BAB 2 Fixed Sudah Sama DAPUS
BAB 2 Fixed Sudah Sama DAPUS
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar Presentase Sangat Pendek dan Pendek Anak Sekolah dan Remaja Umur 5-12 Tahun
Berdasarkan Indeks TB/U Menurut Provinsi, 2017(6)
Pada presentase sangat pendek dan pendek anak usia 5-12 tahun berdasarkan indeks
TB/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 8,3% anak berstatus sangat pendek dan
19,4% anak berstatus pendek. Presentase sangat pendek dan pendek pada anak sekolah dan
remaja terbanyak terdapat pada provinsi NTT dengan presentase sangat pendek sebesar
16,8% dan presentase pendek sebesar 24,4%. Sedangkan untuk provinsi Jawa Timur,
presentase sangat pendek sebanyak 3,5% dan presentase pendek sebanyak 17,1%.(6)
Gambar Presentase Sangat Kurus dan Kurus Anak Sekolah dan Remaja Umur 5-12 Tahun
Berdasarkan Indeks IMT/U Menurut Provinsi, 2017(6)
Pada presentase sangat kurus dan kurus anak usia 5-12 tahun berdasarkan indeks
IMT/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 3,4% anak berstatus sangat kurus dan
7,5% anak berstatus kurus. Presentase sangat kurus dan kurus pada anak sekolah dan
remaja terbanyak terdapat pada provinsi NTT dengan presentase sangat kurus sebesar 7,8%
dan presentase kurus sebesar 12,1%. Sedangkan untuk provinsi Jawa Timur, presentase
sangat kurus sebanyak 1,9% dan presentase kurus sebanyak 6,0%.(6)
Gambar Presentase Sangat Pendek dan Pendek Anak Sekolah dan Remaja Umur 13-15 Tahun
Berdasarkan Indeks TB/U Menurut Provinsi, 2017(6)
Pada presentase sangat pendek dan pendek anak usia 13-15 tahun berdasarkan
indeks TB/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 12,3% anak berstatus sangat pendek
dan 24,5% anak berstatus pendek. Presentase sangat pendek dan pendek pada anak sekolah
dan remaja terbanyak terdapat pada provinsi Kalimantan Tengah dengan presentase sangat
pendek sebesar 18,4% dan presentase pendek sebesar 37,5%. Sedangkan untuk provinsi
Jawa Timur, presentase sangat pendek sebanyak 6,4% dan presentase pendek sebanyak
18,5%.(6)
Gambar Presentase Sangat Kurus dan Kurus Anak Sekolah dan Remaja Umur 13-15 Tahun
Berdasarkan Indeks IMT/U Menurut Provinsi, 2017(6)
Pada presentase sangat kurus dan kurus anak usia 13-15 tahun berdasarkan indeks
IMT/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 2,6% anak berstatus sangat kurus dan
6,7% anak berstatus kurus. Presentase sangat kurus dan kurus pada anak sekolah dan
remaja terbanyak terdapat pada provinsi Kepulauan Riau dengan presentase sangat kurus
sebesar 2,4% dan presentase kurus sebesar 17,1%. Sedangkan untuk provinsi Jawa Timur,
presentase sangat kurus sebanyak 2,0% dan presentase kurus sebanyak 6,7%.(6)
Gambar Presentase Sangat Pendek dan Pendek Anak Sekolah dan Remaja Umur 16-18 Tahun
Berdasarkan Indeks TB/U Menurut Provinsi, 2017(6)
Pada presentase sangat pendek dan pendek anak usia 16-18 tahun berdasarkan
indeks TB/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 6,6% anak berstatus sangat pendek
dan 30,4% anak berstatus pendek. Presentase sangat pendek dan pendek pada anak sekolah
dan remaja terbanyak terdapat pada provinsi Gorontalo dengan presentase sangat pendek
sebesar 11,5% dan presentase pendek sebesar 36,5%. Sedangkan untuk provinsi Jawa
Timur, presentase sangat pendek sebanyak 4,8% dan presentase pendek sebanyak 32,3%.(6)
Gambar Presentase Sangat Kurus dan Kurus Anak Sekolah dan Remaja Umur 16-18 Tahun
Berdasarkan Indeks IMT/U Menurut Provinsi, 2017(6)
Pada presentase sangat kurus dan kurus anak usia 16-18 tahun berdasarkan indeks
IMT/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 0,9% anak berstatus sangat kurus dan
3,0% anak berstatus kurus. Presentase sangat kurus dan kurus pada anak sekolah dan
remaja terbanyak terdapat pada provinsi Sumatera Barat dengan presentase sangat kurus
sebesar 2,3% dan presentase kurus sebesar 6,5%. Sedangkan untuk provinsi Jawa Timur,
presentase sangat kurus sebanyak 0,5% dan presentase kurus sebanyak 1,6%.(6)
Gambar Perkembangan Kasus Gizi Buruk Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2016(7)
Pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di Jawa Timur, yaitu
dari tahun 2012 sebesar 8.410 kasus meningkat menjadi 11.056 kasus, sedangkan dari
tahun 2013 hingga tahun 2016 terus mengalami penurunan yakni sebesar 5.663kasus. Ada
beberapa kemungkinan terjadinya penurunan jumlah kasus tersebut, antara lain semakin
gencarnya petugas gizi di masyarakat untuk menemukan secara dini kasus gizi buruk di
lapangan. Kegiatan pelatihan pemantauan gizi Puskesmas, peningkatan surveilans dan
kegiatan bulan timbang serentak merupakan upaya penemuan kasus gizi buruk secara dini
yang cukup efektif.(7)
Menurut Peter Katona dan Judit Katona malnutrisi adalah penyebab utama dari
imunodefisiensi di seluruh dunia, dengan bayi, anak, remaja, dan orang tua yang paling
terpengaruh. Ada hubungan kuat antara malnutrisi dan infeksi dan kematian bayi,
karena gizi buruk menyebabkan anak-anak kekurangan berat badan, lemah, dan rentan
terhadap infeksi, terutama karena integritas epitel dan peradangan.(34)
Obesitas juga berkorelasi dengan konsentrasi tinggi leptin, yang sering
dikaitkan dengan resistensi leptin. Pasien dengan obesitas mengalami peningkatan
produksi TNF-α, peningkatan rasio T-cell subset, penurunan respon sel T, dan insiden
penyakit menular menjadi lebih tinggi. Obesitas yang diturunkan dan diet yang dipicu
pada tikus menyebabkan penurunan sel NK dan sel T serta meningkatkan sekresi TNF-
α. Produksi sitokin terinduksi leptin proinflamasi oleh makrofag menyebabkan
aktivasi neutrofil dan TH1 yang menurunkan sekresi IFN-γ. Obesitas fenotipe dalam
tikus dengan defisiensi leptin ini juga terkait dengan penurunan sel T yang beredar,
penurunan respons sel T, dan atrofi limfoid. Selain itu, pada tikus percobaan juga
ditemukan penurunan fungsi fagositosis dari makrofag.(35)
Ada bukti bahwa kerentanan anak-anak kurang gizi terhadap infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh bakteri berkapsul adalah karena kecacatan dalam
produksi antibodi IgG. Namun, kekurangan gizi menyebabkan penurunan kemampuan
sistem imun yang diperantarai sel, sedangkan kompetensi humoral diduga kurang
terpengaruh. Sebaliknya, dalam sebuah studi baru-baru ini diteliti efek dari gizi pada
profil imun humoral pada anak-anak usia kurang dari 60 bulan dengan pneumonia.
Pneumonia sedang hingga berat pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit rupanya
berkaitan dengan hipoalbuminemia dan penurunan fungsi sistem imun humoral.(35)
Kadar imunoglobulin anak kurang gizi telah dilaporkan oleh berbagai peneliti
sebanding dengan anak bergizi baik. Namun, tingkat IgA menurun pada anak
malnutrisi. Selain itu, laporan sebelumnya menunjukkan bahwa persentase rata-rata
IL-4 yang diproduksi T-sel meningkat pada anak-anak kurang gizi dibandingkan
dengan anak-anak bergizi baik. Selain itu, tingginya tingkat serum IL-4 telah
ditemukan pada anak-anak yang kekurangan gizi. Tingginya tingkat IL-4 bisa
memberikan kontribusi pada peningkatan kadar imunoglobulin serum dilaporkan pada
anak-anak yang kekurangan gizi. IgA sekretorik adalah komponen utama dari respon
imun mukosa yang melindungi saluran pernapasan atas terhadap infeksi dengan
organisme patogen; Oleh karena itu, tingkat IgA yang berkurang diamati pada anak-
anak yang kekurangan gizi mungkin bertanggung jawab untuk respon kekebalan tubuh
berkurang terhadap infeksi pernapasan.(33,35)
2.7 Dasar Teori dan Kerangka Konseptual
Ekonomi
Makanan
Pengetahuan
Infeksi
Sanitasi
Lingkungan
Gizi Tidak
Seimbang
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
2.8 Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi anak
H1: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi anak
DAFTAR PUSTAKA
1. David A. Bender. 2005. Dictionary Food and Nutrition. Oxford University Press. Diunduh
dari http://www.encyclopedia.com/doc/1O39-nutritionalstatus.html. [Dikutip 9 April
2016]
2. Lewis A. Barness, John S. Curran. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 vol. 1.
Jakarta : EGC. Halaman 179-190.
3. Etty Indriati. 2009. Antropometri Untuk Kedokteran, Keperawatan, Gizi dan Olahraga.
Yogyakarta: Citra Aji Parama.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI. Halaman 23-34.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak No. 1995/MENKES/SK/XII/2010.
6. Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian
Kesehatan 2018. Hasil Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Hal 58-64.
7. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Hal
44
8. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal. Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Hal 120
9. Judarwanto, W. Perilaku Makan Anak Sekolah. [Internet]. Jakarta Klinik Khusus Kesulitan
Makan pada Anak: 2005. diunduh dari http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2012/05/perilaku-makan-anak-sekolah.pdf
10. Djaeni AS. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jilid I. Jakarta: Dian
Rakyat; 2012
11. Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi. 15. Jakarta: EGC; 1999
12. Almatzier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001
13. Sharlin J, Edeltein S. Buku Ajar Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC; 2011
14. Adriani M. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan: Jakarta: Prenada Media Grup; 2014
15. Data Kunjungan Pasien Puskesmas Panceng Periode September hingga November 2018
16. Putri, F Rona dkk. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
17. Report Data Kependudukan. 2016. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
18. Riyadi. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Diktat Program Studi
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor
19. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Anak : EGC Jakarta
20. Schor, EL and Menaghan, EG (1995) Family Pathway to Child Health. In B.C. Amick III.,
S, Levine, AR. Tarlov, D.C. Walsh (Eds)
21. United Nations System Standing Committe on Nutrition. 2008. Accelerating the Reduction
of Maternal and Child Undernutrition. SCN News no 36
22. Ukuwani, Fetus A. and Suchindra, Chirayath M. 2003. Implication of Woman’s Work for
Child Nutritional Status in Sub Saharan Africa : A Case Study of Nigeria. Social science
and Medicine, 56(2003) 2109:2121
23. Data Tingkat Kesejahteraan Warga Desa Siwalan, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik
Tahun 2018
24. Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
25. Suhardjo, 2007. Perencanaan Pangan dan Gizi. Penerbit Bumi Aksara bekerja sama dengan
Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB.
26. Wahyuni, Ikti Sri, 2000. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status
Gizi Anak Balita Di Desa Ngemplak Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
27. Widyati,2002,Hygiene & Sanitasi Umum dan Perhotelan,jakarta. Tarwoto dan Wartonah,
2004.
28. Data Sanitasi Puskesmas Panceng
29. Thamaria Netty. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2017. Hal 6
30. Anggoro Decky.2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Anak SD.
Jember: Fakultas Keperawatan Universitas Jember.
31. Ulpa Zaida. 2018. Hubungan antara Pengetahuan Ibu dan Pendapatan Orang Tua dengan
Status Gizi Anak SDN 02 Labuhan Haji. Banda Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala
32. A Marcos, E Nova, A Montero. Changes in Immune System Are Conditioned by Nutrition.
2003. Diunduh dari http://www.nature.com/ejcn/journal/v57/n1s/full/1601819a.html.
[Dikutip 23 April 2016]
33. Leonor Rodriguez, Elsa Cervantes, Rocio Ortiz. Malnutrition and Gastrointestinal and
Respiratory Infections in Children A Public Health Problem. 2011. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3118884/. [Dikutip 23 April 2016]
34. Peter Katona, Judit Katona. 2008. Interactions Between Malnutrition and Infections.
Diunduh dari http://cid.oxfordjournals.org/content/46/10/1582.full. [Dikutip 23 April
2016]
35. Ulrich E. Schaible, Stefan H.E. Kaufmann. 2007. Malnutrition and Infections : Complex
Mechanisms and Global Impacts. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1858706/. [Dikutip 23 April 2016]