Anda di halaman 1dari 13

I.

Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al.
2005)
Diagnosa klinis intra apendisitis akut, menurut Cloud dan Boyd dapat
dibagi menjadi beberapa tingkat sesuai dengan perubahan dan tingkat
peradangan apendiks, yaitu:
1. Apendisitis Akut sederhana
Gejalanya diawali dengan rasa kurang enak di ulu hati atau daerah pusat,
mungkin disertai dengan kolik, muntah, kemudian anoreksia, malaise, dan
demam ringan. Pada fase ini seharusnya didapatkan adanya leukositosis.
Pada fase ini apendiks dapat terlihat normal, hiperemi atau oedem, tak ada
eksudet serosa.
2. Apendisitis Akut Supurativa
Ditandai dengan adanya rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc Burney, adanya defans muskuler dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda periotnitis umum, seperti demam tinggi.
Bila perforasi barn terjadi, leukosit akan pergi ke jaringan-jaringan yang
meradang tersebut, maka mungkin kadar leukosit di dalam darah dapat
turun, sebab belum sempatnya tubuh merespon kebutuhan leukosit yang
tiba-tiba meninggi. Namun setelah tubuh sempat merespon kebutuhan ini
maka jumlah leukosit akan meninggi didalam darah tepi. Apendisitis akut
supurativa ini kebanyakan terjadi karena adanya obstruksi. Apendiks dan
meso apendiks udem, hiperemi, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrino purulen.
3. Apendisitis Akut Gangrenosa
Tampak apendiks udem, hiperemis, dengan gangren pada bagian tertentu,
dinding apendiks berwama ungu, hijau keabuan atau merah kehitamann.
Pada apendiksitis akut gangrenosa ini bisa terdapat mikroperforasi.
4. Apendisitis Akut Perforasi
Pada dinding apendiks telah terjadi ruptur, tampak daerah perforasi yang
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

5. Apendisitis Akut Abses


Abses akan timbul di fossa iliaka kanan lateral dekat cecum, retrocaecal
dan pelvis. Mengandung pus yang sangat banyak dan berbau.

II. Etiologi Ependisitis

Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi


menghasilkan lender 1-2 ml/hari yang normalnya dicurahkan ke dalam lumen
dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender dimuara apendiks
tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks. (wim de jong)

Menurut klasifikasi:

1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bacteria. Dan


factor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu
hyperplasia jaringan limfe, fikalit (tinja atau batu), tumor apendiks, dan
cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa
apendiks karena parasit (E.histolytica).
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan
bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi
bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun
apendisitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis
dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik (fibrosis menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial
atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan
infiltrasi sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi.
III. Gambaran Klinis Ependisitis

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan
terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian
dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatic setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya
nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai
dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38,50C.

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks
ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut:

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum


(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltic
meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang (diare).
3. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
IV. Anatomi Fisiologi Apendisitis

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10


cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia
anterior, medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah
Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina
iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian
proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus
vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena
itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya


dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir
dalam apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan
diseluruh tubuh.

Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur


kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya
cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama
rentan terhadap infeksi (Sjamsuhidayat, 2005).
V. Pohon Masalah Apendisitis
Feses refluks Lumen apendiks oleh hyperplasia folikel lymphoid, benda asing,
ke apendiks striktura karena hibrosis akibat pradangan, biji-bijian

Obstruksi lumen
Mengeras

Membentuk menjadi batu

Obstruksi

Tekanan apendiks meningkat

Menghambat aliran limfe ke vena

Hipooksia apendiks Peradangan dinding apendiks

Nekrosis dinding apendiks Bakteri meningkat

Ulserasi mukosa Suhu tubuh meningkat Invaksi bakteri

Apendisitis Vena

Vena porta
Neri kuadran Perforasi Obstruksi usus
bawah
Ileus paralitik Abses hati
Pendarahan
Mual, muntah, anoreksia
Ulkus

Resiko Nutriasi Kena perineum

kurang kurang
Peritonitis
cairan dari
kebutuhan Pembedahan
Nyeri akut
Post de antry
Luka post insisi

Resiko tinggi infeksi Diskontinuitas jaringan Gangguan rasa nyaman


VI. Penatalaksaan Apendisitis

Tata laksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi.


Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.
Teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik sudah terbukti
menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih
cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi
terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu
operasi. Laparoskopi itu di kerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien
dengan akut abdomen, terutama pada wanita. (Birnbaum BA).

VII. Pemeriksaan Penunjang Apendisitis


1. Tes laboratorium
Uji laboratorium dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis
apendisitis atau menemukan penyebab lain dari sakit perut.
2. Tes darah
Tes darah dapat menunjukkan tanda-tanda infeksi, seperti jumlah sel
darah putih yang tinggi. Tes darah juga dapat menunjukkan dehidrasi
atau cairan dan ketidakseimbangan elektrolit.
3. Urinalisis
Urinalisis adalah pengujian sampel urin. Urinalisis digunakan untuk
menyingkirkan infeksi saluran kemih atau batu ginjal.
4. Tes kehamilan
Penyedia layanan kesehatan juga dapat memerintahkan tes kehamilan
bagi wanita, yang dapat dilakukan melalui darah atau urin tes.

Tes pencitraan dapat mengkonfirmasi diagnosis apendisitis atau


menemukan penyebab lain dari sakit perut.
1. USG abdomen
USG adalah tes pencitraan pertama dilakukan untuk tersangka usus
buntu pada bayi, anak-anak, orang dewasa muda, dan wanita hamil.
USG menggunakan perangkat, yang disebut transducer, yang
memantul aman, gelombang suara menyakitkan off organ untuk
membuat gambar struktur mereka. USG perut menciptakan gambar
dari usus buntu dan dapat menunjukkan tanda-tanda peradangan, usus
buntu pecah, penyumbatan dalam lumen apendiks, dan sumber-sumber
lain dari sakit perut.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mesin MRI menggunakan gelombang radio dan magnet untuk
menghasilkan detil gambar organ tubuh dan jaringan lunak tanpa
menggunakan sinar x. MRI dapat menunjukkan tanda-tanda
peradangan, usus buntu pecah, penyumbatan dalam lumen apendiks,
dan sumber-sumber lain dari sakit perut. MRI digunakan untuk
mendiagnosis usus buntu dan sumber-sumber lain dari sakit perut yang
aman, alternatif yang handal untuk computerized tomography (CT)
scan.
5. CT scan
CT scan menggunakan kombinasi sinar x dan teknologi komputer
untuk membuat tiga-dimensi (3-D) gambar.

VIII. Masalah Keperawatan


1. Nyeri akut
2. Kekurangan volume cairan
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Gangguan rasa nyaman
5. Resiko infeksi

IX. Askep Secara Teori


A. Pengkajian
Keluhan Utama
Klien akan mendapatkan nyeri di ekitar epigastrium menjalar ke perut
bawah kanan. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus menerus.
Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
B. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan
distensi abdomen.
- Palpasi
Keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana
keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan.
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.
Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut
kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan
bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila
tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut
kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).
- Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/tungkai
diangkat tinggi-tinggi maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas
sign)
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
- Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagia
adanya radang usus buntu
- Pada apendiks terletak pada retro sekal maka pada uji psoas akan
positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas,
sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka obturator
sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih
menonjol
C. Diagnosa Keperawatan
- Nyeri akut b/d inflamasi dan infeksi
- Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif, mekanisme
kerja peristaltic usus menurun
- Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor
biologis ketidak mampuan untuk mencerna makanan
- Gangguan rasa nyaman b/d distensi jaringan usus akibat inflamasi
apendiks
- Resiko infeksi b/d tidak adekuatanya pertahanan tubuh
D. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut b/d inflamasi dan infeksi
Kriteria hasil :
- Mampu mnegontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mnegurangi nyeri,
mencari bantuan)
- Melaporkan ketika nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
- Mampu mengenli nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan fakto presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutk untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- Ajarkan teknik non farmakologi
- Berikan analgtik untuk mengurahi nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Evaluasi keekfetifan kontrol nyeri
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, mekanisme kerja peristaltic usus menurun
Kriteria hasil :
- Mempertahan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
- Takanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batass normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membrane muosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
- Timbang popok/pembalu jika diperlukan
- Pertahankan intake catatan intake dan output yang akurat
- Mnitor status dehidrasi (kelembabap membrane mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortotastik) jika diperlukan
- Berikan cairan IV
- Dorong pasien untuk menambah intake oral
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis ketidak mampuan untuk
mencerna makanan
Kriteria hasil :
- Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
- BB ideal sesuai dengan TB
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
- Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
Intervensi :
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan proten dan vitamin c
- Berikan makanan yang terpilih (sudah konsultasi degan ahli gizi
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
4. Gangguan rasa nyaman
Kriteria hasil
- Mampu mnegontrol kecemasan
- Status lingkungan yang nyaman
- Mengontrol nyeri
- Kualitas tidur dan istirahat adekuat
- Respon terhada peengobatan
- Status kenyaman meningkat
Intervensi :
- Gunakan pendekata yang menenangkan
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasaka selama prosedur
- Pahami espektif pasien terhadap ituasi stress
- Instruksikan pasien dengan menggunakan tehnik relaksasi
- Berikan obat untuk memngurangi kecemasan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatanya pertahanan
tubuh
Kriteria hasil :
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
- Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukan perilaku hidup sehat
Intervensi :
- Pertahankan tehnik isolasi
- Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasie
- Pertahanka lingkungan aseptic selama pemasangan alat
- Instruksikan pasien untuk meminum antibiotic sesuai resep
- Gunakan kateter interment untuk menghindari infeksi kandung
kencing
DAFTAR PUSTAKA

Kluwer, Wolters, Lippincott William .& Wilkins. 2011. Kapita Selecta Penyakit
dengan Implikasi Keperawatan. EGC : Jakarta

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta:


Salemba Medika.

Nurarif, Ami Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose


Medis NANDA NIC NOC. Mediaktion : Jogjakarta

Anda mungkin juga menyukai