Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh
perorangan, tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu
keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Status kesehatan dipengruhi oleh faktor biologik,
lingkungan dan pelayanan kesehatan. Faktor biologik merupakan faktor yang berasal dari
dalam individu atau faktor keturunan misalnya pada penyakit alergi (Mansjoer, 2000).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis
kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai
hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversible. Bronkitis kronis ditandai dengan
batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan
berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu
perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara
(Mansjoer, 2000).
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian.
Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis
pada tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan laporan ini adalah penulis mampu melakukan asuhan
keperawatan gawat darurat pada pasien dengan PPOK.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan PPOK.
b. Mahasiswa mampu menentukan masalah keperawatan pada pasien dengan
PPOK.
c. Mahasiswa mampu menetapkan dan menerapkan perencanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan PPOK.
d. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi dan menganalisa kasus pada pasien
dengan PPOK.

C. METODE
Metode penulisan asuhan keperawatan yaitu secara observasi, pemeriksaan fisik, tanya
jawab, dan studi dokumen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi
pergerakan udara dari dan ke luar paru. (Tamsuir,Anas,2008).
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah suat penyakit yang dikarakteristikkan oleh
adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubaan-perubahan patologi pada paru,
dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel
dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau
partike yang berbahaya. (GOLD, 2009)
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan
alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau
sputum yang diluar batas normal dalam variasi hari ke hari (GOLD, 2009).
Menurut beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit paru obstruksi
kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas
dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. Eksaserbasi
akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit
dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan sputum yang diluar
batas normal dalam variasi hari ke hari.

B. PATOFIOLOGI
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang berlangsung
bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu terjadinya PPOK ini adalah asma.
Hipersensitif yang terjadi karena bahan-bahan alergen menyebabkan terjadinya penyempitan
bronkus ataupun bronkiolus akibat bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi mukus
yang kental. Karena perubahan anatomis tersebut menyebabkan kesulitan saat melakukan
ekspirasi dan menghasilkan suara mengi. Apabila asma ini terus berlangsung lama, semakin
menyempitnya bronkus atau bronkiolus selama bertahun-tahun dapat menyebabkan PPOK
terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara menyebabkan perbesaran
kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel goblet akan meningkat jumlahnya, serta
fungsi silia menurun menyebabkan terjadinya peningkatan produksi lendir yang dihasilkan,
akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding
bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan
sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-
fungsi paru seperti ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami
gangguan.

C. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK),
antara lain :
1. Faktor Eksternal
a. Polusi udara (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
b. Asap rokok, (perokok pasif) kebiasaan merokok menahun (perokok aktif)
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik,
abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak
merokok. Resiko menderita PPOK tergantung pada umur orang tersebut mulai merokok,
jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.
Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-
gejala respiratorik dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga
mengakibatkan paru-paru “terbakar”. Merokok selama masa kehamilan juga dapat
mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat
mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
c. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil
energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya, sehngga
menyebabkan polusi dalam ruangan.
2. Faktor Internal
a. Asap rokok atau zat kimia berbahaya yang masuk ke saluran pernafasan kemudian
menyebabkan peradangan
b. Reaksi antigen-antibodi
c. Emosional : takut, cemas, dan tegang
d. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
e. Umur (semakin tua semakin berisiko)
f. Keletihan, kelelahan, malaise.

