Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obstruksi lintas air kemih menyebabkan aliran urine tertahan (retensi). Hal ini
dapat terjadi di sepanjang lintasan dari hulu pada piala sampai ke muara pada uretra.
Gangguan penyumbatan ini bisa disebabkan oleh kelainan mekanik di dalam liang,
pada dinding atau tindisan dari luar terhadap dinding lintasan atau disebabkan
kelainan dinamik (neuromuskuler) yang masing-masing bisa karena kelainan dibawa
lahir atau diperdapat. Selanjutnya penyumbatan ini bisa menyumbat sempurna (total)
atau tidak sempurna (sub total) dengan masing-masing bisa tampil mendadak,
menahun atau berulang timbul. Adanya rintangan penyumbatan total. Pada
penyumbatan sub-total melewatkan sebagian air kemih dan menahun sebagian lain
yang berangsur menumpuk seluruhnya pada penyumbatan total. Pada penyumbatan
sub-total melewatkan sebagian air kemih dan menahan sebagian lain yang berangsur-
angsur menumpuk. Tumpukan air kemih ini meregangkan lintasan pada hulu
obstruksi sehingga melebar. Bagian hulu saluran ini berusaha meningkat tenaga
dorong untuk mengungguli hambatan sumbatan dengan menambah kuat kontraksi
jaringan dinding saluran agar penyaluran air kemih dapat berlangsung sempurna
seperti biasanya (kompensasi). Selanjutnya pada perlangsungan obstruksi biasanya
mengundang kehadiran bakteri dan pembentukan batu yang menyebabkan penyulit-
penyulit yang lebih memberatkan keadaan. Rentetan kejadian makin ke hulu
melibatkan ginjal sehingga terjadi hidronefrosis.( Arif Muttaqin : 2012 )
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Keperawatan Sistem Perkemihan, serta Mengetahui dan
memahami tentang hidronefrosis
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dan etiologi penyakit hidronefrosis.
b. Mengetahui tanda dan gejala yang muncul pada penderita hidronefrosis.
c. Mengetahui patofisiologi pada hidronefrosis.
d. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita hidronefrosis.
e. Mengetahui diet yang diberikan pada pasien hidronefrosis.
f. Mampu Melakukan asuhan keperawatan pada pasien hidronefrosis.
g. Mampu melakukan pengkajian pada pasien hidronefrosis.
h. Menerapkan diagnosa keperawatan pada pasien hidronefrosis.
i. Mampu menerapkan rencana keperawatan dan implementasi
j. Mampu menerapkan evaluasi pada pasien hidronefrosis
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi

Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis ginjal dan


kalises, sedangkan hidroureter dianalogikan sebagai pelebaran ureter. Adanya
hidronefrosis atau hidroureter harus dianggap sebagai respon fisiologis terhadap
gangguan aliran urine. Meskipun hal ini sering disebabkan oleh proses obstruktif,
tetapi dalam beberapa kasus seperti magaureter sekunder sekunder untuk refluks
pralahir, sistem pengumpulan mungkin membesar, karena tidak adanya obstruksi. (
Arif Muttaqin : 2012 )

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua
ginjal akibat obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir
balik, sehingga tekanan ginjal meningkat.jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung
kemih, tekanan balik akan mengeluarkan kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi
disalah satu uretra akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja
yang rusak (smeltzer & bare 2008 )

Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ureter yang dihasilkan oleh obstruksi


aliran keluar urin oleh batu atau kelainan letak arteria yang menekan ureter sehingga
pelvis membesar dan terdapat destruksi progresif jaringan ginjal ( Gibson,2007).

B. Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan
ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
1. Kelainan structural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis terlalu
tinggi
2. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
3. Batu di dalam pelvic renalis
4. Penekanan pada ureter oleh :
a. Jaringan fibrosa
b. Arteri atau vena yang letaknya abnormal
c. Tumor

(Menurut Rice,Sylvia:2007) Hidronefrosis juga bias terjadi akibat adanya


penyumbatan di bawah sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari
kandungan kemih:

1. Batu di dalam ureter


2. Tumor di dalam atau di dekat ureter
3. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan , cidera, infeksi, terapi penyinaran atau
pembedahan
4. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
5. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
6. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
7. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul lainnya
8. Sumbatan yang menghalangi air kemih dari kandung kemih ke uretra akibat
pembesaran prostat, peradangan atau kanker
9. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cidera
10. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi
kontraksi ureter.

Kadang hidronefrosis terjadi selama kehamilan akibat pembesaran rahim


tertekan ureter. Perubahan hormonal akan memeperburuk keadaan ini karena
mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung
kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilam berakhir, meskipun sesudahnya
pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar.

Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi kontraksi


otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Jaringan
fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang normal di dinding ureter
sehingga terjadi kerusakan yang menetap. ( Huda Amin : 2013 )

C. Tanda dan Gejala


Menurut David Ovedoff (2002) tanda dan gejala hidernefrosis adalah:
1. Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang
2. Kolik menunjukan adanya batu
3. Demam dan menggigil bila terjadi infeksi
4. Mungkin terdapat hipertensi
5. Beberapa penderita tidak menunjukan gejala
Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi
akut dapat menimbulkan rasa sakit di panggul dan punggung. Jika terdapat infeksi,
maka disuria, menggigil, demam, dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematiria
dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal terkena, tanda dan gejala gagal ginjal
kronik akan muncul (Smeltzer & Brenda, 2001).

D. Patofisiologi
Obstruksi total akut ureter menyebabkan pelebaran mendadak dan peningkatan
tekanan lumen bagian proksimal tempat obstruksi. Filtrasi glomerulus tetap
berlangsung dengan peningkatan filtrasi pada tubulus dan penumpukan cairan di
ruang interstisium. Peningkatan tekanan interstisium menyebabkan disfungsi tubulus.
Kerusakan nefron ireversibel terjadi dalam waktu kira-kira 3 minggu. Pada obstruksi
parsial, kerusakan ireversibel terjadi dalam waktu yang lebih lama dan bergantung
pada derajat obstruksi.
Sebagian besar penyebab obstruksi saluran kemih yang diuraikan diatas
menyebabkan obstruksi parsial lambat terhadap aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan hidronefrosis dan atrofi korteks ginjal progresif akibat kerusakan
nefron yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Hanya
hidronefrosis bilateral yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Statis urine akibat
obstruksi meningkatakan insidensi pielonefritis akut dan pembentukan batu saluran
kemih yang keduanya dapat memperberat obstruksi.
Obstruksi ureter akut oleh batu, bekuan darah, atau kerak papila renalis akan
menyebabkan kolik ureter akibat peningkatan peristalsis ureter. Kolik ureter
merupakan nyeri intermitten yang sering kali sangat berat pada sudut ginjal posterior
dan menjalar disekitar pinggang (flank) menuju daerah pubis. obstruksi unilateral
kronis biasanya asimtomatik bahkan pada obstruksi total dan umumnya berlanjut
dengan kerusakan ginjal permanen sebelum terdeteksi. Obstruksi parsial bilateral
kronis memberikan gambaran gagal ginjal kronis progresif, meliputi hipertensi,
kegagalan fungsi tubulus (poliuria, asidosis tubulus renalis, dan hiponatremia), dan
timbulnya batu saluran kemih atau pielonefritis akut. Penanganan pasien tersebut
dapat mengembalikan fungsi tubulus menjadi normal bila dilakukan secara dini.
Obstruksi bilateral total meneyebabkan gagal ginjal akut tipe pascaginjal dan
selanjutnya dengan cepat menuju ekmatian bila tidak segera dikoreksi. Oleh karena
itu, keadaan ini termasuk kegawatdaruratan medis (Kimberly, 2011).
Sedangkan menurut Vinay Kumar, dkk (2007) Obstruksi bilateral total
menyebabkan anoria, yang menyebabkan pasien segera berobat. Apabila obstruksi
terletak dibawah kandung kemih, gejala dominant adalah keluhan peregangan
kandung kemih. Secara paradoks, obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria
bukan oliguria, akibat terganggunya kemampuan tubulus memekatkan urin dan hal ini
dapat menyamarkan sifat asli kelainan ginjal. Sayangnya, hidronefrosis unilateral
dapat tetap asintomatik dalam jangka lama, kecuali apabila ginjal yang lain tidak
berfungsi karena suatu sebab. Ginjal yang membesar sering ditemukan secara tidak
sengaja pada pemerksaan fisik rutin. Kadang-kadang penyebab dasar hidronefrosis,
seperti kalkulus ginjal atau tumor obstruktif, menimbulkan gejala yang secara tidak
langsung menimbulkan perhatian ke hifronefrosis. Dihilangkanya obstruksi dalam
beberapa minggu biasanya memungkinkan pemulihan total fungsi, namun seiring
dengan waktu perubahan menjadi ireversibel. ( Vinay Kumar : 2007 )

E. Komplikasi
Menurut Kimberly (2011) penyakit hidronefrosis dapat meny
ebabkan komplikasi sebagai berikut:
a. Batu ginjal
b. Sepsis
c. Hipertensi renovaskuler
d. Nefropati obstruktif
e. Infeksi
f. Pielonefritis
g. Ileus paralitik

F. Diet pada pasien Hidronefrosis


Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan :
1. Rendah protein
Karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan
suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah Oksalat
Oksalat dalam urine berasal dari dalam tubuh dan dari makanan yang kita
makan serta hasil metabolisme vitamin C. Oleh karena itu pasien disarankan
untuk tidak mengkonsumsi vitamin C lrbih dari 1gram perhari dan memicu
peningkatan produksi oksalat.
3. Rendah Garam
Karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria.
4. Rendah Purin
5. Rendah Kalsium
Semakin tinggi kalsium bisa menaikkan pula eksresi yang menambah
pembentukkan kristalisasi garam-garam dapur. ( Vinay Kumar : 2007 )
G. Penatalaksanaan
1. Pengkajian
Pada anamnesis tidak ada keluhan spesifik yang mengarah pada penyakit
hidronefrosis. Keluhan yang didapat bervariasi bergantung pada apakah
hidronefrosis yang akut atau kronis.
Dengan obstruksi akut, pasien mungkin datang dengan rasa sakit, yang
biasanya digambarkan sebagai berat, intermiten, dan tumpul pada bagian
pinggang. Keluhan nyeri biasanya bertambah dengan peningkatan konsumsi
cairan. Tergantung pada tingkat hidroureter, nyeri dapat menyebar ke testis
ipsilateral atau labia. Nyeri sering menyebabkan mual dan muntah, selain itu,
nyeri juga sering dihubungkan dengan kolik ginjal.
Pada pengkajian, juga ditemukan adanya riwayat hematuria, kencing batu,
atau adanya keganasan di mana saja di saluran kemih. Sering didapatkan adanya
riwayat demam. Hidronefrosis dapat tanpa gejala, sebagai hasil dari keganasan
panggul lanjut atau retensi urine berat dari obstruksi kandung kemih. Kondisi
hidronefrosis bilateral biasanya menunjukkan penyebab yang berkaitan dengan
kandung kemih, seperti retensi, penyumbatan prostat, atau prolaps kandung kemih
parah.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan hidronefrosis berat, palpasi ginjal dapat teraba.
Dengan hidronefrosis bilateral, edema ekstremitas bawah dapat terjadi. Sudut
kostovertebral pada satu sisi yang terekena sering lembut. Adanya kembung pada
kandung kemih yang teraba jelas menambah bukti bahwa adanya obstruksi saluran
kemih.
3. Pengkajian Diagnostik
a. Laboratorium
Urinalisis. Pyura menunjukkan adanya infeksi. Hematuria mikroskopik
dapat menunjukkan adanya batu atau tumor.
Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin menunjukkan
infeksi akut. Kimia serum: hidronefrosis bilateral dan hidroureter dapat
mengakibatkan peningkatan kadar BUN dan kreatinin. Selain itu, hiperkalemia
dapat menjadi kondisi yang mengancam kehidupan.
b. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi adalah metode yang cepat, murah, dan cukup akurat
untuk mendeteksi hidronefrosis dan hidroureter, namun, akurasi dapat
bergantung pada pengguna. Ultrasonografi umumnya berfungsi sebagai tes
skrining pilihan untuk menetapkan diagnosis dan hidronefrosis.
c. Pyelography Intravena (IVP)
Pyelography intravena berguna untuk mengidentifikasi keberadaan dan
penyebab hidronefrosis dan hidroureter. Intraluminal merupakan penyebab
paling mudah yang dapat diidentifikasi berdasarkan temuan IVP.
d. CT Scan
CT Scan memiliki peran penting dalam evaluasi hidronefrosis dan
hidroureter. Proses retroperitoneal menyebabkan obstruksi ekstrinsik dari
ureter dan kandung kemih dapat dievaluasi dengan sangat baik pada CT Scan.
4. Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Peran pengobatan hidronefrosis dan hidroureter terbatas untuk mengontrol
rasa sakit dan pengobatan atau pencegahan infeksi. Sebagian besar kondisi pasien
memerlukan tindakan invasif atau intervensi bedah dengan prognosis pascabedah
yang baik.
Intervensi bedah. Teknik yang dilakukan pada pasien dengan hidronefrosis
dan hidroureter bergantung pada etiologi. Secara umum, intervensi bedah
dilakukan segera bila terdapat adanya tanda-tanda infeksi pada saluran
perkemihan karena infeksi dengan hidronefrosis memberikan predisposisi penting
terjadinya kondisi sepsis.
5. Diagnosis Keperawatan
Pre operasi
a. Nyeri b.d agen cedera biologis.(00132)
b. Retensi urin b.d sumbatan saluran perkemihan(00023)
c. Ansietas b.d status kesehatan(00146)
Post operasi
a. Nyeri b.d agen cedera fisik(00132)
b. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring post operasi(00092)
c. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi status kesehatan(00126)
(Wilknson : 2007 )
6. Rencana Keperawatan
Pre operasi
Dx: 01
Tujuan KH: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien
berkurangan rasa nyerinya dengan KH:
Pre operasi Post operasi
1 Kontrol nyeri(1605) 2 Tingkat ketidaknyamanan (
a. Mengenali nyeri(5) 2109 )
b. Menggambarka faktor a. Nyeri ( 5)
penyebab nyeri(5) b. Meringis ( 5 )
c. Menggunakan tindakan c. Inkontienensia urin ( 5 )
nyeri tanpa analgesik (5)
Pre operasi 4 Ambulansi 0200
3 Eliminasi Urin 0503 a. Berjalan dengan pelan ( 5 )
a. Eliminasi urin ( 5 ) b. Menopang Berat Badan ( 5
b. Intake cairan dan output ( 5 )
) c. Berjalan dengan langkah
c. Nyeri saat kencing ( 5 ) yang efektif ( 5 )
Post operasi
Pre operasi Post operasi
5 Tingkat Kecemasan 1211 6 Tingkat Ketidaknyamanan
a. Gelisah ( 5 ) 2109
b. Cemas disampaikan a. Cemas ( 5 )
secara lisan ( 5 ) b. Rasa takut ( 5 )
c. Gangguan Tidur ( 5 ) c. Wajah tegang ( 5 )
