PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obstruksi lintas air kemih menyebabkan aliran urine tertahan (retensi). Hal ini
dapat terjadi di sepanjang lintasan dari hulu pada piala sampai ke muara pada uretra.
Gangguan penyumbatan ini bisa disebabkan oleh kelainan mekanik di dalam liang,
pada dinding atau tindisan dari luar terhadap dinding lintasan atau disebabkan
kelainan dinamik (neuromuskuler) yang masing-masing bisa karena kelainan dibawa
lahir atau diperdapat. Selanjutnya penyumbatan ini bisa menyumbat sempurna (total)
atau tidak sempurna (sub total) dengan masing-masing bisa tampil mendadak,
menahun atau berulang timbul. Adanya rintangan penyumbatan total. Pada
penyumbatan sub-total melewatkan sebagian air kemih dan menahun sebagian lain
yang berangsur menumpuk seluruhnya pada penyumbatan total. Pada penyumbatan
sub-total melewatkan sebagian air kemih dan menahan sebagian lain yang berangsur-
angsur menumpuk. Tumpukan air kemih ini meregangkan lintasan pada hulu
obstruksi sehingga melebar. Bagian hulu saluran ini berusaha meningkat tenaga
dorong untuk mengungguli hambatan sumbatan dengan menambah kuat kontraksi
jaringan dinding saluran agar penyaluran air kemih dapat berlangsung sempurna
seperti biasanya (kompensasi). Selanjutnya pada perlangsungan obstruksi biasanya
mengundang kehadiran bakteri dan pembentukan batu yang menyebabkan penyulit-
penyulit yang lebih memberatkan keadaan. Rentetan kejadian makin ke hulu
melibatkan ginjal sehingga terjadi hidronefrosis.( Arif Muttaqin : 2012 )
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Keperawatan Sistem Perkemihan, serta Mengetahui dan
memahami tentang hidronefrosis
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dan etiologi penyakit hidronefrosis.
b. Mengetahui tanda dan gejala yang muncul pada penderita hidronefrosis.
c. Mengetahui patofisiologi pada hidronefrosis.
d. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita hidronefrosis.
e. Mengetahui diet yang diberikan pada pasien hidronefrosis.
f. Mampu Melakukan asuhan keperawatan pada pasien hidronefrosis.
g. Mampu melakukan pengkajian pada pasien hidronefrosis.
h. Menerapkan diagnosa keperawatan pada pasien hidronefrosis.
i. Mampu menerapkan rencana keperawatan dan implementasi
j. Mampu menerapkan evaluasi pada pasien hidronefrosis
BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua
ginjal akibat obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir
balik, sehingga tekanan ginjal meningkat.jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung
kemih, tekanan balik akan mengeluarkan kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi
disalah satu uretra akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja
yang rusak (smeltzer & bare 2008 )
B. Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan
ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
1. Kelainan structural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis terlalu
tinggi
2. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
3. Batu di dalam pelvic renalis
4. Penekanan pada ureter oleh :
a. Jaringan fibrosa
b. Arteri atau vena yang letaknya abnormal
c. Tumor
D. Patofisiologi
Obstruksi total akut ureter menyebabkan pelebaran mendadak dan peningkatan
tekanan lumen bagian proksimal tempat obstruksi. Filtrasi glomerulus tetap
berlangsung dengan peningkatan filtrasi pada tubulus dan penumpukan cairan di
ruang interstisium. Peningkatan tekanan interstisium menyebabkan disfungsi tubulus.
Kerusakan nefron ireversibel terjadi dalam waktu kira-kira 3 minggu. Pada obstruksi
parsial, kerusakan ireversibel terjadi dalam waktu yang lebih lama dan bergantung
pada derajat obstruksi.
Sebagian besar penyebab obstruksi saluran kemih yang diuraikan diatas
menyebabkan obstruksi parsial lambat terhadap aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan hidronefrosis dan atrofi korteks ginjal progresif akibat kerusakan
nefron yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Hanya
hidronefrosis bilateral yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Statis urine akibat
obstruksi meningkatakan insidensi pielonefritis akut dan pembentukan batu saluran
kemih yang keduanya dapat memperberat obstruksi.
Obstruksi ureter akut oleh batu, bekuan darah, atau kerak papila renalis akan
menyebabkan kolik ureter akibat peningkatan peristalsis ureter. Kolik ureter
merupakan nyeri intermitten yang sering kali sangat berat pada sudut ginjal posterior
dan menjalar disekitar pinggang (flank) menuju daerah pubis. obstruksi unilateral
kronis biasanya asimtomatik bahkan pada obstruksi total dan umumnya berlanjut
dengan kerusakan ginjal permanen sebelum terdeteksi. Obstruksi parsial bilateral
kronis memberikan gambaran gagal ginjal kronis progresif, meliputi hipertensi,
kegagalan fungsi tubulus (poliuria, asidosis tubulus renalis, dan hiponatremia), dan
timbulnya batu saluran kemih atau pielonefritis akut. Penanganan pasien tersebut
dapat mengembalikan fungsi tubulus menjadi normal bila dilakukan secara dini.
Obstruksi bilateral total meneyebabkan gagal ginjal akut tipe pascaginjal dan
selanjutnya dengan cepat menuju ekmatian bila tidak segera dikoreksi. Oleh karena
itu, keadaan ini termasuk kegawatdaruratan medis (Kimberly, 2011).
Sedangkan menurut Vinay Kumar, dkk (2007) Obstruksi bilateral total
menyebabkan anoria, yang menyebabkan pasien segera berobat. Apabila obstruksi
terletak dibawah kandung kemih, gejala dominant adalah keluhan peregangan
kandung kemih. Secara paradoks, obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria
bukan oliguria, akibat terganggunya kemampuan tubulus memekatkan urin dan hal ini
dapat menyamarkan sifat asli kelainan ginjal. Sayangnya, hidronefrosis unilateral
dapat tetap asintomatik dalam jangka lama, kecuali apabila ginjal yang lain tidak
berfungsi karena suatu sebab. Ginjal yang membesar sering ditemukan secara tidak
sengaja pada pemerksaan fisik rutin. Kadang-kadang penyebab dasar hidronefrosis,
seperti kalkulus ginjal atau tumor obstruktif, menimbulkan gejala yang secara tidak
langsung menimbulkan perhatian ke hifronefrosis. Dihilangkanya obstruksi dalam
beberapa minggu biasanya memungkinkan pemulihan total fungsi, namun seiring
dengan waktu perubahan menjadi ireversibel. ( Vinay Kumar : 2007 )
E. Komplikasi
Menurut Kimberly (2011) penyakit hidronefrosis dapat meny
ebabkan komplikasi sebagai berikut:
a. Batu ginjal
b. Sepsis
c. Hipertensi renovaskuler
d. Nefropati obstruktif
e. Infeksi
f. Pielonefritis
g. Ileus paralitik
A. Kesimpulan
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau
kedua ginjal akibat adanya obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urine
menyebabkan urine mengalir balik, sehingga tekanan diginjal meningkat. Jika
obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan baik akan mempengaruhi
kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu
atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang rusak (Smeltzer & Brenda,
2001).
Menurut David Ovedoff (2002) penyebab dari hidronefrosis adalah
sebagai berikut:
1. Tekanan membalik akibat obstruksi congenital.
2. Obstruksi pada perbatasan ureteropelvis (uretropelvic junction), penyempitan
ureter atau kompresi ekstrinsik didapat.
3. Batu atau neoflasma dalam ureter pada perbatasan ureteropelvis dalam vesika,
pada leher kandung kemih, atau prostat.
4. Berkaitan dengan terapi radiasi atau fibrosis retroperitoneal.
5. Menyebabkan atoni, fibrosis, dan hilangnya daya peristaltik.
6. Atrofi parenkim ginjal, terutama tubulus kemudian tekanan kembali ke tubulus
proksimal dan glomerolus.
Menurut David Ovedoff (2002) tanda dan gejala hidernefrosis adalah:1
1. Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang
2. Kolik menunjukan adanya batu
3. Demam dan menggigil bila terjadi infeksi
4. Mungkin terdapat hipertensi
5. Beberapa penderita tidak menunjukan gejala
Tujuan dari rencana keperawatan adalah diharapkan pada evaluasi
didapatkan penurunan stimulus nyeri, penurunan risiko infeksi pascabedah,
penurunan kecemasan, dan mempersiapkan klien secara optimal untuk dilakukan
pembedahan.
Untuk intervensi pada masalah keperawatan pemenuhan informasi,
ketidakseimbangan nutrisi, perubahan pola miksi, dan kecemasan dapat
disesuaikan pada masalah yang sama pada pasien batu ginjal.
Untuk intervensi pada masalah keperawatan risiko tinggi infeksi, dapat
disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien trauma ginjal.
Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah
sebagai berikut (1) Penurunan skala nyeri, (2) Tidak terjadi infeksi pada luka
pascabedah, (3) Asupan nutrisi terpenuhi, (4) Terpenuhinya informasi kesehatan,
(5) Kecemasan berkurang.
B. Saran
Agar bisa melakukan asuhan keperawatan profesional pada kasus
hidronefrosis. Sudah sepantasnya rekan-rekan mahasiswa terlebih dahulu
memahami pengertian, tanda dan gejala hingga penatalaksanaan pada kasus
hidronefrosis. Selain itu agar mampu memberikan aplikasi di pelayanan
keperawatan mahasiswa harus memahami penatalaksanaan dari masing-masing
kasus hidronefrosis. Pemahaman tentang sebuah kasus akan sangat membantu
mahasiswa dalam pengembangan ilmu keperawatan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika
De Jong, Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Wilknson,Judith M . 2007 . Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kreteria
hasil NOC. Jakarta : EGC
Elsevier. 2013 . Nursing Interventions Classification. Edisi ke-5. Yogyakarta : Mocomedia
Elsevier. 2013. Nursing Outcomes Classification. Edisi ke 5. Yogyakarta : Mocomedia
David Ovedoff. 2002 .Postnatal management of antenatal hydronephrosis. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan G Bare. 2008 Keperawatan medikal bedah brunner & suddarth. Ed.8.
Jakarta: EGC
Price, Sylvia.2007. Patofisiologo Edisi Ke 4. Jakarta: EGC
Gibson, John. 2007. Fisiologi & Anatomi Modern untuk perawat. Jakarta: EGC
Huda amin. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC