Anda di halaman 1dari 15

I.

EPIDURAL HEMATOMA

1.1 Patofisiologi dan Gejala Klinis Epidural Hematoma


Epidural hematoma (EDH) didefinisikan sebagai perdarahan ke dalam
ruang potensial antara dura, yang tidak dapat dipisahkan dari periosteum tengkorak,
dan tulang yang berdekatan. EDH dapat terjadi intrakranial atau intraspinal dan
dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan secara klinis dan atau kematian jika
tidak segera didiagnosis dan diobati.1
Epidural hematoma pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda.
Baru setelah hematoma bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan
peningkatan tekanan intracranial. Penderita akan mengalami sakit kepala, mual, dan
muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting
adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya,
pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang ada pada
permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah
dan bradikardia. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam,
pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Ciri khas
hematom epidural murni adalah terdapatnya interval bebas antara saat terjadinya
trauma dan tanda pertama yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa
jam.Jika hematoma epidural disertai dengan cedera otak seperti memar otak,
interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi
kabur.2
Pada pendarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur
linear ataupun stellata, manifestasi neurogenic akan terjadi beberapa jam setelah
trauma kapitis. Gejala yang sangat menonjolialah kesadaran yang menurun secara
progresif. Pupil pada sisi pendarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian
menjadi lebar dan tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya.Gejala-gejala
respirasi yang biasa timbul berikutnya, mencerminkan tahap-tahap disfungsi
rostrokaudal batang otak.Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa
dijumpai hemiparesis atau serangan epilepsi fokal. Hanya dekompresi bisa
menyelamatkan kehidupan.2

1
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteri meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang
tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal
atau oksipital.2,3
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar.3
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini
selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena
lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom.
Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural
hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien
langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.2,4

1.2 Gambaran Computer Tomografi Scan (CT Scan) EDH


Hematom epidural yang kadang sulit dibedakan dari subdural, mempunyai
ciri gambaran khas berupa bikonveks atau lentikuler (ada perlekatan yang erat
antara dura dengan tabula interna tulang sehingga hematom ini mejadi terbatas).
Hematom subdural lebih cenderung lebih difus dibandingkan dengan hematom
epidural di atas dan mempunyai tampilan batas dalam yang konkav sesuai dengan
permukaan otak. Perbedaan gambaran scan computer tomografi otak antara lesi
akut, subakut, dan kronis agak sulit. Kebanyakan hematom berkembang setelah
terjadi cedera, tetapi ada juga yang baru timbul kemudian (sampai 1 minggu).

2
Tampilannya berupa lesi hiperdens dan dikelilingi oleh zona yang hipodens
(edema).2,4

Gambar 1.1 Epidural hematom pada regio temporal kiri4


Gambaran CT Scan:4
- Tampak lesi hiperdens biconveks pada temporal kiri
- Sulci dan Gyrus dalam batas Normal
- Tidak Tampak midline shift
- Sistem Ventrikel dan subarachnoid dalam
batas normal
- Tulang-tulang yang terscan intak
Kesan : Epidural hematoma pada regio temporal kiri

3
Gambar 1.1 CT axial menununjukkan epidural hematom dengan lesi hiperdens bentuk
biconvex di regio parietal kanan disertai penekanan parenkim cerebri dan midline shift 4

Gambaran CT Scan:4
- Tampak lesi hiperdens biconveks berbatas tegas pada regio parietal kanan disertai
penekanan parenkim cerebri
- Sulci dan Gyrus dalam batas Normal
- Tampak midline shift ke kiri
- Sistem Ventrikel dan subarachnoid dalam
batas normal
- Tulang-tulang yang terscan intak
Kesan : Epidural hematoma pada regio parietal kanan disertai midline shift

II. SUBDURAL HEMATOMA


2.1 Patofisiologi dan Gejala Klinis Subdural Hematoma
Pada umumnya penyebab perdarahan subdural akut adalah cedera kepala,
kadang-kadang ditemukan perdarahan subdural akut tanpa adanya trauma seperti
pada penderita-penderita yang mendapat antikoagulan, mengalami koagulopati atau
rupture aneurisma. Saat cedera kepala, terjadi gerakan sagital dari kepala dan otak
mengalami akselerasi di dalam tengkorak menyebabkan regangan (stretching) dari

4
vena – vena parasagital ( bridging vein) yang membawa drainase dari permukaan
otak dan sinus venosus duramater. Bila vena – vena yang melintas ruang subdural
ini cukup meregang maka akan terjadi ruptur pada vena – vena dan darah masuk ke
ruang subdural.2,4
Gambaran klinis ditentukan oleh dua factor yaitu beratnya cedera otak yang
terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume PSD. Pada
penderita – penderita dengan benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan
kesadaran pada waktu terjadinya trauma. PSD dan lesi massa intrakranial lainnya
yang dapat membesar hendaklah dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran
setelah kejadian trauma.4
Gejala – gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh
massa hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala – gejala
klinik yang paling sering ditemukan. Lesi paska trauma baik hematoma atau lesi
parenkhim otak biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan
kontralateral terhadap defisit motorik. Tetapi gambaran pupil dan motorik tidak
merupakan indikator yang mutlak untuk menentukan letak hematoma. Perubahan
diameter pupil lebih dipercaya sebagai indikator letak PSD.2,4

2.2 Gambaran Computer Tomografi Scan (CT Scan) SDH


Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka terdapat
suatu lesi paska trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh jaringan
otak dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial dan
ekstra-aksial.2,5
Perdarahan subdural akut pada CT-Scan Kepala (non kontras) tampak
sebagai suatu massa hiperden (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang
bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas
otak di daerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian
atas tentorium serebelli. Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat
berbaur dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan
menyesuaikan CT window width. Pergeseran garis tengah (midline shift) akan
tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak
ada midline shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift

5
hebat harus dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya. Perdarahan
subdural jarang berada di fossa posterior karena serebelum relatif tidak bergerak
sehingga merupakan proteksi terhadap ’bridgingveins’ yang terdapat disana.4,5
Di dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap
jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran CT. Oleh karena itu
pemeriksaan CT dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus
perdarahan subdural dalam waktu 48 – 72 jam setelah trauma kapitis. Pada
gambaran T1-weighted MRI lesi subakut akan tampak hiperdens. Pada
pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas
dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak.
Perdarahan subdural subakut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga
membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma. Pada alat CT
generasi terakhir tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural subakut tanpa kontras.4
Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat
pada gambaran CT tanpa kontras. Bila pada CT-Scan Kepala telah ditemukan
perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi
lain yang berhubungan, misalnya fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan
perdarahan subarakhnoid.4

6
Gambar 2.1 CT axial akut subdural hematom

Gambaran CT Scan:
- Tampak lesi hiperdens pada hemisfer kiri disertai penekanan ventrikel
- Sulci dan Gyrus dalam batas Normal
- Tampak midline shift ke kanan
- Sistem Ventrikel dan subarachnoid dalam
batas normal
- Tulang-tulang yang terscan intak
Kesan : Subdural hematoma pada hemisfer cerebri sinistra disertai penekanan
ventrikel dan midline shift ke kanan

7
III. HEMORRHAGIC STROKE

3.1 Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah


suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak.
Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan subarakhnoid
(PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas dibanding
infark serebri atau PSA. Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan
hipertensi kronik. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh
darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke
dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi
lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi
lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan
aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang
mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah
menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak.2,6

Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada


otak dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular.
Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan
meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM. Terapi antikoagulan juga
dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan intraserebral, terutama pada
pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru, penyakit serebrovaskular
dengan transient ischemic attack (TIA) atau katub jantung prostetik. Nilai
internationa! normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan batas adekuat
antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk encegahan emboli pada katub
jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5.6

Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan


resiko PIS. Penggunaan trornbolitik setelah infark miokard sering diikuti terjadinya
PIS pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya.6

8
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran
yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya
didapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi
uncal dengan hiiangnya fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara
bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam beberapa hari. Pasien dengan
perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-
tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral.2,6
3.2 Gambaran Computer Tomografi Scan (CT Scan) PIS
Computed Tomography (CT- scan) merupakan pemeriksaan paling sensitif
untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang
dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan
massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume
perdarahan.6

Gambar 3.1 CT Scan perdarahan intraserebral6

9
Gambaran CT Scan:
- Tampak lesi hiperdens berbatas tegas disertai perifocal edema minimal di putamen
kiri
- Sulci dan Gyrus dalam batas Normal
- Tidak tampak midline shift
- Sistem Ventrikel dan subarachnoid dalam
batas normal
- Tulang-tulang yang terscan intak
Kesan : Intracerebral Hemorrhage di putamen kiri

3.3 Perdarahan Subarachnoid (PSA)

Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang


disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subaraknoid. Perdarahan
subaraknoid adalah salah satu jenis patologi stroke yang sering dijumpai pada usia
dekade kelima atau keenam, dengan puncak insidens pada usia sekitar 55 tahun
untuk laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada
perempuan dengan rasio 3:2.3

Penyebab paling sering perdarahan subaraknoid nontraumatik adalah


aneurisma serebral, yaitu sekitar 70% hingga 80%, dan malformasi arteriovenosa
(sekitar 5-10%). Aneurisma sakuler biasanya terbentuk di titik-titik percabangan
arteri, tempat terdapatnya tekanan pulsasi maksimal. Risiko pecahnya aneurisma
tergantung pada lokasi, ukuran, dan ketebalan dinding aneurisma. Aneurisma
dengan diameter kurang dari 7 mm pada sirkulasi serebral anterior mempunyai
risiko pecah terendah; risiko lebih tinggi terjadi pada aneurisma di sirkulasi serebral
posterior dan akan meningkat sesuai besarnya ukuran aneurisma. Malformasi
arteriovenosa (MAV) adalah anomali vaskuler yang terdiri dari jaringan pleksiform
abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Daerah
tersebut tidak mempunyai tipe kapiler spesifik yang merupakan celah antara
arteriola dan venula, mempunyai dinding lebih tipis dibandingkan dinding kapiler

10
normal. MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV
yang didapat terjadi akibat trombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.3,7

Gambaran klasik adalah keluhan tiba-tiba nyeri kepala berat, sering


digambarkan oleh pasien sebagai ”nyeri kepala yang paling berat dalam
kehidupannya”. Sering disertai mual, muntah, fotofobia, dan gejala neurologis akut
fokal maupun global, misalnya timbulnya bangkitan, perubahan memori atau
perubahan kemampuan konsentrasi, dan juga meningismus. Pasien mungkin akan
mengalami penurunan kesadaran setelah kejadian, baik sesaat karena adanya
peningkatan tekanan intrakranial atau ireversibel pada kasus-kasus parah.7

3.4 Gambaran Computer Tomografi Scan (CT Scan) PSA


Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras adalah pilihan utama
karena sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih
akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama
setelah serangan,15 tetapi akan turun 50% pada 1 minggu setelah serangan. Dengan
demikian, pemeriksaan CT scan harus dilakukan sesegera mungkin.7,8

Gambar 3.1 CT Scan perdarahan subarachnoid6

Gambaran CT Scan:6
- Tampak lesi hiperdens perimesencephalic dan supracellaris cisterna
- Sulci dan Gyrus dalam batas Normal

11
- Tidak tampak midline shift
- Ventrikel III blocking, ventrikel lateral kiri dan kanan baik, ventrikel IV baik
- Tulang-tulang yang terscan intak
Kesan : Perdarahan subarachnoid dengan widespread hemorrhagic ekstravasation
di perimesencephalic dan suprastellaris cisterna

IV. NON-HEMORRHAGIC STROKE


Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus)
yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal kemudian
bekuan dapat terlepas pada trombus vaskular distal, atau mungkin terbentuk
didalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke
otak sebagai suatu embolus. Pangkal arteria karotis interna (tempat arteria karotis
komunis bercabang menjadi arteria karotis interna dan eksterna) merupakan tempat
tersering terbentuknya arteriosklerosis. Sumbatan aliran di arteria karotis interna
sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering
mengalami pembentukan plak arteriosklerosis di pembuluh darah sehingga terjadi
penyempitan atau stenosis.5,9

Gambar 4.1 CT Scan Stroke iskemik menunjukkan lesi hipodens9

Gambaran CT Scan:6
- Tampak lesi hipodens pada hemisfer kiri

12
- Sulci dan Gyrus dalam batas Normal
- Tidak tampak midline shift
- Ventrikel dan Subarachnoid dalam batas normal
- Tulang-tulang yang terscan intak
Kesan : Infark Cerebri Sinistra

V. EDEMA SEREBRI

Edema serebri adalah peningkatan akumulasi cairan otak intraselular dan


atau ekstraselular. Keadaan ini ditandai dengan pembengkakan jaringan otak sesuai
dengan peningkatan progresif kadar cairan otak yang dapat terjadi karena iskemia.
Terbatasnya rongga kranium dan pembengkakan progresif jaringan otak
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK), penurunan aliran darah ke
otak, herniasi serebri, dan bahkan kematian. Berdasarkan mekanismenya, Klatzo
membagi edema serebri menjadi dua kategori, yaitu edema sitotoksik atau
intraselular dan edema vasogenik atau ekstraselular. Keduanya dapat diketahui
dengan rinci melalui studi mikroskopik dan ultrastruktural. Pengukuran kadar
cairan jaringan melalui pencitraan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat
membedakan edema sitotoksik dan edema vasogenik.10

Edema sitotoksik adalah akumulasi cairan di kompartemen intraselular


neuron, mikroglia, dan astrosit. Edema sitotoksik berhubungan dengan kegagalan
pompa Na/K ATP-dependent yang berhubungan dengan energi. Kegagalan asupan
energi jaringan otak yang terjadi pada keadaan iskemia dapat memengaruhi kinerja
pompa Na/K ATP-dependent. Keadaan ini berhubungan dengan terganggunya
pertukaran ion intrasel dan ekstrasel, sehingga osmolalitas intrasel meningkat dan
cairan akan masuk ke dalam sel dan kemudian menimbulkan gangguan intrasel.
Oleh karena itu, edema sitotoksik disebut juga edema ionik. Pada keadaan tertentu,
bila cairan yang terakumulasi sangat banyak, dapat terjadi ruptur membran sel dan
cairan keluar ke kompartemen ekstraselular.10

Meskipun edema sitotoksik lebih sering terjadi dibandingkan dengan edema


vasogenik, pada akhirnya keduanya dapat meningkatkan TIK dan berlanjutnya

13
iskemia. Adakalanya edema sitotoksik tidak menimbulkan peningkatan cairan
jaringan otak atau pembengkakan dan peningkatan TIK, tetapi kerusakan dan
kematian sel yang terjadi berhubungan dengan kerusakan jaringan otak.5,10

Gambar 5.1 CT Scan Edema sitotoksik10

Gambaran CT Scan:6
- Tampak lesi hipodens pada putamen dan globus pallidus kanan
- Sulci dan Gyrus dalam batas Normal
- Tidak tampak midline shift
- Ventrikel dan Subarachnoid normal
- Tulang-tulang yang terscan intak
Kesan : Edema cerebri pada nucleus lentiformis dextra

14
DAFTAR PUSTAKA
1. Eugene C Lin MD. Imaging in Epidural Hematoma. [online]. 2015 November
20 [cited 2015 Desember 5]; Availabe from: URL: http://emedicine.
medscape.com/article/340527-overview
2. Kaye H. Andrew. Essential Neurosurgery. Third Edition. Massachussets:
Blackwell Publishing inc. 2005. P. 56-62, 125-129
3. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama: 2010. Hal. 211-217, 233-239
4. Giannatempo, Scarabino, Simeone A. CT in Head Injuries. In: Scarabino T,
Salvolini U, Jinkins R. Editors. Emergency Neuroradiology. Newyork:
Springer Berlin Heidelberg: 2006. P.146, 150-154
5. Sutton D, Stevens MJ, Mizkiel K. Intracranial Lession. In: Sutton D. Editor.
Textbook of Radiology and Imaging. Vol 2. Seventh Edition. London: Elsevier
Science ltd: 2003. P. 723-726, 767-770
6. Zarelli N, Perfetto F, Maggi P. CT in Intraparenchimal Hemorrhage. In:
Scarabino T, Salvolini U, Jinkins R. Editors. Emergency Neuroradiology.
Newyork: Springer Berlin Heidelberg: 2006. P.27,28
7. Joan P, Grieve, Kitchen D. Nail. Aneurysma Subarachnoid Hemorrhage. In:
Moore J, Newell W. Editors. Neurosurgery Principle and Practice. London:
Springer Berlin Heidelberg: 2005. P. 315-321
8. Pazienza, Mariano M, Maggialetti N. CT use in Subarachnoid Haemorrhage.
In: Scarabino T, Salvolini U, Jinkins R. Editors. Emergency Neuroradiology.
Newyork: Springer Berlin Heidelberg: 2006. P.49-52
9. T. Scarabino, Zarelli N, Bonetti N. CT in Ischemia. In: Scarabino T, Salvolini
U, Jinkins R. Editors. Emergency Neuroradiology. Newyork: Springer Berlin
Heidelberg: 2006. P.7,10
10. Lan Ho Mai, Rojas R, Eisenberg L. Cerebral Edema. Boston: American
Roentgen Ray Society: 2012. P. 258-263

15

Anda mungkin juga menyukai