Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan umum Bantuan Hidup Dasar


2.1.1 Defenisi BHD
Bantuan hidup dasar merupakan usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami suatu keadaan yang
mengancam nyawa ataupun kondisi kegawatdaruratan. Tujuan Bantuan
Hidup Dasar adalah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital
seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan
sampai paru dan jantung menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri
secara normal ( Rosita M lubis ,dkk 2015).
Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan tindakan darurat untuk
membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan
sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu . Bantuan Hidup Dasar
biasanya diberikan oleh orang-orang disekitar korban yang diantaranya akan
menghubungi petugas kesehatan terdekat. Pertolongan pertama haru
dilakukan secara cepat dan tepat, karena penanganan yang salah dapat
berakibat buruk pada korban kecelakaan (PUSBANKES 188 DIY, 2014)
American Health Association (AHA, 2010) mengatakan bahwa
Basic Life Support (BLS)merupakan tindakan pertolongan pertama yang
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang mengalami kondisi
gawat, terutama yang mengalami serangan jantung atau henti jantung dan
henti nafas. Seseorang yang mengalami henti jantug ataupun henti nafas
belum tentu mengalami kematian, kondisi tersebut masih dapat ditolong
dengan melakukan tindakan pertolongan pertama berupa Resusitasi Jantung
Paru (RJP) dan pemeriksaan primery survey.
Bantuan Hidup Dasar adalah usaha yang pertama kali dilakukan
guna untuk mempertahankan kehidupan saat korban mengalami keadaan
yang dapat mengancam nyawa ( Guyton dan Hall, 2008).
2.1.2 Tujuan Bantuan Dasar Hidup
Tujuan utama Bantuan Hidup Dasar yaitu suatu tindakan
oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan
mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan tubuh. Selain itu, ini
merupakan usaha pemberian bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi
dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai mendapatkan
kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan hidup jantung
lanjutan (Pro Emergency,2011).

2.1.3 Komplikasi pada BHD


Pengetahuan terhadap Bantuan Hidup Dasar sangat penting untuk
kita ketahui dikarenakan banyak kejadian henti jantung dan henti nafas
yang terjadi pada kelompok komunitas. Korban dengan henti jantung yang
tidak mendapat pertolonga pertama dengan baik pada saat dikomunitas
atau diluar rumah sakit. Ini karena banyak orang yang belum paham
tentang hal yang harus dilakukan ketika mendapati korban yang
mengalami henti jantung dan henti nafas. Penolong yang berada di sekitar
tempat kejadian sangat berperan penting dalam menentukan hasil akhir
dari korban. Selain kecepatan saat memberikan pertolongan, ketepatan
juga memiliki peran penting dalam hal ini. Banyak hal yang bisa terjadi
apabila korban sudah mendapatkan pertolongan pertama namun, apabila
pertolongan yang diberikan tidak tepat . Hal ini tentu akan memperburuk
kondisi pasien (AHA, 2015).
Komplikasi yang bisa terjadi, ketika melakukan kompresi pada
korban yaitu patah tulang dada, pneumothorax, hematothorax, luka dan
memar pada paru-paru luka pada hati dan limfa, dan juga distensi terjadi
akibat peniupan yang salah (Pro Emergency, 2011)

2.1.4 Hal-hal yang dilakukan pada korban henti jantung dan henti nafas.
2.1.4.1 Periksa respon dan layanan kedaruratan medis
Pertama-tama pastikan bahwa penolong dan korban telah berada
pada tempat yang aman. Setelah aman selanjutnya periksa respon korban
dengan memanggil, menepuk wajah atau bahu korban. Pemeriksaan
dilakukan untuk mengetahui apakah korban sadar atau tidak. Apabila
korban sadar, biarkan korban dengan posisi nyaman, bila perlu ulangi
penilaian kesadaran. Jika korban tidak sadar, segera memanggil bantuan
dengan cara meminta bantuan kepada orang disekitar yang juga berada
di tempat kejadian ataupun minta bantuan dengan menggunakan telpon
dan beritahu posisi penolong dimana (Koster et.al,2010). Memanggil
bantuan ini penting dilakukan agar petugas yang lebih profesional dengan
segera memberikan informasi yang harus dilakukan dan tidak dapat
dilakukan (AHA, 2015).
2.1.4.2 Periksa denyut nadi
Sama seperti yang disarankan pedoman di 2015, penyedia
kesehatan akan memeriksa denyut nadi, membatasi waktu tidak lebih
dari 10 detik untuk menghindari keterlambatan dalam inisiasi kompresi
dada. Idealnya, pemerikasaan nadi dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan nafas yang terengah-engah ataupun nafas yang berhenti,
untuk meminimalkan keterlabatan dalam mendeteksi henti jantung dan
inisiasi RJP. Pada penyelamat yang awam, hal ini tanpa disadari tidak
dilakukan ( Kleinman et al.2015).
2.1.4.3 Lakukan RJP dini
Apabila menemukan pasien dengan henti jantung dan henti
nafas maka lakukan kompresi dada secepat mungkin. Hal ini dikarenakan
pasien berpacu terhadap waktu, semakin lama pasien mendapat
pertolongan maka prognosis pasien akan semakin buruk. Rentan waktu
saat terjadinya kejadian sampai dengan dilakukannya pertolongan
pertama adalah 1-5 menit, ini bisa meningkatkan survival rate dari pasien
(>50%) (Botha et al.2012). perubahan besar pedoman 2015 bagi tim
penolong terlatih, yang diperintahkan untuk melakukan urutan RJP
dengan kompresi dada terlebih dahulu dari pada nafas (C-A-B vs A-B-
C). Ini dilakukan untuk meminimalkan waktu inisiasi dari kompresi dada.
Ketika kompresi dada dimulai, selanjutnya lakukan pemberian nafas
melalui mulut ke masker atau perangkat Bag-mask untuk memberikan
oksigenasi dan ventilasi (Kleinman et al.2015).
Sistem resusitasi itu harus melakukan penilaian dan
peningkatan sistem perawatan secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan
untuk memungkinkan peluang untuk memperbaiki tingkat kelangsungan
hidup pasien diluar rumah sakit. Peningkatan kualitas berkelanjutan
meliputi evaluasi yang sistematis, penentuan tolak ukur dan analisis.
Upaya ini diperlukan untuk mengoptimalkan perawatan resusitasi,
sehingga kesenjangan antara performa resusitasi ideal dan sebenarnya
dapat dipersempit (AHA,2015)
2.1.4.4 Defibrilasi dini dengan AED
Setelah melakukan sistem layanan kedaruratan, penyelamat
tunggal mengambil AED (ketika dekat dan mudah diakseS ) lalu
kemudian kembali ke korban untuk memasang AED dan berikan RJP
kepada korban. Ketika tim penyelamat yang hadir 2 orang atau lebih, 1
penyelamat memulai RJP, sementara kedua penyelamat yang lain
mengaktifkan sistem layanan kedaruratann dan mendapatkan AED juga
peralatan darurat lainnya. Petunjuk AED digunakan secepat mungkin dan
kedua tim penyelamat diharapkan dapat memberikan RJP dengan
kompresi dada dan ventilasi. Dalam hal ini, ururtan intervensi RJP harus
dilakukan oleh tiga penyelamat terlatih setelah mengaktifkan sistem
layanan kedaruratan. Langkah-langkah khusus untuk penyelamat dan
penyedia layanan kesehatan harus melakukan RJP konvensional dengan
nafas buatan, dan RJP dengan penggunaan AED ditentukan oleh tingkat
pengetahuan pada penyelamat. Pelaksanaan pertolongan pada henti
jantung di bagi menjadi tiga tingkatan (Kleinman et al.2015).

2.1.5 Langkah Bantuan Hidup Dasar untuk Masyarakat Awam


Menurut Resuscitation Council (UK) 2010
2.1.5.1 Pastikan korbran, orang disekitar, dan anda aman
2.1.5.2 Tindakan satu orang penolong
a. Atur posis pasien dan letakkan pada dasar yang datar dan keras
b. Cek kesadaran pasien dengan cara memanggil, menepuk punggung,
menggoyangkan atau mencubit, pastikan pasien tidak sadar
c. Segera minta pertolongan dengan cara berteriak tanpa meninggalkan
pasien
d. Periksa apakah pasien bernafas atau tidak dengan cara look, listen, and
feel

e. Bila tidak bernafas, buka dan bebaskan jalan nafas dengan cara head-
tilt, chin-lift, atau jaw thrust
f. Periksa kembali apakah pasien bernafas setelah pembebasan jalan nafas
g. Bila tidak bernafas atau nafas tersengal-sengal beri nafas bantuan
h. Beri nafas buatan sebanyak dua kali, pelan dan penuh sambil melihat
pengambangan dada
i. Periksa nadi karotis, jika nafas tidak ada dan nadi karotis tidak teraba,
bersiap melakukan RJP 5 siklus dengan 30x kompresi dan diakhiri
dengan 2 ventilasi, selama 2 menit (30:2).

j. Lakukan pijatan jantung luar pada titik tumpu yaitu 2 jari diatas
processus xyphoideus sebanyak 30x kemudian dilanjutkan dengan
nafas buatan 2x tiupan
k. Letakkan tumit tangan anda yang lain lebih dekat dengan jari telunjuk.

l. Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum. Kedua lutut
penolong penolong merapat, lutut menempel bahu korban.

m. Tekan kebawah 4-5cm pada orang dewasa, dengan cara menjatuhkan


berat badan ke sternum korban
n. Kompresi secara ritmik dan teratur 100x /menit. Lakukan evaluasi tiap
akhir siklus kelima terhadap nafas dan denyut nadi
o. Bila nafas dan denyut nadi belum teraba, lanjutkan RJP hingga pasien
membaik. Tetapi jika nadi teraba dan pernafasan adekuat, posisikan
penderita pada posisi pemulihan (recovery position/miring mantap)
2.1.5.3 Minta seseorang untuk memanggil ambulance dan membawa AED jika
tersedia. Jika anda sendiri, gunakan telepon genggam anda untuk
memanggil ambulan.
2.1.5.4 Jika anda belum terlatih atau tidak mampu memberikan bantuan ventilasi,
hanya berikan kompresi dada minimal 100 kali per menit (30 kali
kompresi)
2.1.5.5 Lanjutkan pemberian RJP sampai :
1. Penolong terlatih tiba dan mengambil alih,
2. Korban mulai menunjukkan kesadaran kembali, misalnya batuk,
membuka mata, berbicara, atau bergerak dan mulai bernafas
normal, atau
3. Anda sudah lelah

Uraian pemberian bantuan dasar hidup dasar bagi masyarakat umum :

Gambar 2.1 : Algoritma Bantuan Hidup Dasar dewasa untuk Umum.


Sumber : American Heart Association,2010
2.1.6 Bantuan Sirkulasi, Bantuan Napas, Ventilasi, dan Pembebasan Jalan
Napas
Bantuan sirkulasi merupakan tindakan resusitasi jantung yang
berusaha mempertahankan sirkulasi darah dengan mamijat jantung,
sehingga oksigenasi sel-sel saraf otak dapat di pertahankan (Koster et
al,2010)
Posisi tangan ketika melakukan kompresi dada yaitu pada bagian
tengah dada. Posisi tangan yang salah dapat mengubah mekanisme
kompresi dada dan pada akhirnya mempengaruhi kualitas dan efektivitas
RJP ( Kleinman et al,2015).
Tangan penolong saat kompresi dada untuk orang dewasa, dua
tangan berada di separuh bagian bawah tulang dada (sternum). Pada anak-
anak posisi penempatan tangan di lakukan diseparuh bagian bawah tulang
dada dan bisa dilakukan dengan menggunakan satu tangan atau dua
tangan. Untuk posisi tangan pada bayi, apabila penolong hanya satu orang
digunakan dua jari dibawah dada, tepat dibawah baris puting. Penolong
dua orang atau lebih, gunakan dua jari bergerak melingkar di bagian
tengah dada, tepat dibawah baris puting.
Kedalaman pada saat kompresi dada sewaktu melakukan RJP
secara manual, adalah 2 inci (5cm) dan tidak boleh melebihi 2,4 inci
(6cm). Pada bayi kedalaman yang dilakukan adalah 1/3 dari diameter
dinding depan dada atau sekitar 2 inci (2cm). Hal ini bertujuan untuk
menciptakan aliran darah dengan menambah tekanan intrathoraks dan
secara langsung mengkompresi jantung , yang pada akhirnya
menghasilkan aliran darah dan penyaluran oksigen ke jantung dan otak.
Apabila melakukan kompresi dada yang melebihi kedalaman yang
direkomendasikan ini dapat memperburuk keadaan korban.
Untuk kecepatan kompresi dada pada orang dewasa, bayi dan
anak-anak yang mengalami henti jantung, penolong perlu melakukan
kompresi dada 100-120/min. Jumlah kompresi dada diberikan per menit
saat RJP berlangsung adalah faktor penentu utama kondisi Return of
Spontaneous Circulation (ROSC) dengan fungsi neurologis yang baik
(AHA ,2015).
Untuk penolong yang belum terlatih dapat memberikan RJP
dengan tangan saja (Hand-only) pada korban henti jantung dewasa.
penolong yang belum terltih harus tetap melakukan RJP sampai penolong
yang terlatih tiba di tempat. Bila penolong terlatih mampu melakukan
napas buatan, maka ia harus melakukan napas buatan dengan
perbandingan 30 kompresi berbanding 2 bantuan napas. Sedangkan untuk
anak-anak dan bayi apabila penolong 2 orang atau lebih dilakukan
kompresi 15 berbanding 2 bantuan napas. Penolong harus melanjutkan
RJP sampai AED tiba dan siap digunakan, Kemudian pelayanan
kegawatdaruratan medis mengambil alih pwatan korban atau korban mulai
bergerak (AHA, 2015).
Untuk menilai keberhasilan resusitasi jantung maka periksa nadi
karotis dan pupil secara berkala. Resusitasi jantung dihentikan apabila
korban sadar (pernafasan dan denyut nadi teraba kembali), keadaan
kembali tidak aman, Penolong kehabisan tenaga untuk melakukan RJP
atau digantikan oleh tenaga medis yang ahli dalam kegawatdaruratan
medis (Koster et.al,2010).
Bantuan napas dan ventilasi merupakan usaha ventilasi yang
lakukan dengan tekanan positif secara berkala dengan menggunakan udara
ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat.
Bantuan napas dengan ventilasi terdiri dari dua tahap (Koster et.al,2010).
1. Penilaian pernapasan dilakukan dengan cara memantau atau melihat
naik turunnya dinding dada korban, mendengar keluarnya udara, dan
merasakan hembusan napas korban di pipi penolong.
2. Memberikan bantuan napas dilakukan dari mulut ke mulut, mulut ke
hidung atau mulut dengan dengan alat.

2.1.7 Pengelolaan Sumbatan Jalan Napas


Menjaga kepatenan jalan nafas dan menjaga ventilasi tetap
tercukupi menjadi hal yang utama dalam menangani gangguan pernafasan.
Bila terdapat gangguan jalan nafas atau ventilasi harus segera dilakukan
tindakan oksigenasi dan mengurangi risiko terjadinya penurunan
kesadaran. Tindakan pengelolaan sumbatan jalan nafas meliputi teknik
menjaga jalan napas, jalan napas definitif ( termasuk surgical airway) dan
bantuan ventilasi. Selama melakukan tindakan mempertahankan jalan
napas dan memberikan bantuan ventilasi leher harus selalu dipertahankan
agar tidak bergerak. Proteksi pada leher harus selalu diberikan terutama
pada pasien yang dicurigai mengalami fraktur cervical. Proteksi cervical
perlu dipertahankan sampai foto rontgent cervical menyatakan tidak ada
kelainan. Pasien trauma dengan gangguan jalan nafas yang memerlukan
tindakan harus segera dipindahkan untuk dilakukan pembukaan jalan
napas dan memberikan bantuan pernapasan. Perlindungan pada cervical
harus tetap dilakukan, bagaimanapun stabilisasi daerah cervical dan
penilaiannya secepat mungkin adalah prioritas utama dibandingkan dengan
proteksi daerah lainnya.
Pemberian oksigen harus diberikan sebelum dan sesudah
tindakan mengatasi masalah airway. Suction untuk menghisap cairan yang
mengganggu jalan napas dengan ujung kanul yang kaku hendaknya selalu
tersedia. Pasien dengan perlukaan wajah mungkin mengalami fraktur
lamina fibrosa, sehingga penggunaan alat suction dengan ujung kanul yang
lunak melalui hidung kemungkinan dapat masuk ke dalam cranium.
Prosedur evaluasi jalan napas dan pernapasan dilakukan pada
pasien dengan posisi terlentang (Supine), punggung datar dan pada tempat
yang datar dan keras dengan waktu secapat mungkin. Pasien yang
ditemukan dalam kondisi tidak terlentang hendaknya dipindahkan dalam
posisi terlentang terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan tindakan
penanganan.
Pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran lidah
kemungkinan akan jatuh ke belakang dan menyumbat hipofaring. Hal ini
dapat diatasi dengan menjaga jalan napas secara manual dengan cara head
tilt-chin lift maneuver (menengadahkan kepala dan mengangkat dagu) atau
dengan cara jaw thrust maneuver (mendorong rahang bawah ke arah
depan). Menjaga kepatenan jalan napas selanjutnya dapat dipertahankan
dengan pemasangan Oropharingeal airway dan nasopharyngeal
airway.head tilt-chin lift maneuver dan jaw thrust maneuver dapat
dilakukan untuk imobilisasi secara manual pada cervical apabila waktu
dan sarana untuk melakukan imobilisasi menggunakan cervical collar tidak
tersedia.
2.1.7.1 Menjaga jalan napas secara manual (tanpa alat)
a. Head tilt-chin lift maneuver
Maneuver head tilt-chin lift adalah salah satu maneuver terbaik
untuk mengatasi obstruksi yang disebabkan oleh lidah karena dapat
membuka jalan napas secara maksimal. Teknik ini mungkin akan
memanipulasi gerakan leher sehingga tidak disarankan pada penderita
dengan kecurigaan patah tulang leher. Sebagai gantinya kita dapat
melakukan jaw thrust.

Sumber : Boylan & Nutbeam, 2013


Gambar 1. Head tilt-chin lift maneuver

b. Jaw thrust Maneuver


Maneuver jaw thrust digunakan untuk membuka jalan napas pada
pasien tidak sadar dengan kecurigaan trauma pada kepala , leher atau
spinal. Saat teknik ini dilakukan diharapkan jalan napas dapat terbuka
tanpa menyebabkan pergerakan leher dan kepala.
Sumber : Boylan & Nutbeam, 2013
Gambar 2. Jaw thrust maneuver
2.1.7.2 Jalan napas sementara (alat bantu jalan napas)
Head tilt-Chin lift maneuver dan jaw thrust maneuver dilakukan
untuk membantu membuka jalan napas korban,tetapi bila maneuver ini
dihentikan akan kembali ke posisi semula dan menyumbat jalan napas.
Terkadang bila teknik head tilt-chin lift maneuver dan jaw thrust maneuver
inipun dilakukan lidah dapat jatuh ke belakang dan menyumbat faring.
Alat bantu jalan napas diperlukan untuk membantu jalan napas
pasien tetap terbuka digunakan pada awal penanganan korban yang tidak
responsif dan dilanjutkan sepanjang perawatan. Alat bantu jalan napas
yang sering digunakan adalah oropharingeal airway (pipa orofaring) dan
nasopharingeal airway (pipa nasofaring). Oro dapat diartikan sebagai
mulut, naso adalah hidug dan faring adalah tenggorokan. Orofaring
dimasukkan ke dalam mulut untuk membantu menjaga lidah tidak jatuh ke
belakang ke arah laring. Pipa nasofaring dimasukkan melalui hidung dan
berhenti di faring untuk membantu menjaga lidah tidak menutupi jalan
napas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan pipa
orofaring dan pipa nasofaring sebagai berikut :
- Gunakan alat bantu jalan napas pada semua pasien yang tidak sadar
tidak menunjukkan adanya gag reflex (refleks muntah)
- Penggunaan alat bantu perapasan dilakukan dengan sebelumnya
membuka jalan napas secara manual.
- Insensi pipa secara perlahan dan hati-hati jangan sampai mendorong
lidah jatuh ke belakang (faring) dan merangsang gag reflex.
- Setelah alat bantu pernapasan terpasang pada tempatnya,
mempertahankan kepatenan jalan napas dengan maneuver head tilt-chin
lift dan jaw thrust serta monitor jalan napas tetap harus dilakukan.
- Melakukan section untuk menjaga kebersihan jalan napas dari secret
saat pipa sudah terpasang pada tempatnya.
- Alat bantu pernapasan (pipa orofaring dan pipa nasofaring) dapat
dilepas bila pasien mulai sadar atau gag reflex ada.
a. Oropharyngeal airway
- Oropharyngeal airway juga dikenal dengan nama oral airway,
OPA Guedel airway, atau Berman airway.

Sumber : Boylan and Nutbeam,2013


Gambar 3. Oropharingeal Airway
- Oropharyngeal airway adalah alat berbentuk curved yang
digunakan untuk mempertahankan jalan napas. Alat ini
berfungsi untuk mencegah lidah jatuh ke belakang yang
menyebabkan obstruksi jalan napas. Hal ini sering terjadi karena
penurunan refleks gag dan tonus otot submandibuler sehingga
alat ini direkomendasikan pada pasien tidak sadar untuk
mengurangi risiko aspirasi.
- Alat ini tersedia dengan berbagai ukuran. Penggunaan alat ini
tidak efektif jika ukurannya tidak sesuai sehingga pemakaiannya
perlu disesuaikan dengan kondisi pasien. Untuk mendapatkan
ukuran yang sesuai dapat dilakukan dengan membentangnya
pipa dari sudut mulut pasien ke arah ujung daun telinga (bagian
tobulus) sisa wajah yang sama. Metode lain untuk mengukur
pipa yaitu dengan mengukur dari tengah mulut korban ke arah
sudut tulang rahang bawah. Tidak diperbolehkan menggunakan
alat tersebut kecuali telah melakukan pengukuran pada korban.

Sumber : Boylan and Nutbeam,2013


Gambar 4. Cara mengukur panjang Oropharingeal Airway
b. Nasopharyngeal airway
- Nasopharyngeal airway juga dikenal dengan nama Naso
airway atau nasal trumpets.
- Nasopharyngeal airway adalah alat berbentuk seperti kateter
halus dengan diameter kurang lebih sesuai dengan ukuran
lubang hidung. Alat ini berfungsi untuk menghilangkan
sumbatan jalan napas yang disebabkan oleh lidah jatuh ke
belakang baik pada pasien sadar dengan gag reflex masih
baik maupun dengan pasien yang tidak sadar.

Sumber : Boylan and Nutbeam,2013


Gambar 5. Nasopharyngeal Airway
- Nasopharyngeal airway digunakan apabila oropharyngeal
airway tidak mungkin dilakukan pada pasien yang mengalami
trauma berat di sekitar mulut yang dapat menimbulkan
perdarahan masif atau pada kondisi trauma mulut dengan gigi
yang mengatup rapat.
- Alat ini tersedia dengan berbagai ukuran. Untuk
mendapatkan ukuran yang pas pada pasien pengukuran dapat
dilakukan dengan cara membentangkan Nasopharyngeal
airway dari tepi lubang hidung sampai ke bawah daun telinga
atau ke sudut rahang pasien. Memilih panjang yang benar
akan memastikan diameter yang sesuai.

2.1.8 Posisi Pemulihan (Recovery Position)


Posisi pemulihan dilakukan untuk melancarkan jalan napas agar
tetap bebas dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Posisi pemulihan
ini dilakukan setelah korban Return of Spontaneous Circulation (ROSC).
Urutan posisi pemulihan adalah :
1. Tangan pasien berada disisi penolong diluruskan ke atas.
2. Tangan lainnya disilangkan ke leher dan telapak tangan mengarah ke
pipi korban.
3. Kaki pada posisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan
ditarik ke arah penolong, sekaligus miringkan tubuh korban ke
penolong, (Koster et.al,2010).

a. b.

c. d.

sumber : Koster, et.al,2010


Gambar 6. Posisi pemulihan
2.2 Pendidikan kesehatan
2.2.1 Defenisi pendidikan kesehatan
Pendidika kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya
(Ottawa Charter,1986 di kutip Notoamodjo 2010).
Pendidikan kesehatan adalah upaya yang direncanakan untuk
memepengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat
sehingga dapat melakukan seperti yang di harapkan oleh pelaku pendidikan
kesehatan (Fitriani, 2011)
Pendidikan kesehatan adalah upaya menerjemahkan apa yang telah
diketahui tentang kesehatan ke dalam perilaku yang diinginkan dari
perorangan ataupun masyarakat melalui proses pendidikan (Susilo
Rakhmat,2011).
Pendidikan kesehatan dapat diartikan sebagai suatu proses
perubahan perilaku yang dinamis, proses perubahan tersebut tidak hanya
transfer materi atau penyampaian materi dari seseorang ke orang lain, tetapi
perubahan atas pendidikan kesehatan terjadi karena adanya kesadaran dari
tiap individu atau dari sekelompok masyarakat itu sendiri (Mubarak dan
chayati,2009)
Menurut Depkes RI (2006) pendidikan kesehatan adalah upaya
memberdayakan perorangan, kelompok dan masyarakat agar memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan
pengetahuan, kemauan dan kemampuan serta mengembangkan iklim yang
mendukung , dilakukan untuk masyarakat sesuai dengan faktor budaya
setempat.
2.2.2 Tujuan pendidikan kesehatan
Untuk tujuan utama pendidikan kesehatan menurut undang-undang
kesehatan No.23 tahun 1992 adalah meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik secara fisik,
mental dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial
(BKKBN, 2012).
Tujuan utama pendidikan kesehatan yaitu agar seseorang mampu
(Mubarak,2009).
a. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri
b. Memahami apa yang dapat mereka lakukan pada masalah, dengan
sumber daya yang ada pada mereka di tambah dengan dukungan dari
luar.
c. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf
hidup sehat dan kesejahtaan masyarakat
2.2.3 Ruang lingkup pendidikan
Ada beberapa dimensi ruang lingkup pendidikan kesehatan, antara lain
(Fitriani,2011).
2.2.3.1 Dimensi sasaran
a. Individu
Metode yang dapat dilakukan :
- Bimbingan dan konseling
Konseling kesehatan merupakan kegiatan pendidikan kesehatan
yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan
keyakinan sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan
mengerti, tetapi juga mau dan bersedia melakukan anjuran yang
berhubungan dengan kesehatan (Maulana, 2009)
- Wawancara
Wawancara merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan .
menggali informasi mengapa individu tidak atau belum mau
menerima perubahan, apakah individu tertarik atau tidak terhadap
perubahan, bagaimanakah dasar pengertian dan apakah mempunyai
dasar yang kuat jika belum, maka diperlukan penyuluhan yang lebih
mendalam (Fitriani,2011)
b. Kelompok
Metode yang dapat digunakan untuk kelompok kecil adalah :
- Diskusi kelompok
Diskusi kelompok adalah membahas suatu topik dengan cara tukar
pikiran antara dua orang atau lebih dalam suatu kelompok yang
dirancang untuk mencapai tujuan tertentu.
- Mengungkapkan pendapat (Brainstorming)
Merupakan modifikasi diskusi kelompok. Pada prinsipnya sama
dengan diskusi kelompok. Tujuannya adalah untuk menghimpun
gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari setiap
peserta.
- Bermain peran
Bermain peran prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan
peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan di
dalam kelas pertemuan.
- Kelompok yang membahas tentang desas desus
Di bagi menjadi kelompok kecil kemudian diberikan suatu
permasalahan yang sama atau berbeda antara kelompok satu dengan
kelompok lain kemudian masing-masing dari kelompok tersebut
mendiskusikan hasilnya lalu kemudian kelompok mendiskusikan
kembali dan mencari kesimpulan.
- Simulasi
Berbentuk metode praktek yang berfungsi untuk mengembangkan
keterampilan peserta belajar. Metode ini merupakan gabungan dari
role play dan diskusi kelompok.
c. Masyarakat luas
- Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan
pendidikan menengah ke atas. Seminar ini adalah suatu presentasi
dari suatu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topic yang di anggap
penting dan biasanya sedang ramai dibicarakandi masyarakat
(Fitriani, 2011)
- Ceramah
Metode ceramah adalah sebuah metode pengajaran dengan
menympaikan informasi secara lisan kepada sejumlah siswa/siswi,
yang pada umumnya mengikuti secara pasif (syah ,2000 dalam
kutipan simamora, 2009)
2.2.3.2 Dimensi tempat pelaksana
a. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran murid
b. Pendidikan kesehatan di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan
lainnya, dengan sasaran pasien dan juga keluarga pasien
c. Pendidikan kesehatan di tempat kerja dengan sasaran buruh atau
karyawan.
2.2.3.3 Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
Menurut leavel dan clark ada lima tingkat pencegahan yang dapat
dilakukan melalui pendidikan kesehatan, yaitu :
a. Peningkatan kesehatan
b. Perlindungan umum dan khusus
c. Diagnosis dini dn pengobatan segera secara adekuat
d. Pembatasan kecacatan
e. Rehabilitasi

2.3 Pengetahuan
2.3.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil “tahu” yang terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek. Pengindraan terjadi pada
manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba.
Sebagian besar dari pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting agar
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,2012)
2.3.2 Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo,2012 tingkat pengetahuan terdiri dari 6 tingkatan :
2.3.2.1 Tahu
Tahu merupakan tingkatan yang paling rendah, hal ini dikarenakan
seseorang hanya mampu mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Mengingat sesuatu kembali yang spesifik dari keseluruhan
bahan yng dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2.3.2.2 Memahami
Memahami artinya sebagai kemampuan menjelaskan secara benar
tentang suatu objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara kasar.
2.3.2.3 Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (Real).
2.3.2.4 Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya dengan satu sama lain.
2.3.2.5 Sintesis
Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, misalnya dapat menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada.
2.3.2.6 Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian didasarkan pada
kriteria tertentu.
2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam diri sendiri
2.3.3.1 Pendidikan
Pendidika merupakan suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun media massa.
Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengatahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh pada pendidikan
formal, tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
Pengetahuan seseorang tentang sesutau objek juga mengandung
dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek tersebut yang
akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, akan
membutuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.
2.3.3.2 Informasi/Media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun
non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (Immediate
impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan
pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media
massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang
inovasi baru.
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa
pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan
landasan kognitif baru lagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut.
2.2.3.4 Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu
fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang,
2.2.3.5 Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal
balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.
2.2.3.6 Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif
dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak menggunakan
banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan
masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan
usia ini.

2.3 Hubungan pendidikan Kesehatan dengan tingkat pengetahuan tentang


BHD
Pada korban henti jantung penting halnya untuk melakukan BHD
di menit-menit awal hal ini tentunya dapat meningkatkan angka korban
bertahan hidup sebanyak 4% dan pada korban napas spontan 40%. Menjadi
hal yang sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui dan paham
terkait BHD, untuk dapat memberikan pertolongan pada pasien ditempat
kejadian sampai petugas medis datang. Sebagian dari masyarakat ujung
tombak dari tim medis dimasa yang akan datang (Botha et al,2012).
Amiruddin,2010 menyatakan Ketidakmampuan masyarakat dalam
menangani korban gawat darurat disebabkan oleh beberapa faktor salah
satunya adalah pengetahuan. Dimana kita ketahui tpengetahuan
merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan
pertolongan awal korban kecelakaan. Kesalahan atau ketidaktepatan
pemberian pertolongan pertama pre hospital dalam melakukan
pertolongan dapat menyebabkan kecacatan atau kematian penderita gawat
darurat.
Salah satu upaya peningkatan pengetahuan adalah dengan
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah upaya menerjemahkan
apa yang telah diketahui tentang kesehatan ke dalam perilaku yang
diinginkan dari perorangan atau masyarakat melalui proses pendidikan
(Grout dalam Susilo Rakhmat, 2011).
Menurut jurnal keperawatan yang dilakukan oleh Izwandari Yunita
Sai dkk,2018 program studi keperawatan Fakultas Kedokteran
menyatakan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan dan simulasi
terhadap pengetahuan dan keterampilan pertolongan pertama pada siswa
yang mengalami sinkop di SMA 7Manado. Penelitian yang sama juga
dilakukan oleh Suharti Dahlan dkk, 2014 yang menyatakan ada pengaruh
pendidikan kesehatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) terhadap
tingkat pengetahuan tenaga kesehatan di Puskesmas Wori Kecamatan
Wori Kabupaten Minasaha.

Anda mungkin juga menyukai