Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi


Status gizi merupakan kondisi tubuh yang dipengaruhi oleh diet, tingkat asupan
nutrisi, dan kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme secara normal. Pada
orang dewasa, status gizi yang umum dinilai dari pengukuran berat dan tinggi badan yang
hasilnya dinyatakan dalam indeks masa tubuh, yaitu perbandingan antara berat dalam
kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Lemak tubuh juga dapat ditaksirkan
melalui pengukuran ketebalan lipatan kulit dan diameter otot.(1)
Kebutuhan nutrisi invidu bervariasi sesuai dengan perbedaan genetik dan
metabolik. Namun, untuk bayi dan anak, tujuan dasar adalah pertumbuhan yang
memuaskan dan mencegah penyakit akut dan kronis dan mengembangkan kemampuan
fisik dan mental; nutrisi juga harus memberikan cadangan untuk stres. Beberapa kebutuhan
nutrisi diantaranya: air, energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin.(2)
Pada anak-anak, berat dan tinggi badan dibandingkan dengan nilai rujukan standar
anak-anak sehat pada umumnya. Peningkatan panjang lingkar kepala dan perkembangan
tulang juga mungkin dapat diperhitungkan untuk menentukan status gizinya.(1) Status gizi
anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat badan
anak balita ditimbang menggunakan timbangan digital yang memiliki presisi 0,1 kg,
panjang atau tinggi badan diukur menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan presisi 0,1
cm. Variabel BB dan TB/PB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri,
yaitu BB/U, TB/U, dan BB/TB.(1,3)
Untuk menilai status gizi anak balita, maka angka berat badan dan tinggi badan
setiap anak balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Z-score) menggunakan baku
antropometri anak balita WHO 2005.(3)
Gangguan gizi (Almatsier,2003) disebabkan oleh faktor primer dan sekunder.
Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau
kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi
pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor
sekunder meliputi semua factor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel
tubuh setelah makan dikonsumsi. Misalnya faktor-faktor yang menyebabkan terganggunya
pencernaan seperti gigi geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna dan
kekurangan enzim. Faktor-faktor yang mengganggu absorbsi zat-zat gizi adalah adanya
parasit, penggunaan laksan (obat cuci perut), dan sebagainya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ekskresi sehingga menyebabkan banyak kehilangan zat-zat gizi adalah
banyak kencing (polyuria), banyak keringat dan penggunaan obat-obat.(3)

2.2 Klasifikasi Status Gizi menurut Antropometri


Antropometri berarti pengukuran badan. Antropometri bisa sangat luas terapannya,
tergantung pada pemahaman teoritis ilmuan untuk mengaplikasikannya. Pemahaman ini
mencakup bidang ilmu kedokteran, kesehatan, biologi, pertumbuhan, gizi, dan patologi.
Pengukuran antropometri minimal pada anak umumnya meliputi berat badan, panjang
badan, tinggi badan, dan lingkar kepala (dari lahir sampai umur 3 tahun). Pengukuran ini
dilakukan berulang secara berkala untuk mengkaji pertumbuhan jangka pendek, jangka
panjang, dan status nutrisi.(4)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2005, kategori dan
ambang batas status gizi anak adalah sebagai berikut :(4,5)
Tabel Kategori status gizi anak menurut Kemenkes RI 2005(4,5)
Kategori Status
Indeks Ambang Batas (Z-Score)
Gizi
Gizi Buruk < 3 SD
Berat Badan Menurut Umur
Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD
(BB/U)
Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 0-60 Bulan
Gizi Lebih > 2 SD
Panjang Badan Menurut Sangat Pendek < -3 SD
Umur (PB/U) atau Tinggi Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD
Badan Menurut Umur (TB/U) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 0-60 Bulan Tinggi > 2 SD
Berat Badan Menurut Sangat Kurus < -3 SD
Panjang Badan (BB/PB) atau Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Berat Badan Menurut Tinggi Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Badan (BB/TB)
Gemuk > 2 SD
Anak Umur 0-60 Bulan
Sangat Kurus < -3 SD
Indeks Massa Tubuh Menurut
Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Umur (IMT/U)
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 0-60 Bulan
Gemuk > 2 SD
Sangat Kurus < -3 SD
Indeks Massa Tubuh Menurut Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Umur (IMT/U) Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Anak Umur 5-18 Tahun Gemuk > 1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas > 2 SD

2.3 Epidemiologi Status Gizi


Berdasarkan data dari Deskripsi Presentase Status Gizi Nasional pada tahun 2017,
masih terdapat banyak masalah gizi yang belum tertangani. Pada anak usia sekolah,
deskripsi status gizi dipaparkan menurut usia 5-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun
dengan klasifikasi sesuai pengukuran antropometri.(6)

Gambar Presentase Sangat Pendek dan Pendek Anak Sekolah dan Remaja Umur 5-12 Tahun
Berdasarkan Indeks TB/U Menurut Provinsi, 2017(6)
Pada presentase sangat pendek dan pendek anak usia 5-12 tahun berdasarkan indeks
TB/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 8,3% anak berstatus sangat pendek dan
19,4% anak berstatus pendek. Presentase sangat pendek dan pendek pada anak sekolah dan
remaja terbanyak terdapat pada provinsi NTT dengan presentase sangat pendek sebesar
16,8% dan presentase pendek sebesar 24,4%. Sedangkan untuk provinsi Jawa Timur,
presentase sangat pendek sebanyak 3,5% dan presentase pendek sebanyak 17,1%.(6)

Gambar Presentase Sangat Kurus dan Kurus Anak Sekolah dan Remaja Umur 5-12 Tahun
Berdasarkan Indeks IMT/U Menurut Provinsi, 2017(6)

Pada presentase sangat kurus dan kurus anak usia 5-12 tahun berdasarkan indeks
IMT/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 3,4% anak berstatus sangat kurus dan
7,5% anak berstatus kurus. Presentase sangat kurus dan kurus pada anak sekolah dan
remaja terbanyak terdapat pada provinsi NTT dengan presentase sangat kurus sebesar 7,8%
dan presentase kurus sebesar 12,1%. Sedangkan untuk provinsi Jawa Timur, presentase
sangat kurus sebanyak 1,9% dan presentase kurus sebanyak 6,0%.(6)
Gambar Presentase Sangat Pendek dan Pendek Anak Sekolah dan Remaja Umur 13-15 Tahun
Berdasarkan Indeks TB/U Menurut Provinsi, 2017(6)

Pada presentase sangat pendek dan pendek anak usia 13-15 tahun berdasarkan
indeks TB/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 12,3% anak berstatus sangat pendek
dan 24,5% anak berstatus pendek. Presentase sangat pendek dan pendek pada anak sekolah
dan remaja terbanyak terdapat pada provinsi Kalimantan Tengah dengan presentase sangat
pendek sebesar 18,4% dan presentase pendek sebesar 37,5%. Sedangkan untuk provinsi
Jawa Timur, presentase sangat pendek sebanyak 6,4% dan presentase pendek sebanyak
18,5%.(6)

Gambar Presentase Sangat Kurus dan Kurus Anak Sekolah dan Remaja Umur 13-15 Tahun
Berdasarkan Indeks IMT/U Menurut Provinsi, 2017(6)
Pada presentase sangat kurus dan kurus anak usia 13-15 tahun berdasarkan indeks
IMT/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 2,6% anak berstatus sangat kurus dan
6,7% anak berstatus kurus. Presentase sangat kurus dan kurus pada anak sekolah dan
remaja terbanyak terdapat pada provinsi Kepulauan Riau dengan presentase sangat kurus
sebesar 2,4% dan presentase kurus sebesar 17,1%. Sedangkan untuk provinsi Jawa Timur,
presentase sangat kurus sebanyak 2,0% dan presentase kurus sebanyak 6,7%.(6)

Gambar Presentase Sangat Pendek dan Pendek Anak Sekolah dan Remaja Umur 16-18 Tahun
Berdasarkan Indeks TB/U Menurut Provinsi, 2017(6)
Pada presentase sangat pendek dan pendek anak usia 16-18 tahun berdasarkan
indeks TB/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 6,6% anak berstatus sangat pendek
dan 30,4% anak berstatus pendek. Presentase sangat pendek dan pendek pada anak sekolah
dan remaja terbanyak terdapat pada provinsi Gorontalo dengan presentase sangat pendek
sebesar 11,5% dan presentase pendek sebesar 36,5%. Sedangkan untuk provinsi Jawa
Timur, presentase sangat pendek sebanyak 4,8% dan presentase pendek sebanyak 32,3%.(6)

Gambar Presentase Sangat Kurus dan Kurus Anak Sekolah dan Remaja Umur 16-18 Tahun
Berdasarkan Indeks IMT/U Menurut Provinsi, 2017(6)

Pada presentase sangat kurus dan kurus anak usia 16-18 tahun berdasarkan indeks
IMT/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 0,9% anak berstatus sangat kurus dan
3,0% anak berstatus kurus. Presentase sangat kurus dan kurus pada anak sekolah dan
remaja terbanyak terdapat pada provinsi Sumatera Barat dengan presentase sangat kurus
sebesar 2,3% dan presentase kurus sebesar 6,5%. Sedangkan untuk provinsi Jawa Timur,
presentase sangat kurus sebanyak 0,5% dan presentase kurus sebanyak 1,6%.(6)

Gambar Perkembangan Kasus Gizi Buruk Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2016(7)
Pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di Jawa Timur, yaitu
dari tahun 2012 sebesar 8.410 kasus meningkat menjadi 11.056 kasus, sedangkan dari
tahun 2013 hingga tahun 2016 terus mengalami penurunan yakni sebesar 5.663kasus. Ada
beberapa kemungkinan terjadinya penurunan jumlah kasus tersebut, antara lain semakin
gencarnya petugas gizi di masyarakat untuk menemukan secara dini kasus gizi buruk di
lapangan. Kegiatan pelatihan pemantauan gizi Puskesmas, peningkatan surveilans dan
kegiatan bulan timbang serentak merupakan upaya penemuan kasus gizi buruk secara dini
yang cukup efektif.(7)

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


Faktor yang mempengaruhi status gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah
digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya
kurang gizi pada anak, baik penyebab langsung dan tidak langsung.(8)
2.4.1 Penyebab Langsung
2.4.1.1 Makanan
Makanan pada anak usia sekolah harus serasi, selaras dan seimbang. Serasi
artinya sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak. Selaras adalah sesuai
dengan kondisi ekonomi sosial budaya serta agama dari keluarga. Sedangkan
seimbang artinya nilai gizinya harus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia
dan jenis bahan makanan seperti kabohidrat, protein dan lemak. Pemberian
makan yang baik harus sesuai dengan jumlah, jenis dan Jadwal. Pada umur anak
tertentu ketiga hal tersebut harus terpenuhi sesuai usia anak secara
keseluruhan.(9)
Anak usia sekolah memerlukan makanan dengan porsi yang lebih besar
karena kebutuhan yang lebih banyak mengingat bertambahnya berat badan dan
aktivitasnya. Kebutuhan gizi yang diperlukan dengan banyak aktivitas yang
dilakukan oleh anak usia sekolah sangat mempengaruhi, untuk itu ada beberapa
fungsi dan sumber gizi yang perlu diketahui agar dapat tercukupi kebutuhannya
yaitu:(9)
a. Karbohidrat.
Karbohidrat merupakan salah satu sumber utama energi. Dari tiga sumber
utama energi yaitu karbohidrat, lemak, protein. Karbohidrat juga merupakan
bagian dari strukur sel, dalam bentuk glikoprotein.(10) Karbohidrat juga
merupakan sumber energi yang tersedia dengan mudah, antiketogenik, struktur
sel, antibodi, sumber kalori tersimpan, (glikogen dan lemak) resintesis asam
amino, bagian makanan yang kasar. Sumber-sumber karbohidrat dapat
ditemukan di susu, padi, buah-buahan, sukrose, sirup, tepung sayuran.(11)
Karbohidrat yang tidak mencukupi di dalam tubuh akan digantikan dengan
protein untuk memenuhi kecukupan energi. Apabila karbohidrat tercukupi,
maka protein akan tetap berfungsi sebagai zat pembangun.(12)
b. Protein
Protein merupakan faktor utama berbagai jaringan tubuh. Protein
membangun, memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh seperti otot dan
organ tubuh. Ketika anak-anak tumbuh dan berkembang protein merupakan
nutrisi yang sangat dibutuhkan untuk menyediakan pertumbuhan yang
optimal. Rekomendasi terbaru menyatakan asupan protein harus memenuhi
sekitar 10-20% asupan energi harian anak.(13)
c. Lemak
Lemak merupakan sumber kaya energi; pelindung fisik pembuluh darah, saraf,
organ, isolasi terhadap perubahan suhu; membran sel dan nukleus; sarana
untuk penyerapan vitamin (A, D, E dan K) asam lemak esensial, membantu
nafsu makan, membantu rasa kenyang (penundaan waktu pengosongan
lambung). Sumber makanan yang mengandung lemak adalah susu, mentega,
kuning telur, daging, ikan, keju, kacang minyak sayur.(11)
d. Mineral
Kalsium merupakan mineral utama yang diperlukan oleh tubuh untuk
proses mineralisasi tulang. Anak-anak mengalami peningkatan kebutuhan
kalsium untuk mendukung pertumbuhan tulang dn perkembangan rangka yang
cepat, yang terjadi selama tahun-tahun awal kehidupan. Sumber kalsium utama
adalah susu dan hasil susu, seperti keju, serealia, kacang-kacangan dan hasil
kacang-kacangan seperti tahu dan tempe.(12)
Besi berfungsi sebagai cadangan untuk memproduksi hemoglobin.
Kekurangan besi dapat menurunkan kekebalan tubuh sehingga sangat peka
terhadap serangan bibit penyakit. Penelitian di indonesia menunjukkan
peningkatan prestasi belajar pada anak-anak sekolah dasar bila diberi suplemen
besi. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, teritama
terhadap fungsi sistem neurotransmitter. Besi memegang peranan dalam sistem
kekebalan tubuh. Angka kecukupan besi untuk anak sekolah adalah 10 mg.
sumber besi adalah makanan hewani seperti daging, ayam dan ikam. Sumber
baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan
beberapa jenis buah.(14)
Yodium berfungsi sebagai bagian dari tiroksin dan senyawa kain yang
disintesis oleh kelenjar tiroid. Tubuh mengandung sekitar 25 mg yodium.
Kebutuhan yodium sehari-hari sekitar 1-2 g/kg berat badan. Widyakarya
pangan dan gizi (1998) menganjurkan angka kecukupan gizi yodium untuk
anak sekolah 70-120 g. Sumber yodium utama yaitu makanan kaut berupa ikan,
udang, dan kerang serta ganggang laut.(14)
e. Vitamin
Vitamin D tersedia pada manusia melalui aksi fotokimia sinar matahari atau
sinar ultraviolet pada 7-40dehidrokolesterol dalam kulit dan melalui sumber
diet seperti minyak ikan, ikan berlemak, dan makanan kemasan yang di
fortifikasi vitamin D, termasuk susu sapi dan susu formula bayi atau suplemen
formula. Asupan vitamin D yang adekuat penting untuk absorpsi kalsium yang
optimal. Produk makanan seperti yoghurt dan jus jeruk sekarang diperkaya
dengan vitamin D.(14)

2.4.1.2 Penyakit Infeksi


Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang
tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik
tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi
kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan
tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit
infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang
(Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi
makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi.(9)
Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi
dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan
oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh
bagaimana infeksi bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi
pencernaan dapat menyebabkan diare, HIV/AIDS, Tuberkulosis, dan
beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa menyebabkan anemia dan
parasit pada usus dapat menyebabkan anemia. Penyakit Infeksi disebabkan
oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak
memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai (Soekirman, 2000).(9)
Menurut data dari Puskesmas Panceng tahun 2018, daftar penyakit
yang memiliki angka kunjungan terbanyak adalah beberapa jenis penyakit
ISPA seperti influenza virus, nasofaringitis akut dan jenis penyakit
gastrointestinal seperti diare akut, hingga gastroenteritis. Namun, dari
rekapitulasi data kunjungan pasien dengan penyakit di atas, tidak
didapatkan kunjungan pasien anak usia sekolah.(15)

2.4.2 Penyebab Tidak Langsung


2.4.2.1 Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Menurut Engel pada Ukhuwani and Suchindra (2003)8 dalam
penelitiannya pada daerah urban di Guatemala menemukan bahwa
penghasilan ibu mempunyai efek yang positif pada status gizi anak.
Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak,
karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer
maupun sekunder (Soetjiningsih, 2004).(16)
Begin (1998) menemukan bahwa variabel sosial ekonomi signifikan
sebagai prediktor status gizi balita. Mc. Cormick (1993) dan Waise et al
(1995) menyatakan bahwa kemiskinan adalah faktor yang kuat yang
mempengaruhi status kesehatan anak, termasuk mortalitas.(17) Kesulitan
memang dapat muncul pada semua tingkat pendapatan, tetapi mayoritas
keluarga yang gagal menjalankan fungsinya adalah keluarga miskin.(18)
Arisman menemukan bahwa sebagian besar populasi yang kurang gizi
selama krisis ekonomi disebabkan oleh ketidakamanan pangan skala rumah
tangga terutama pada masyarakat miskin (Arisman, 2004).(19) Orangtua
adalah pintu gerbang utama kesehatan anak-anak. Orangtua membuat
pilihan tentang jumlah dan kualitas kesehatan yang diterima anak-anak
mereka, makanan yang mereka makan, jumlah aktivitas fisik mereka,
jumlah dukungan emosional yang mereka disediakan, dan kualitas
lingkungan di sekeliling mereka.(20) Pilihan ini dikondisikan oleh sumber
daya material, pengetahuan tentang kesehatan serta perilaku kesehatan
mereka. Sumber daya orangtua dan perilaku kesehatan ini dipengaruhi
kondisi sosial ekonomi mereka. Anak-anak di Amerika Serikat yang
mempunyai tingkat pencapaian status kesehatan yang kurang baik
mempunyai orangtua orang yang miskin, kurang berpendidikan atau
mempunyai kesehatan yang buruk.(21) Anak-anak dalam keluarga yang
mempunyai status ekonomi rendah ini lebih mungkin untuk
mengembangkan berbagai masalah kesehatan kronis. Kesenjangan status
kesehatan antara anak-anak kaya dan miskin lebih tinggi pada masa anak-
anak dan menurun pada saat memasuki usia dewasa (Case and Paxson,
2002).(22)
Berdasarkan data tingkat kesejahteraan warga desa Siwalan tahun
2018, status ekonomi desa masih tergolong menengah. Dari 92 kepala
keluarga yang telah disurvei, terdapat 20,6% warga miskin, 27,2% warga
kurang mampu, 40,2% warga menengah, dan 11,9% warga mampu.(23)
2.4.2.2 Tingkat Pengetahuan Orang Tua
Pengetahuan gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang makanan
dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Pengetahuan gizi meliputi
pengetahuan tentang pemilihan dan konsumsi sehari-hari dengan baik dan
memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh.
Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi
seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh
memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang
terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi
essential. Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat
gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek yang
membahayakan.(24)
Perilaku ibu ditentukan oleh pengetahuannya mengenai suatu hal.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki
pengetahuan baik dengan status gizi normal dan sebagian besar ibu dengan
status gizi tidak normal memiliki pengetahuan yang kurang. Tingkat
pengetahuan ibu tentang gizi yang tinggi dapat mempengaruhi pola makan
anak dan akhirnya akan mempengaruhi status gizi anak . Jika pengetahuan
ibu baik, maka ibu dapat memilih dan memberikan makan bagi anak baik
dari segi kualitas maupun kuantitas yang dapat memenuhi angka kecukupan
gizi yang dibutuhkan oleh anak sehingga dapat mempengaruhi status gizi
anak tersebut.(25) Kurangnya pengetahuan gizi orangtua merupakan salah
satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada anak. Akan tetapi ada sebab
lain yang tak kalah penting, yaitu kurang pengetahuan tentang makanan
bergizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi pangan yang
diproduksi tersedia. Pengetahuan minimal yang harus diketahui orangtua
adalah tentang kebutuhan zat gizi, cara pemberian makan, jadwal
pemberian makan, sehingga dapat menjamin anak untuk tumbuh dan
berkembang dengan optimal.(26)
Tingkat pengetahuan seseorang diinterpretasikan dalam skala yang bersifat
kualitatif, yaitu(25,26):
1. Sangat Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 81% - 100%
dari seluruh pernyataan.
2. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 61% - 80% dari
seluruh pernyataan.
3. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 41% - 60% dari
seluruh pernyataan.
4. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 21% - 40% dari
seluruh pernyataan
5. Sangat Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 0% - 20 %
dari seluruh pernyataan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkatan-tingkatan di atas.

2.4.2.3 Sanitasi Lingkungan (Tunggu Data dari PKM)


Sanitasi lingkungan merupakan usaha pengendalian diri dari semua
faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin dapat menimbulkan hal-hal
yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tubuh
manusia. Kebersihan merupakan suatu perilaku yang diajarkan dalam
kehidupan manusia untuk mencegah timbulnya penyakit karena, pengaruh
lingkungan serta membuat kondisi lingkungan agar terjaga kesehatannya
(Widyati dkk, 2002).(27)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermina (2011),
ada hubungan yang signifikan antara kesehatan lingkungan dengan
prevalensi gizi buruk dan gizi kurang. Di daerah prevalensi tinggi keadaan
kesehatan lingkungannya lebih jelek daripada di daerah prevalensi rendah.
Di daerah prevalensi tinggi lebih banyak rumah tangga yang tidak
mempunyai saluran pembuangan air limbah dan tidak mempunyai jamban,
sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit infeksi dari
lingkungan yang dapat menurunkan status gizi balita. Berdasarkan hasil
penelitian yang di lakukan oleh Supremo (2008), menunjukkan bahwa
status gizi anak prasekolah memiliki hubungan yang sangat signifikan
dengan praktek sanitasi yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sanitasi
buruk, kemungkinan terserang penyakit dan prevalensi gizi buruk
meningkat.(27)
Data Sanitasi Panceng …………..(28)
2.5 Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Pengetahuan
Peran orang tua sangat berpengaruh terutama pada ibu, karena seorang ibu
berperan dalam pengelolaan rumah tangga dan berperan dalam mementukan jenis
makanan yang akan dikonsumsi keluarganya. Menurut Williams (1993), masalah yang
menyebabkan malnutrisi adalah tidak cukupnya pengetahuan gizi dan kurangnya
pengertian tentang kebiasaan makan yang baik. Pemanfaatan zat gizi dalam tubuh dari
makanan, tergantung dari jumlah zat gizi yang dokonsumsi dan gangguan pemanfaatan
zat gizi dalam tubuh. Munurut Atmatsier (2010) terdapat dua faktor yang
mempengaruhi pemanfaatan zat gizi oleh tubuh, yaitu faktor primer dan sekunder.
Salah satu faktor primer yaitu pengetahuan. Pengetahuan yang rendah tentang
pentingnya zat gizi mempengaruhi ketersediaan makanan keluarga, walaupun
keluarga mempunyai keuangan yang cukup, tetapi kerena ketidaktahuannya tidak
dimanfaatkan untuk penyediaan makanan yang cukup.(29)
Pengetahuan tentang makanan sehat dan bergizi dalam memenuhi konsumsi
makanan sehari hari khususnya bagi setiap individu sangat penting, karena pendidikan
gizi sulit berhasil bila tidak disertai dengan peningkatan pengetahuan mengenai sikap,
kepercayaan dan nilai-nilai-nilai dari masyarakat dan nilai-nilai-nilai dari masyarakat
ang akan dijadikan sasaran dasan cara mereka menerapakan kepada anak-anak
mereka.(30)
Penelitian yang dilakukan di Jember tahun 2014, menunjukkan ada hubungan
yangs signifikan antara pengetahuan orang tua dengan status gizi anak SDN Jatian.(11)
Pada penelitian lain yang dilakukan di SDN Labuhan Haji Banda Aceh tahun 2018
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua dengan
status gizi anak.(31)

2.6 Dampak Status Gizi yang tidak seimbang


Tanpa nutrisi yang adekuat, sistem imun akan kehilangan komponen yang
dibutuhkan untuk menghasilkan respons imun yang efektif. Untuk menciptakan hal
tersebut, rupanya lipid berperan penting sebagai substansi yang memiliki efek yang
besar untuk modulasi sistem imun. Sedangkan asam lemak dalam limfosit dan sel imun
lainnya lebih dipengaruhi oleh kadar asam lemak dalam diet.(32)
Anak dengan status gizi yang buruk dapat menderita infeksi pencernaan oleh
bakteri dan infeksi saluran pernapasan dalam proporsi yang lebih besar. Respon imun
utama dalam pertahanan terhadap jenis infeksi adalah respon imun bawaan, terutama
barrier pada epitel dan mukosa. PCM secara signifikan berkompromi dengan barier
epitel mukosa di saluran pencernaan, pernapasan dan urogenital saluran. Misalnya,
defisiensi vitamin A menginduksi hilangnya sel penghasil lendir. Hal ini dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oleh patogen yang biasanya akan terjebak
dalam lendir dan tersapu oleh aliran pembersihan lendir keluar dari tubuh. Kerusakan
membran mukosa sangat penting dalam patogenesis infeksi saluran pernafasan dan
pencernaan.(32,33)
Gambar Interactions between malnutrition and infection(33)

Interactions between malnutrition and infection.

Peter Katona, and Judit Katona-Apte Clin Infect Dis.


2008;46:1582-1588

© 2008 Infectious Diseases Society of America

Menurut Peter Katona dan Judit Katona malnutrisi adalah penyebab utama dari
imunodefisiensi di seluruh dunia, dengan bayi, anak, remaja, dan orang tua yang paling
terpengaruh. Ada hubungan kuat antara malnutrisi dan infeksi dan kematian bayi,
karena gizi buruk menyebabkan anak-anak kekurangan berat badan, lemah, dan rentan
terhadap infeksi, terutama karena integritas epitel dan peradangan.(34)
Obesitas juga berkorelasi dengan konsentrasi tinggi leptin, yang sering
dikaitkan dengan resistensi leptin. Pasien dengan obesitas mengalami peningkatan
produksi TNF-α, peningkatan rasio T-cell subset, penurunan respon sel T, dan insiden
penyakit menular menjadi lebih tinggi. Obesitas yang diturunkan dan diet yang dipicu
pada tikus menyebabkan penurunan sel NK dan sel T serta meningkatkan sekresi TNF-
α. Produksi sitokin terinduksi leptin proinflamasi oleh makrofag menyebabkan
aktivasi neutrofil dan TH1 yang menurunkan sekresi IFN-γ. Obesitas fenotipe dalam
tikus dengan defisiensi leptin ini juga terkait dengan penurunan sel T yang beredar,
penurunan respons sel T, dan atrofi limfoid. Selain itu, pada tikus percobaan juga
ditemukan penurunan fungsi fagositosis dari makrofag.(35)
Ada bukti bahwa kerentanan anak-anak kurang gizi terhadap infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh bakteri berkapsul adalah karena kecacatan dalam
produksi antibodi IgG. Namun, kekurangan gizi menyebabkan penurunan kemampuan
sistem imun yang diperantarai sel, sedangkan kompetensi humoral diduga kurang
terpengaruh. Sebaliknya, dalam sebuah studi baru-baru ini diteliti efek dari gizi pada
profil imun humoral pada anak-anak usia kurang dari 60 bulan dengan pneumonia.
Pneumonia sedang hingga berat pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit rupanya
berkaitan dengan hipoalbuminemia dan penurunan fungsi sistem imun humoral.(35)
Kadar imunoglobulin anak kurang gizi telah dilaporkan oleh berbagai peneliti
sebanding dengan anak bergizi baik. Namun, tingkat IgA menurun pada anak
malnutrisi. Selain itu, laporan sebelumnya menunjukkan bahwa persentase rata-rata
IL-4 yang diproduksi T-sel meningkat pada anak-anak kurang gizi dibandingkan
dengan anak-anak bergizi baik. Selain itu, tingginya tingkat serum IL-4 telah
ditemukan pada anak-anak yang kekurangan gizi. Tingginya tingkat IL-4 bisa
memberikan kontribusi pada peningkatan kadar imunoglobulin serum dilaporkan pada
anak-anak yang kekurangan gizi. IgA sekretorik adalah komponen utama dari respon
imun mukosa yang melindungi saluran pernapasan atas terhadap infeksi dengan
organisme patogen; Oleh karena itu, tingkat IgA yang berkurang diamati pada anak-
anak yang kekurangan gizi mungkin bertanggung jawab untuk respon kekebalan tubuh
berkurang terhadap infeksi pernapasan.(33,35)
2.7 Dasar Teori dan Kerangka Konseptual

Penyebab Penyebab Tidak


Anak Usia 5-18
Langsung Langsung
Tahun

Ekonomi

Makanan

Pengetahuan

Infeksi

Sanitasi
Lingkungan

Gizi Tidak
Seimbang
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

2.8 Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi anak
H1: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi anak
DAFTAR PUSTAKA

1. David A. Bender. 2005. Dictionary Food and Nutrition. Oxford University Press. Diunduh
dari http://www.encyclopedia.com/doc/1O39-nutritionalstatus.html. [Dikutip 9 April
2016]
2. Lewis A. Barness, John S. Curran. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 vol. 1.
Jakarta : EGC. Halaman 179-190.
3. Etty Indriati. 2009. Antropometri Untuk Kedokteran, Keperawatan, Gizi dan Olahraga.
Yogyakarta: Citra Aji Parama.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI. Halaman 23-34.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak No. 1995/MENKES/SK/XII/2010.
6. Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian
Kesehatan 2018. Hasil Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Hal 58-64.
7. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Hal
44
8. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal. Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Hal 120
9. Judarwanto, W. Perilaku Makan Anak Sekolah. [Internet]. Jakarta Klinik Khusus Kesulitan
Makan pada Anak: 2005. diunduh dari http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2012/05/perilaku-makan-anak-sekolah.pdf
10. Djaeni AS. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jilid I. Jakarta: Dian
Rakyat; 2012
11. Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi. 15. Jakarta: EGC; 1999
12. Almatzier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001
13. Sharlin J, Edeltein S. Buku Ajar Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC; 2011
14. Adriani M. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan: Jakarta: Prenada Media Grup; 2014
15. Data Kunjungan Pasien Puskesmas Panceng Periode September hingga November 2018
16. Putri, F Rona dkk. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
17. Report Data Kependudukan. 2016. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
18. Riyadi. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Diktat Program Studi
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor
19. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Anak : EGC Jakarta
20. Schor, EL and Menaghan, EG (1995) Family Pathway to Child Health. In B.C. Amick III.,
S, Levine, AR. Tarlov, D.C. Walsh (Eds)
21. United Nations System Standing Committe on Nutrition. 2008. Accelerating the Reduction
of Maternal and Child Undernutrition. SCN News no 36
22. Ukuwani, Fetus A. and Suchindra, Chirayath M. 2003. Implication of Woman’s Work for
Child Nutritional Status in Sub Saharan Africa : A Case Study of Nigeria. Social science
and Medicine, 56(2003) 2109:2121
23. Data Tingkat Kesejahteraan Warga Desa Siwalan, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik
Tahun 2018
24. Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
25. Suhardjo, 2007. Perencanaan Pangan dan Gizi. Penerbit Bumi Aksara bekerja sama dengan
Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB.
26. Wahyuni, Ikti Sri, 2000. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status
Gizi Anak Balita Di Desa Ngemplak Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
27. Widyati,2002,Hygiene & Sanitasi Umum dan Perhotelan,jakarta. Tarwoto dan Wartonah,
2004.
28. Data Sanitasi Puskesmas Panceng
29. Thamaria Netty. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2017. Hal 6
30. Anggoro Decky.2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Anak SD.
Jember: Fakultas Keperawatan Universitas Jember.
31. Ulpa Zaida. 2018. Hubungan antara Pengetahuan Ibu dan Pendapatan Orang Tua dengan
Status Gizi Anak SDN 02 Labuhan Haji. Banda Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala
32. A Marcos, E Nova, A Montero. Changes in Immune System Are Conditioned by Nutrition.
2003. Diunduh dari http://www.nature.com/ejcn/journal/v57/n1s/full/1601819a.html.
[Dikutip 23 April 2016]
33. Leonor Rodriguez, Elsa Cervantes, Rocio Ortiz. Malnutrition and Gastrointestinal and
Respiratory Infections in Children A Public Health Problem. 2011. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3118884/. [Dikutip 23 April 2016]
34. Peter Katona, Judit Katona. 2008. Interactions Between Malnutrition and Infections.
Diunduh dari http://cid.oxfordjournals.org/content/46/10/1582.full. [Dikutip 23 April
2016]
35. Ulrich E. Schaible, Stefan H.E. Kaufmann. 2007. Malnutrition and Infections : Complex
Mechanisms and Global Impacts. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1858706/. [Dikutip 23 April 2016]

Anda mungkin juga menyukai