Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Salah satu lembaga yang dianjurkan oleh ajaran Islam untuk dipergunakan oleh

seseorang sebagai sarana penyaluran rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya adalah

wakaf. Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup

penting. Menurut sejarah Islam, wakaf telah memainkan peran yang sangat penting dalam

meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan

kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan umum, kegiatan keagamaan, pengembangan

ilmu pengetahuan serta peradaban Islam secara umum.

Di Indonesia, wakaf elah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama

Islam masuk di Indonesia. Dengan adanya pengelolaan wakaf dari lembaga lembaga amal

diharapkan wakaf dapat memajukan kesejahteraan umum. Pada umumnya wakaf diartikan

dengan memberikan harta secara sukarela untuk digunakan untuk kepentingan ibadah dan

kepentingan umum serta memberikan manfaat bagi orang banyak , sebagaimana merupakan

tujaun dari wakaf yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Wakaf.

Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat

diperuntukan untuk sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan pendidikan serta

kesehatan, bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa, untuk

kemajuan dan peningkatan ekonomi umat dan/atau kemajuan kesejahteraan umum lainnya

yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.


B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Wakaf?

2. Mengapa Perwakafan Tanah merupakan sikap yang bersih bagi masyarakat dalam kajian

Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengerti tentang wakaf dan alasan

dari perwakafan tanah dikatakap sikap yang bersih bagi masyarakat dalam kajian Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2004


BAB II

PEMBAHASAN

I.Wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

A. Defenisi, Tujuan serta Fungsi dari Wakaf

Wakaf menurut bahasa arab berarti “al-habsu”, yang berasal dari kata kerja habasa-

yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini

berkembang menjadi “habbasa” dan berarti mewakafkan harta karena Allah SWT.

Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja waqafa (fiil madi)-yaqifu (fiil mudari’)-waqfan

(isim masdar) yang berarti berhenti atau berdiri.

Menurut istilah, wakaf adalah penahanan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah

seketika dan untuk penggunaan yang mubah serta dimaksudkan untuk mendapatkan

keridhaan Allah SWT.

Secara harfiah wakaf bermakna “pembatasan” atau “larangan” sehingga kata waqf

(jama’:auqaf) digunakan dalam islam untuk maksud “pemilikan dan pemeliharaan” harta

benda tertentu untuk kemanfaatan sosial tertentu yang ditetapkan dengan maksud mencegah

penggunaanharta wakaf tersebut di luar tujuan khusus yang telah ditetapkan tersebut.

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi menertian wakaf sebagai penahanan harta tersebut tidak bias

diwarisi atau dijual, atau dihibahkan, dan mendermakan hasilnya kepada penerima wakaf.

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Wakaf memuat bahwa Wakaf adalah perbuatan

hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk

dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya

guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Definisi ini

memberikan makna wakaf lebih luas, mencakup semua transaksi yang bersifat memisahkan
hak yang ditujukan untuk keperluan ibadah dan sosial atau untuk kesejahteraan umum seperti

peningkatan ekonomi, pendidikandan kesehatan masyarakat. Selain itu, definisi tersebut tidak

mensyaratkan transaksi wakaf untuk jangka waktu yang tak terbatas (mua’abbad). Dengan

demikian praktik wakaf lebih terbuka, mengkomodir berbagai transaksi yang diberikan untuk

jangka waktu terbatas (mu’aqqat), tiga atau lima tahun sehingga hak-hak yang bersifat

sementara seperti hak pakai, hak menempati, hak yang diperoleh dari sewa menyewa atau

kontrak dan semacamnya dapat diwakafkan.

Tujuan wakaf disebutkan dalam undang-undang untuk memanfaatkan harta benda

wakaf sesuai dengan fungsinya. Sedangkan fungsi wakaf untuk mewujudkan potensi dan

manfaat ekonomis harta benda wakaf bagi kepentingan ibadah dan kepentingan kesejahteraan

umum. Rumusan dan fungsi wakaf yang demikian menunjukkan langkah maju, fungsi wakaf

tidak hanya menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial. Tetapi juga bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum seperti memfasilitasi sarana dan

prasarana pendidikan dan sebagainya.

B. Unsur-Unsur Wakaf

1) wakif dan nadzir

karena urgennya peran nadzir dalam pengelolaan wakaf maka kemudian di dalam UU

No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, nazir merupakan unsur wakaf yang harus dipenuhi ,

bahkan perspektif fiqh, nazir dapat berupa perseorangan berupa perorangan secara sendiri

asalkan ditunjuk oleh wakif, dan atau wakif dapat menunjuk dirinya sendiri sebagai nazir.

unsur wakif terdiri atas wakif perseorangan, wakif organisasi, dan wakif badan hukum.

Demikian pula halnya nadzir , terdiri atas nadzir perseorangan dapat melakukan transaksi

wakaf apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-

undangan, yaitu dewasa, berakal sehat, tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum,
dan pemilik sah dari harta benda yang diwakafkan. Sedangkan wakif organisasi dan badan

hukum persyaratannya ditambah dengan ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah

tangganya masing-masing.

Adapun mengenai persyaratan nazir seperti yang diatur dalam undang-undang No.41

tahun 2004 sebagai berikut:

1. persyaratan nazir perorangan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. warga Negara Indonesia

b. beragama Islam

c. Dewasa

d. Amanah

e. mampu secara jasmani dan rohani

f. tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum

Ketentuan tersebut mencakup persyaratan nazir yang ideal dan formal, persyaratan ideal

bagi pengurusan nazir yang akan mengemban amanah untuk mengelola dan mengembangkan

wakaf harus memenuhi kualifikasi sebagai seorang yang menguasai hukum dan menejemen

serta terpercaya (pasal 10).

2. persyaratan nazir organisasi harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. memenuhi persyaratan seperti yang ditentukan dalam nazir perseorangan

b. organisasi bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan

keagamaan Islam

3. persyaratan nazir badan hukum harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazir

perseorangan sebagaimana syarat nazhir perseorangan


b. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku

c. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan

kemasyarakatan dan/ atau keagamaan islam.

Mengenai tugas nazhir dijelaskan pada pasal berikutnya yaitu:

a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf

b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi

dan peruntukannya

c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf

d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia

2) Harta benda wakaf

Harta benda wakaf meliputi harta bergerak dan tidak bergerak. Untuk benda-benda

bergerak meliputi:

a. Hak atas tanah sesuai gan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

baik yang sudah ataupun yang belum terdaftar.

b. Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah tersebut

c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah

d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku

e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan yang lebih rinci mengenai harta benda tidak bergerak dijelaskan dalam

peratura pemerintah No.42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan UU No.41 Tahun 2004 Tentang

Wakaf.
Sedangkan untuk Harta Benda bergerak maksudnya harta benda yang tidak bias habis

untuk dikonsumsi. Benda bergerak yang bisa diwakafkan meliputi:

a. Uang

b. Logam mulia

c. Surat berharga

d. Kendaraan

e. Hak atas kekayaan intelektual

f. Hak sewa, dan

g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku

3) Ikrar Wakaf

Ikrar Wakaf yang diatur dalam Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf

dilaksanakan oleh wakif kepada Nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh dua orang

saksi. Ikrar wakaf ini dilakukan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta

ikrar PPAIW.

Wakif yang berhalangan hadir di hadapan Pejabat pembuat Akta Ikrar Wakaf atau

pimpinan Lembaga keuangan Syariah yang ditunjuk menteri dengan alasan yang dapat

menerima hukum, dapat menunjuk wakil atau kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat

oleh dua orang saksi. Baik wakif maupun kuasanya dapat melaksanakan ikrar wakaf dengan

menyerahkan surat-surat bukti kepemilikan yang sah kepada PPAIW. Saksi dalam ikrar

wakaf harus mempunyai syarat dewasa, agama islam, berakal sehat, dan tidak terhalang

melakukan ketentuan hukum. Dalam akta ikrar wakaf memuat:

a. Nama dan identitas wakaf

b. Nama dan identitas nazir

c. Data dan keterangan harta benda wakaf


d. Peruntukan harta benda wakaf

e. Jangka waktu wakaf

4) Peruntukan wakaf

Dalam UU No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan bahwa wakaf itu

sebagai:

a. Sarana dan kegiatan ibadah

b. Sarana dan kegiatan pendidikan

c. Sarana dan kegiatan kesehatan

d. Bantuan kepada fakir miskin, anak-anak terlantar, yatim piatu dan beasiswa

e. Untuk kemajuan dan peningkatan ekonomi umat

f. Untuk kemajuan dan peningkatan kesejahteraab umum lainnya yang tidak

bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.

g. Dalam hal wakif tidak menetapkan peruntukkan harta benda wakaf, nadzir

dapat menetapkan peruntukkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan dan

fungsi wakaf.

II. Perwakafan Tanah merupakan sikap yang bersih bagi masyarakat dalam kajian

Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004

Lahirnya UU RI No.41 Tahun2004 Tentang Wakaf merupakan apresiasi pemerintah

terhadap filantropi islam dengan harapan pengelolaan wakaf dapat berkembang sejalan

dengan dinamika dan perubahan dalam masyarakat.

Dalam penjelasan umum UU NO.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dijelaskan bahwa

salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan

peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan bebagai

sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi, antara lain
untuk memajukan kesejahteraan umum, sehinga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai

dengan prinsip syariah.

Jika kita cermati, bahwasanya UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf tersebut tidak

hanya mengandung mengenai aturan dan hukumnya akan tetapi, mengandung pula makna

filosofisnya. Terdapat di dalam Bagian Kedua Tujuan dan Fungsi Wakaf termuat dalam

pasal 5 bahwa wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda

wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Dari kata-kata

wakaf untuk kepentingan ibadah, dimana wakaf itu sebagai ibadah sosial maksudnya jenis

ibadah yang lebih berorientasi pada habl min al-nas, hubungan manusia dengan

lingkungannya, atau biasa juga disebut kebaikan sosial. Ini adalah satu paket dalam

kesempurnaan ibadah seorang hamba di samping kesalehan dalam ibadah vertikal, habl min

Allah. Keduanya ibarat dua keping mata uang yang tak terpisahkan. Wakaf, dalam konteks

ini, masuk dalam kategori ibadah sosial. Dalam pandangan agama, wakaf adalah bentuk amal

jariah yang pahala akan terus mengalir hingga hari akhir, meski orangnya telah tutup usia.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 memandang wakaf sebagai pranata keagamaan

yang tidak hanya menyediakan sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan

ekonomi yang potensial untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga perlu diatur dan

dikembangkan pemanfatannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Hal lain yang menjadi pertimbangan lahirnya undang-undang adalah bahwa praktik

wakaf di masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai

kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, bahkan banyak kasus wakaf

yang terlantar dan berubah kepemilikannya ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan

hukum. Keadaan demikian tidak hanya disebabkan karena kelalaian atau ketidakmampuan

nadzir, melainkan juga karena sikap masyarakat yang tidak peduli atau belum memahami
status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai

dengan tujuan, fungsi dan peruntukan wakaf.

Pada dasarnya undang-undang nomor 41Tahun 2004 tentang wakaf bersifat

penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan yang telah ada dengan beberapa

penambahan sebagai peraturan baru atau sebagai pengembangan dari ketentuan yang telah

ada, yaitu:

a. Undang-undang menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan

dituangkan dalam akta ikrar wakaf (AIW), didaftarkan serta diumumkan sesuai

dengan tatacara yang diatur dalam undang-undang. Tujuannya untuk

menciptakan tertib hukum dan tertib administrasi dalam rangka melindungi harta

benda wakaf.

b. Ruang lingkup wakaf tidak terbatas pada benda tidak bergerak seperi tanah dan

bangunan, tetapi termasuk benda-benda bergerak seperti perlengkapan kantor,

kendaraan, uang, logammulia, surat berharga, kekayaan intelektual, hak sewa,

hak menempati, dan barang-barang yang meiliki nilai ekonomi lainnya.

c. Peruntukan wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan ibadah dan social, tetapi

juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan

potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Dengan kata lain, peruntukan

wakaf diarahkan untuk dikembangkan dan diberdayakan agar dapat memberikan

manfaat yang optimal.

d. peruntukan wakaf yang dinyatakan oleh wakif dan dituangkan dalam bentuk Akta

Ikrar Wakaf tidak terbatas pada wakaf khairi, tetapi juga wakaf ahli, karena

termasuk memajukan kesejahteraan umum walaupun dalam lingkup kerabat yang

didasarkan pada hubungan darah atau nasab dengan wakif.


e. Persyaratan nadzir harus terdiri dari orang-orang mampu, terpercaya (amanah)

dan professional dibidangnya dinyatakan oleh undang-undang makin tegas,

dengan tujuan untuk menjamin keamanan harta benda wakaf dari kepunahan dan

campur tangan pihak ketiga yang akan merugikan wakaf.

f. Undang-undang juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang dapat

mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan Wakaf

Indonesia merupakan Lembaga independen yang bertugas untuk melakukan

pembinaan terhadap nadzir dalam melakukan pengelolaan dan pengembangan

harta benda wakaf.

Perwakafan tanah merupakan sikap yang bersih bagi masyarakat dalam kajian

undang-undang ini karena dalam peraturan ini memuat bagaimana aturan dan hukumnya serta

juga pencatatan harta wakaf itu sendiri. Perwakafan tanah dianggap sikap yang bersih karena

hal ini dapat memenuhi tujuan, fungsi serta peruntukan wakaf sekaligus yaitu untuk

mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan

kepentingan umum. Dianggap sikap yang bersih juga karena perwakafan tanah dianggap

dapat terpelihara oleh wakif dan orang-orang yang menggunakan fasilitas yang ada di atas

tanah tersebut. Hal ini juga memperkecil tingkat kasus penyalahgunaan harta benda wakaf

oleh orang yang tidak bertanggung-jawab karena tanah merupakan bentuk fisik yang dapat

dilihat secara langsung dan dapat dilihat pembangunan, perkembangan serta penggunaan

tanah tersebut apakah sesuai dengan tujuan dan fungsi diwafkannya tanah tersebut.

Dengan perwakafan tanah pula penyediaan sarana dan prasarana ibadah, pendidikan,

seperti mesjid, mushalla dan gedung-gedung pendidikan akan lebih memugkinkan dengan

menggunakan potensi wakaf yang ada. Manfaat wakaf dalam kehidupan dapat dilihat dari

segi hikmahnya. Setiap peraturan yang disyariatkan Allah Swt kepada makhluknya baik

berupa perintah atau larangan pasti mempunyai hikmah dan ada manfaatnya bagi kehidupan
manusia, khususnya bagi umat Islam. Manfaat itu bisa dirasakan ketika hidup sekarang

maupun setelah di akhirat nantinya yaitu berupa pahala Melalui ibadah wakaf dua belah

pihak memperoleh manfaatnya, baik bagi si wakif (orang yang berwakaf) maupun bagi si

maukuf’alaih (orang yang menerima wakaf). Bagi si wakif dari segi agama mendapat pahala

sedangkan maukuf’alaih terlepas dari kesulitan. Bahkan mampu menjadi sumber dana umat

Islam untuk mengembangkan dakwah Islamiyah, tentu dengan mendayagunakan harta wakaf

secara optimal.

Dangan demikian dapat diketahui bila wakaf itu dijalankan atau dilakukan menurut

semestinya akan meningkatkan rasa sosial di tengah-tengah masyarakat sehingga

terbentuklah atau terjalinlah hubungan yang harmonis antara si kaya dengan si miskin. Begitu

juga sebaliknya dengan si miskin akan timbul rasa syukur kepada Allah Swt yang telah

memberikan rezeki kepadanya, disamping itu akan timbul rasa hormat kepada si kaya yang

telah menolongnya.

Akhirnya timbul sinar keimanan bagi setiap individu dan terhindarlah dari segala perpecahan

dan perselisihan di antara anggota masyarakat. Maka dapat dirumuskan secara sederhan

beberapa hal keutamaan wakaf, sebagai berikut :

1. Melalui wakaf seseorang dapat menumbuhkan sifat zuhud dan melatih seseorang untuk

saling membantu atas kepentingan orang lain.

2. Dapat menghidupkan lembaga-lembaga sosial keagamaan maupun kemasyarakatan

untuk mengembangkan potensi umat.

3. Menanamkan kesadaran bahwa di dalam setiap harta benda itu meski telah menjadi

milik seseorang yang secara sah, tetapi masih ada di dalamnya harta agama yang mesti

diserahakan sebagaimana halnya zakat.


4. Menyadarkan seseorang bahwa kehidupan di akhirat memerlukan persiapan yang

cukup. Maka persiapan itu di antaranya wakaf, sebagai tabung akhirat.

5. Keutamaan lain, dapat penopng dan penggerak kehidupan sosial kemasyarakatan umat

Islam, baik aspek ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan lainnya.

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kata wakaf sendiri

berasal dari kata kerja waqafa (fiil madi)-yaqifu (fiil mudari’)-waqfan (isim masdar)
yang berarti berhenti atau berdiri Menurut istilah, wakaf adalah penahanan harta yang

dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah

serta dimaksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT.

Filosofisnya bahwa UU No.41 Tahun 2004 Tentang wakaf merupakan

penyempurna dari UU yang telah ada terdahulu. Yuridisnya di dalam UU No.41

Tahun 2004 Tentang Wakaf mempunyai Tujuan dan Fungsi dan pula mempunyai

unsur-unsur. Sedangkan Sosiologisnya aturan yang ada di dalam UU No.41 Tahun

2004 Tentang Wakaf untuk memberdayakan umat mensejahterakan masyarakat

dengan adanya wakaf.

Dengan perwakafan tanah penyediaan sarana dan prasarana ibadah,

pendidikan, seperti mesjid, mushalla dan gedung-gedung pendidikan akan lebih

memugkinkan dengan menggunakan potensi wakaf yang ada. Hal ini menjadikan

perwakafan tanah merupakan sikap yang bersih dalam kajian Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2004.

B. SARAN

Pemberitahuan mengenai hukum wakaf sangat diperlukan karena pada

umumnya

masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan baik dan benar, baik dari segi

rukun dan syarat wakaf, maupun maksud disyariatkan wakaf.Seperti pengetahuan

mengenai benda yang diwakafkan adalah benda tidak bergerak (tanah), padahal benda

yang diwakafkan dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Lalu

mempertimbangkan kemampuan nadzir atau dapat dikatakan telah memenuhi standar

kualifikasi untuk mengelola harta wakaf sehingga tujuan wakaf untuk meningkatkan

perekonomian dan kesejahteraan umat akan optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Alabij, Adijani. 2002. PERWAKAFAN TANAH DI INDONESIA Dalam Teori dan

Praktek. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

K. Lubis, Suhrawardi, dkk. 2010. WAKAF DAN PEMBERDAYAAN UMAT . Jakarta: Sinar

Grafika

Muzarie, Mukhlisin. 2010. HUKUM PERWAKAFAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (Implementasi Wakaf di Pondok Modern Gontor). Seri

Disertasi. Jakarta: Kementrian Agama RI.


Wadjdy, Farid dan Mursyid. 2007. WAKAF DAN KESEJAHTERAAN UMAT (Filantropi

Islam yang Hampir Terlupakan).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Drs. H. Abdul Halim, M.A, Hukum Perwakafan di Indonesia,(Ciputat: Ciputat Press, 2005).

Haq, A. Faishal, 2017. HUKUM PERWAKAFAN DI INDONESIA. Jakarta: Rajawali Pers

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

http://makalah2107.blogspot.com/2016/07/makalah-wakaf.html

https://www.academia.edu/10098081/MEMBEDAH_UNDANG-

UNDANG_NO._41_TAHUN_2004_TENTANG_WAKAF

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini

yang alhamdulillah tepat pada waktunya dengan judul “PERWAKAFAN TANAH

MERUPAKAN SIKAP YANG BAIK DALAM KAJIAN UNDANG-UNDANG NO 41

TAHUN 2004”

Tak lupa juga ucapan terimakasih kami haturkan kepada Ibu Mariati Zendrato, SH, MS

selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum Agraria Lanjutan yang telah memberikan

arahan serta petunjuk kepada kami atas terselesaikannya makalah ini. Kami menyadari bahwa

makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang

bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.


Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan

serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa

meridhai segala usaha kita. Amin.

Medan, Mei 2019

Penulis

Kelompok VI

Anda mungkin juga menyukai