu oleh adanya perubahan debit.
5. Setelah dilakukan pengukuran tiga dimensi, pasir diratakan kembali untuk
selanjutnya dilakukan running dengan pilar berikutnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pasir yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir lolos saringan
ASTM no. 8 dan tertahan pada no.100 dengan Spesifik Grafity 2,65 serta kadar
lumpur 3,5 % dan nilai d50 diperoleh dari pengujian analisa gradasi butiran sebesar
0,45 mm.
Tabel 1. Analisa Gradasi Butiran

Ayakan Ayakan Berat Berat % berat


No. (mm) tertahan lolos lolos
(gr) (gr)
2 9.52 0 1000 100
4 4.75 3 997 99.7
8 2.36 76 921 92.1
16 1.18 122 799 79.9
30 0.60 186 613 61.3
50 0.30 270 343 34.3
100 0.15 286 57 5.7
943
(Sumber: Hasil penelitian)

5
lolos (%)
Persen

Diameter Butiran (mm)

Gambar 2. Gradasi sedimen

Karakteristik Aliran
Dari hasil pengamatan diperoleh kecepatan aliran kritis atau yang dapat
juga disebut dengan kecepatan pada saat butiran mulai bergerak, Uc = 0.25 m/s
dengan kedalaman aliran yang terjadi pada saluran hcr = 70 mm, sehingga
debit kritik yang terjadi Qc = 1.330 lt/s. Dengan menggunakan debit aliran (Q) = 1
lt/s dan kedalaman aliran (h) = 120 mm, kecepatan aliran rata-rata (U) = 0.109
m/s, dengan kondisi aliran seragam (steady uniform).
Dari data dapat dihitung intensitas aliran (U/Uc) = 0.43 dan bilangan
Froude (Fr) = 0.1005 serta angka Reynolds (Re) = 13080 seperti pada tabel
berikut:
Tabel 2. Karakteristik Aliran
Bentuk b H Q U d50 Qc Uc Fr Re Jenis
Pilar (mm) (mm) (l/s) (m/s) (mm) (l/s) (m/s) Aliran
76 120 1.0 0.109 0.45 1.33 0.25 0.1005 13080 Turbulen
Subkritis
Persegi
Persegi 76 120 1.0 0.109 0.45 1.33 0.25 0.1005 13080 Turbulen
sisi depan Subkritis
miring
(Sumber: Hasil penelitian)

Perkembangan Kedalaman Gerusan terhadap Waktu


Pengukuran kedalaman gerusan disekitar pilar dilakukan pada 8 titik
pengamatan seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 3. Posisi titik pengamatan masing-masing pilar

6
Gambar 4. Perkembangan kedalaman gerusan terhadap waktu pilar persegi (rectangular)

Dari pola gerusan yang terjadi dapat dilihat bahwa gerusan yang terjadi
hampir sama antara titik pengamatan yang saling berhadapan. Sebagai contoh
titik pengamatan 3 dan 7. Ini terjadi karena faktor bentuk pilar yang simetris
terhadap arah aliran. Sehingga kedalaman gerusan yang terjadi antara titik
pengamatan yang berseberangan hampir sama.
Pada gambar 4 terlihat perkembangan gerusan terbesar tercapai pada
titik pengamatan 1 pada sisi pilar bagian depan dan perkembangan gerusan
terkecil tercapai pada titik pengamatan 5 pada pilar bagian belakang sehingga
terjadi penumpukan paling besar dibanding dengan kondisi gerusan pada titik-titik
pengamatan yang lainnya.

Gambar 5. Perkembangan kedalaman gerusan terhadap waktu pilar persegi sisi depan miring
(Rectangular Widge Shape Nose)

Pada gambar terlihat bahwa perkembangan gerusan terbesar tercapai pada


titik pengamatan 1 dimana posisinya hampir sama dengan titik 3 yaitu pada sisi
bagian depan pilar. Perkembangan gerusan terkecil tercapai pada titik
pengamatan 6 yang terdapat dibelakang pilar, sehingga terjadi penumpukan
material pasir.

7
Hal yang sama terjadi pada kedua bentuk pilar dimana pada sisi bagian
depan pilar mengalami penggerusan terdalam karena pengaliran awalnya langsung
mengenai titik bagian sisi depan pilar. Dan sebaliknya, sisi belakang pilar, akan
terjadi penumpukan material pasir karena tidak terkena langsung pengaliran. Dari
bagian sisi-sisi samping pilar pengalirannya membentuk penumpukan yang tepat
menumpuk dibagian titik pengamatan belakang pilar.

Gambar 7. Perkembangan kedalaman gerusan maksimum terhadap waktu pada pilar persegi dan
persegi sisi depan miring.

Pola gerusan di sekitar pilar

Gambar 8. Kontur Pola Gerusan

Gambar 9. Isometri Pola Gerusan

8
Secara umum, pola gerusan yang terjadi pada kedua bentuk pilar relatif
sama. Berawal dari aliran yang berasal dari hulu yang terhalang dengan adanya
pilar, dapat menyebabkan timbulnya pusaran yang terjadi akibat kecepatan aliran
yang membentur pilar bagian depan menjadi gaya tekan pada permukaan pilar
tersebut. Pusaran yang menggerus dari depan pilar kemudian menggerus samping
pilar dan menyebabkan gerusan lokal (local scour) pada pilar.

Perhitungan
Kedalaman Gerusan Lokal Menurut Persamaan Raudkivi (1991)

 Pilar persegi
K = 0.8 ; Ks = 1.22 ; K = 1.0 ; Kdt = 1.0 ; Kd = 0.55

yse = 2.3 Kσ Ks Kα Kdt Kd


= 2.3 x 0.8 x 1.22 x 1.0 x 1.0 x 0.55
= 1.235

 Pilar persegi dengan sisi depan miring

K = 0.8 ; Ks = 0.76 ; K = 1.0 ; Kdt = 1.0 ; Kd = 0.55

yse = 2.3 Kσ Ks Kα Kdt Kd


= 2.3 x 0.8 x 0.76 x 1.0 x 1.0 x 0.55
= 0.769

Kedalaman Gerusan Lokal Menurut Persamaan Melville dan Satherland


(1998)

 Pilar persegi

Karena nilai (U/Uc) 0.43


U/Uc < 1 maka nilai KI = 2.4 x (U/Uc)

KI = 2.4 x 0.43 = 1.032

K = 0.8 ; Ks = 1.22 ; K = 1.0 ; Kdt = 1.0 ; Kd = 0.55

Yse = K1 K Kd Kdt Ks K
= 1.032 x 0.8 x 1.22 x 1.0 x 1.0 x 0.55
= 0.554

 Pilar persegi dengan sisi depan miring

Karena nilai (U/Uc) 0.43


U/Uc < 1 maka nilai KI = 2.4 x (U/Uc)

KI = 2.4 x 0.43 = 1.032

9
K = 0.8 ; Ks = 1.22 ; K = 1.0 ; Kdt = 1.0 ; Kd = 0.55

Yse = K1 K Kd Kdt Ks K
= 1.032 x 0.8 x 0.76 x 1.0 x 1.0 x 0.55
= 0.345

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Proses gerusan yang terjadi pada menit-menit awal penelitian berlangsung
sangat cepat. Kedalaman gerusan yang paling besar terjadi pada titik
pengamatan bagian sisi samping pilar bagian depan.
2. Salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya gerusan di sekitar pilar
adalah bentuk pilar. Perbedaan bentuk pilar menyebabkan perbedaan gerusan
yang terjadi.
3. Gerusan lokal terbesar pada pilar dengan variasi bentuk pilar terjadi di bagian
hulu pilar. Pada pilar persegi (rectangular), gerusan yang terbesar terjadi
pada titik pengamatan 1. Dimana titik pengamatan 1 ini berada disisi depan
bagian pilar. Sedangkan pada titik pengamatan 6 pada pilar persegi terjadi
penumpukan material, karena titik pengamatan 6 terletak di bagian sisi
belakang pilar. Pada pilar persegi dengan sisi depan miring (rectangular
widge shape nose) terjadi gerusan terbesar pada titik pengamatan 1 dan 3
dimana kedua titik pengamatan tersebut berada di bagian sisi depan pilar.
Titik pengamatan 2 juga mengalami gerusan besar yang besarnya mendekati
gerusan 1 dan 3, sebab 2 juga merupakan bagian sisi terdepan pilar.
4. Nilai kedalaman gerusan maksimum yang terjadi pada pilar persegi adalah 30
mm, dan untuk pilar persegi dengan sisi depan miring adalah 39 mm.

Saran
1. Penelitian ini merupakan langkah awal untuk mengkaji permasalahan ini,
sehingga perlu kajian lebih lanjut dengan beberapa variabel tambahan.
2. Dalam perencanaan konstruksi disarankan agar bentuk pilar dirancang sebaik
mungkin untuk memaksimalkan fungsi dan kemampuannya.
3. Meningkatkan kualitas penelitian pada gerusan lokal disekitar pilar dan usaha
mengurangi kedalaman gerusan lokal tersebut, sehingga akan diperoleh data
yang lebih banyak lagi. Dengan demikian akan lebih bermanfaat dikemudian
hari.
4. Menggunakan peralatan yang lebih modern sebagai alat ukur kedalaman
gerusan, agar hasil data yang diperoleh lebih baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Triatmodjo, Bambang.1993. Hidraulika I. Beta Offset. Yogyakarta.


Triatmodjo, Bambang.1993. Hidraulika II. Beta Offset. Yogyakarta.
Chow, V.T. 1985. Hidraulika Saluran Terbuka. Jakarta : Erlangga
Pamularso, A. 2006. Pengaruh Bentuk Pilar Terhadap Perilaku Gerusan Lokal.
Skripsi. Semarang : UNNES.
Ikhsan, Jazaul dan Hidayat Wahyudi. 2006. Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan
Terhadap Potensi Gerusan Lokal. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol.
132 9, No. 2, 2006: 124 – 132. Jurusan Teknik Sipil, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Wibowo, Oki Martanto. 2007. Pengaruh arah aliran terhadap gerusan lokal
disekitar pilar jembatan. Tugas Akhir, Semarang: UNNES.
Qudus, Nur dan Asih Suprapti Agustina. 2007. Mekanisme Perilaku Gerusan
Lokal pada Pilar Tunggal dengan Variasi Diameter. Jurnal no 2 volume
9, Departemen Teknik Sipil dan Perncanaan, Fakultas Teknik, Semarang:
UNNES.
Aisyah, S. 2004. Pola Gerusan Lokal di Berbagai Bentuk Pilar Akibat Adanya
Variasi Debit. Tugas Akhir. Yogyakarta: UGM
Breuser. H.N.C. and Raudkivi. A.J. 1991. Scouring. IAHR Hydraulic Structure
Design Manual. Rotterdam: AA Balkema.
Garde, R. J and Raju K.G.R.1997.Mechanics Of Sediment Transportation and
Alluvial Stream Problem. New Delhi : Willy Limited.
Gunawan, H.A. 2006. Pengaruh Lebar Pilar Segiempat Terhadap Perilaku
Gerusan Lokal. Skripsi. Semarang: UNNES.
Miller,W. 2003. Model For The Time Rate Of Local Sediment Scour At A Cylb
indrical Structure. Disertasi. Florida: PPS Universitas Florida.
Rangga Raju, K.G. 1986.Aliran Melalui Saluran Terbuka. Jakarta : Erlangga.
Setianingrum, R. M. 2003. Efektifitas Penanganan Gerusan Lokal di Sekitar
Pilar Pada Kondisai Live-Bed Scour. TA. Yogyakarta: UGM

11

Anda mungkin juga menyukai