D. KLASIFIKASI / JENIS
1. Bronchitis Kronis
a. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan
mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis
dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut –
turut.
b. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu :
1) Infeksi : stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c. Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akan meningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal)
4) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru.
5) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
2. Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar.
b. Etiologi
Faktor tidak diketahui
1) Predisposisi genetik
2) Merokok
3) Polusi udara
c. Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10) Kelemahan
3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas.
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c. Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Wheezing,
3) Batuk Non Produktif
4) Takikardi
5) Takipnea
4. bronchopneumoni
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbecak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronchi dan meluas di
parenkim paru yang berdekatan disekitarnya. Bronchopneumoni disebut juga pneumonia
lobularis, yaitu radang paru- paru yang di sebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan lain-
lain.
Broncopneumonia dapat disebabkan oleh:
· Bakteri= streptococcus, straphylococcus, influenmza
· Virus= legionella pneumonia, virus influenza
· Jamur= aspergilus, candida albicons
· Aspirasi makanan, sekresi oropharing/isi lambung ke dalam paru
· Kongesti paru kronik
· Flora normal, hidrokarbon.
E. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara
lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid
untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1-2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, no RM/CM, tanggal masuk, dan
alasan masuk.
2. Pengkajian Primer
a. Airway
Napas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau berulangnya sulit napas (asma), rasa
dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernapas, batuk menetap dengan produksi
sputum setiap hari terutama pada saat bangun, episode batuk hilang timbul, biasanya
tidak produksi pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif ( emfisema),
thacipnea.
b. Breathing
Biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, napas
bibir ( emfisema ), penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi napas mungkin redup
dengan ekspirasi mengi, menyebar, lembut atau krekels lembab kasar, ronkhi, mengi
sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tidak adanya bunyi napas abnormal.
c. Circulation
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, distensi vena leher, edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung, bunyi jantung redup (yang
berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada).
d. Disability
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, dispnea saat istirahat, keletihan,
gelisah, kelemahan umum/kehilangan massa otot.
3. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat
mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan
utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan
riwayat kesehatan keluarga.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien
tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien PPOK
adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lama sampai bertahun-tahun dan semakin
berat setelah beraktivitas. Keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau, sesak
semakin bertambah, dan badan lemah.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan
sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan
otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lendir, dan sekresi yang sangat banyak
sehingga menyumbat jalan nafas.
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik
dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok, polusi udara, dan
paparan di tempat kerja.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-
kurangnya ada 3 hal, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu orang ke
orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan
dapat diketahui sumber penularannya.
2) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh konflik
keluarga atau orang terdekat.
3) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi
udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis,
melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik fokus pada klien dengan PPOK, yaitu :
1) Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas (sternokleidomastoid). Pada saat
inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat
udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang
dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut,
dispnea
terjadi pada saat beraktivitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan sehari-hari
seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif dengan sputum purulen
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
3) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan diafragma
mendatar/menurun.
4) Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
keparahan obstruktif pada bronkhiolus.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup hal berikut ini:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan,
efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Bersihan jalan napas NOC :  Beri pasien 6 sampai
tidak efektif b.d v Respiratory status : 8 gelas cairan/hari
bronkokontriksi, Ventilation kecuali terdapat kor
peningkatan produksi v Respiratory status : pulmonal.
sputum, batuk tidak Airway patency  Ajarkan dan berikan

efektif, v Aspiration Control dorongan penggunaan

kelelahan/berkurangn Kriteria Hasil : teknik pernapasan

ya tenaga dan infeksi v Mendemonstrasikan diafragmatik dan

bronkopulmonal. batuk efektif dan suara batuk.


 Bantu dalam
nafas yang bersih, tidak
pemberian tindakan
ada sianosis dan dyspneu
nebuliser, inhaler
(mampu mengeluarkan
dosis terukur.
sputum, mampu bernafas  Lakukan drainage
dengan mudah, tidak ada postural dengan
pursed lips) perkusi dan vibrasi
v Menunjukkan jalan pada pagi hari dan
nafas yang paten (klien malam hari sesuai
tidak merasa tercekik, yang diharuskan.
irama nafas, frekuensi  Instruksikan pasien
pernafasan dalam rentang untuk menghindari
normal, tidak ada suara iritan seperti asap
nafas abnormal) rokok, aerosol, suhu
v Mampu yang ekstrim, dan
mengidentifikasikan dan asap.
 Ajarkan tentang
mencegah factor yang
tanda-tanda dini
dapat menghambat jalan
infeksi yang harus
nafas
dilaporkan pada
dokter dengan segera:
peningkatan sputum,
perubahan warna
sputum, kekentalan
sputum, peningkatan
napas pendek, rasa
sesak didada,
keletihan.
 Berikan antibiotik
sesuai yang
diharuskan.
 Berikan dorongan
pada pasien untuk
melakukan imunisasi
terhadap influenzae
dan streptococcus
pneumoniae.
2. Pola napas tidak NOC :  Ajarkan klien latihan
efektifberhubungan v Respiratory status : bernapas diafragmatik
dengan napas Ventilation dan pernapasan bibir
pendek, mukus, NOC dirapatkan.
bronkokontriksi dan v Respiratory status :  Berikan dorongan

iritan jalan napas Airway patency untuk menyelingi

v Vital sign Status aktivitas dengan

Kriteria Hasil : periode istirahat.


 Biarkan pasien
v Mendemonstrasikan
membuat keputusan
batuk efektif dan suara
tentang perawatannya
nafas yang bersih, tidak
berdasarkan tingkat
ada sianosis dan dyspneu
toleransi pasien.
(mampu mengeluarkan  Berikan dorongan
sputum, mampu bernafas penggunaan latihan
dengan mudah, tidak ada otot-otot pernapasan
pursed lips) jika diharuskan.
v Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah (sistole
110-130mmHg dan
diastole 70-90mmHg),
nad (60-100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit))
3. Gangguan pertukaran v Respiratory status :  Deteksi
gasberhubungan Ventilation bronkospasme
dengan Kriteria Hasil : saatauskultasi .
ketidaksamaan v Frkuensi nafas normal  Pantau klien terhadap

ventilasi perfusi (16-24x/menit) dispnea dan hipoksia.