Intervensi Keperawatan yang dilakukan
1. Dx : 01
Pre operasi
A. Manajement Nyeri 1400
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
pencetus
b. Kurangi faktor yang dapat meningkatkan nyeri
c. Ajarkan penggunaan tekhnik non farmakologi seperti relaksasi
Post operasi
a. Berikan informasi tentang nyeri
b. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan
tepat
c. Kolaborasi dengan team medis lain
Rasional :
a. Untuk mengetahui nyeri secara menyeluruh
b. Untuk mengurangi nyeri
c. Menghindari faktor pencetus nyeri
2. Dx : 02
Pre operasi
A. Retensi Urin 0620
a. Monitor intake dan output
b. Rujuk pada spesialis perkemihan sesuai kebutuhan
c. Berikan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih
Post operasi
B. Intoleransi Aktivitas 0200
a. Dukung individu untuk memulai melanjutkan latihan
b. Damping individu dalam menentukan tujuan latihan
c. Monitor respon individu terhadap program latihan
Rasional :
a. Mengetahui intake dan output
b. Mengetahui masalah lebih lanjut
c. Membantu program latihan pasien
d. Memonitor respon pasien
e. Mengetahui perkembangan pasien
3. Dx : 03
Pre operasi
A. Pengurangan Kecemasan 5820
a. Gunakan pendekatan dengan tenang dan meyakinkan
b. Dengarkan klien
c. Identifikasi pada saat perubahan tingkat kecemasan
Post Operasi
B. Pendidikan Kesehatan 5820
a. Berikan aktivitas pengganti yang bertujuan untuk mengurangi
tekanan
b. Bantu klien mengidentifikasikan situasi memicu kecemasan
c. Berikan informasi tentang perubahan status kesehatan
Rasional :
a. Mengurangi kecemasan
b. Empati pada pasien
c. Mengetahui perubahan kecemasan pasien
( elsevier : 2013 )
7. Implementasi Keperawatan
1. Dx : 01
Pre Operasi
a. Mengkaji nyeri komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas , intensitas nyeri dan faktor pencetus
b. Mengajarkan pada pasien cara mengurangi faktor peningkatan nyeri
c. Mengajarkan tekhnik relaksasi pada pasien
Post operasi
a. Memberikan informsi mengenai nyeri
b. Memotivasi pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri yang
tepat
c. Berkolaborasi dengan tim medis lain
2. Dx : 02
Pre operasi
a. Memonitor intake dan output
b. Menyarankan pasien untuk periksa ke spesialis perkemihan
c. Memberitahu untuk memberikan waktu cukup untuk mengosongkan
kandung kemih
Post operasi
a. Mendukung individu untuk program latihan
b. Mendampingi individu dalam menentukan tujuan latihan
c. Memonitor respon individu terhadap program latihan
3. Dx : 03
Pre operasi
a. Menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b. Mendengarkan pasien
c. Mengidentifikasi perubahan tingkat kecemasan pasien
Post operasi
a. Memberikan aktivitas pengganti untuk mengurangi tekanan
b. Membantu pasien mengidentifikasi situasi memicu kecemasan
c. Memberikan informasi tentang perubahan status kesehatan
8. Evaluasi Keperawatan
1. Dx : 01
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang skala 4-5
O : wajah pasien nampak relaks tanpa menahan nyeri
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
2. Dx : 02
S : Pasien mengatakan iya ketika dianjurkan untuk program latihan
O : Pasien melakukan program latihan yang dianjurkan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
3. Dx : 03
S : Pasien mengatakan tidak cemas lagi
O : Tidak terlihat wajah ketakutan dan gelisah pada pasien
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan Intervensi
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau
kedua ginjal akibat adanya obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urine
menyebabkan urine mengalir balik, sehingga tekanan diginjal meningkat. Jika
obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan baik akan mempengaruhi
kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu
atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang rusak (Smeltzer & Brenda,
2001).
Menurut David Ovedoff (2002) penyebab dari hidronefrosis adalah
sebagai berikut:
1. Tekanan membalik akibat obstruksi congenital.
2. Obstruksi pada perbatasan ureteropelvis (uretropelvic junction), penyempitan
ureter atau kompresi ekstrinsik didapat.
3. Batu atau neoflasma dalam ureter pada perbatasan ureteropelvis dalam vesika,
pada leher kandung kemih, atau prostat.
4. Berkaitan dengan terapi radiasi atau fibrosis retroperitoneal.
5. Menyebabkan atoni, fibrosis, dan hilangnya daya peristaltik.
6. Atrofi parenkim ginjal, terutama tubulus kemudian tekanan kembali ke tubulus
proksimal dan glomerolus.
Menurut David Ovedoff (2002) tanda dan gejala hidernefrosis adalah:1
1. Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang
2. Kolik menunjukan adanya batu
3. Demam dan menggigil bila terjadi infeksi
4. Mungkin terdapat hipertensi
5. Beberapa penderita tidak menunjukan gejala
Tujuan dari rencana keperawatan adalah diharapkan pada evaluasi
didapatkan penurunan stimulus nyeri, penurunan risiko infeksi pascabedah,
penurunan kecemasan, dan mempersiapkan klien secara optimal untuk dilakukan
pembedahan.
Untuk intervensi pada masalah keperawatan pemenuhan informasi,
ketidakseimbangan nutrisi, perubahan pola miksi, dan kecemasan dapat
disesuaikan pada masalah yang sama pada pasien batu ginjal.
Untuk intervensi pada masalah keperawatan risiko tinggi infeksi, dapat
disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien trauma ginjal.
Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah
sebagai berikut (1) Penurunan skala nyeri, (2) Tidak terjadi infeksi pada luka
pascabedah, (3) Asupan nutrisi terpenuhi, (4) Terpenuhinya informasi kesehatan,
(5) Kecemasan berkurang.

B. Saran
Agar bisa melakukan asuhan keperawatan profesional pada kasus
hidronefrosis. Sudah sepantasnya rekan-rekan mahasiswa terlebih dahulu
memahami pengertian, tanda dan gejala hingga penatalaksanaan pada kasus
hidronefrosis. Selain itu agar mampu memberikan aplikasi di pelayanan
keperawatan mahasiswa harus memahami penatalaksanaan dari masing-masing
kasus hidronefrosis. Pemahaman tentang sebuah kasus akan sangat membantu
mahasiswa dalam pengembangan ilmu keperawatan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika
De Jong, Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Wilknson,Judith M . 2007 . Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kreteria
hasil NOC. Jakarta : EGC
Elsevier. 2013 . Nursing Interventions Classification. Edisi ke-5. Yogyakarta : Mocomedia
Elsevier. 2013. Nursing Outcomes Classification. Edisi ke 5. Yogyakarta : Mocomedia
David Ovedoff. 2002 .Postnatal management of antenatal hydronephrosis. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan G Bare. 2008 Keperawatan medikal bedah brunner & suddarth. Ed.8.
Jakarta: EGC
Price, Sylvia.2007. Patofisiologo Edisi Ke 4. Jakarta: EGC
Gibson, John. 2007. Fisiologi & Anatomi Modern untuk perawat. Jakarta: EGC
Huda amin. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai