Anda di halaman 1dari 30

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Obat Asli Indonesia

Indonesia merupakan salah satu pemilik tanaman obat terbesar di dunia

dan bisa dikatakan sebagai laboratorium tanaman obat. Indonesia memiliki

sekitar 80% tanaman herbal dari seluruh total yang ada di dunia. Sekitar 35.000

jenis tumbuhan tingkat tinggi tumbuh di Indonesia dan sekitar 3500 diantaranya

telah dilaporkan sebagai tumbuhan obat.

Nenek moyang kita telah memanfaatkan kekayaan alam ini dengan sangat

bijaksana. mereka juga mendalami ilmu pengobatan dengan bahan alam sehingga

lahirlah para ahli pengobatan yang nantinya disebut tabib. Pengetahuan yang

dimiliki para tabib diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya. Para tabib

juga telah meramu berbagai herbal yang nantinya disebut jamu. Ilmu pengetahuan

yang diturunkan pun secara lisan.

Masuknya agama Hindu-Budha membawa perubahan besar dalam dunia

tulis menulis. Pada masa ini resep mulai ditulis, pencatatan nama tanaman dan

khasiatnya juga mulai dilakukan. pada awalnya pencatatan dilakukan pada batu,

lempeng tanah liat maupun lempeng logam. Cara penulisannya sama dengan cara

ditorehkan dengan benda tajam. Peninggalan ini nantinya kita kenal dengan

sebutan prasasti.
Budaya tulis menulis ini kemudian berkembang sehingga pencatatan mulai

menggunakan helaian daun lontar (Borrasus flabilifer) yang ditulis menggunakan

tinta dari tumbuhan. Bahasa yang digunakan pada saat itu adalah bahasa

Sansekerta, bahasa Jawa Kuno, bahasa Bali, bahasa Bugis kuno. Beberapa naskah

peninggalan berisikan tuntunan pengobatan :

1. Kitab Lontar

Kitab Lontar banyak ditemukan di Pulau Bali yang berisikan tata cara

pengobatan dasar para leluhur. Setiap helaian daun lontar memiliki panjang 30 cm

dan disatukan menggunakan tali yang akan membentuk sebuah rangkaian.

Penulisan daun lontar menggunakan aksara Bali (meskipun ada juga yang ditulis

dengan aksara Lontara bahasa Bugis kuno). Kitab Lontar ini bersifat sangat sakral

dan membutuhkan penanganan khusus dalam penyimpanan. Kitab lontar tersebut

disimpan dalam peti kayu yang dihiasi dengan ukiran khas Bali.

Kitab lontar ditulis secara khusus oleh para Balian atau pengobat

tradisional Bali. Para Balian selayaknya tabib memiliki ilmu khusus yang

disebut Taksu atau kesaktian yang dapat digunakan untuk menyembuhkan

penyakit. Para Balian sangat dihormati karena selain memiliki kemampuan khusus

juga harus memahami kitab Tutur Buda Kecapi yang berisi tentang etika seorang

Balian. Para Balian juga diwajibkan menjalani brata atau puasa dan juga

melakukan upacara pembersihan diri. Para Balian juga harus mendapatkan ijin

atau restu dari dewi ilmu pengetahuan "Hyang Aji Saraswati" dengan cara

bersembahyang di Pura suci.


Usada : Ilmu Pengobatan

Beberapa peninggalan Kitab Lontar naskah Bali diantaranya :

 Kitab Lontar Usada Ila (tentang pengobatan penyakit lepra)

 Kitab Lontar Usada Kurantobolong (tentang petunjuk dan pengobatan

bagi penyakit yang menyerang anak kecil)

 Kitab Lontar Usada Carekan Tingkeb (tentang kumpulan jenis-jenis

tanaman obat dan kegunaannya)

 Kitab Lontar Usada Tua (tentang petunjuk dan resep pengobatan yang

menyerang generasi tua)

 Kitab Lontar Usada Dalem (tentang ramuan dan tata cara pengobatan

penyakit dalam)

 Kitab Lontar Taru Pramana (tentang khasiat dari tanaman obat)

2. Naskah Kitab

Selain dalam Kitab Lontar, bukti sejarah tentang pengobatan asli Indonesia

juga tersimpan rapi dalam kitab yang ditulis oleh Mpu, dan juga naskah publikasi

yang ditulis oleh para ilmuwan. Kitab yang ditulis para Mpu lebih banyak

menceritakan kehidupan pada masanya, akan tetapi juga terselip beberapa cerita

tentang prosesi pengobatan yang dilakukan oleh para ahli botani yang melakukan

penelitian dan eksplorasi terhadap kemanfaatan tanaman obat asli Indonesia.

Beberapa naskah peninggalan :


 Naskah Kakawin Bhomawkaya ( oleh Mpu Dharmaja, pada tahun 1115-

1130M)

 Naskah Gatotkaca Sraya (oleh Mpu Panuluh, pada tahun 1130-1157M)

 Naskah Sumanasantaka (oleh Mpu Monaguna, pada tahun 1104-an M)

 Kitab Lubdhaka (oleh Mpu Tanakung, pada tahun 1466-1478M)

 Kidung Harsawijaya (kumpulan syair lagu pada era kerajaan Singosari,

pada tahun 1222-1292M)

 Kidung Sunda (kumpulan syair lagu menceritakan tentang Hayam

Wuruk, pada tahun 1540M)

3. Naskah Peninggalan Keraton

Berasal dari daerah Jawa dan Yogyakarta.

 Serat Primbon Jampi Jawi (oleh Sri Sultan Hamengku Buwono II, thn

1792-1828M berisi 3000 resep jamu)

 Serat Centhini (tentang tata cara pengobatan alami di Jawa, thn 1814M)

 Serat Primbon Jampi (rangkaian doa, mantra juga obat-obatan dari alam)

 Serat Primbon Sarat ("isarat warna-warni" ditulis oleh Raden Atmasupana,

tentang persyaratan agar dapat hidup sehat)

 Serat Kwaruh (dibuat pada thn 1858, berisi 1734 jenis ramuan jamu jawa)

Selain ketiga jenis peninggalan tersebut di atas, masuknya bangsa Eropa ke

Nusantara juga membawa pengaruh besar dalam perkembangan obat asli

Indonesia, publikasi mengenai tanaman obat, khasiat dan cara penggunaannya

mulai bermunculan dengan menggunakan kertas dan menggunakan bahasa latin.


Berikut bukti buku-buku peninggalan yang ditulis pertama kali mengenai obat asli

Indonesia :

 Historia Naturalist et Medica Indiae (oleh Yacobus Bontius di Maluku,

thn 1627M berisi 60 jenis tumbuhan Indonesia beserta pemanfaatannya)

 Herbarium Amboinense (oleh Gregorius Rumphius di Maluku, tahun

1741-1755M tentang pemanfaatan tumbuhan dalam pemeliharaan

kesehatan dan fungsinya dalam mengobati penyakit)

 Monograf Tumbuhan Obat di Jawa (oleh M. Horsfield, tahun 1816M

terbit di Jakarta)

 Het Javaanese Reseptenboek (oleh Van Hein, tahun 1872M tentang

resep pengobatan Jawa Kuno menggunakan tanaman obat)

 Indische Planten en haar Geneeskracht (oleh KloppenburgVersteegh di

Semarang, tahun 1907M tentang informasi penggunaan tumbuhan obat

yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam pengobatan penyakit)

 De Nuttige Planten Van N.I (oleh M. Heyne, thn 1927M tentang

informasi berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh dan berkembang di

Indonesia)

Juga peninggalan relief-prasasti, seperti :

 Relief Candi Borobudur : Tahun 772M di Magelang-Jawa Tengah, pada

salah satu reliefnya terpahat berbagai jenis tanaman obat yang biasa

dimanfaatkan masyarakat diantaranya yaitu kecubung-Datura metel, mojo-

Aegle marmelos, lontar-Borassus flabilifer dan relief lainnya adalah


lukisan proses percikan jamu dan aktivitas minum jamu. Selain itu juga

terdapat relief yang menggambarkan pemakaian lulur dalam proses

pemijatan.

 Prasasti Madhawapura : peninggalan kerajaan Hindu Majapahit. Dalam

prasasti ini terdapat tulisan yang mengisahkan tentang tukang meracik

jamu yang disebut "acaraki".

B. Pengertian Obat

Obat adalah semua bahan tunggal/campuran yang dipergunakan oleh semua

makhluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan

menyembuhkan penyakit. Sedangkan, menurut undang-undang, pengertian

obatadalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam

menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan

penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada

manusia atau hewan termasuk untuk memperelok tubuh atau bagian tubuh

manusia.

C. Dasar hukum obat asli Indonesia

- Obat asli indonesia Undang-undang RI No.7 tahun 1963 tentang farmasi

Adalah obat-obat yang di dapat langsung dari bahan-bahan alamiah di

indonesia,terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan di pergunakan

dalam pengobatan tradisional.


- Pengobatan Tradisional Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang

kesehatan

Adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatannya

yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun dan diterapkan

sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

- Obat Tradisional Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.

179/Men.Kes/Per/VII/1976 Tentang Produksi dan Distribusi Obat Tradisional

Adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan,

hewan, mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran bahan-bahan tersebut

yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan

berdasarkan pengalaman.

- Obat Tradisional Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 246/Men.Kes/Per/V/1990

Tentang Izin Usaha OIT dan Pendaftaran O.T dan Undang-undang RI No. 23

Tahun 1992 Tentang Kesehatan

Adalah bahan atau ramuan bahan, yang berupa bahan, yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman.

D. Bahan Baku Obat Tradisional

Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan dalam pengobatan tradisional atau

pengobatan alternatif dapat berupa :


1. Bahan mentah atau simplisia yang dapat berupa bahan segar, serbuk

kering atau diformulasi

2. Ekstrak yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan, tingtur,

galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup,

 Bahan Mentah atau Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga. Simplisia dapat berupa bahan segar

atau serbik kering yang sesuai dengan standar farmakope.Simplisia dapat berupa

simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang secara spontan

keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya.

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian

hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat

kimia murni.

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan

pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana

dan belum berupa zat kimia murni.

Perbedaan antara simplisia yang tumbuh secara liar dengan simplisia yang

dibudidaya sangat nyata. Penanaman dan pertumbuhan tanaman-tanaman obat

harus terpelihara dengan baik, ini disebabkan banyak pula tanaman-tanaman yang
tumbuh secara liar, sedangkan pengumpulan simplisia dari tanaman-tanaman obat

yang dibudidayakan dengan baik akan merupakan pengumpulan bahan-bahan obat

yang terjamin kualitasnya, lain dengan pengumpulan simplisia dari tanaman-

tanaman liar selain kurang memuaskan (kemungkinan tercampur dengan bahan

tanaman lain), juga ada kemungkinan akan keliru pengambilannya, yang dikiranya

dari spesies yang diperlukan tapi kenyataannya karena mirip atau sefamili tetapi

lain genus.

Ada beberapa perbedaan yang mendasar dari simplisia yang tumbuh secara

liar dan simplisia yang tumbuh secara budidaya, yaitu :

Dari segi tempat tumbuhnya.Simplisia yang tumbuh secara budidaya

hanya terdapat didaerah tertentu sedangkan secara liar dapat tumbuh dimana saja.

Dari segi pengambilan.Untuk simplisia yang secara liar, pengambilaannya

dinamakan pengumpulan sedangkan untuk simplisia yang secara budidaya

dinamakan panen.

Dari segi kandungan kimiaUntuk simplisia yang dibudidaya faktor

kandungan kimianya distandarisasi karena memiliki unsur hara yang sama

dibeberapa tempat karenadikulturkan sedangkan simplisia liar tidak memiliki

kandungan kimia yang sama tergantung unsur dari tanah tersebut.

Dari segi ekonomiSimplisia budidaya mahal sedangkan simplisia liar

realtif murah.
E. Faktor-faktor Penentu Kualitas Simplisia

Menurut Gunawan (2010), kualitas simplisia dipengaruhi oleh dua faktor

antara lain sebagai berikut:

a. Bahan Baku Simplisia Berdasarkan bahan bakunya, simplisia bisa

diperoleh dari tanaman liar dan atau dari tanaman yang dibudidayakan.

Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikan bahan simplisia jika

dibandingkan dengan hasil budidaya, karena simplisia yang dihasilkan

mutunya tidak seragam.

b. Proses Pembuatan Simplisia Dasar pembuatan simplisia meliputi

beberapa tahapan, yaitu:

1) Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen tidak tepat

dan berbeda-beda. Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang

dipanen berpengaruh pada kadar senyawa aktif. Ini berarti bahwa

mutu simplisia yang dihasilkan sering tidak sama, karena umur saat

panen tidak sama.

2) Jenis (Species) tumbuhan yang dipanen sering kurang diperhatikan,

sehingga simplisia yang diperoleh tidak sama. Contoh pada Rasuk

angin (Usnea sp.) bila diperhatikan dapat dipisahkan menjadi

3 Usnea Sering juga terjadi kekeliruan dalam menetapkan suatu

jenis tumbuhan, karena dua jenis tumbuhan dalam satu marga

(genus) sering mempunyai bentuk morfologis yang sama. Untuk

itu pengumpul harus merupakan seorang ahli atau berpengalaman

dalam mengenal jenis-jenis tumbuhan. Perbedaan jenis tumbuhan


akan memberikan perbedaan pada kandungan senyawa aktif, yang

berarti mutu simplisia yang dihasilkan akan berbeda pula.

3) Lingkungan tempat tumbuh yang berbeda seringkali

mengakibatkan perbedaan kadar kandungan senyawa aktif.

Pertumbuhan tumbuhan dipengaruhi tinggi tempat, keadaan tanah

dan cuaca.

Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku

tanaman dilakukan sebagai berikut:

− Biji

Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya

buah atau sebelum semuanya pecah.

− Buah

waktu pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan

yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah, seperti perubahan

tingkat kekerasan misalnya labu merah (Cucurbita moschata). Perubahan

warna, misalnya asam (Tamarindus indica) , kadar air buah, misalnya

belimbing wuluh (Averrhoe belimbi), jeruk nipis (Citrus aurantifolia),

perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucumis

sativus),pare (Momordica charantia).

− Bunga

Panen dapat dilakukan saat menjelang penyerbukan, saat bunga

masih kuncup (seperti pada Jasminum sambac, melati), atau saat bunga

sudah mulai mekar (misalnya Rosa sinensis, mawar).


− Daun atau herba

Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis

berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai

berbunga atau buah mulai masak. Untuk mengambil pucuk daun,

dianjurkan dipungut pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun

tua.

− Kulit batang

Tumbuhan yang pada saat panen diambil kulit batang,

pengambilan dilakukan pada saat tumbuhan telah cukup umur. Agar pada

saat pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan

pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang

musim kemarau.

−Umbi lapis

Panen umbi dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum

dan pertumbuhan pada bagian di atas berhenti. Misalnya bawang merah

(Allium cepa).

− Rimpang

Pengambilan rimpang dilakukan pada saat musim kering dengan

tanda-tanda mengeringnya bagian atas tumbuhan. Dalam keadaan ini

rimpang dalam keadaan besar maksimum.

− Akar
Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau

tanaman sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap akar

umumnya akan mematikan tanaman yang bersangkutan.

F. Sumber bahan baku

Sumber bahan baku dalam artian simplisia berasal dari alam yang

tumbuhnya ada yang secara liar dan ada pula yang dibudidaya. Jika secara liar

dengan cara pengumpulan dan jika secara budidaya dengan cara panen. Yang

kemudian dilakukan pengolahan bahan baku obat tradisional. Pengolahan bahan

baku obat tradisional terdiri atas;

1. Pengumpulan/panen

2. Sortasi basah

3. Pencucian

4. Pengeringan

5. Sortasi kering

6. Perajangan

7. Pengepakan dan Penyimpanan

1) Pengumpulan/panen

Pemanenan dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan alat

maupun menggunakan mesin. Dalam hal ini ketrampilan pemetik

diperlukan agar diperoleh simplisia yang benar, tidak tercampur dengan

bagian lain dan tidak merusak tanaman induk. Pemilian terhadap peralatan

untuk pemanenan juga perlu dilakukan, seperti penggunaan mesin


berbahan logam sebaiknya tidak digunakan karena akan merusak senyawa

aktif simlplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya. Cara

pengambilan bagian tanaman untuk pembuatan simplisia dapat dilihat

pada table beriku :

Tabel 1

Bagian tanaman, cara pengumpulan dan kadar air simplisia.

No. Bagian Cara Pengumpulan Kadar Air


Tanaman Simplisia

1 Kulit Batang Dari batang utama dan


cabang, dikelupas dengan
ukuran panjang dan lebar
tertentu ;untuk kulit batang 10%
mengandung minyak atsiri/
golongan senyawa fenol
digunakan alat pengelupas
bukan logam.

2 Batang Dari cabang dipotong-


potong dengan panjang
tertentu dan diameter 10%
cabang tertentu.

3 Kayu Dari batang atau cabang,


dipotong kecil atau
diserut(disugu) setelah 10%
dikelupas kulitnya.

4 Daun Tua dan muda (daerah 5%


pucuk), dipetik dengan
tangan satu persatu.
5 Bunga Kuncup atau bunga mekar
atau mahkota bunga,
dipetik dengan tangan. 5%

6 Pucuk Pucuk berbunga; dipetik


dengan tangan
(mengandung daun muda 8%
dan bunga).

7 Akar Dari bawah permukaan 10%


tanah, dipotong dengan
ukuran tertentu.

8 Rimpang Dicabut, dibersihkan dari


akar; dipotong melintang
dengan ketebalan tertentu. 8%

9 Buah Masak, hampir masak, 8%


dipetik dengan tangan.

10 Biji Buah dipetik:dikupas kulit


buahnya dengan pisau atau
menggilas, kemudian biji 10%
dikumpulkan dan dicuci.

11 Kulit Buah Seperti biji, kulit buah 8%


dikumpulkan dan dicuci.

12 Bulbus Tanaman dicabut, bulbus


dipisah dari daun dan akar
dengan cara dipotong -
kemudian dicuci.

2) Sortasi basah

Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih

segar. Sortasi dilakukan terhadap:

− Tanah atau kerikil,


− Rumput-rumputan

− Bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak

digunakan, dan − Bagian tanaman yang rusak (dimakan ulat atau

sebagainya).

3) Pencucian

Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat,

terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan

yang tercemar peptisida. Pencucian bisa dilakukan dengan menggunakan air

yang berasal dari beberapa sumber sebagai berikut :

- Mata air

Pencucian yang dilakukan dengan menggunakan air yang berasal dari mata air

harus memperhatikan kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh adanya

mikroba dan pestisida.

- Sumur

Pencucian menggunakan air sumur perlu memperhatikan pencemaran yang

mungkin timbul akibat mikroba dan air limbah buangan rumah tangga.

- PAM

Pencucian menggunakan fasilitas air PAM (ledeng) sering tercemar oleh kapur

khlor.

Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah

mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian

kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat


bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat

mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air

adalah Pseudomonas, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, dan

Escherichia.Sebelum pencucian kadang-kadang perlu dilakukan proses

pengupasan kulit luar, terutama untuk simplisia-simplisia yang berasal dari

kulit batang, kayu, buah, biji, rimpang dan bulbus.

4) Pengeringan

Proses pengeringan simplisia, memiliki tujuan sebagai berikut :

a) Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah

ditumbuhi kapang dan bakteri.

b) Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut

kandungan zat aktif.

c) Memudahkan dalam hal pengelolaan proses selanjutnya (ringkas,

mudah disimpan, tahan lama, dan sebagainya).

Cara pengeringan bahan-bahan tertentu dijelaskan sebagai berikut :

Untuk bahan berupa akar, pengeringan dilakukan dengan cara dirajang atau

dipotong-potong pendek, kemudian dijemur dibawah sinar matahari. Oleh karena

akar merupakan bahan yang keras maka sebaiknya dijemur dibawah sinar

mataharilangsung atau tanpa pelindung.

Untuk bahan berupa buah seperti jeruk bisa dibelah terlebih dahulu, baru

dijemur. Dapat pula buah diperam (misalnya asam), baru dijemur. Sementara

untuk buah Pala (Myristica fragrans) atau cabai merah bisa langsung dijemur atau
dioven. Syarat pengeringan menggunakan oven adalah panasnya tidak boleh lebih

dari 60oC.

Untuk bahan berupa bunga hanya diangin-anginkan ditempat yang teduh

atau jika menggunakan oven maka suhu diatur rendah sekitar 25-35oC.

Untuk bahan berupa kulit batang umumnya dibelah terlebih dahulu, diserut

atau dipecah, kemudian langsung dijemur dibawah matahari langsung.

Untuk bahan berupa rimpang harus dirajang terlebih dahulu untuk

memperluas permukaan, kemudian dijemur dibawah matahari tidak langsung

(ditutup kain hitam). Tujuannya untuk menghindari penguapan yang terlalu cepat

yang dapat berakibat menurunkan mutu minyak atsiri didalam bahan. Penjemuran

tidak langsung bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan pancaran

gelombang ultraviolet.

Bahan-bahan eksudat seperti getah (opium dan sebagainya), daging daun

lidah buaya, dan biji jarak yang akan diambil minyak lemaknya tidak perlu

dilakukan proses pengeringan.

Untuk bahan berupa daun atau bunga yang akan diambil minyak atsirinya

maka cara pengeringan yang dianjurkan adalah menghindari penguapan terlalu

cepat dan proses oksidasi udara.

Untuk tanaman rendah, misalnya lumut, jamur, thallus, agar-agar dan

rerumputan laut dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari. Setelah

kering disimpan dalam kantung kedap udara.


Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang,

pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara

alami dan buatan.

1. Pengeringan Alamiah.

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman

yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan, yakni :

a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk

mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu,

biji dan lain sebagainya serta mengandung senyawa aktif yang stabil.

Pengeringan dengan sinar matahari banyak dipraktekkan di Indonesia,

yang mana merupakan salah satu cara dan upaya yang murah dan praktis.

Pengeringan ini dilakuan dengan cara membiarkan bahan yang dipotong

di udara terbuka diatas tampah-tampah, tanpa kondisi yang terkontrol,

seperti suhu kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan

pengeringan sangat tergantung pada keadaan iklim, sehingga cara ini

hanya tepat dilakukan di daerah yang udaranya panas atau kelembabannya

rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat

memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberikan kesempatan

pada kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia

tersebut kering.
b. Dengan diangin-anginkan tidak dipanaskan dengan sinar matahari

langsung.Cara ini merupakan cara utama yang digunakan untuk

mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun dan lain

sebagainya serta mengandung senyawa aktif yang mudah menguap.Pada

kedua cara tersebut, tempa pengeringan mempunyai dasar-dasar

berlubang seperti anyaman bambu, kain kasa dan lain sebagainya.

Umumnya dasar tempat pengeringan tersebut bukan dari logam karena

logam akan bereaksi dan merusak senyawa aktif tertentu. Letak

pengeringan juga diatur sehingga memungkinkan terjadinya aliran udara

dari atas kebawah atau sebaliknya. Ini berarti bahwa simplisia yang

dikeringkan harus dihamparkan setipis mungkin diatas tempat

pengeringan dan di bawah tempat pengeringan diberi jarak tertentu

dengan lantai atau dengan pengering dibawahnya sehingga

memungkinkan terjadinya sirkulasi udara.

2. Pengeringan Buatan.

Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan

denganpengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya

dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah udara dipansakan oleh

suatu sumber panas seperti lampu, kompor, listrik, atau mesin diesel, udara

panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi

bahan-bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan diatas rak-rak

pengering. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang

mudah, murah, sederhana dan praktis dengan hasil yang cukup baik. Cara
yang lain misalnya dengan menempatkan bahan-bahan yang akan

dikeringkan diatas pita atau ban berjalan dan melewatkannya melalui suatu

lorong atau ruangan yang berisi udara yang telah dipanaskan dan diatur

alirannya.

Dengan menggunakan pengering buatan dapat diperoleh simplisia

dengan mutu yang lebih baik, karena pengeringan akan lebih merata dan

waktu pengeringan akan lebih cepat tanpa dipengaruhi oleh keadaan

cuaca. Sebagai contoh misalnya kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari

untuk penjemuran dengan menggunakan sinar matahari sehingga diperoleh

simplisia kering dengan kadar air 10 sampai 12 %, dengan menggunakan

suatau alat pengering buatan dapat diperoleh simplisia dengan kadar air

yang sama dalam waktu 6-8 jam.

Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung

pada jenis simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa

jenis simplisia yang dapat tahan lama jika kaar airnya diturunkan 4 sampai

8 %, sedangkan simplisia lainnya mungkin masih dapat tahan selama

penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.

5) Sortasi Kering.

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahapan akhir dari

pembutan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-benda asing

seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain

yang yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan
sebelum simplisia dibungkus untuk kemudiandisimpan. Seperti halnya dengan

sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan cara mekanik. Pada simplisia

berbentuk rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Dengan demikian pula

adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lainnya yang tertinggal

harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

A. Perajangan

Perajangan padabahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses

pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan

langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1hari. Perajangan

dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus. Sebagai contoh

suatu alat yang disebut RASINGKO (perajang singkong) yang dapat digunakan

untuk merajang singkong atau bahan lainnya sampai ketebalan 3mm atau lebih.

Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air,

sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis

juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah

menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh

karena iu, bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur, dan

bahan sejenis lainnya dihindari dari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah

kurangnya kadar minyak atsiri. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk

mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan

dilakukan dengan sinar matahari.

7) Pengepakan dan Penyimpanan.


Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai

faktor luar maupun dalam, antara lain :

1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat

menimbulkan Perubahan kimia pada simplisia,

misalnya isomerisasi, rasemisasi dan sebagainya.

2. Oksigen udara : Senyawa tertentu pada simplisia dapat mengalami

perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi

oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh pada

bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat

berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan

lain sebagainya.

3. Reaksi Kimia : Perubahan kimiawi pada simplisia yang dapat disebabkan

Intern oleh reaksi kima intern, misalnya oleh

enzim,polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.

4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia,

maka simplisia secara perlahan-lahan akan kehilangan

sebagian airnya sehingga semakin lama semakin

mengecil (kisut).

5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila

disimpan dalam wadah terbuka akan menyerap lengas

udara sehingga menjadi kempal, basah atau mencair

(lumer).
6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh

berbagai sumber, misalnya debu atau pasir, ekskresi

hewan, bahan-bahan asing(misalnya minyak yang

tumpah) dan fragmen wadah (karung goni).

7. Serangga : Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran

pada simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupun oleh

bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa

kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa

seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman

benang bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan

sebagainya.

8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka

simplisia dapat berkapang. Kerusakan yang timbul

tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga

akan merusak susunan kimia, zat yang dikandung dan

malahan dari kapangnya dapat mengeluarkan toksin

yang dapat menganggu kesehatan.

Selama penyimpanan kemungkinan bisa terjadi kerusakan pada simplisia,

kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran mutu, sehingga simplisia

yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, pada

penyimpanan simplisia perlu diperhatikan hal yang dapat menyebabkan kerusakan

pada simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan,


persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu serta cara

pengawetannya. Penyebab utama pada kerusakan simplisia yang utama adalah air

dan kelembaban. Untuk dapat disimpan dalam waktu lama, simplisia harus

dikeringkan terlebih dahulu sampi kering, sehingga kandungan airnya tidak lagi

dapat menyebabkan kerusakan pada simplisia.

Cara menyimpan simplisia dalam wadah yang kurang sesuai

memungkinkan terjadinya kerusakan pada simplisia karena dimakan kutu atau

ngengat yang temasuk golongan hewan serangga atau insekta. Berbagai jenis

serangga yang dapat menimbulkan kerusakan pada hampir semua jenis simplisia

yang berasal dari tumbuhan dan hewan, biasanya jenis serangga tertentu merusak

jenis simplisia tertentu pula. Kerusakan pada penyimpanan simplisia yang perlu

mendapatkan perhatian juga ialah kerusakan yang ditimbulkan oleh hewan

pengerat seperti tikus.

Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan

penggunaan pengemasan. Bahan dan bentuk pengemasannya harus sesuai, dapat

melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia dan dengan memperhatikan

segi pemanfaatan ruang untuk keperluan pengangkutan maupun penyimpanannya.

Wadah harus bersifat tidak beracun dan tidak bereaksi(inert) dengan

isinya sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpangan rasa,

warna, bau dan sebagainya pada simplisia. Selain itu wadah harus melindungi

simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga serta mempertahankan

senyawa aktif yang mudah menguap atau mencegah pengaruh sinar, masuknya
uap air dan gas-gas lainnya yang dapat menurunkan mutu simplisia. Untuk

simplisia yang tidak tahan terhadap sinar, misalnya yang banyak mengandung

vitamin, pigmen atau minyak, diperlukan wadah yang melindungi simplisa

terhadap cahaya, misalnya aluminium foil, plastic atau botol yang berwarna gelap,

kaleng dan lain sebagainya.

Bungkus yang paling lazim digunakan untuk simplisia adalah karung

goni. Sering juga digunakan karung atau kantong plastik, peti atau drum dari kayu

atau karton. Beberapa jenis simplisia terutaman yang berbentuk cairan dikemas

dalam botol atau guci porselen. Simplisia yang berasal dari akar, rimpang, umbi,

kulit akar, kulit batang, kayu, daun, herba, buah, biji dan bunga sebaiknya

dikemas pada karung plastik. Simplisia dari daun atau herba umumnya

dimampatkan terlebih dahulu dalam bentuk yang padat dan mampat, dibungkus

dalam karung plastik dan dijahit. Untuk keperluan perdagangan dan ekspor

simplisia dalam bungkus plastik tersebut berbobot antara 50 sampai 125 kg tiap

bal.

Simplisia yang mudah menyerap air, udara perlu dibungkus rapat untuk

mencegah terjadinya penyerapan kelembaban tersebut. Sesudah dikeringkan

sampai cukup kering di bungkus dengan karung atau kantong plastic, dalam peti

drum atau kaleng besi berlapis. Pada penyimpanannya, simplisia tersebut

dimasukkan dalam wada yang tertutup rapat dan seringkali perlu diberi kapur

tohor sebagai bahan pengering.


Gom dan damar dikemas dalam wadah drum, peti yang terbuat dari

karton, kayu atau besi berlapis sedangkan simplisia aroma atau baunya perlu

dipertahankan, harus dikemas dalam peti kayu berlapis timah.

Kaleng atau aluminium dapat digunakan sebagai wadah untuk simplisia

keringterutama jika diperlukan penutupan secara vakum. Akan tetapi kaleng dan

bahan aluminium bersifat korosif dan mudah bereaksi dengan bahan yang

disimpan di dalamnya, sehingga kaleng atau aluminium biasanya harus diberi

lapisan khusus misalnya lapisan oleoresin, vinil, malam ataupun bahan yang

lainnya. Sifat wadah gelas yang mengguntungkan adalah tidak beraksi, tetapi

penggunaan wadah gelas terbatas, karena gelas mudah pecah dan berat, sehingga

menyulitkan dalam pengangkutan. Kertas dan karton tidak dapat digunakan

sebagai pembungkus simplisia secara sempurna oleh karena itu, biasanya bahan

pembungkus kertas perlu dilapis lagi dengan lilin, damar, atau plastik untuk

mencegah keluar masuknya gas dan uap air. Plastik biasanya digunakan untuk

membungkus simplisia kering, tetapi penggunaan plastik tidak tahan panas dan

mudah menguap. Sekarang ini, aluminium foil mulai banyak digunakan karena

sifatnya mengguntungkan, diantaranya mudah dilipat, ringan serta dapat

mencegah keluar masuknya air dan zat-zat yang mudah menguap lainnya.

Penyimpanan simplisia kering, biasanya dilakukan pada suhu kamar

(15 sampai 30 , tetapi dapat pula dilakukan ditempat sejuk (5 sampai 15 ), atau

tempat dingin (0 sampai 5 ), tergantung dari sifat dan ketahanan simplisia

tersebut. Kelemaban udara di ruang penyimpanan simplisia kering, sebaiknya

diusahakan serendah mungkin untuk mencegah terjadinya penyerapan uap air. Di


Indonesia daun tembakau dikemas dalam keranjang bambu yang bagian dalamnya

diberi lapisan pelepah daun pisang yang telah dikeringkan.

Simplisia harus disimpan didalam ruangan penyimpanan khusus atau

dalam gudang simplisia, terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya maupun

alat-alat. Gudang simplisia harus mempunyai bentuk dan ukuran yang sesuai

dengan fungsinya, dibuat dengan konstruksi permanen yang cukup kuat dan

dipelihara dengan baik. Gudang harus mempunyai ventilasi udara yang cukup

baik dan bebas dari kebocoran dan kemungkinan kemasukan air hujan. Perlu

dilakukan pencegahan kemungkinan kerusakan simplisia yang ditimbulkan oleh

hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan simplisia yang

disimpan. Untuk mencegah tertariknya serangga pemakan simplisia ataupun lalat

dan nyamuk, gudang harus bersih dan bebas dari sampah. Untuk mencegah

masuknya tikus ke dalam gudang simplisia, sedapat mungkun lubang ventilasi,

lubang-lubang saluran air dan lubang-lubang lainnya diberi tutup yang sesuai

seperti kasa kawat atau yang lainnya.

Cara penyimpanan simplisia dalam gudang harus diatur sedemikian rupa,

sehingga tidak menyulitkan pemasukan dan pengeluaran bahan simplisia yang

disimpan. Untuk simplisia yang sejenis, harus diberlakukan prinsip “ pertama

masuk, pertama keluar ”, untuk itu perlu dilakukan administrasi pergudangan

yang teratur dan rapi. Semua simplisia dalam bungkus atau wadahnya masing-

masing harus diberi label dan dicantumkan nama jenis, asal bahan, tanggal

penerimaan, dan pemasukan dalam gudang. Dalam jangka waktu tertentu

dilakukan pemeriksaan gudang secara umum, dilakukan pengecekkan dan


pengujian mutu terhadap semua simplisia yang dipandang perlu. Simplisia yang

setelah diperiksa ternyata tidak lagi memenuhi syarat yang ditentukan misalnya

tumbuh kapang, dimakan serangga, berubah warna, berubah bau dan lain

sebagainya dikeluarkan dari gudang dan dibuang.

G. Pemeriksaan Mutu

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau

pembeliannya dari pengumpul atau pedagang simplisia. Agar diperoleh simplisia

dengan mutu yang mantap, seyogyanya disediakan contoh pada tiap-tiap simplisia

dengan mutu yang pasti dan memenuhi syarat yang mana dapat dipergunakan

sebagai pembanding simplisia. Pada tiap-tiap penerimaan atau pembelian

simplisia tertentu diperlukan pengujian mutu yang dicocokkan dengan simplisia

pembanding. Contoh simplisia pembanding tersebut disimpan pada tempat secara

khusus untuk menjaga mutunya, dan setiap jangka waktu tertentu diperiksa

kembali mutunya dan apabila kedapatan penurunan mutu maka perlu dilakukan

pergantian simplisa pembanding ang baru.

Secara umum, simplisia yang tidak memenuhi syarat seperti kekeringan,

ditumbuhi kapang, mengandung lendir, sudah berbau dan berubah warna,

berserangga atau termakan serangga harus dilakukan penolakan oleh

penerimanya. Pada pemeriksaan mutu simplisia, pemeriksaan dilakukan dengan

cara organoleptik, makroskopik, mikroskopik atau dengan cara kimia. Beberapa

jenis simplisia tetentu ada yang perlu diperiksa dengan uji mutu secara biologi.
Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan

menggunakan indera manusia dengan cara mengamati bentuk, warna dan bau

simplisia. Ada kalanya membutuhkan alat optik berupa kaca pembesar maupun

mikroskop. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan

pemeriksaan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop dengan mengamati

ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia dan

pemeriksaan untuk menetapkan mutu berdasarkan senyawa aktif.

Sebelum disortir, sebaiknya simplisia diayak atau ditampi dulu untuk

membuang debu/ pasir yang terikut pada simplisia. Besar kcilnya lubang ayakan

disesuaikan dengan ukuran simplisia, misalnya ayakan untuk jinten hitam dan

ayakan unyuk kulit kina harus berbeda. Untuk memisahkan bahan organik asing

dapat dilakukan sortasi manual dengan menggunakan tangan.

Cara mencegah kerusakan simplisia pada penyimpanan, terutama adalah

memperhatikan dan menjaga kekeringan. Untuk itu pembungkusan dan

pewadahan simplisia harus disesuaikan dengan sifat fisika dan kimia dari

simplisia tersebut. Simplisia yang dapat menyerap uap air/ udara, dimasukkan

atau dibungkus dalam wadah yang rapat, jika perlu dalam wadah yang diberi

kapur tohor untuk bahan pengering. Simplisia yang pada saat penerimaan belum

cukup bersih, dicuci dengan air bersih, dikeringkan sampai cukup kering,

dibungkus atau dimasukkan dalam wadah yang sesuai baru disimpan dalam

gudang simplisia.

Anda mungkin juga menyukai