 Berikan obat-obatan
v Itmia
bronkodialtor dan
v Tidak terdapat
kortikosteroid dengan
disritmia
tepat dan waspada
v Melaporkan
kemungkinan efek
penurunan dispnea
sampingnya.
v Menunjukkan  Berikan terapi aerosol
perbaikan dalam laju sebelum waktu
aliran ekspirasi makan, untuk
membantu
mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi
paru mengalami
perbaikan.
 Pantau pemberian
oksigen
4. Intoleransi NOC :  Kaji respon individu
aktivitasberhubungan v Energy conservation terhadap aktivitas;
dengan v Self Care : ADLs nadi, tekanan darah,
ketidakseimbangan Kriteria Hasil : pernapasan
antara suplai dengan v Berpartisipasi dalam  Ukur tanda-tanda vital

kebutuhan oksigen aktivitas fisik tanpa segera setelah

disertai peningkatan aktivitas, istirahatkan

tekanan darah, nadi dan klien selama 3 menit

RR kemudian ukur lagi

v Mampu melakukan tanda-tanda vital.


 Dukung pasien dalam
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri menegakkan latihan
teratur dengan
menggunakan
treadmill dan
exercycle, berjalan
atau latihan lainnya
yang sesuai, seperti
berjalan perlahan.
 Kaji tingkat fungsi
pasien yang terakhir
dan kembangkan
rencana latihan
berdasarkan pada
status fungsi dasar.
 Sarankan konsultasi
dengan ahli terapi
fisik untuk
menentukan program
latihan spesifik
terhadap kemampuan
pasien.
 Sediakan oksigen
sebagaiman
diperlukan sebelum
dan selama
menjalankan aktivitas
untuk berjaga-jaga.
 Tingkatkan aktivitas
secara bertahap; klien
yang sedang atau tirah
baring lama mulai
melakukan rentang
gerak sedikitnya 2
kali sehari.
 Tingkatkan toleransi
terhadap aktivitas
dengan mendorong
klien melakukan
aktivitas lebih lambat,
atau waktu yang lebih
singkat, dengan
istirahat yang lebih
banyak atau dengan
banyak bantuan.
 Secara bertahap
tingkatkan toleransi
latihan dengan
meningkatkan waktu
diluar tempat tidur
sampai 15 menit tiap
hari sebanyak 3 kali
sehari.
5. Perubahan nutrisi NOC :  Kaji kebiasaan diet,
kurang dari v Nutritional Status : masukan makanan
kebutuhan food and Fluid Intake saat ini. Catat derajat
tubuhberhubungan Kriteria Hasil : kesulitan makan.
dengan dispnea, v Adanya peningkatan Evaluasi berat badan
kelamahan, efek berat badan sesuai dan ukuran tubuh.
samping obat, dengan tujuan  Auskultasi bunyi usus
 Berikan perawatan
produksi sputum dan v Berat badan ideal
oral sering, buang
anoreksia, mual sesuai dengan tinggi
sekret.
muntah. badan  Dorong periode
v Mampu istirahat I jam
mengidentifikasi sebelum dan sesudah
kebutuhan nutrisi makan.
v Tidak ada tanda tanda  Pesankan diet lunak,
malnutrisi porsi kecil sering,
Tidak terjadi penurunan tidak perlu dikunyah
berat badan yang berarti lama.
 Hindari makanan
yang diperkirakan
dapat menghasilkan
gas.
 Timbang berat badan
tiap hari sesuai
indikasi.
6. Kurang perawatan NOC :  Ajarkan
diriberhubungan v Self care : Activity of mengkoordinasikan
dengan keletihan Daily Living (ADLs) pernapasan
sekunder akibat Kriteria Hasil : diafragmatik dengan
peningkatan upaya v Klien terbebas dari aktivitas seperti
pernapasan dan bau badan berjalan, mandi,
insufisiensi ventilasi v Menyatakan membungkuk, atau
dan oksigenasi kenyamanan terhadap menaiki tangga
kemampuan untuk  Dorong klien untuk

melakukan ADLs mandi, berpakaian,

v Dapat melakukan dan berjalan dalam

ADLS dengan bantuan jarak dekat, istirahat


sesuai kebutuhan
untuk menghindari
keletihan dan dispnea
berlebihan. Bahas
tindakan penghematan
energi.
 Ajarkan tentang
postural drainage bila
memungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2009. Global Strategy for
diagnosis, management and prevention of crhonic obstructive lung disease. Spain:
Barcelona

Herdman Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC

NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction

Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.

Papadopoulos. 2011. Smoking Cessation Can Improve Quality of Life among COPD Patients:
Validation of The Cinical COPD Questionnaire into Greek. Retrieved Mei 11, 2014,
from BMC Pulmonary Medicine: http://www.biomedcentral.com/1471-2466/11/13.pdf

Price, S.A. dan Wilson L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi ke-6. Volume 1. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C. dan B.C Bare. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi ke-8. Volume 2. Jakarta :
EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 1. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.

Tamsuri, Anas .2008.Seri Asuhan Keperawtan Klien Gangguan Pernafasan.Jakarta : EGC

Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat
Inap Di RSUD SRAGEN. Sragen : Jurnal Keperawatan.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai