Anda di halaman 1dari 12

Model-model Pembelajaran Dalam Matematika

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif
serta kemampuan bekerja sama. Dalam membelajarkan matematika kepada siswa, apabila guru
masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam pembelajaran
matematika cenderung berlangsung satu arah umumnya dari guru ke siswa, guru lebih
mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan
peserta didik (siswa) merasa jenuh dan tersiksa. Oleh karena itu dalam membelajarkan
matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi,
metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan
tercapai. Perlu diketahui bahwa baik atau tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran akan
tergantung tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran, tingkat
perkembangan peserta didik (siswa), kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serta
mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada.

I.2 Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca, khususnya para mahasiswa
jurusan matematika, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Negeri Gorontalo agar
nantinya dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dapat menerapkan model
pembelajaran yang sesuai
dengan tingkat perkembangan siswa dan materi pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INTRUCTION)

Pengajaran Langsung merupakan suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher
center. Dalam menerapkan model pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah.
Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi
seorang model yang menarik bagi siswa.
Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali
pelajaran dengan pekerjaan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta
mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru.
Fase persiapan dan motivasi ini kemudian diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau
demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pelajaran ini termasuk juga pemberian kesempatan
kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan
siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tertentu, guru perlu selalu mencoba
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang
dipelajari kedalam situasi kehidupan nyata. Rangkuman kelima fase tersebut dapat dilihat pada
table 1.
TABEL 1. SINTAKS MODEL PENGAJARAN LANGSUNG
FASE-FASE PRILAKU GURU
FASE 1 Guru menyampaikan tujuan, informasi latar
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan belakang pelajaran, pentingnya pelajaran ini,
siswa mempersiapkan siswa untuk belajar
FASE 2 Guru mendemonstrasikan keterampilan yang
Mendemonstrasikan pengetahuan atau benar, atau menyajikan informasi tahap demi
keterampilan tahap
FASE 3 Guru merencanakan dan memberi bimbingan
Membimbing pelatihan pelatihan awal
FASE 4 Mencek apakah siswa telah berhasil melakukan
Mengecek pemahaman dan memberikan tugas dengan baik, memberi umpan balik
umpan balik
FASE 5 Guru mempersiapkan kesempatan melakukan
Memberikan kesempatan untuk pelatihan untuk pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus
pelatihan lanjutan dan penerapan pada penerapan kepada situasi lebih kompleks
dan kehidupan sehari-hari.
Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak
guru. Agar efektif, pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi
didefinisikan secara seksama. Demonstrasi dan jadwal pelatihan juga harus direncanakan dan
dilaksanakan secara seksama.
Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini
terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus
menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan, dan
resitasi (Tanya jawab) yang terencana. Ini tidak berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter,
dingin, dan tanpa humor. Ini berarti bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan member
harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.
Langkah-langkah pembelajaran model pengajaran langsung pada dasarnya mengikuti pola-pola
pembelajaran secara umum. Meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Menyiapkan dan memotivasi siswa, Tujuan langkah awal ini untuk menarik dan
memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta dalam
pelajaran itu.
2. Menyampaikan tujuan, Siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka
berpartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang
harus dapat mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran.
3. Presentasi dan Demonstrasi, Fase ini merupakan fase kedua pengajaran langsung. Guru
melaksanakan presentasi atau demonstrasi pengetahuan dan keterampilan. Kunci
keberhasilan kegiatan demonstrasi ialah tingkat kejelasan demostrasi informasi yang
dilakukan dan mengikuti pola-pola demonstrasi yang efektif.
4. Mencapai kejelasan, Hasil-hasil penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa
kemampuan guru untuk memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa,
mempunyai dampak yang positif terhadap proses belajar mengajar.
5. Melakukan demonstrasi, Pengajaran langsung berpegang teguh pada asumsi bahwa
sebagian besar yang dipelajari (hasil belajar) berasal dari mengamati orang lain. Belajar
dengan meniru tingkah laku orang lain dapat menghemat waktu, menghindari siswa dari
belajar melalui “trial and error.”
6. Mencapai pemahaman dan penguasaan, Untuk menjamin agar siswa akan mengamati
tingkah laku yang benar dan bukan sebaliknya, guru perlu benar-benar memperhatikan
apa yang terjadi pada setiap tahap demonstrasi ini berarti, bahwa jika guru perlu berupaya
agar segala sesuatu yang didemonstrasikan juga benar.
7. Berlatih, Agar dapat mendemonstrasikan sesuatu dengan benar diperlukan latihan yang
intensif, dan memperhatikan aspek-aspek penting dari keterampilan atau konsep yang
didemonstrasikan.
8. Memberikan latihan Terbimbing, Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung
ialah cara guru mempersiapkan dan melaksanakan “pelatihan terbimbing.” Keterlibatan
siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar
berlangsung dengan lancar, dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan
pada situasi yang baru.

2.2 MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING

Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada


pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda kedalam kelompok-
kelompok kecil (Saptono, 2003:32). Kepada siswa diajarkan keterampilan keterampilan khusus
agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman
sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai
membantu yang lebih lemah, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik strategi ini dilengkapi
dengan LKS yang berisi tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan siswa. Selama bekerja
dalam kelompok, setiap anggota kelompok berkesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
dan memberikan respon terhadap pendapat temannya. Setelah menyelesaikan tugas kelompok,
masing-masing menyajikan hasil pekerjaannya didepan kelas untuk didiskusikan dengan seluruh
siswa.
Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili model-model cooperative learning
1. Student teams achievement division (STAD)
a) Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi
dasar yang akan dicapai.
b) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh
skor awal.
c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan jender.
d) Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai
kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya digunakan untuk penguatan
pemahaman materi.
e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan
penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil
belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini)
2. Jigsaw (model tim ahli)
a) Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh Aronson dkk.
Langkah-langkah mengaplikasikan tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran adalah sebagai
berikut:
Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6
siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah serta jika mungkin anggota berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap
mengutamakan kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam
kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi
tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi
pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli
(Counterpart Group/CG).
Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta
menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.
Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).
Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang dicapai sesuai dengan
tujuan pembelajarannya terdiri dari dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan
terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5
siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi
yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli dan setiap siswa menyampaikan apa yang
telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik
yang dilakukan oleh kelompok ahli maupun kelompok asal.
b) Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya
dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok
untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan
persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
c) Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
d) Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).
e) Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
f) Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan tipe Jigsaw untuk belajar materi baru, perlu
dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai.

3. Group investivigation go a round (infvestigasi kelompok)


Langkah-langkah:
a) Membagi siswa kedalam kelompok kecil yang terdiri dari ± 5 siswa
b) Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis
c) Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya
secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.

4. Think pair and share


Langkah-langkah:
a) Guru menyampaikan inti materi
b) Siswa berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
c) Guru memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
d) Atas dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang belum
diungkap siswa
e) kesimpulan

5. Make a match (membuat pasangan)


Langkah-langkah:
a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi
review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban)
b) Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
c) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu
jawaban)
d) Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
e) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya
f) Kesimpulan.

6. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)


Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya
NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau
mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Langkah-langkah penerapan tipe NHT:
a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi
dasar yang akan dicapai.
b) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor
awal.
c) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap
anggota kelompok diberi nomor atau nama.
d) Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
e) Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota
kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil
jawaban dari kelompok.
f) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan
penegasan pada akhir pembelajaran.
g) Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
h) Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan
nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

7. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team


Accelerated Instruction)

Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan
keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran idnidvidual. Tipe ini dirancang untuk
mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya
lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap
siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil
belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh
anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban
sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:
a) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual
yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor
awal.
c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok
terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.
d) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok,
setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan
penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
g) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil
belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini)

8. Model pembelajaran Bertukar Pasangan


Model pembelajaran bertukar pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup
tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan nantinya harus
kembali ke pasangan semula/pertamanya.
Langkah-langkah pembelajarannya :
a) Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk pasangannya
atau siswa memilih sendiri pasangannya).
b) Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
c) Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok yang lain.
d) Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
e) Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan
semula.
f) Kesimpulan.
g) Penutup.
9. Model pembelajaran Two Stay Two Stray / Dua Tinggal Dua Tamu
Model pembelajaran two stay two stray / Dua Tinggal Dua Tamu merupakan model
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan
informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu
antar kelompok untuk berbagi informasi.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
a) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
b) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain.
c) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke
tamu mereka.
d) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari
kelompok lain.
e) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
f) Kesimpulan..

10. Pair Check


Satu lagi Model Pembelajaran siswa berpasangan, yaitu Pair Check. Model pembelajaran ini
juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan memberi penilaian.
Langkah-langkah Pembelajarannya sebagai berikut :
a) Bekerja Berpasangan
Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua) siswa. Setiap pasangan mengerjakan soal
yang pas sebab semua itu akan membantu melatih siswa dalam menilai.
b) Pelatih Mengecek
Apabila patner benar pelatih memberi kupon.
c) Bertukar Peran
Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 – 3.
d) Pasangan Mengecek
Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban.
e) Penegasan Guru
Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.
11. Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat dalam mengembangkan Kecakapan
Komunikasi

Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat merupakan pengembangan dari Think-


pair-share yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan Think-pair-square oleh Spencer Kagan.
Anita Lie (Lie,2002:56) mengkombinasikan kedua teknik tersebut menjadi teknik berpikir-
berpasangan-berempat sebagai struktur pembelajaran kooperatif. Teknik ini memberikan pada
kesempatan lebih banyak siswa untuk mengapresiasikan dirinya. Teknik ini bisa digunakan
dalam semua mata pelajaran dan tingkatan usia anak didik.
Think-pair-share adalah suatu strategi pembelajaran yang tumbuh dari penelitian pembelajaran
kooperatif dan waktu tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan mula-mula oleh Frank Lyman
dan kawan-kawan dari universitas Maryland pada tahun 1985 ini merupakan cara yang efektif
untuk mengubah pola diskursus didalam kelas. Menurut Arends dalam Alhadi (2006:12) Strategi
ini menentang ansumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan didalam setting
seluruh kelompok serta memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa
waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu orang sama lain.
Strategi Think-pair-square yang dikembangkan oleh Spencer Kagan terdiri dari tiga tahap yaitu:
Tahap 1 : Thingking (Berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan
palajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri
beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing (Berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk
dapat mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini
diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanya atau berbagi ide jika suatu
persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4 sampai 5 menit untuk
berpasangan.
Tahap 3 : Sharing (Berbagi). Pada tahap akhir ini, guru meminta pasangan siswa untuk
membentuk kelompok yang lebih besar untuk berbagi yang tentang apa yang telah mereka
pelajari dan seterusnya sampai seluruh kelas.
Adapun prosedur pembelajaran kooperatif tipe Berpikir-Berpasangan-Berempat adalah sebagai
berikut :
a) Guru membagi siswa kedalam kelompok dimana satu kelompok terdiri dari 4 orang dengan
pengelompokkan heterogen berdasarkan kemampuan akademiknya dan jenis kelaminnya.
b) Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa,
c) Dalam pengerjannya, mula-mula siswa diminta bekerja sendiri-sendiri lalu berpasangan dengan
salah satu teman kelompoknya dan selanjutnya dengan kelompok berempat.
d) Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang berhubungan dengan LKS, kemudian siswa
diminta untuk memikirkan jawabannya secara mandiri beberapa saat. Lalu kembali berpasangan
dengan salah satu teman kelompoknya dan berdiskusi untuk meyakinkan jawabannya. Setelah
beberapa waktu siswa diminta kembali kedalam kelompok berempatnya dan berbagi jawaban
serta berdiskusi untuk saling meyakinkan dalam mencari jawaban terbaik.
e) Guru memanggil salah satu kelompok atau perwakilannya untuk ke depan kelas dan
memberikan kesimpulan jawaban yang telah disepakati kelompoknya dan ditanggapi oleh
seluruh siswa sampai ditemukan suatu kesimpulan.

12. Tipe Berkirim Salam dan Soal


Menurut Subandriyo (2006) tipe berkirim salam dan soal merupakan strategi yang bertujuan
untuk mensiasati agar semua terlibat aktif guna memperoleh pengalaman belajar nyata yang
menyenangkan. Selain itu, tipe berkirim salam dan soal memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada siswa untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka.
Dalam tipe berkirim salam dan soal siswa diberi kesempatan untuk membuat pertanyaan
terhadap materi yang akan dibahas pada hari itu. Dengan demikian, mereka lebih terdorong
untuk belajar karena nantinya mereka akan bertukar soal dan menjawab pertanyaan yang dibuat
oleh kelompok lain.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan tipe berkirim salam dan soal
menurut Irmaika (2009) adalah sebagai berikut :
a) Guru menentukan topik yang akan dibahas.
b) Guru menyampaikan materi secara interaktif untuk memunculkan pertanyaan yang terfikirkan
oleh siswa.
c) Guru membagi siswa dalam kelompok dan disetiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan
beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok lain dan menciptakan sapaan dan sorak
khas kelompok.
d) Masing-masing kelompok mengirimkan utusan yang akan memberikan soal dan menyampaikan
salam (sapaan dan sorak khas).
e) Setiap kelompok mengirimkan soal kiriman dari kelompok lain.
f) Setelah selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokkan dengan jawaban kelompok yang
membuat soal.
g) Di akhir pelajaran, guru memberikan penegasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

13. Tipe Kepala Bernomor


Tehnik belajar mengajar kepala bernomor dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Tehnik ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, tehnik ini juga mendorong siswa
untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor, yaitu :
a) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
b) Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya, siswa nomor 1 bertugas
menyebutkan nama bendanya, siswa nomor 2 betugas menyebutkan warnanya, siswa nomor 3
menyebutkan bentuknya, siswa nomor 4

14. Kepala Bernomor Struktur


Model Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur merupakan modifikasi dari model pembelajaran
Numbered Heads Together. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada penugasan
dan masuk keluarnya anggota kelompok.
Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :
a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
b) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa. Siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor urut 1 sampai 4.
c) Guru memberi tugas siswa, penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor
terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa
nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
d) Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari
kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam
kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil
kerja sama mereka.
e) Melaporkan hasil kerja kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain.
f) Kesimpulan.
15. Model Pembelajaran Snowball Throwing
Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan
dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.
Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan
tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu
dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan
menjawab pertanyaannya.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
a) Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan, dan KD yang ingin dicapai.
b) Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi.
c) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
d) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu
pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
e) Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu
siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.
f) Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
g) Evaluasi.
h) Penutup.
16. Bola Salju (Snowballing)
Dinamakan metode snow balling dikarenakan dalam pembelajaran siswa melakukan tugas
individu kemudian berpasangan. Dari pasangan tersebut kemudian mencari pasangan yang lain
sehingga semakin lama anggota kelompok semakin besar bagai bola salju yang menggelinding.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari siswa secara bertingkat.
Dimulai dari kelompok yang lebih kecil berangsur-angsur kepada kelompok yang lebih besar
sehingga pada akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh
siswa secara kelompok.
Langkah-langkah penerapan:
a) Sampaikan topik materi yang akan diajarkan.
b) Minta siswa untuk menjawab secara berpasangan.
c) Setelah siswa yang bekerja berpasangan tadi mandapatkan jawaban, pasangan tadi digabung
dengan pasangan di sampingnya. Dengan demikian terbentuk kelompok yang beranggotakan 4
orang.
d) Kelompok berempat ini bekerja mengerjakan tugas yang sama seperti dalam kelompok 2 orang.
Tugas ini dapat dilakukan dengan membandingkan jawaban kelompok 2 orang dengan kelompok
2 orang lainnya. dalam kegiatan ini perlu dipertegas bahwa jawaban harus disepakati oleh semua
anggota kelompok yang baru.
e) Setelah kelompok berempat ini selesai mengerjakan tugas, setiap kelompok digabung lagi
dengan kelompok berempat lainnya. Dengan demikian sekarang setiap kelompok baru
beranggotakan 8 orang.
f) Yang dikerjakan pada kelompok baru ini sama dengan tugas pada langkah ke-4 di atas. Langkah
ini dapat dilanjutkan sesuai dengan jumlah siswa dan waktu yang tersedia.
g) Masing-masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas.
h) Guru akan membandingkan hasil dari masing-masing kelompok kemudian memberikan ulasan-
ulasan yang dianggap perlu.
17. Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling Kelompok

Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling Kelompok adalah kegiatan pembelajaran dengan
cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengkontruksi konsep. Menyelesaikan
persoalan atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-
partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan gender,
karakter) ada control dan fasilitasi, serta meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa
laporan atau presentasi.
Langkah-langkah pembelajaran
a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompotensi dasar
b) Guru membagi siswa menjadi kelompok
c) Guru memberikan tugas atau lembar kerja
d) Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan
pemikiran mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
e) Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
f) Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri
ke kanan

18. Model Pembelajaran Model Picture and Picture


Langkah Model Pembelajaran Model Picture and Picture
a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b) Menyajikan materi sebagai pengantar
c) Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
d) Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar
menjadi urutan yang logis
e) Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
f) Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai
g) Kesimpulan/rangkuman
19. Lingkaran Besar Dan Lingkaran Kecil (Inside – Outside – Circle)
Langkah-langkah :
a) Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
b) Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam
c) Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
d) Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di
lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
e) Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya
20. Bercerita Berpasangan
Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan antara lain
a) Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian.
b) Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang
akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis
dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini
dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran
yang baru. Dalam kegiatan ini, pengajar perlu menekankan bahwa memberikan tebakan yang
benar bukanlah tujuannya. Yang lebih penting adalah kesiapan mereka dalam mengantisipasi
bahan pelajaran yang akan diberi hari itu.
c) Siswa dipasangkan.
d) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama. Sedangkan siswa yang kedua
menerima bagian yang kedua.
e) Kemudian siswa disuruh mendengarkan atau membaca bagian mereka masing-masing.
f) Sambil membaca/mendengarkan, siswa disuruh mencatat dan mendaftar beberapa kata/frasa
kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa disesuaikan dengan panjang
teks bacaan.
g) Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata/frasa kunci dengan pasangan
masing-masing.
h) Sambil mengingat-ingat/memperhatikan bagian yang telah dibaca/didengarkan sendiri, masing-
masing siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum dibaca/didengarkan (atau yang
sudah dibaca/didengarkan pasangannya) berdasarkan kata-kata/frasa-frasa kunci dari
pasangannya. Siswa yang telah membaca/mendengarkan bagian yang pertama berusaha untuk
menuliskan apa yang terjadi selanjutnya. Sedangkan siswa yang membaca/mendengarkan bagian
yang kedua menuliskan apa yang terjadi sebelumnya.
i) Tentu saja, versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang sebenarnya. Tujuan
kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan
partisipasi siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar. Setelah selesai menulis, beberapa siswa
bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan mereka.
j) Kemudian, pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing
siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
k) Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu.
Diskusi bisa dilaksanakan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

21. Bamboo Dancing


Pembelajaran dengan metode bamboo dancing sangat baik digunakan untuk mengajarkan
berkaitan informasi - informasi awal guna mempelajari materi selanjutnya. Dengan
menggunakan metode bamboo dancing diharapkan terjadi pemerataan informasi atau topik yang
diketahui oleh siswa. Metode bamboo dancing tentunya sangat bermanfaat guna pembelajaran di
kelas agar lebih variatif sehingga tidak membosankan siswa.
Adapun langkah-langkah metode pembelajaran bamboo dancing adalah sebagai berikut :
a) Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oelh guru. Pada tahap ini guru dapat menuliskan
topik atau melakukan tanya jawab kepada siswa berkaitan dengan pengetahuan peserta didik
tentang topik yang diberikan. Langkah ini perlu dilakukan agar siswa lebih siap menghadapi
materi yang baru.
b) Guru membagi kelas menjadi 2 kelompok besar. Misalkan jika dalam kelas terdapat 40 anak ,
maka tiap kelompok besar terdiri 20 orang.
c) Pada kelompok besar 20 orang, kemudian dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 10
orang diatur yang saling berhadap-hadapan dengan 10 orang yang lainnya, dengan posisi berdiri.
Pasangan ini disebut dengan pasangan awal.
d) kemudian guru membagiakn topik yang berbeda-beda kepada masing-masing pasangan untuk
didiskusikan. Dalam langkah ini guru memberi waktu yang cukup agar materi yang didiskusikan
benar-benar dipahami siswa.
e) Usai berdiskusi , 20 orang dari tiap-tiap kelompok besar yang yang berdiri berjajar saling
berhadapa itu bergeser mengikuti arah jarum jam . Dengan cara ini tiap-tiap peserta didik
mendapat pasangan baru dan saling berbagi informasi yang berbeda, demikian seterusnya.
Pergerakan searah jarum jam baru berhenti ketika peserta didik kembali ke tempat asalnya.
Gerakan saling bergeser dan berbagai informasi inilah menyerupai gerakan pohon bamboo yang
menari-nari.
f) Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas. Guru
memfalitasi terjadinya intersubyektif, dialog interaktif, tanya jawab dan sebagainya. Melalui
kegaiatan ini dimaksudkan agar pengetahuan hasil diskusi oleh tiap-tiap kelompok besar dapat
diobyektifkan dan menjadi pengetahuan bersama seluruh kelas.

22. Kancing Gemerincing


Langkah-langkah pembelajaran tipe ini adalah :
a) Guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing.
b) Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing.
c) Setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya.
d) Jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai kancing semua rekannya
habis.
2.3 MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL)

Arends mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan
PBL. Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan praktis yang dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran dengan PBL
Fase 1:
Mengorientasikan mahasiswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang
diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

Fase 2:

Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi


tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi

Fase 3:

Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Mendorong mahasiswa mengumpulkan


informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan

Fase 4:

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Membantu mahasiswa merencanakan dan menyi-
apkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi
tugas dengan temannya.

Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Membantu mahasiswa melakukan


refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya
pemecahan masalah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang lebih berpusat pada
guru dan lebih mengutamakan strategi pembelajaran efektif guna memperluas informasi materi
ajar.
Adapun Ciri-ciri pembelajaran langsung yaitu :
Adanya tujuan pembelajaran
Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya
pembelajaran.
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran
yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat
didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam
struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan
positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses
kelompok.

Anda mungkin juga menyukai