Anda di halaman 1dari 159

MEKANIKA TANAH I

Oleh:
Prof. Ir. Pratikso, MST., Ph.D

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK UNISSULA
2008
1
I. TANAH DAN BATUAN

1.1. Pendahuluan
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang
terdiri dari butiran (agregat) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara
kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel
padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-
partikel padat tersebut.

Mekanika Tanah (Soil Mechanucs) adalah cabang dari ilmu pengetahuan yang mempelajari
sifat fisik dari tanah dan kelakuan masa tanah tersebut bila menerima bermacam-macam gaya.

Ilmu Rekayasa Tanah (Soil Engineering) merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip mekanika
tanah dalam problema-problema praktis

Istilah Rekayasa Geoteknis ( Geotechnical Engineering) adalah sebagai ilmu pengetahuan


dan pelaksanaan dari bagian teknik sipil yang menyangkut material-material alam yang
terdapat pada dan dekat permukaan bumu. Dalam arti umumnya, rekayasa geoteknik juga
mengikutsertakan aplikasi dari prinsip-prinsip dasar mekanika tanah dan mekanika batuan
dalam masalah-masalah perancangan pondasi.

1.2. Siklus batuan


Berdasarkan asal usulnya, batuan dapat dibagi menjadi tiga tipe dasar yaitu : Batuan Beku
(Igneous Rock), Batuan Sedimen (Sedimentary Rock), dan Batuan Metamorf
(Metamorfphic Rocks).
a. Batuan Beku (Igneous Rock)
Batuan beku terbentuk dari membekunya magma cair yang terdesak ke permukaan
(dari bagian yang dalam sekali dari mantel bumi). Sesudah tersembul kepermukaan melalui
rekahan-rekahan pada kulit bumu atau melalui gunung berapi, sebagian dari magma cair
tersebut mendingin dipermukaan bumi dan membatu. Kadang-kadang magma tersebut
berhenti bergerak sebelum sampai ke permukaan bumi dan mendingin di dalam kulit bumi
dan membentuk batuan beku dalam.

b. Batuan Sedimen (Sedimentary Rock)

2
Deposit-deposit dari tanah kerikil, pasir, lanau dan lempung hasil pelapukan dapat
menjadi lebih padat karena adanya tekanan lapisan tanah diatasnya dan adanya proses
sementasi antar butiran oleh unsur-unsur sementasi seperti oksida besi, kalsit, dolomite dan
quartz. Unsur-unsur sementasi tersebut biasanya terbawa dalam larutan air tanah. Unsur-unsur
tersebut mengisi ruang-ruang diantara butiran dan kemudian membentuk batuan sedimen.
Batuan yang terbentuk dengan cara ini disebut batuan sedimen detrial. Contohnya adalah :
Conglomerate, breccia, sandstone, mudstone, dan shale.
Batuan sedimen juga dapat terbentuk melalui proses kimia, dan disebut Batuan
Sedimen Kimia. Contohnya batu kapur (lime stone), dolomite, gipsum, anhydrite, dll.
Batuan sedimen mungkin juga mengalami pelapukan dan membentuk tanah-tanah
sedimen (endapan), atau terkena proses peristiwa metamorf dan berubah menjadi batuan
metamorf.

c. Batuan Metamorf (Metamorfic Rocks)


Peristiwa metamorf adalah proses perubahan komposisi dan tekstur dari batuan akibat
panas dan tekanan tanpa pernah menjadi cair. Dalam peristiwa metamorf, mineral-mineral
baru terbentuk; dan butir-butir mineralnay terkena geseran yang kemudian membentuk tekstur
batu metamorf yang berlapis-lapis. Contohnya granit, diorite dan gabbro berubah menjadi
gheiss pada peristiwa metamorf tingkat tinggi. Shales dan mudstone berubah menjadi slates
dan phyllites pada peristiwa metamorf tingkat rendah.

1.3. Pelapukan
Pelapukan adalah suatu proses terurainya batuan menjadi partikel-partikel yang lebih
kecil akibat proses mekanis dan kimia.
Pelapukan mekanis dapat disebabkan oleh memuainya dan menyusutnya batuan akibat
perubahan panas dan dingin yang terus menerus (cuaca, matahari, dll) yang akhirnya dapat
menghancurkan batuan tersebut. Juga seringkali air meresar masuk kedalam pori batuan dan
diantara celah-celah retak halus pada batuan. Proses gumpalan es yang memuai ketika
membeku itu umumnya cukup punya daya yang bisa memecahkan batuan yang besar
sekalipun.
Nsur lain yang dapat memecahkan batuan adalah es gletser, angin, air yang mengalirdi sungai
dan gelombang air laut. Batuan ini pecah tanpa terjadi perubahan komposisi kimia dari
mineral batuan tersebut.
Pada proses pelapukan kimia, mineral batuan induk diubah menjadi mineral-mineral
baru melalui reaksi kimia. Sebuah contoh dari orthoclase dan membentuk mineral-mineral

3
tanah lempung, silika dan kalium karbonat. Pelapukan kimia dari feldspar plagioclase adalah
sama dengan orthoclase, juga menghasilkan mineral-mineral tanah lempung, silika, dan
berjenis garam terlarut.
Proses pelapukan tidak hanya terjadi pada batuan beku saja, tetapi juga terjadi pada
batuan sedimen dan metamorf.
Ada tiga tipe utama mineral tanah lempung yaitu : 1. kaolinine, 2 illite, 3
montmorillonite.

1.4. Transportasi dari Produk-produk Pelapukan


Produk-produk pelapukan dapat tetap tinggal di suatu tempat atau terbawa ke tempat
lain oleh unsur-unsur pembawa seperti es, air, angin, dan gravitasi.
Tanah-tanah yang terjadi oleh penumpukan produk-produk pelapukan hanya di tempat
asalnya saja disebut tanah residual. Sifat yang penting dari tanah residual adalah gradasi
ukuran butirannya. Butiran yang lebih halus umunya terletak di permukaan. Pada kedalaman
yang besar sekali, fragmen batuan yang bersudut runcing-runcing mungkin juga dapat
dijumpai.
Tanah yang terbawa ke tempat lain dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kelompok, tergantung dari jenis pembawa dan cara pengendapan (deposisi)-nya di tempat
yang baru sbb:

a. Tanah glasia: terbentuk karena transportasi dan deposisi oleh sungai es


(gletser)
b. Tanah alluvial: terbentuk karena terangkut oleh air yang mengalir dan terdeposisi
di sepanjang aliran (sungai)
c. Tanah lacustrine: terbentuk karena deposisi di danau-danau yang tenang.
d. Tanah marine: terbentuk karena deposisi di laut
e. Tanah aeolian: terbentuk oleh pergerakan tanah dari tempat asalnya karena
garvitasi seperti yang terjadi saat tanah longsor
1.5. Detail Diskripsi Tanah
Berdasarkan standard yang diberikan oleh sistem Inggris (BS 5930), tipe-tipe dasar
tanah adalah berangkal (boulders), kerakal (cobbles), kerikil (gravel), pasir (sand), lanau
(silt), dan lempung (clay), yang didefinisikan berdasarkan rentang ukuran partikel :

4
1.6. Klasifikasi Tanah
A. Pendahuluan
Disamping penguasaan teori, kesuksesan dalam aplikasi ilmu geoteknik sangat
tergantung dari pengalaman praktek seseorang. Perencanaan pondasi struktur sederhana pada
umumnya dapat dilaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan empiris yang relatif mudah
dimengerti. Namun demikian, semua aturan empiris ini hanya akan sukses apabila diterapkan
oleh seseorang yang telah berpengalaman cukup. Proyek-proyek besar atau proyek dengan
kondisi khusus memerlukan metoda analisa lebih canggih dan detail dimana tidak jarang
diperlukan program komputer. Namun secanggih apapun teknik perhitungan dan program
komputer yang digunakan, parameter masukan dan interpretasi hasilnya tetap tergantung dari
pengalaman sang perencana.
Sayangnya pengalaman setiap orang pada umumnya terbatas, seorang engineer tetap
memerlukan masukan / catatan dari pengalaman orang lain. Catatan pengalaman praktek yang
tidak menguraikan keadaan tanah dapat menyesatkan. Sebaliknya, catatan pengalaman yang
menyertakan keadaan tanah merupakan informasi yang sangat berharga. Maka dari itu, agar
para engineer dapat berbicara dalam satu bahasa yang sama dan untuk mengurangi resiko
bahaya dalam perencanaan geoteknik diperlukan suatu sistem klasifikasi tanah yang (sedapat
mungkin) bersifat universal.
Berdasarkan hasil analisa distribusi partikel dan batas atterberg, tanah dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan. Terdapat beberapa sistem klasifikasi tanah yang
diterima secara universal, diantaranya: Sistem Departemen Pertanian Amerika Serikat (U.S.
Department of Agriculture), Sistem USCS (Unified Soil Classification System), sistem
AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials), dan sistem
Inggris yang sederhana.

B. Sistem Inggris (BS 5930)


Berdasarkan standard yang diberikan oleh sistem Inggris (BS 5930), tipe-tipe dasar
tanah adalah berangkal (boulders), kerakal (cobbles), kerikil (gravel), pasir (sand), lanau
(silt), dan lempung (clay), yang didefinisikan berdasarkan rentang ukuran partikel seperti
tabel berikut:
Tabel 2.1: Rentang ukuran partikel
Lpng Lanau Pasir Kerikil cob bold
hls med ksr hls med ksr hls med ksr
0,002 0,006 0,02 0,2 0,6 6 20 100
0,001 0,01 0,06 0,1 1 2 10 60 200

5
C. Sistem Departemen Pertanian Amerika Serikat
Sistem klasifikasi yang dibuat oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat ini dibatasi
hanya untuk tanah yang berukuran lebih kecil dari 2 mm (lolos saringan US no 10).
Keberadaan ukuran yang lebih besar dari itu, tergantung dari besarnya partikel, dinyatakan
sebagai: berpasir, berkerikil atau berkerakal. Sistem klasifikasi ini diperlihatkan dalam suatu
diagram segitiga (Gambar 2.1) dimana masing-masing sisi menyatakan besarnya persentase
dari tanah pasir, tanah lempung dan tanah lanau. Garis terputus-putus dalam gambar tersebut
menunjukkan contoh penggunaan diagram tersebut.

90 10

80 20

70 30
Clay
y

60 40
la
tc

Pe
en

rc
rc

en
50
Pe

50

t
sil
Silty clay

t
Sandy
40 clay 60

Silty clay loam


Clay loam
30 70
Sandy clay loam

20 80
Loam
Silty loam
Lo Sandy loam
10 a m 90
y
sa Silt
Sand nd
0 100
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10

Per cent sand

Gambar 2.1 Sistem Klasifikasi Departemen Pertanian US

D. Sistem USCS (Unified Soil Classification System)


Sistem klasifikasi ini dikembangkan oleh Casagrande selama perang dunia II untuk
Kesatuan Enjineering Angkatan Darat Amerika. Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh
American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai metoda standar klasifikasi tanah
(ASTM D 2487).
Berdasarkan sistem USCS ini, tanah diklasifikasikan dalam tanah berbutir kasar dan
tanah berbutir halus. Tanah berbutir kasar dibagi ke dalam kerikil, dinotasikan sebagai G (dari
kata gravel), dan pasir (S = sands). Setiap group tanah ini dibagi lagi ke dalam empat
golongan, yaitu:

6
• Bergradasi baik dan cukup bersih artinya hanya sedikit kandungan material berbutir halus –
dinotasikan W (well-graded)
• Bergradasi buruk dan cukup bersih – dinotasikan P (poorly graded)
• Bergradasi baik dengan lempung sebagai pengikat – dinotasikan C (clay)
• Berbutir kasar dan mengandung tanah berbutir halus – dinotasikan M (silt)

Tanah berbutir halus dibagi kedalam:


• Tanah lanau organik (tidak mengandung material organik) dan tanah yang mengandung
pasir yang berbutir sangat halus – dinotasikan M (silt)
• Tanah lempung anorganik – dinotasikan C (clay)
• Tanah lanau dan lempung organik – dinotasikan O (organik)
• Tanah dengan kadar organik sangat tinggi – dinotasikan Pt (peat)

Ketiga golongan tanah berbutir halus itu dibagi lagi kedalam beberapa golongan berdasarkan
batas cairnya, yaitu:
• Batas cair < 50%, digolongkan kedalam tanah berbutir halus dengan kompresibilitas rendah
hingga sedang – dinotasikan L (low compressibility)
• Batas cair > 50 %, digolongkan kedalam tanah berbutir halus dengan kompresibilitas tinggi
– dinotrasikan H (high compressibility)

Untuk penentuan golongan tanah berbutir halus ini Casagrande menggunkan diagram
plastisitas seperti ditunjukkan dalam gambar menunjukkan penggolongan sistem USCS ini.
Dalam klasifikasi USCS ini diagram plastisitas dibagi dalam dua golongan batas cair,
yaitu: tinggi dan rendah (high and low); dalam Standar Inggris (British Standard) diagram
plastisitas dibagi dalam lima golongan batas cair, yaitu: extremely high (E), very high (V),
high (H), intermediate (I), and low (L).

E. Sistem AASHTO
Sistem klasifikasi ini dibuat oleh American Association of State Highway and
Transportation Officials, terutama dikembangkan untuk menganalisa material subgrade dalam
pembangunan jalan raya. Tanah digolongkan kedalam tujuh golongan utama yang dinotasikan
dari A-1 hingga A-7.
Dalam kondisi pembebanan normal, tiap-tiap golongan mempunyai daya dukung dan
perilaku yang hampir sama, secara umum dapat dikatakan kualitas tanah untuk digunakan
7
sebagai material subgrade semakin lemah dengan meningkatnya angka dibelakang huruf A.
Tanah dalam golongan A-1 hingga A-3 dalam keadaan padat merupakan packing efektif
(ikatan yang berupa gesekan antar butir) antara butiran pasir dengan butiran-butiran yang
lebih besar. Golongan A-4 hingga A-7 tidak mempunyai ikatan gesekan antar butir dan
prilakunya terutama ditentukan oleh kadar air komponen lanau dan lempungnya. Golongan A-
2 dibagi ke dalam empat kelompok dari A-2-4 hingga A-2-7, angka terakhir menunjukkan
jenis tanah yang lolos saringan nomor 200.
Klasifikasi AASHTO ini didasarkan atas hasil analisa tapis saringan nomor 10, 40,
dan 200 da pengujian batas-batas Atteberg tanah yang diambil dari contoh tanah yang lolos
saringan nomor 40. Pembedaan kualitas tanah yang jatuh dalam satu kelompok tertentu
dilakukan dengan perhitungan Indeks Group, GI, sebagai berikut:
ωL – 40)] + 0,01(F – 15)(PI – 10)
GI = (F - 35)[0,2 + 0,005(ω
dengan:
F = persentase yang lolos saringan no. 200
ωL = batas cair (dalam %)
PI = indeks plastisitas (dalam %)

Indeks group ini biasanya dinyatakan dalam kurung dibelakang symbol kelompok tanah,
contoh: A-6(7). Berdasarkan nilai group index ini tanah subgrade dikategorikan seperti
ditunjukkan dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.2: Kelas Subgrade (AASHTO)

Kelas Subgrade Nilai Indeks Group


Sangat Baik Tanah A-1-a(0)
Baik 0 -1
Sedang 2-4
Buruk 5-9
Sangat Buruk 10 - 20

1.1.1 Latihan
1.Jelaskan Sebutkan tipe-tipe dasar tanah berdasarkan sistem Inggris!
2. Sebutkan ukuran partikel tipe-tipe dasar tanah masing-masing!.
3. Pada sistem AASHTO, baik-buruk/lemahnya kualitas tanah ditunjukkan dengan apa?

8
Jawaban:
1. Tipe-tipe dasar tanah adalah berangkal (boulders), kerakal (cobbles), kerikil (gravel),
pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay).
2. Ukuran partikel:
- Berangkal = > 200 mm
- Kerakal = 60 – 200 mm
- Kerikil = 2 – 60 mm
- Pasir = 0,01 – 2 mm
- Lanau = 0,001 – 0,01 mm
- Clay = < 0,001 mm
3.Meningkatnya angka dibelakang huruf A menunjukkan kualitas tanah semakin melemah.

1.1. Penutup

1.1.2 Tes formatif


1. Pada sistem U.S. Department of Agriculture, tanah dengan prosentase 60% silt, 50%
sand, dan 40% clay dikategorikan sebagai tanah apa?.
2. Pada sistem USCS, tanah dengan LL 70%, dan PI 35% dikategorikan sebagai tanah apa?
3. Apa arti simbol MH, OH, CL, dan CH?
4. Dalam sistem klasifikasi yang ada, sistem manakah yang dapat dipakai secara lebih luas?.

2.1.2. Umpan balik


Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban tes formatif yang ada pada bahasan berikut
ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus ini untuk mengetahui
tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini.

Rumus:
Tingkat penguasaan = (Σ jawaban yang benar / 4) x 100%

Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah:


80% - 100% : baik sekali
70% - 79% : baik
60% - 69% : cukup
50% - 59% : kurang
0% - 49% : gagal

9
2.1.3. Tindak lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasaan kategori ≥ baik, maka anda dapat meneruskan dengan
kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai kategori
baik, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang
anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen
pengampu di luar waktu kuliah.

2.1.4. Kunci jawaban tes formatif


1. Tanah “Sandy Clay”.
2. Tanah kategori “CH” / High Clay.
3. MH = High Silt, OH = High Organic, CL = Low Clay, dan CH = High Clay.
4. Sistem USCS.

2.1.5. Rangkuman
1. Klasifikasi tanah dapat ditentukan berdasarkan distribusi ukuran partikel dan batas-batas
Atteberg.
2. Dua sistem klasifikasi tanah yang dipakai secara luas adalah USCS dan AASHTO.
Klasifikasi AASHTO diaplikasikan hanya untuk pembuatan jalan raya dalam
mengklasifikasikan mutu subgrade yang akan dipakai. Klasifikasi USCS dapat dipakai
secara lebih meluas.

10
II. PARTIKEL TANAH

2.1. Pendahuluan
Sebagaimana telah dibahas di bagian depan, ukuran dari partikel tanah adalah
sangat beragam dengan variasi yang cukup besar. Tanah umumnya dapat disebut
sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung
pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Untuk menerangkan
tentang tanah berdasarkan ukuran-ukuran partikelnya, beberapa organisasi telah
mengembangkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah (soil-separate-size
limits). Pada Tabel 1.1 ditunjukkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah yang
telah dikembangkan oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT), U.S.
Department of Agriculture (USDA), American Association of State Highway and
Transportation Officials (AASHTO) dan oleh U.S. Army Corps of Engineers dan
U.S. Bureau of Reclamation yang kemudian menghasilkan apa yang disebut sebagai
Unified Soil Classification System (USCS). Pada Tabel tersebut, sistem MIT diberikan
hanya untuk keterangan tambahan saja. Sistem MIT ini penting artinya dalam
sejarah perkembangan sistem batasan ukuran golongan jenis tanah. Pada saat
sekarang, sistem Unified (USCS) telah diterima di seluruh dunia.

Tabel 2.1. Batasan-batasan Ukuran Golongan Tanah


Ukuran butiran (mm)
Nama Golongan Kerikil
Pasir Lanau Lempung

Massachusetts Institute 0,06 – 0,002 <0,002


>2 2-0,06
of Technology (MIT)
U.S. Department of 0,05 – 0,002 < 00,002
>2 2-0,05
Agriculture (USDA),
American Association
of State Highway and 0,075 – 0,002 < 0,002
76,2 – 2 2 – 0,075
Transportation
Officials (AASHTO)
Unified Soil
Classification System
Halus (Yaitu lanau dan lempung
(U.S. Army Corps of
76,2 - 4,75 4,75 - 0,075
Engineers dan U.S. < 0,0075)
Bureau of
Reclamation)

11
Lem Massachusetts
Kerikil Pasir Lanau pung Techno

Lem U.S. Departme


Kerikil Pasir Lanau pung Agricultur

Lem American Asso


Kerikil Pasir
Lanau pung State Highw
Transportation

Kerikil Pasir Lanau dan lempung Unified Soil Clas


System

100 10 1,0 0,1 0,01 0,001

Ukuran butiran (mm)


Gambar 2.2. Batasan-batasan ukuran golongan tanah menurut beberapa sistem

Sistem ini sekarang telah dipakai pula oleh American Society of Testing and
Materials (ASTM). Gambar 1.1 menunjukkan batasan-ba-ran dalam bentuk grafik.
Kerikil (gravels) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-kadang juga
mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar dan mineral-mineral lain.
Pasir (sand) sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar. Butiran dari
mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan ini.
Lanau (silts) sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis (berukuran sangat
kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halos, dan
sejumlah partikel berbentuk lempengan-lempengan pipih yang merupakan pecahan dari
mineral-mineral mika.
Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan
submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis
biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel
dari mika, mineral-mineral lempung (clay minerals), dan mineral-mineral yang
sangat halus lain. Pada Tabel 1.1, lempung didefinisikan sebagai golongan partikel
yang berukuran kurang dari 0,002 mm (= 2 mikron). Namun demikian, di beberapa
kasus, partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm juga masih
digolongkan sebagai partikel lempung (lihat ASTM D-653). Di sini tanah
diklasifikasikan sebagai lempung (hanya berdasarkan pada ukurannya saja).
Belum tentu tanah dengan ukuran partikel lempung tersebut juga mengandung
mineral-mineral lempung (clay minerals). Dari segi mineral (bukan ukurannya), yang

12
disebut tanah lempung (dan mineral lempung) ialah yang mempunyai partikel-
partikel mineral tertentu yang "menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila
dicampur dengan air" (Grim, 1953). Jadi dari segi mineral, tanah dapat juga disebut
sebagai tanah bukan lempung (non-clay soils) meskipun terdiri dari partikel-partikel
yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, dan mika dapat berukuran
submikroskopis, tetapi umumnya mereka tidak dapat menyebabkan terjadinya sifat
plastis dari tanah). Dari segi ukuran, partikel-partikel tersebut memang dapat
digolongkan sebagai partikel lempung. Untuk itu, akan lebih tepat bila partikel-
partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 2 mikron (= 2 µ), atau < 5 mikron
menurut sistem klasifikasi yang lain, disebut saja sebagai partikel berukuran lempung
dari pada disebut sebagai lempung saja. Partikel-partikel dari mineral lempung
umumnya berukuran koloid (< 1 µ) dan ukuran 2µ merupakan batas atas (paling besar)
dari ukuran partikel mineral lempung.

2.2. Mineral Lempung


Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks yang
terdiri dari satu atau dua unit dasar yaitu (1) silika tetrahedra dan (2) aluminium
oktahedra. Setiap unit tetrahedra (bersisi empat) terdiri dari empat atom oksigen
mengelilingi satu atom silikon (Gambar 2.2a). Kombinasi dari unit-unit silika
tetrahedra tersebut membentuk lembaran silika (silica sheet, Gambar 2.2b). Tiga
atom oksigen pada dasar setiap tetrahedra tersebut dipakai bersama oleh tetrahedra-
tetrahedra yang bersebelahan. Unit-unit oktahedra (bersisi delapan) terdiri dari
enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi sebuah atom aluminium (Gambar
2.2c), dan kombinasi dari unit-unit hidroksi aluminium berbentuk oktahedra itu
membentuk lembaran oktahedra. (Lembaran ini disebut juga lembaran gibbsite —
Gambar 2.2d) Kadang-kadang atom magnesium menggantikan kedudukan atom
aluminium pada unit-unit oktahedra; bila demikian adanya, lembaran oktahedra
tersebut disebut lembaran brucite.
Pada sebuah lembaran silika, setiap atom silikon yang bermuatan positif dan
bervalensi empat dihubungkan dengan empat atom oksigen yang bermuatan negatif
dengan valensi total delapan. Tetapi setiap atom oksigen pada dasar tetrahedra itu
dihubungkan dengan dua atom silikon lainnya.

13
& oksigen & silikon

(a) (b)

& hidroksil aluminium

(c) (d)

oksigen
hidroksil
aluminium

silikon

(e)

Gambar 2.2. (a) Silika tetahedra; (b) lembaran silika; (c) aluminium oktahedra; (d) lembaran
oktahedra (gibbsite); (e) lembaran elemen silika – gibbsite

14
oksigen
hidroksil
aluminium

silikon

Gambar 2.3. Struktur atom dari kaolinit (menurut Grim,1959)

Ini berarti bahwa atom-atom oksigen di sebelah atas dari unit-unit tetrahedra
mempunyai kelebihan valensi (negatif) sebesar satu dan harus diseimbangkan. Bila
lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra seperti terlihat pada Gambar
2.2e, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada
oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.
Mineral kaolinite terdiri dari tumpukan lapisan-lapisan dasar lembaran-lembaran
kombirasi silika-gibbsite seperti terlihat pada Gambar 1.3 dan 1.5a. Setiap lapisan
o o
dasar itu mempunyai tebal kira-kira 7,2 A (1 A = 10 -10 m). Tumpukan
lapisan-lapisan tersebut diikat oleh ikatan hidrogen (hydrogen bonding). Mineral
kaolinite berujud seperti lempengan-lempengan tipis, masing-masing dengan diameter
o o o o
kira-kira 1000 A sampai 20.000 A dan ketebalan dari 100 A sampai 1000 A Luas
permukaan partikel kaolinite per unit massa adalah kira-kira 15 m 2 /gram. Luas
permukaan per unit massa ini didefinisikan sebagai luasan spesifik (specific surface).
Illite terdiri dari sebuah lembaran gibbsite yang diapit oleh dua lembaran
silika seperti pada Gambar 2.5 b. Illite ini kadang-kadang juga disebut mika lempung.

15
Lapisan-lapisan illite terikat satu sama lain oleh ion-ion kalium (= K = ion
potassium). Muatan negatif yang diperlukan untuk mengikat ion-ion kalium tersebut
didapat dengan adanya penggantian (substitusi) sebagian atom silikon pada
lembaran tetrahedra oleh atom-atom aluminium. substitusi dari sebuah elemen oleh
lainnya tanpa mengubah bentuk kristal utamanya disebut sebagai substitusi isomorf
(isomorphous substitution). Partikel-partikel illite pada umumnya mempunyai dimensi
o o
mendatar berkisar antara 1000 A sampai 5000 A (juga umumnya berbentuk lempengan-
o o
lempengan tipis) dan ketebalan dari 50 A sampai 500 A Luasan spesifik dari partikel
adalah sekitar 80 m2 /gram.
Mineral-mineral montmorillonite mempunyai bentuk struktur yang sama dengan
illite - yaitu satu lembaran gibbsite diapit oleh dua lembaran silika (Gambar 2.4 dan
2.5c). Pada montmorillonite terjadi substitusi isomorf antara atom-atom magnesium
dan besi menggantikan sebagian atom-atom ion kalium seperti pada illite, dan
sejumlah bestir molekul tertarik kepada ruangan di antara lapisan-lapisan tersebut.
o o
Partikel montmorillonite mempunyai dimensi mendatar dari 1000 A sampai 5000 A dan
o o
ketebalan 10 A sampai 50 A . Luasan spesifiknya adalah sekitar 800 m2 /gram.
Di samping kaolinite, illite, dan montmorillonite, mineral-mineral tanah lempung lain
yang umum dijumpai adalah chlorite, halloysite, vermiculite, dan attapulgite,
menunjukkan hasil pemotretan dari partikel kaolinite dengan alat scanning electron
micrograph.
Umumnya partikel-partikel tanah lempung mempunyai muatan negatif pada
permukaannya. Hal ini disebabkan oleh adanya substitusi isomorf dan oleh karena
pecahnya partikel pelat tersebut di tepi-tepinya. Muatan negatif yang lebih besar dijumpai
partikel-partikel yang mempunyai luasan spesifik yang lebih besar. Beberapa muatan
positip terjadi di tepi-tepi lempengan partikel. Pada daftar rata-rata ke muatan negatif
pada kedua permukaan dari mineral-mineral lempung (dari Yong kentin, 1966).

16
Gambar 2.4 Struktur atom dari montmorillonite (menurut Grim, 1959)

17
Lembaran silika Lembaran silika
Lembaran gibbsite

Lembaran gibbsite Lembaran gibbsite


Lembaran silika

Lembaran silika Lembaran silika


nH2 dan kation yang mudah saling
7,2 A Lembaran gibbsite Potassium berganti dengan yang lain

Lembaran silika Lembaran silika


Lembaran silika
Jarak antara basal
(a) Lembaran gibbsite 10 A bervariasi-dari 9,6 A Lembaran gibbsite
sampai benar-benar
terpisah
Lembaran silika Lembaran silika

(b) (c)

Gambar 2.5 Gambar struktur : (a) kaolinite; (b) illite; (c) montmorillonite

18
19

- + + + -
- +- ++ +
- ++ - - -

Konsentrasi ion
Ion positif (kation)
- + + + - +
- + + +- + -
- + + + ++
Ion negatif (anion)
- + -
+ - + - + Jarak dari partikel lempung
Permukaan
Partike lempung
(a) (b)
Gambar 2.6 Lapisan Ganda terdifusi

Rata-rata kerapatan muatan di


Mineral Lempung kedua sisi permukaan partikel
(A2/ muatan elektron)

Kaolinite 25
Mike lempung dan chlorite 50
Montmorillonite 100
Vermicullite 75

Pada lempung-lempung yang kering, muatan negatif di permukaan dinetralkan oleh adanya
exchangable cations (ion-ion positif yang mudah berganti dengan yang lain) seper ion
Ca ++ , Mg ++ , Na + , dan Ka + yang mengelilingi partikel lempung tersebut dan terikat
partikel oleh gaya tarik menarik elektrostatik. Bila air kemudian ditambahkan kepada
lempung tersebut, kation-kation tersebut dan sejumlah kecil anion-anion (ion bermuatan negatif)
akan berenang di antara partikel-partikel itu. Keadaan ini disebut sebagai lapisan terdifusi
(diffuse double layer) seperti pada Gambar 2.6a. Konsentrasi kation, pada larutan akan
berkurang bila jaraknya dari permukaan partikel makin jauh (Gambar 2.6b).
Molekul-molekul air (H 2 O) membentuk kutub-kutub (polar). Hal ini karena atom
hidrogen pada molekul air tidak tersusun secara simetris sekeliling atom oksigen,
melainkan membentuk sudut ikatan sebesar 105° (Gambar 2.7). Akibatnya, molekul-
molekul air kelakuan seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan positif di satu
19
20
sisi dan muatan negatif di sisi yang lain. Hal ini disebut sebagai berkutub dua (dipole).

Partikel + -
lempung -
dipole
- +- + dipole

- Kation
+- +
- dipole
Kation
-

Hidrogen
Gambar 2.8. Tarik –menarik molekul-molekul dipolar pada lapisan ganda terdifusi

Molekul air yang berkutub dua tersebut tertarik oleh permukaan partikel lempung
yang bermuatan negatif dan oleh adanya kation-kation dalam lapisan ganda (double
layer). Kemudian kation-kation tersebut menempel di permukaan partikel yang
bermuatan negatif. Mekanisme yang ketiga dari tertariknya molekul air ke permukaan
partikel lempung ialah karena adanya ikatan hidrogen (hydrogen bonding), di mana
setiap hidrogen-hidrogen atom pada molekul air dipakai bersama oleh atom oksigen
pada permukaan partikel lempung. Sebagian dari kation-kation yang terhidrasi (di dalam
air pori) juga tertarik untuk melekat pada permukaan partikel lempung. Kation-kation
ini kemudian juga menarik molekul-molekul air berkutub dua yang lain. Semua
kemungkinan-kemungkinan mekanisme tarik-menarik antara air dan tanah lempung dapat
dilihat pada Gambar 2.8. Gaya tarik antara air dan tanah lempung akan berkurang bila
jaraknya semakin jauh dari permukaan partikel-partikel. Semua air yang terikat pada
permukaan partikel-partikel tanah lempung akibat gaya tarik menarik ini dikenal
sebagai air lapisan-ganda (double-layer water). Bagian yang paling dalam dari air lapisan
ganda tersebut, yang terikat dengan sangat kuatnya pada permukaan partikel, dinamai
air terserap (adsorbed water). Air pada kondisi ini jauh lebih kental dari air-air bebas
yang lain.
20
21
Gambar 2.9 menunjukkan kondisi air terserap dan air lapisan ganda pada partikel-
partikel montmorillonite dan kaolinite. Arah orientasi dari air di sekeliling partikel
tanah lempung juga menyebabkan timbulnya sifat-sifat plastik dari tanah lempung.

2.3. Berat Spesifik (Gs)


Harga berat spesifik dari butiran tanah (bagian padat) sering dibutuhkan dalam
bermacam-macam keperluan perhitungan dalam mekanika tanah. Harga-harga itu dapat
ditentukan secara akurat di laboratorium. Tabel 2.2 menunjukkan harga-harga berat
spesifik beberapa mineral yang umum terdapat pada tanah. Sebagian besar dari mineral-
mineral tersebut mempunyai berat spesifik berkisar antara 2,6 sampai dengan 2,9. Berat
spesifik dari bagian padat tanah pasir yang berwarna terang, umumnya sebagian besar terdiri
dari quartz, dapat diperkirakan sebesar 2,65; untuk tanah berlempung atau berlanau, harga
tersebut berkisar antara 2.6 sampai 2,9.

Tabel 2.2. Berat Spesifik Mineral-Mineral Penting


Mineral Berat Spesifik Gs
Quartz (kwarsa) 2,65
Kaolinite 2,6
Illitle 2,8
Montmorillonite 2,65 -2,80
Halloysite 2,0 – 2,55
Potassium 2,57
feldspar 2,62 -2,76
Sodium and 2,6 – 2,9
calcium 2,8 – 3,2
fledspar 2,76 – 3,1
Chlorite 3,0 – 3,47
Biotite 3,6 – 4,0
Muscovite 3,24 – 3,37
Hornblende
Limonite
Olivine

21
22

200 Å
Air terserap

10 Å

Kristal 200 Å
Air lapis Ganda
montmorillonite

a. Partikel montmorillonite, lebar 1000 A dan tebal 10


A

400 Å Air lapisan ganda

10 + Å

Kristal
1000 Å
kaolinite

10 + Å Air terserap
400 Å

b. Partikel kaolinite, lebar 10.000 Adan tebal 1000 A

Gambar 2.9. Air dalam lempung (digambar lagi menurut Lambe, 1958)

22
23
2.4. Analisis Mekanis Dari Tanah
Analisis mekanis dari tanah adalah penentuan variasi ukuran partikel-partikel
yang ada pada tanah. Variasi tersebut dinyatakan dalam persentase dari berat kering
total. Ada dua cara yang umum digunakan untuk mendapatkan distribusi ukuran-
ukuran partikel tanah, yaitu : (1) analisis ayakan untuk ukuran partikel-partikel
berdiameter lebih besar dari 0,075 mm- dan (2) analisis hidrometer — untuk ukuran
partikel-partikel berdiameter lebih kecil dari 0.075 mm. Prinsip dasar dari analisis
ayakan dan hidrometer akan diterangkan secara singkat pada uraian-uraian berikut ini.

2.4.1. Analisis Ayakan


Analisis ayakan adalah mengayak dan menggetarkan contoh tanah melalui, satu set
ayakan di mana lubang-lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan. Untuk
standar ayakan di Amerika Serikat, nomor ayakan dan ukuran lubang diberikan dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Ukuran-ukuran Ayakan Standard di Amerika Serikat.


Ayakan No Lubang (mm)
4 4,750
6 3,350
8 2,360
10 2,000
16 1,180
20 0,850
30 0,600
40 0,425
50 0,300
60 0,250
80 0,180
100 0,150
140 0,106
170 0,088
200 0,075
270 0,053

23
24
Mula-mula contoh tanah dikeringkan lebih dahulu, kemudian semua gumpalan-
gumpalan dipecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lalu baru diayak dalam
percobaan di laboratorium. Setelah cukup waktu untuk mengayak dengan cara getaran,
massa tanah yang tertahan pada setiap ayakan ditimbang. Untuk menganalisis tanah-
tanah kohesif, barangkali agak sukar untuk memecah gumpalan-gumpalan tanahnya
menjadi partikel-partikel lepas yang berdiri sendiri. Untuk itu, tanah tersebut perlu dicampur
dengan air sampai menjadi

Gambar 2.10. Uji Analisis ayakan (atas jasa Soiltest, Inc, Evanston, Illinois)

menjadi lumpur encer dan kemudian dibasuh seluruhnya melewati ayakan-ayakan


tersebut. Bagian padat yang tertahan pada setiap ayakan dikumpulkan sendiri-sendiri.
Kemudian masing-masing ayakan beserta tanahnya dikeringkan dalam oven, dan kemudian
berat tanah tersebut ditimbang.

24
25
2.4.2. Analisis Hidrometer
Analisis hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan) butir-
butir tanah dalam air. Bila suatu contoh tanah dilarutkan dalam air, partikel-partikel
tanal mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada bentuk, ukuran,
dan beratnya. Untuk mudahnya, dapat dianggap bahwa semua partikel tanah itu berbentuk
(bulat) dan kecepatan mengendap dari partikel-partikel tersebut dapat dinyatakan
hukum Stokes, yaitu:
γ1 − γ w 2
v= 1) (2.1)
18η
Tabel 2.4 Analisis Ayakan (Massa Contoh Tanah Kering = 450 gram)
Masa Tanah Persentase
Yang Tertahan Tanah Yang
No Diameter Pada Tiap-Tiap Tertaham
Ayakan (mm) Ayakan Pada Tiap- Persentase
Mm g Tiap Ayakan Yang Lolos
(1) (2) (3) (4) (5)
10 2,000 0 0 100,00
16 1,180 9,90 2,20 97,80
30 0,600 24,66 5,48 92,32
40 0,425 17,60 3,91 88,41
60 0,250 23,90 5,31 83,30
100 0,150 35,10 7,80 75,30
200 0,075 59,85 13,30 62,00
lengser - 278,99 62,00 0
* Kolom 4 = (kolom 3) / (Masa tanah total) x 100
* Harga ini juga disebut sebagai persentase butiran yang lolos ayakan (percent finer)

dimana :
v = kecepatan mengendap
γs = berat volume partikel tanah
γw = berat volume air
η = kekentalan air
D = diameter partikel tanah

25
26
Jadi dari Persamaan (2.1) menjadi

18ηv 18η L
D = = (2.2)
γs −γw γs −γw t

dimana :
jarak L
v= =
waktu t
Perhatikan bahwa
γ s = G s .γ w (2.3)

Jadi, dengan mengombinasikan Persamaan-persamaan (2,2) dan (2,3) maka :

18η L
D=
(G s − 1)γ w t

Bila satuan η adalah dalam gram detik / cm2. yw dalam gram / cm3, L dalam cm, t dalam menit,
dan D dalam mm, didapat :

D (mm) 18η[( g . det) / cm 2 ] L(cm)


=
10 (G s − 1)γ w ( g / cm ) t (men) x60
3

atau

30η L
D=
(G s − 1)γ w t

dengan menganggap bahwa yw kira-kira 1 gram / cm3, didapat :

L(cm)
D (mm) = K (2.5)
t (men)
dimana :

30η
K= (2.6)
(G s − 1)

Harus dicatat bahwa harga K merupakan fungsi dari Gs dan η yang tergantung pada temperatur
uji. Pada tabel 2.5 diberikan variasi harga K menurut temperatur uji dan harga berat jenis (Gs)
dari butiran tanah.

26
27
Tabel 2.5. Harga-harga K (Persamaan (2.6)

Tem
2,45 2,50 2,55 2,60 2,65 2,70 2,75 2,80
(C)
16 0,01510 0,01505 0,01481 0,01457 0,01435 0,01414 0,01394 0,01374
17 0,01511 0,01486 0,01462 0,01439 0,01417 0,01396 0,01376 0,01356
18 0,01492 0,01467 0,01443 0,01421 0,01399 0,01378 0,1359 0,01339
19 0,01474 0,01449 0,01425 0,01403 0,01382 0,01361 0,01342 0,01323
20 0,01456 0,01431 0,01408 0,01386 0,01365 0,01344 0,01325 0,01307
21 0,01438 0,01414 0,01391 0,01369 0,01348 0,01328 0,01309 0,01291
22 0,01421 0,01397 0,01374 0,01353 0,01332 0,01312 0,01294 0,01276
23 0,01404 0,01381 0,01358 0,01337 0,01317 0,01297 0,01279 0,01261
24 0,01388 0,01365 0,01342 0,01321 0,01301 0,01282 0,01264 0,01246
25 0,01372 0,01349 0,01327 0,01306 0,01286 0,01267 0,01249 0,01232
26 0,01357 0,01334 0,01312 0,01291 0,01272 0,01253 0,01235 0,01218
27 0,01342 0,01319 0,01297 0,01277 0,01258 0,01239 0,01221 0,01204
28 0,01327 0,01304 0,01283 0,01264 0,01244 0,01225 0,01208 0,01191
29 0,01312 0,01290 0,01269 0,01249 0,01230 0,01212 0,01195 0,01178
30 0,01298 0,01276 0,01256 0,01236 0,01217 0,01199 0,01182 0,01169

Didalam laboratorium, pengujian hidrometer dilakukan dalam silinder pengendap terbuat


dari gelas dan memakai 50 gram contoh tanah yang kering oven (dikeringkan dalam oven).
Silinder pengendap tersebut mempunyai tinggi 18 inci (= 457,2 mm) dan diameter 2,5 inci (63,5
mm). Silinder tersebut diberi tanda yang menunjukkan volume sebesar 1000 ml. campuran
calgon (natrium hexametaphosphate) biasanya digunakan sebagai bahan pendispresi (dispersing
agent). Total volume dari larutan air + calgon + tanah yang terdispresi dibuat menjadi 1000 ml
dengan menambahkan air suling. Pada gambar 2.11 ditunjukkan sebuah alat hidrometer tipe
ASTM 152 H.

27
28

Gambar 2.11 Alat hydrometer jenis Gambar 2.12: Definisi L dalam uji hydrometer
ASTM 152 H (atas jasa Soiltest, Inc
Evanston, Illinois).

Bila sebuah alat hidrometer diletakkan dalam larutan tanah tersebut pada waktu t,
yang diukur dari mula-mula terjadinya sedimentasi, maka alat tersebut mengukur berat
spesifik dari larutan di sekitar bola kacanya sampai sedalam L dari permukaan larutan
(Gambar 2.12). Harga berat spesifik dari larutan merupakan fungsi dari jumlah partikel
tanah yang ada pada tiap satuan volume larutan sepanjang kedalaman L tersebut. Juga,
karena mengendap, maka pada waktu t partikel-partikel tanah yang masih ada dalam
larutan sampai kedalaman L akan mempunyai diameter yang lebih kecil dari D seperti
yang telah dirumuskan dalam Persamaan (2.5). Partikel-partikel yang lebih besar dari D
telah mengendap, terlebih dahulu di bawah kolom L tersebut. Alat hidrometer tersebut
dirancan -z untuk dapat memberikan jumlah tanah (dalam gram) yang masih tertinggal di
dalam larutan. Alat hidrometer telah dikalibrasi (ditera) untuk tanah-tanah yang

28
29
mempunyai berat spesifik (G s ) 2,65. Jadi untuk tanah dengan harga Gs yang lain perlu
adanya koreksi.
Dengan mengetahui jumlah tanah di dalam larutan, L dan t, kita dapat
menghitung persentase berat dari tanah yang lebih halus dari diameter yang ditentukan.
Perhatikan bahwa L adalah kedalaman yang diukur dari permukaan air terhadap pusat
berat bola kaca dari alat hidrometer di mana kekentalan larutan diukur. Harga L akan
berubah menurut waktu; variasinya pada pembacaan hidrometer diberikan dalam
Annual Book of ASTM Standard (1982 — lihat Test Designation D-422, Tabel 2).
Analisis hidrometer sangat efektif untuk digunakan memisahkan fraksi tanah halus sampai
dengan ukuran kira-kira 0.5 η .

2.4.3. Kurva Distribusi Ukuran-Butiran


Hasil dari analisis mekanik (analisis ayakan dan hidrometer) umumnya
digambarkan dalam kertas semilogaritmik yang dikenal sebagai kurva distribusi ukuran-
butiran (particle-size distribution curve). Diameter partikel (butiran) digambarkan
dalam Skala logaritmik, dan persentase dari butiran yang lolos ayakan digambarkan
dalam skala hitung biasa. Sebagai contoh, grafik distribusi ukuran-butiran dari dua
tanah ditunjukkan dalam Gambar 2.13. Kurva distribusi butiran sbb:

29
30
Grafik distribusi ukuran-butiran dari tanah A adalah kombinasi dari hasil analisis ayakan
yang diberikan dalam Tabel 2.4 dan basil analisis hidrometer untuk fraksi halusnya.
Bilamana basil dari analisis ayakan dan analisis hidrometer digabung, diskontinuitas
(discountinuity) umumnya timbul dalam rentang di mana kedua grafik saling
bertumpangan. Hal ini disebabkan karena pada kenyataannya butiran tanah pada
umumnya mempunyai bentuk yang tidak rata. Analisis ayakan memberikan ukuran
butiran secara langsung; analisis hidrometer memberikan diameter dari bulatan (sphere)
yang mengendap pada kecepatan yang sama sebagai butiran tanah.
Persentase dari kerikil, pasir, lanau, dan butiran berukuran lempung yang
dikandung oleh tanah dapat ditentukan dari grafik distribusi ukuran-butiran. Menurut
Sistem Klasifikasi Unified (USCS), Tanah A dalam Gambar 2.13 mempunyai:
Kerikil (ukuran batas — lebih besar dari 4,75 mm) = 0%
Pasir (ukuran batas — 4,75 min sampai dengan 0,075 mm) = persentase butiran yang
lebih halus dari 4,75 mm — persentase butiran yang lebih halus dari 0,075 mm = 100
—6 2 = 3 8%.
Lanali dan lempung (ukuran batas — kurang dari 0,075 mm) = 62%.

2.4.4. Ukuran Efektif, Koefisien Keseragaman dan Koefisien Gradasi


Kurva distribusi ukuran-butiran dapat digunakan untuk membandingkan beberapa
jenis anah yang berbeda-beda. Selain itu ada tiga parameter dasar yang dapat ditentukan
dari kura tersebut, dan parameter-parameter tersebut dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan tanah berbutir kasar. Parameter-parameter tersebut adalah:
a. ukuran efektif (effective size),
b. koefisien keseragaman (uniformity coefficient),
c. koefisien gradasi (coefficient of gradation).
Diameter dalam kurva distribusi ukuran-butiran yang bersesuaian dengan 10% yang lebih
halus (lolos ayakan) didefinisikan sebagai ukuran efektif, atau D10. Koefisien
keseragaman diberikan dengan hubungan:
D60
Cu = (2.7)
D10

30
31
dimana :
Cu = koefisien keseragaman
D 60 = diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan yang ditentukan dari
kurva distribusi ukuran-butiran.
Koefisien gradasi dinyatakan sebagai
2
D30
Cc = (2.8)
D60 xD10

di mana:
Cc = koefisien gradasi
D 30 = diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan
Kurva distribusi ukuran-butiran dari tanah B ditunjukkan dalam Gambar 2.15; dari kurva

100

80
Persentase yang lolos

60

40
III
I II
20

0
2 1 0,5 0,2 0,1 0,05 0,02 0,01 0,005
Diamater butiran (mm)

Gambar 2.14 Macam-macam Tipe kurva distribusi ukuran-butiran

tersebut dapat ditentukan D 10 = 0,096 mm, D 30 = 0,16 mm dan D 60 = 0,24 mm.


Koefisien keseragaman dan koefisien gradiasi adalah
D60 0,24
Cu = = = 2,5
D10 0,096

Cc =
2
D 30
=
(0,16) = 1,11
2

D60 xD10 0,24 x0,006

31
32
Kurva distribusi ukuran-butiran tidak hanya menunjukkan tentang (range) dari ukuran
butir yang dikandung di dalam tanah saja, tetapi juga menunjukkan tipe dari kurva distribusi
ukuran butiran tersebut. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 2.14. Kurva I mewakili suatu
tipe tanah di mana sebagian besar dari butirannya mempunyai ukuran yang sama dinamakan
tanah bergradasi buruk (poorly graded soil). Kurva II mewakili tanah di mana ukuran butir-
annya terbagi merata di dalam rentang yang lebar dan dinamakan tanah bergradasi baik (well
graded). Tanah bergradasi baik akan mempunyai koefisien keseragaman lebih besar dari 4
untuk kerikil dan 6 untuk pasir, dan koefisien gradasi antara 1 dan 3 (untuk kerikil dan
pasir). Suatu tanah mungkin mempunyai kombinasi dari dua atau lebih fraksi dengan gradasi
yang sama. Jenis tanah tersebut diwakili oleh kurva III yang dinamakan tanah bergradasi sen-
jang (gap graded).

32
33
III. KONSISTENSI TANAH

3.1. Pendahuluan
Apabila tanah berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut dapat
di remas-remas (remolded) tanpa menimbulkan retakan. Sifat kohesif ini disebabkan karena
adanya air yang terserap (adsorbed water) di sekeliling permukikman dari partikel
lempung. Pada awal tahun 1900, seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg
mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada
kadar air yang bervariasi. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah,
tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu: padat, semi padat, plastis,
dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.1.
Kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana terjadi transisi dari keadaan padat ke
keadaan semi-padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit). Kadar air di mana
transisi dari keadaan semi-padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis (plastic
limit), dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-
batas ini dikenal juga sebagai batas-batas Atterberg (Atterberg limits).

3.2. Batas Cair (liquid limit) (LL)


Skema dari alat yang digunakan untuk menentukan batas cair diberikan dalam
Gambar 3.2a. Alat tersebut terdiri dari mangkok kuningan yang bertumpu pada dasar karet
yang keras. Mangkok kuningan dapat diangkat dan dijatuhkan di atas dasar karet keras
tersebut dengan sebuah pengungkit eksentris ("cam") dijalankan oleh suatu alat pemutar.
Untuk melakukan uji batas cair, pasta tanah diletakkan di dalam mangkok kuningan
kemudian digores tepat di tengahnya dengan menggunakan alat penggores standar (Gambar
3.2b). Dengan menjalankan alat pemutar, mangkok kemudian dinaik-turunkan dari keting-
gian 0,3937 in (10 mm). Kadar air, dinyatakan dalam persen, dari tanah yang dibutuhkan
untuk menutup goresan yang berjarak 0,5 in. ( 12,7 mm) sepanjang dasar contoh tanah di da-
lam mangkok (lihat Gambar 3.2c dan 3.2d) sesudah 25 pukulan didefinisikan sebagai batas
cair (liquid limit).
Untuk mengatur kadar air dari tanah yang bersangkutan agar dipenuhi persyaratan di
atas ternyata sangat sulit. Oleh karena itu akan lebih baik kalau dilakukan uji batas cair pa-
ling sedikit empat kali pada tanah yang sama tetapi pada kadar air yang berbeda-beda sehing-
33
34
ga jumlah pukulan N, yang dibutuhkan untuk menutup goresan bervariasi antara 15 dan 35.
(Gambar 3.3) menunjukkan foto dari alat uji batas cair dengan contoh tanah diletakkan di
dalam mangkok kuningan pada saat awal pengujian.) Kadar air dari tanah, dalam persen, dan
jumlah pukulan untuk masing-masing uji digambarkan di atas kertas grafik semi-log (Gambar
3.4). Hubungan antara kadar air dan log N dapat dianggap sebagai suatu garis lurus. Garis
lurus tersebut dinamakan sebagai kurva aliran (flow curve).

Padat Semipadat Plastis Cair


Kadar air
bertambah

Batas Batas Batas

Gambar 3.1. Batas-batas Atterberg

Kadar air yang bersesuaian dengan N = 25, yang ditentukan dari kurva aliran, adalah batas cair
dari tanah yang bersangkutan. Kemiringan dari aliran (flow line) didefinisikan sebagai indeks
aliran (flow index).

Jari-jari
2,126 in
(54 mm)
Contoh tanah

Dasar karet keras

(a)

34
35

0,3937 in
(10mm) 2,875 in (73mm)

Ujung persegi
0,3937 in
(10mm)

(b) Jari-jari 0,875 in


(22,2mm)

5
in
64

(2mm)

11 mm
8 mm

2 mm Tanpa skala
(c) (d)

Gambar 3.2. Uji batas cair : (a) alat untuk uji batas cair; (b) alat untuk menggores; (c) contoh
tanah sebelum diuji; (d) contoh tanah setelah di uji

Gambar 3.3. Awal uji batas cair dengan contoh tanah di dalam mangkok kuningan (atas jasa dari
Soiltest,Inc. Evanston,Illinois).

35
36
w1 − w2
IF = (3.1)
N 
log 2 
 N1 
Dimana :
IF = indeks aliran
w1 = kadar air, dalam persen, dari tanah yang bersesuaian dengan jumlah pukulan N1
w2 = kadar air, dalam persen, dari tanah yang bersesuaian dengan jumlah pukulan N2
Jadi persamaan garis aliran dapat dituliskan dalam bentuk yang umum, sebagai berikut :
w = -I F log N + C (3.2)

Atas dasar hasil dari beberapa uji batas cair, US Waterways Experiment Station,
Vickburg, Mississipi (1949), mengajukan suatu persamaan empiris untuk menentukan
batas cair, yaitu :
tan β
N
LL = wN   (3.3)
 25 
Dimana :
N = jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk menutup goresan selebar 0,5 in pada
dasar contoh tanah yang diletakkan dalam mangkok kuningan dari alat uji batas
cair.
WN = kadar air dimana untuk menutup dasar goresan dari contoh tanah dibutuhkan
pukulan sebanyak N tan β= 0,121 (harap dicatat bahwa tidak semua tanah
mempunyai harga tan β = 0,121)

50
Kurva aliran
Kadar air (%)

Batas cair = 42

40

30
10 20 25 30 40 50
Jumlah pukulan,N

Gambar 3.4. Kurva aliran (flow curve) untuk penentuan bts cair lempung berlanau (silty clay)
36
37

Persamaan (3.3) umumnya memberikan hasil yang cukup baik apabila jumlah pukulan
adalah antara 20 dan 30. Untuk uji laboratorium yang dilakukan secara rutin, persamaan ter-
sebut mungkin dapat dipergunakan untuk menentukan harga batas cair bilamana hanya dila-
kukan satu pengujian untuk tiap-tiap tanah. Cara ini dikenal sebagai metode satu titik (one
point method). Metode ini telah dimasukkan dalam ASTM standar keterangan no D-423.
Sebagai alasan mengapa metode satu titik ini dapat memberikan hasil yang, cukup baik ada-
lah bahwa rentang (range) harga kadar air yang terlibat hanya kecil, yaitu N = 20 sampai de-
ngan N = 30. Tabel 3.2 menunjukkan harga-harga dari (N125)0,121 yang diperlukan oleh
Persamaan (3.22) untuk N = 20 sampai dengan N = 30. Angka-angka batas Atterberg untuk
bermacam-macam mineral lempung diberikan dalam Tabel 3.3.
Casagrande (1932) telah menyimpulkan bahwa tiap-tiap pukulan dari alas uji batas
cair adalah bersesuaian dengan tegangan geser tanah sebesar kira-kira 1 g/cm2 (^ 0,1
kN/m2). Oleh karena itu, batas cair dari tanah berbutir halus adalah kadar air di mana tegangan
geser tanahnya adalah kira-kira 25 g/cm2 (= 2,5 kN/m2).
0 ,121
N
Tabel 3.2. Harga-harga  
 25 
N N
0 ,121 N N
0 ,121

   
 25   25 
20 0,973 26 1,005
21 0,979 27 1,009
22 0,985 28 1,014
23 0,990 29 1,018
24 0,995 30 1,022
25 1,000

Tabel 3.3. Harga-Harga Batas Atterberg untuk Mineral Lempung


Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas kerut
Montmorillonite 100 – 900 50 – 100 8,5 – 15
Nontronite 37 – 72 19 – 27
Illitle 60 – 120 35 – 60 15 – 17
Kaolinite 30 – 110 25 – 40 25 - 29

37
38
Halloysite 50 - 70 47 – 60
tehidrasi 35 – 55 30 – 45
Halloysite 160 – 230 100 – 120
Attapulgite 44 – 47 36 – 40
Chlorite 200 – 250 130 – 140
Allophone
• Menurut Mitchell (1976)

3.3. Batas Plastis (Plastic Limit) (PL)


Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana
tanah apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 in (3,2 mm) menjadi retak-retak. Batas
plastis merupakan batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah. Cara pengujiannya
adalah sangat sederhana, yaitu dengan cara menggulung massa tanah berukuran elipsoida
dengan telapak tangan di atas kaca datar (Gambar 3.5a dan b).
Indeks plastisitas [plasticity index (PI)] adalah perbedaan antara batas cair dan
batas plastis suatu tanah, atau
PI= LL — P (3.4)
Urutan pelaksanaan uji batas plastis diberikan oleh ASTM Test Designation D-424.

3.4. Batas Susut (Shrinkage Limit) (SL)


Suatu tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya secara perlahan-lahan
hilang dalam tanah. Dengan hilangnya air secara terus menerus, tanah akan mencapai suatu
tingkat keseimbangan di mana penambahan kehilangan air tidak akan menyebabkan
perubahan volume (Gambar 3.6). Kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana perubahan
volume suatu massa tanah berhenti didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit).
Uji batas susut (ASTM Test Designation D-427) dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan suatu mangkok porselin yang mempunyai diameter kira-kira 1,75 in (44,4 mm)
dan tinggi kira-kira 0,5 in (12,7 mm). Bagian dalam dari mangkok dilapisi dengan vaselin
(petrolium jelly), kemudian diisi dengan tanah basah sampai penuh. Permukaan tanah di da-
lam mangkok kemudian diratakan dengan menggunakan penggaris yang bersisi lurus sehing-
ga permukaan tanah tersebut menjadi sama tinggi dengan sisi mangkok. Berat tanah basah di
dalam mangkok ditentukan. Tanah di dalam mangkok kemudian dikeringkan di dalam oven.
38
39
Volume dari contoh tanah yang telah dikeringkan ditentukan dengan cara menggunakan air
raksa.
Seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.6, batas susut dapat ditentukan dengan cara
sebagai berikut:
SL = w i (%) - ∆w (%) (3.5)
Dimana : W i = kadar air tanag mula-mula pada saat ditempatkan didalam mangkok uji
batas susut
∆w = perubahan kadar air (yaitu antara kadar air mula-mula dan
kadar air pada batas susut)

Gambar 3.5 Uji batas plastis : (a) contoh tanah yang sedang digulung;
(b) gulungan tanah yang retak-retak (atas jasa dari Soiltest,
Inc, Evanston, lllinois).

39
40
Tetapi :
m1 − m2
wi (%) = x100 (3.6)
m2
Dimana :
m1 = masa tanah basah dalam mangkok saat permulaan pengujian (gram)
m2 = masa tanah kering (gram) lihat Gambar 3.7

Volume
tanah

?w
Vi

Kadar air (%)


Batas Batas Batas wi
susut plastis cair

Gambar 3.6 Definisi batas susut

Selain itu :
(V i − V f )pw
∆w(%) = x100 (3.7)
m2
Dimana :
V1 = volume contoh tanah basah pada saat permulaan pengujian (yaitu volume
mangkok, cm 3 )
Vf = volume tanah kering sesudah dikeringkan didalam oven
pw = kerapatan air (g / cm 3)

dengan menggabungkan persamaan-persamaan (3.5), (3.6) dan (3.7) maka di dapat :

 m − m2   (V − V f )ρ w 
SL =  1 (100 ) −  i  (100 ) (3.8)
 m2   m2 

40
41
Contoh :
Dilakukan uji batas susut pada suatu tanah dimana mineral lempung yang paling
dominan dikandungnya adalah Illitle. Hasil pengujian yang didapat adalah :
m1 = 44,6 g Vi = 16,2 cm 3
m2 = 32,8 g Vf = 10,8 cm 3
Hitung batas susutnya :
Penyelesaian :
Dari Persamaan (3.8)
 m − m2   (V − V f )ρ w 
SL =  1 (100 ) −  i  (100 )
 m2   m2 

Mangkok
porselin Volume tanah = Vi
Massa tanah = m1

(a) Sebelum pengeringan

Mangkok
porselin

Volume tanah = Vf
Massa tanah = m2

(b) Setelah pengeringan


Gambar 3.7 Uji batas susut

Dengan memasukkan data uji ke dalam persamaan, didapat :


 44,6 − 32,8   16,2 − 10,8 
SL =  100 −  100
 32,8   32,8 
= 35,97 – 16,46 = 19,5
Catatan : Batas susut yang didapat dari hasil perhitungan di alas adalah masih di
dalam batas umum untuk illite seperti yang diberikan dalam Tabel 3.3.

41
42
3.5. Aktivitas (activity)
Karena sifat plastis dari suatu tanah adalah disebabkan oleh air yang terserap di
sekeliling permukaan partikel lempung (adsorbed water), maka dapat diharapkan bahwa
tipe dan jumlah mineral lempung yang dikandung di dalam suatu tanah akan
mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan. Skempton (1953)
menyelidiki bahwa indeks plastis (PI). suatu tanah bertambah menurut garis lurus sesuai
dengan bertambahnya persentase dari fraksi berukuran lempung (% Berat butiran yang
lebih kecil dari 2µ) yang dikandung oleh tanah. Hubungan ini dapat dilihat dalam
Gambar 3. di mana garis rata-rata untuk semua tanah adalah melalui titik pusat sumbu.
Hubungan antara PI dengan fraksi berukuran lempung untuk tiap-tiap tanah mempunyai
garis yang berbeda-beda. Keadaan ini disebabkan karena tipe dari mineral lempung yang
dikandung oleh tiap-tiap tanah berbeda-beda. Atas dasar basil studi tersebut, Skempton
mendefinisikan suatu besaran yang dinamakan aktivitas (activity) = A, yang merupakan
kemiringan dari garis yang menyatakan hubungan antara PI dan persen butiran yang lolos
ayakan 2µ, atau dapat pula dituliskan sebagai:
PI
A= (3.9)
(%beratfraksiberukuranlempung )

A = aktivitas/activity

Tanah 1

Tanah 2
Indeks plastisitas

Persentase
Fraksi
Lempung (< 2µ)

Gambar 3.11 Hubungan antara indeks plastisitas dengan persentase berat fraksi berukuran
lempung

42
43
Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan
mengembang dari suatu tanah lempung. Harga dari aktivitas untuk berbagai mineral
lempung diberikan dalam Tabel 3.4.
Seed, Woodward, dan Lundgren (1964a) mempelajari sifat plastis dari beberapa
macam tanah yang dibuat sendiri dengan cara mencampur pasir dan lempung dengan persentase
yang berbeda-beda. Mereka menyimpulkan bahwa walaupun hubungan antara indeks plastis
(PI) dan persentase butiran yang lebih kecil dari 2µ adalah merupakan garis lurus, seperti
diteliti oleh Skempton, tetapi garis-garis tersebut tidak selalu melalui pusat sumbu. Keadaan
ini dapat dilihat dalam Gambar 3.12 dan 3.13. Oleh karena itu, aktivitas dapat didefinisikan
sebagai:
PI
A= (3.29)
%beratfraksiberukuranlempung − C '
di mana C' adalah konstanta dari tanah yang ditinjau.
Untuk hasil percobaan yang ditunjukkan dalam Gambar 3.9 dan 3.10, C' = 9.
Studi lanjutan dari Seed, Woodward, dan Lundgren (1964b) menunjukkan bahwa
hubungan antara indeks plastisitas dan persentase dari fraksi berukuran lempung di dalam tanah
dapat diwakili oleh dua garis lurus. Hal ini ditunjukkan secara kualitatif dalam Gambar 3.11.
Untuk tanah yang mengandung fraksi berukuran lempung lebih besar dari 40%, garis lurus
tersebut akan melalui pusat sumbu apabila diproyeksikan kembali.

Table 3.4. Aktivitas Mineral Lempung


Mineral Aktivitas (A)
Smectites / Montmorillonite 1–7
Illite 0,5 – 1,2
Kaolinite 0,5
Halloysite (2H2O) 0,5
Halloysite (4H2O) 0,10
Attapulgite 0,5 – 1,2
Allophone 0,5 – 1,2

Menurut Mitchell (1976)

43
44

Gambar 3.12 Hubungan antara indeks plasitsitas dan persentase berat fraksi berukuran lempung
untuk campuran lempung illite/ betonite (menurut Seed, Woodward, dan Lund gren,1964).

Bagan Plastisitas
Walaupun cara untuk menentukan batas cair dan batas plastis di laboratorium adalah
sangat sederhana, batas-batas tersebut dapat memberikan informasi tentang sifat dari tanah
kohesif. Maka dari itu, batas cair dan batas plastis telah digunakan secara ekstensif oleh para
ahli teknik sipil untuk menentukan korelasi dari beberapa parameter tanah fisis dan juga
untuk mengidentifikasi tanah. Casagrande (1932) telah mempelajari hubungan antara indeks
plastis dan batas cair dari bermacam-macam tanah asli. Berdasarkan hasil-hasil pengujian ter-
sebut, Casagrande mengusulkan suatu bagan plastisitas seperti yang ditunjukkan dalam Gam-
bar 3.15. Hal yang paling penting dalam bagan tersebut adalah garis empiris A yang diberi-
kan dengan Persamaan PI = 0,73 (LL — 20). Garis empiris A memisahkan tanah lempung
44
45
anorganik (inorganic clay) dari tanah lanau anorganik (inorganic silt). Tanah lempung anor-
ganik terletak di atas garis A, dan lanau anorganik terletak di bawah garis A. Tanah lanau
anorganik dengan kemampuan memampat sedang (di bawah garis A dengan LL berkisar an-
tara 30 sampai dengan 50). Tanah lempung organik (organic clay) berada di dalam daerah
yang sama seperti tanah lanau anorganik dengan kemampuan memampat tinggi (di bawah
garis A dengan LL lebih besar dari 50). Keterangan yang diberikan dalarn bagan plastisitas
adalah sangat berguna karena bagan tersebut merupakan dasar dalam pengelompokan tanah
berbutir halus dengan sistem unified (USCS)

Commercial bentonite

Bentonite/kaolinite-4:1

∆ Bentonote/kaolinite-1.5:1

▲ Illite/Bentonite-1,5:1

Commercial kaolinite

500
A=5,4

400

300
3,33

200

1,78

100 1,28
∆ ▲
▲ 0,93

∆ ∆
0
20 40 60 80 100
Persentase berat fraksi berukuran lempung (<2µ)

Gambar 3.13 Hubungan antara indeks plastisitas dan persentase berat fraksi berukuran
lempung untuk campuran lempung illite/bentonite (menurut Seed,
Woodward, dan lund gren)

45
46

Indeks plastisitas

0 10 40
Persentase berat fraksi berukuran lempung
(<2µ)

Gambar 3.14 Penyederhanaan hubungan antara indeks plastisitas dan persentase berat
fraksi berukuran lempung (Seed, Woodward, dan Lun)

70

8)
Lempung anorganik

L-
60

(L
is
Dengan plastisitas
ar

9
0,
G
tinggi
=
PI
50
Indeks plsatisitas

0)
is

2
L-
ar

(L
G

Lempung anorganik
73

40
0,

Dengan plastisitas
=
PI

sedang

30 Lempung anorganik
Dengan kompresibilitas
Tinggi dan lempung organik
Lempung anorganik
20 Dengan plastisitas
rendah
Lanau anorganik dengan
komresibilitas sedang dan lanau
organik
10
Tanah tak
kohesif

0
20 40 60 80 100

Batas cair
Lanau anorganik
Dengan kompresibilitas rendah

Gambar 3.15 Bagan plastisitas

Dalam Gambar 3.15 terlihat bahwa ada suatu garis di atas garis A yang dinamakan
garis U. Garis U ini merupakan batas atas perkiraan dari hubungan antara indeks plastisitas
dan batas cair untuk semua tanah yang telah ditemukan selama ini. Persamaan garis U dapat
dituliskan sebagai beriktit:

46
47
PI = 0,9 (LL — 8) (3.11)

Pemakaian yang lain dari garis A dan garis U adalah untuk menentukan batas susut tanah,
seperti telah disarankan oleh Casagrande bahwa apabila indeks plastisitas dan batas cair dari
suatu tanah diketahui, maka batas susut dari tanah yang bersangkutan dapat ditentukan secara
kira-kira (lihat Holtz dan Kovacs, 1981). Hal ini dapat dilakukan dengan cara seperti yang
terlihat dalam Gambar 3.16, yaitu:
a. Gambar indeks plastisitas dan batas cair dari tanah yang bersangkutan, misalnya titik A
dalam Gambar 3.16.
b. Perpanjangan garis A dan garis U ke bawah hingga bertemu pada satu titik B. Titik B
mempunyai koordinat LL = — 43,5 dan PI = — 46,4.
c. Hubungkan titik A dan titik B dengan satu garis lurus. Garis tersebut akan memotong sumbu
batas cair pada titik C. Absis dari titik C adalah perkiraan harga batas susut dari tanah
yang bersangkutan.

47
48
IV. STRUKTUR TANAH

4.1. Pendahuluan
Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan geometrik butiran tanah. Di antara
factor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah adalah bentuk, ukuran, dan komposisi
mineral dari butiran tanah serta sifat dan komposisi dari air tanah. Secara umum, tanah dapat
dimasukkan ke dalam dua kelompok yaitu: tanah tak berkohesi (cohesionless soil) dan tanah
kohesif (cohesive soil). Struktur tanah untuk tiap-tiap kelompok akan diterangkan di bawah
ini.

60
Indeks plastisitas

40
U
is
ar
G

A
is
ar
G

20 A

C
0
8 20 40 60 80 100 120
Batas cair

B LL –43,5
PI=-46,5

Gambar 3.16 Perkiraan harga batas susut dari bagan plastisitas

4.2. Struktur Tanah Tak Berkohesi


Struktur tanah tak berkohesi pada umumnya dapat dibagi dalam dua kategori
pokok: struktur butir-tunggal (single-grained) dan struktur sarang-lebah (honeycombed).
Pada struktur butir tunggal, butiran tanah berada dalam posisi stabil dan tiap-tiap butir
bersentuhan satu terhadap yang lain. Bentuk dan pembagian ukuran butiran tanah serta
kedudukannya mempengaruhi sifat kepadatan tanah (Gambar 3.17). Untuk mendapatkan
gambaran yang lebih jelas tentang variasi angka pori yang disebabkan oleh kedudukan
butiran, perhatikan suatu susunan yang terdiri dari butiran yang bulat dan berukuran sama
seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.18. Untuk suatu susunan dalam keadaan yang sangat
48
49
lepas, angka pori adalah 0,91. Tetapi, angka pori berkurang menjadi 0,35 bilamana butiran
bulat dengan ukuran sama tersebut diatur sedemikian rupa hingga susunan menjadi sangat
padat. Keadaan tanah asli berbeda dengan model di atas karena butiran tanah asli tidak
mempunyai bentuk dan ukuran yang sama. Pada tanah asli, butiran dengan ukuran terkecil
menempati rongga di

(a) (b)
Gambar 3.17. Struktur butir-tunggal : (a) lepas, (b) Padat

(a) Sangat lepas (e=0,91) (b) Sangat padat (e=0,35)


Tampak atas Tampak atas

Gambar 3.18.Model dari susunan butiran yang bulat dan berukuran yang sama (tampak
atas) : (a) susunan yang sangat lepas (e = 0,91); (b) susunan yang sangat
padat (e = 0,35)

antara butiran besar. Keadaan ini menunjukkan kecenderungan terhadap pengurangan


angka pori tanah. Tetapi, ketidakrataan bentuk butiran pada umumnya menyebabkan
adanya kecenderungan terhadap penambahan angka pori dari tanah. Sebagai akibat
dari dua faktor tersebut diatas, maka angka pori tanah asli kira-kira masuk dalam
rentang yang sama seperti angka pori yang didapat dari model tanah di mana bentuk
49
50
dan ukuran butiran adalah sama.
Pada struktur sarang-lebah (Gambar 3.19), pasir-halus dan lanau membentuk
lengkungan-lengkungan kecil hingga merupakan rantai butiran. Tanah yang
mempunyai struktur sarang-lebah mempunyai angka pori besar dan biasanya dapat
memikul beban statis yang tak begitu besar. Tetapi, apabila struktur tersebut dikenai
beban berat atau apabila dikenai beban getar, struktur tanah akan rusak dan menyebabkan
penurunan yang besar.

4.3. Struktur Tanah Kohesif


Untuk dapat mengerti dasar dari struktur tanah kohesif, perlu diketahui tipe dari
gaya-gaya yang bekerja antara butir-butir tanah lempung yang terlarut dalam air.
Dalam bab terdahulu telah dibahas tentang muatan negatif pada permukaan butir tanah
lempung dan lapisan ganda terdifusi (diffuse double layer) yang mengelilingi tiap-tiap
butir. Bilamana dua butiran lempung dalam larutan terletak berdekatan satu terhadap
yang lain, lapisan ganda terdifusi dari kedua butiran tersebut akan menyebabkan gaya
tolak-menolak. Pada waktu yang sama, timbul juga gaya tarik-menarik antar butiran lempung
yang disebabkan oleh gaya Van Der Waal yang tidak tergantung pada sifat air.

Gambar 3.19 Struktur sarang lebah

Kedua gaya tolak-menolak dan tarik-menarik ini akan bertambah dengan berkurangnya
jarak antara partikel-partikel lempung, tetapi kecepatan penambahan untuk kedua gaya
tersebut tidak sama. Bilamana jarak antara partikel-partikel sangat kecil, gaya tarik-
menarik adalah lebih besar dari pada gaya tolak-menolak. Gaya-gaya ini dianalisis dengan
teori koloid (colloidal theories).
50
51
Pada kenyataannya, konsentrasi muatan positif terjadi pada bagian-bagian tepi dari
butiran lempung. Maka dari itu, apabila butiran lempung saling berdekatan satu dengan
yang lainnya, bagian tepi yang bermuatan positif ini akan ditarik ke permukaan butiran yang
bermuatan negatif.
Sekarang kita mempelajari sifat dari tanah lempung yang merupakan endapan dari
suatu larutan. Bilamana lempung terdispersi (dispersed) di dalam air, partikel-partikel
tanah akan berjauhan satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena dengan
bertambahnya jarak antara partikel-partikel, gaya tolak-menolak antar partikel adalah
lebih besar dari pada gaya tarik-menarik (gaya Van Der Waal). Gaya tarik bumi yang
bekerja pada tiap-tiap partikel diabaikan. Jadi, tiap-tiap partikel akan turun secara
perlahan atau tinggal dalam larutan, mengalami gerakan Brown (gerakan zig-zag yang
acak dari butiran koloid di dalam larutan). Endapan yang terbentuk oleh butir-butir tanah
yang mengendap mempunyai struktur terdispersi, dan semua partikel akan berorientasi kira-
kira sejajar satu sama lain (Gambar 3.20a).
Apabila butiran lempung yang mulanya terdispersi di dalam air kemudian posisinya
berubah menjadi berdekatan satu sama lain dikarenakan adanya gerakan acak di dalam
larutan, butiran-butiran akan cenderung untuk mengumpul ke dalam gumpalan yang
besar dengan butir-butirnya mempunyai hubungan tepi permukaan (edge-to-face
contact). Dalam keadaan ini, partikel-partikel secara keseluruhan diikat bersama-sama
oleh gaya tarik elektrostatik dari muatan positif tepi butiran ke muatan negatif
permukaan butiran. Keadaan ini dikenal sebagai flokulasi (flocculation). Bilamana
gumpalan ini menjadi besar, mereka akan mengendap ke bawah diakibatkan oleh gaya
beratnya sendiri. Endapan yang terbentuk dengan cara ini akan mempunyai struktur
terflokulasi (Gambar 2.24b).
Apabila garam ditambahkan ke dalam larutan lempung air yang asalnya sudah
terdisperia. ion-ion cenderung untuk menekan lapisan ganda di sekeliling partikel.
Keadaan ini mengurangi gaya tolak-menolak antar partikel-partikel sehingga partikel
lempung akan tarik-menarik satu dengan yang lainnya untuk membentuk gumpalan-
gumpalan dan kemudian mengendap kebawah. Struktur terflokulasi dari endapan dapat
dilihat dalam Gambar 3.20c. Untuk sedimen di air asin yang mempunyai struktur
terflokulasi, partikel-partikelnya mempunyai orientasi yang sejajar satu sama lain. Hal ini
disebabkan karena adanya gaya Van Der Waal.
Lempung yang mempunyai struktur terflokulasi mempunyai berat yang ringan dan angka
51
52
pori yang sangat besar. Struktur lapisan tanah lempung yang terbentuk di dalam laut sangat
terflokulasi, sedangkan sedimen yang terbentuk di air tawar sebagian besar mempunyai struktur
antara terdispersi dan terflokulasi.
Dalam kenyataannya, suatu deposit tanah yang terdiri atas mineral lempung saja ternyata
jarang ditemui. Maka dari itu, bilamana suatu tanah mengandung 50% atau lebih partikel 0,002
mm atau kurang, biasanya tanah tersebut dinamakan lempung. Studi yang paling baru dengan alat
scanning electron microscopes (Collins dan McGown, 1974; Pusch, 1978; Yong dan Sheeran,
1973) menunjukkan bahwa tiap-tiap partikel lempung cenderung untuk menggumpal dalam
ukuran-ukuran yang kecil. Gumpalan-gumpalan kecil tersebut dinamakan domain. Beberapa
domain kemudian bersama-sama membentuk kelompok yang dinamakan cluster. Cluster dapat
dilihat dengan alat mikroskop biasa. Beberapa cluster mengelompokkan bersama-sama untuk
membentuk ped; pengelompokan cluster-cluster disebabkan karena adanya gaya antar
partikel. Ped dapat dilihat tanpa mikroskop. Kelompok dari ped merupakan suatu struktur makro
yang lengkap dengan sambungan dan retakan.
Gambar 3.21a menunjukkan susunan beberapa ped dengan pori-pori makro (macropore)-
nya

Gambar 3.20. Struktur endapan (sedimen): (a) dispersi; (b) flokulasi oleh bukan garam; (c)
flokulasi oleh garam (diambil dari Lambe, 1958)

52
53

Gambar 3.21. Struktur tanah (a) susunan ped-ped dan ruang pori makro. (b) susunan domain-
domain dan cluster-cluster dengan butiran berukuran lanau.

Tabel 3.5 Struktur Tanah Lempung


Hal Keterangan
Struktur terdispresi Terbentuk oleh partikel-partikel lempung yang
mengendap secara individu. Orientasi butir-
butirnya hampir paralel
Struktur terflokulasi Terbentuk oleh gumpalan-gumpalan butiran
lempung yang mengendap
Domain Kelompok unit-unit submikroskopis dari partikel-
partikel lempung
Cluster Kelompok dari domain yang membentuk cluster.
Dapat dilihat dengan mikroskop biasa.
Ped Kelompok dari cluster yang membentuk ped. Dapat
dilihat tanpa mikroskop.

Susunan beberapa domain beserta cluster dengan butiran lanau ditunjukkan dalam gambar 3.21 b.
Dari keterangan diatas, dapat dilihat bahwa struktur dari tanah kohesif adalah sangat
rumit. Dari segi teknik, struktur mikro mempunyai pengaruh yang penting terhadap sifat tanah.
Dari segi filosofisnya, struktur mikro adalah lebih penting dari pada struktur makro. Tabel 3.2
memberikan rangkuman tentang struktur makro dari tanah lempung.

53
54
V. KOMPOSISI TANAH

5.1. Hubungan Volume-Berat


Gambar 5.1a menunjukkan suatu elemen tanah dengan volume V dan berat W. Untuk
membuat hubungan volume-berat agregat tanah, tiga fase (yaitu: butiran padat, air dan udara)
dipisahkan seperti ditunjukkan pada Gambar 5.1b. Jadi volume total contoh tanah yang diselidiki
dapat dinyatakansebagai:
V = Vs + Vv (5.1)
= Vs + Vw +Va
dimana : V = volume contoh tanah
Vs = volume butiran padat (solid)
Vv = volume pori (void)
Vw = volume air di dalam pori (water)
Va = volume udara di dalam pori (air)

Gambar 5.1. (a) Elemen tanah dalam keadaan asli


(b) Tiga fase elemen tanah

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka contoh tanah sbb :
W = Ws + Ww (5.2)
Dimana : W = berat contoh tanah
Ws = berat butiran padat (solid)
Ww = berat air (water)

54
55
Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah angka pori (void ratio,
e), porositas (porosity,n), dan derajad kejenuhan (degree of saturation, S).

Angka pori adalah perbandingan antara volume pori dengan volume butiran padat
Vv
e= e = angka pori (void ratio) (5.3)
Vs

Porositas adalah perbandingan antara volume pori dengan volume tanah total
Vv
n= n = porositas (porosity) (5.4)
V

Derajad kejenuhan adalah perbandingan antara volume air dengan volume pori
Vw
S= S = derajad kejenuhan dalam % (5.5)
Vs
Hubungan angka pori dengan porositas
 Vv 
 
=   =
V Vv V n
e= v = (5.6)
Vs V − Vv V  1− n
1−  v 
V 
e
juga : n = (5.7)
1+ e

Istilah-istilah umum yang dipakai untuk hubungan berat adalah kadar air (water content, w ) dan
berat volume atau berat isi (unit weight, γ )
Kadar air (water content, w) adalah perbandingan berat air dengan berat butiran padat
Ww
w= w = kadar air (%) (5.8)
Ws
Berat volume (unit weight, γ ) adalah berat tanah dibagi volume tanah
W
γ = = berat volume dalam ton/m3 (5.9)
V
Berat volume juga dapat dinyatakan dalam berat butiran padat, kadar air, dan volume total. Dari
persamaan (5.2), (5.8), dan (5.9):

55
56

(5.10)

Para ahli tanah kadang-kadang menyebut berat volume (unit weight) yang didefinisikan dengan
persamaan (5.9) sebagai berat volume basah (moistunit weight).
Kadang-kadang memang perlu untuk mengetahui berat kering persatuan volume tanah.

Perbandingan tersebut dinamakan berat volume kering (dry unit weight), d, Jadi:
berat volume kering
Ws
γd = (5.11)
V
Dari persamaan (5.10) dan (5.11), hubungan antara berat volume, berat volume kering, dan kadar
air dapat dituliskan sebagai berikut:
γ
γd = (5.12)
1+ w

2.1. Hubungann antara Berat Volume( γ ), Angka Pori (e), Kadar Air (w) dan Berat Spesifik
(Gs)
Untuk mendapatkan hubungan antara berat volume (kepadatan), angka pori, dan kadar air,
perhatikan suatu elemen tanah dimana volume butiran padatnya adalah 1, seperti terlihat pada
Gambar 5.2. Karena volume dari butiran padatadalah 1, maka volume dari pori adalah sama
dengan angka pori e (dari persamaan 5.3). Berat dari butiran padat dan air dapat dinyatakan
sebagai
Ws = Gsγ w (5.13)

Ww = w.Ws = w.Gs .γ w Gs = berat spesifik (spesific grafity)


Dengan menggunakan definisi berat volume dan berat volume kering (persamaan (5.9) dan (5.11)
kita dapat menuliskan:

56
57

(5.14)

dan (5.15)

Gambar 5.2: Tiga fase elemen tanah dengan volume butiran padat
sama dengan 1

Karena berat air dalam elemen tanah yang ditinjau adalah , volume yang ditempati
air adalah :
Ww w.Gs .γ w
Vw = = = w.Gs (5.16)
γw γw
Maka dari itu derajad kejenuhan adalah ;

57
58
Vw w.Gs
S= = atau S .e = wGs (5.17)
Vv e
Persamaan (5.17) adalah sangat berguna untuk penyelesaian persoalan-persoalan yang
menyangkut hubungan tiga fase,
Apabila contoh tanah adalah jenuh air (saturated) yaitu ruang pori terisi penuh oleh air,
(Gambar 5.3) maka berat volume tanah jenuh dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti
diatas, yaitu:

( 5.18)

= berat volume tanah yang jenuh air

Gambar 5.3: Elemen tanah yang jenuh air dengan volume butiran padat
sama dengan 1

Dengan menggunakan kerapatan dalam sistem SI

58
59

Kerapatan (density) (5.19a)

Gs . ρ w
ρd = Kerapatan kering (dry density) (5.19b)
1+ e

ρ sat =
(Gs + e)ρ w Kerapatan jenuh air (saturated density) (5.19c)
1+ e
ρ w = kerapatan air (water density) = 1000 kg/m3

VI. PERMEABILITAS TANAH (DAYA REMBESAN TANAH)


(PERMEABILITY OF SOIL)

6.1. Pendahuluan
Semua macam tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang disebut pori
(voids) antara butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan satu dengan yang lain
sehingga air dapat mengalir melalui ruang pori tersebut. Proses ini disebut rembesan (seepage)
dan kemampuan tanah untuk dapat dirembesi air disebut daya rembesan atau permeabilitas
(permeability). Persoalan rembesan air dalam tanah sangat penting dalam bidang teknik sipil,
misalnya pada pembuatan tanggul untuk menahan air, bendungan, juga penggalian untuk
pembuatan pondasi dibawah muka air tanah.

59
60
6.2 Daya Rembes Air atau Permeabilitas (Permeability)
Rembesan air dalam tanah hampir selalu berjalan “linear”, yaitu jalan atau garis yang
ditempuh air merupakan garis dengan bentuk yang teratur (smooth curve). Dalam hal ini
kecepatan merembes adalah menurut suatu hukum yang disebut hukum Darcy (Darcy’s Law).
Prinsip ini dapat dilihat pada Gambar 6.1
Pada gambar ini diperlihatkan rembesan air pada suatu contoh tanah akibat adanya
perbedaan tegangan air pada kedua ujung contoh tersebut.
Pada titik A dan B tegangan air dapat ditentukan dengan mengukur ketinggian air dalam pipa-
pipa yang dipasang pada kedua titik tersebut. Selisih ketinggian air pada kedua pipa ini disebut
“hydraulic head” (h) antara titik A dan B. Jika terdapat hydraulic head (h) air akan mengalir dari
titik A ke titik B.

Gambar 2.1 : Rembesan air di dalam tanah


akibat gradien hidrolis

Selisih ketinggian air H dibandingkan dengan jarak antara kedua titik ini disebut gradient hidrolik
(hydraulic gradient) dengan simbul i

h
Jadi i = (6.1)
L
Dimana i = gradient hidrolik

60
61

Menurut hukum Darcy kecepatan aliran air dalam tanah sebanding dengan gradient hidrolik

Yaitu v = k.i (6.2)


Dimana v = kecepatan (discharge velocity)
k = konstanta yang disebut koefisien rembesan atau
permeabilitas (coefficient of permeability)
Nilai k tergantung dari macam tanah.
Kecepatan v pada rumus Darcy bukanlah kecepatan sebenarnya pada air didalam pori tanah.
Kecepatan v ini adalah suatu angka yang dapat dipakai secara langsung untuk menghitung
banyaknya air yang merembes dalam tanah.

Yaitu : q = v.A (6.3)


Dimana : q = banyaknya air persatuan waktu, misalnya cm3/detik
A = luas penampang

Kecepatan yang sesungguhnya dari air dalam pori-pori tergantung pada besarnya masing-
masing pori sehingga sebenarnya tidak merupakan nilai yang tertentu. Kecepatan ini tidak perlu
diketahui untuk menyelesaikan soal-soal praktis oleh karena itu tidak perlu diperhatikan.
Nilai k pada rumus Darcy merupakan konstanta untuk suatu macam tanah asal suhu pada
air tanah tidak berubah. Perubahan pada suhu berarti kekentalan air akan ikut berubah sehingga
nilai k akan dipengaruhi, tetapi secara umum di Indonesia variasi ini akan cukup kecil sehingga
dapat diabaikan.
Pada bahan yang terdiri dari butir-butir yang besar (terutama kerikil yang tidak
mengandung pasir atau lempung, adalah mungkin bahwa pengaliran air tidak lagi “linear” atau
“smooth”, sehingga hukum Darcy tidak berlaku lagi. Keadaan semacam ini jarang ditemui pada
soal-soal praktis

6.3 Hubungan Daya Rembesan Dengan Angka Pori


Kecepatan rembesan air di dalam tanah tidak tergantung pada isi total dari ruang pori di
dalam tanah, tetapi kepada besarnya masing-masing pori. Jadi tanah lempung dengan angka pori
yang tinggi, misalnya e = 2,0 dapat mempunyai nilai k = 10-9 cm/detik, sedangkan pasir dengan
61
62
angka pori yang rendah, misalnya e = 0,5 dapat mempunyai nilai k = 10-2 cm/detik. Karena itu
jelaslah bahwa tidak ada hubungan yang bersifat umum antara daya rembesan dengan angka pori.
Walaupun demikian, untuk suatu macam tanah tertentu, masih ada kemungkinan bahwa
daya rembesan dapat dihubungkan dengan angka pori. Hal ini benar terutama untuk pasir. Secara
teoritis, daya rembesan suatu tanah tertentu dapat dihubungkan dengan angka pori menurut rumus
berikut :
e3
k=K (6.4)
1+ e
dimana : k = permeabilitas
e = angka pori
K = konstanta

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa rumus ini memang cukup tepat
untuk pasir, tetapi kuarang untuk lempung.
Hubungan lain antara nilai k dan angka pori tanah juga diberikan oleh Terzaghi dan Peck,
sebagai berikut :

k1 = 1,4 k0.e2 (6.5)

Dimana: k1 = permeabilitas pada angka pori sebesar e


k0 = permeabilitas pada angka pori 0,85
Rumus ini hanya dimaksudkan untuk pasir dan dalam hal ini hasil pengukuran menunjukkan
rumus tersebut merupakan perkiraan-perkiraan yang cukup tepat.

6.4 Pengukuran Permeabilitas di Laboratorium

Jumlah air yang merembes melalui tanah dalam waktu tertentu adalah menurut rumus
Darcy, yaitu :
Q = k.i.A.t (6.6)
Dimana Q = jumlah air dalam waktu t
i = gradient hidrolik
A = luas penampang
t = waktu

62
63

Untuk menentukan nilai permeabilitas,k kita dapat langsung mengukur banyaknya air
yang masuk dan keluar dari sebuah contoh tanah dalam waktu tertentu, dengan memberikan
tegangan air yang konstan pada contoh.
Cara melakukan percobaan ini diperlihatkan pada Gambar (6.2 dan 6,3) berikut ini.

62.5 Percobaan dengan tinggi permukaan air tetap


(constant head permeability test).
Percobaan semacam ini disebut percobaan dengan tinggi permukaan air tetap (constant
head permeability test) Gambar 6.2. Contoh tanah yang hendak diperiksa dipasang didalam suatu
tempat yang berbentuk silinder, dan air dibiarkan mengalir melalui contoh tersebut. Banyaknya
air yang keluar dari contoh ditentukan dengan cara menimbang atau dengan mamakai alat ukur.

Nilai k dihitung dengan rumus :

Q.L
k = (6.7)
A.h.t

dimana : Q adalah jumlah air yang keluar dalam jangka waktu t.

Cara ini dapat dipakai asal cukup banyak air dapat merembes contoh dalam waktu yang
tidak terlampau lama. Apabila daya rembesan tanah sangat kecil, maka banyaknya air yang
merembes contoh akan sangat sedikit, sehingga tidak dapat diukur dengan tepat memakai cara
tadi

Gambar 6.2: Penentuan permeabilitas atanah dengan


tinggi permukaan air tetap (constant head)

63
64
6 Percobaan dengan tinggi permukaan air yang menurun
(falling head permeability test).

Apabila daya rembesan tanah sangat kecil, sebaiknya dipergunakan percobaan dengan tinggi
permukaan air menurun (falling head permeability test). Prinsip percobaan ini dapat dilihat pada
gambar (6.3). Pada cara ini sumber air yang masuk contoh melewati suatu pipa dengan diameter
kecil. Penentuan nilai k dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air pada pipa tersebut
dalam jangka waktu tertentu (semula h0 menjadi h1). Jadi tegangan air sekarang tidaklah tetap dan
Rumus Darcy dapat ditulis hanya pada saat tertentu.

Gambar 6.3 : Penentuan permeabilitas tanah dengan tinggi


Permukaan berubah-ubah (falling head)

Menurut hukum Darcy pengaliran selama dt adalah :

h
k A.dt
L
h
Jadi : − adh = k Adt
L

64
65
dh A
Atau : − a = k dt
h L

Dimana : A = luas penampang contoh tanah


A = luas penampang pipa tegak
h0 = tinggi muka air awal percobaan
h1 = tinggi muka air akhir percobaan
L = tinggi contoh tanah

Diintegrasikan dengan batas-batas h0 – h1 dan 0 - t

h1
dh At
−a∫ = k ∫ dt
h0 h L0

2,3.a.L h
atau : k = log10 1
A.t h0

Diameter pipa dapat diatur sesuai dengan sifat contoh yang akan diperiksa.
Untuk contoh dengan daya rembesan lebih besar maka sebaiknya diameter pipa juga lebih besar.

7 Permeabilitas pada Endapan-endapan Alami

Pada umumnya endapan-endapan alami (natural deposit) sifatnya berlapis-lapis. Masing-masing


lapisan menunjukkan sifat-sifat yang homogin. Tetapi apabila yang ditanyakan adalah
permeabilitas yang meliputi lapisan-lapisan yang lebih dalam, maka permeabilitas rata-rata yang
sejajar maupun tegak lurus bidang dasarnya bisa dihitung.

h1 kv1
kh1
kv2
h h
kh2
65
66

kv3
h
kh3

Gambar 1.4 : Penentuan permeabilitas untuk aliran vertikal dan


aliran horisontal pada tanah yang berlapis-lapis

a) Aliran sejajar bidang dasar (horisontal)

Q = v1h1 + v2h2 + v3h3


Kecepatan rata-rata v = Q/h = 1/h (v1h1 + v2h2 + v3h3 + ……)
= 1/h (k1.i.h1 + k2.i.h2 + k3.i.h3 + ……) (6.1)
Jadi v1 = k1.i , v2 = k2.i , i bernilai sama untuk semua lapisan.

Bila permeabilitas rata-rata kearah horizontal disebut kh


Maka v = kh.i (6.2)
Disubsitusikan (1.1) dengan (1.2)

k1h1 + k2 h2 + k3h3
kh = (6.3)
h

b) Aliran Tegak Lurus Bidang Datar

Dalam kasus ini, untuk mendapatkan aliran yang kontinu, besarnya pengaliran per satuan
luas tidak berbeda dalam tiap lapisan. Tapi turunnya permukaan dan gradiennya berbeda beda.
Bila H adalah jumlah penurunan tinggi permukaan air pada endapan dan H1, H2 …. Adalah
penurunan permukaan pada tiap lapisan.

H = H1 + H2 + H3 + …..
= i1h1 + i2h2 + i3h3 + ….. (6.4)
Jadi H1 = i1h1 + i2h2 + ….
V H/h.kv (untuk seluruh masa) ………………..(a)

66
67
Kemudian v = k1i1 = k2i2 ……hingga
i1 = v/k1 , i2 = v/k2
Bila disubsitusikan kedalam persamaan (1.4)
H = v/k1.h1 + v/k2. h2 + v/k3.h3 ….
Juga dari persamaan (a) :
H = vh/kv
Kita samakan nilai H
vh/kv =v/k1.h1 + v/k2.h2 + v/k3.h3 + …….
h
kv =------------------------ (6.5)
h1/h1 + h2/k2 + h3/k3
8 Perhitungan Permeabilitas di Lapangan

a) Permukaan air tak terbatas (unconfined aguifer)

Untuk proyek-proyek pembangunan besar, penghitungan permeabilitas dilakukan


ditempat dengan melakukan tes-tes dilapangan.
Di lapangan, koefisien rembesan rata-rata yang searah dengan arah aliran dari suatu lapisan tanah
dapat ditentukan dengan cara mengadakan uji pemompaan dari sumur. Gambar 1.5 menunjukkan
suatu lapisan tanah tembus air (permeable layer), yang koefisien rembesannya (permeabilitas)
akan ditentukan di mana disebelah bawah dibatasi oleh suatu lapisan kedap air (impermeable
layer). Didalam melakukan percobaan, air dipompa keluar dari sumur uji yang mempunyai
mantel silinder berlubang dengan kecepatan tetap. Beberapa sumur observasi dibuat di sekeliling
sumur uji dengan jarak yang berbeda-beda. Ketinggian air di dalam sumur uji dan sumur
observasi diteliti secara terus menerus sejak pemompaan dilakukan hingga keadaan tetap (steady
state) dicapai. Keadaan tetap tersebut akan dicapai bilamana ketinggian air di dalam sumur uji
dan sumur observasi menjadi tetap. Jumlah air tanah yang mengalir kedalam sumur uji per satuan
waktu (debit = q) adalah sama dengan jumlah air yang dipompa keluar dari sumur uji per satuan
waktu; keadaan ini dapat ditulis sebagai berikut :
 dh 
q = k  2πr.h
 dr 

67
68
r1
dr  2πk  h1
atau : ∫ =  q h∫2h.dh
r2 r

r 
2,303q log10  1 
jadi : k =  r2  (6.6)
(
π h 1−h 2
2 2
)
Dari pengukuran di lapangan, apabila q,r1, r2, h1, dan h2 diketahui, koefisien rembesan dapat
dihitung dari persamaan (1.6)

Gambar 6.5 : Uji pemompaan dari suatu sumur uji dalam lapisan
tembus air yang didasari oleh lapisan kedap air

68
69
b) Permukaan air terbatas (confined aquifer)

Koefisien rembesan rata-rata untuk suatu confined aquifer dapat ditentukan


Dengan cara memompa air keluar dari sumur uji, dimana mantel silinder berlubangnya dipasang
sampai lapisan akifer (lapisan penyimpan air), dan dengan menghitung ketinggian air di dalam
sumur observasi yang dipasang dengan jarak yang berbeda-beda dari sumur uji (Gambar1.6).
Pemompaan dilakukan dengan debit yang tetap hingga keadaan tetap (stabil) tercapai
Karena air hanya dapat mengalir ke dalam sumur uji melalui sumur akifer dengan
ketebalan H, maka persamaan debit air yang dipompa keluar dari sumur dapat dituliskan sebagai
berikut :

 dh 
q = k  2πr.H
 dr 
r1
dr h1 2πkH
atau : ∫r 2 r = h∫2 q .dh
Permeabilitas yang searah dengan aliran dapat dituliskan sebagai berikut :
r 
q log10  1 
k=  r2  (6.7)
2,727 H (h1 − h2 )

69
70

Gambar 6.6 : Uji pemompaan dari suatu sumur uji yang dibuat sampai
dengan lapisan tembus air yang diapit oleh lapisan kedap air

70
71

VII. TEGANGAN NETRAL DAN TEGANGAN EFEKTIF

Untuk keperluan mekanika tanah, kita dapat menganggap tanah sebagai suatu “kerangka”
yang terdiri dari butir-butir tanah, dengan ruangan-ruangan (pori) antar butir ini, yang berisi air
dan udara. Apabila tanah ini dalam terendam air (atau dalam keadaan jenuh) maka pori ini
seluruhnya terisi oleh air.

7. 1. Tegangan Pada Tanah Jenuh Air Tanpa Rembesan.

Untuk mempelajari tegangan-tegangan yang bekerja pada tanah, dan khususnya pada
kerangka butir tanah, maka kita dapat menghitung tegangan-tegangan pada kedalaman H
dibawah permukaan tanah seperti terlihat pada gambar .1.

Gambar 7.1. Cara menghitung tegangan-tegangan di bawah permukaan tanah

Permukaan air tanah (water table) disini terletak pada kedalaman h, dan berat isi tanah
yang terletak diatas muka air = γ 1 , sedangkan berat isi tanah dibawah muka air = γ 2 . Kita dapat
langsung menghitung tegangan-tegangan pada bidang a---b pada kedalaman H ini.

Yaitu : σ = γ 1.h + γ 2 (H − h )
Dimana : σ = tegangan total.

71
72
Jadi tegangan total (total stress) ini adalah tegangan akibat berat tanah (termasuk air
pada porinya) diatas tempat yang ditinjau.

Selain tegangan total, besarnya tegangan air didalam pori ini ias kita hitung. Tegangan ini
disebut tegangan air pori (pore water pressure).

Semua pori didalam tanah berhubungan satu dengan yang lainnya, sehingga tegangan air pori
sama dengan tegangan hidrostatik.

Yaitu : u = γ w (H-h)
Dimana : u = tegangan air pori

Tegangan air pori yang bekerja diruangan-ruangan antara butir-butir tanah akan mengurangi
tegangan yang sebenarnya bekerja pada butir-butir tanah.

Tegangan yang bekerja pada kerangka butir tanah ialah selisih antara tegangan total
dengan tegangan air pori yang disebut tegangan efektif (effective stress) yaitu :

Yaitu : σ '= σ − u
Dimana : σ ' = tegangan efektip
σ = tegangan total
u = tegangan air pori
Tegangan σ ' disebut tegangan efektif, karena memang hanyalah tegangan ini yang
mempunyai “effect” (pengaruh) pada kerangka tanah.

Persamaan σ ' = σ − u sepatutnya dianggap persamaan yang terpenting dalam bidang


mekanika tanah. Sebagian besar soal-soal dalam bidang mekanika tanah menyangkut dua hal
utama yaitu :
a. Kekuatan geser tanah
b. “Compressibility” (kemampumampatan) tanah, yaitu perubahan isi tanah yang terjadi
akibat perubahan tekanan yang bekerja pada tanah.

72
73
Kekuatan geser tanah tergantung terutama pada kekuatan tekanan antar butir-butir tanah, yaitu
kepada tegangan efektip.

Demikian juga isi (volume) tanah tergantung pada tegangan kerangka butir tanah sendiri.
Tidak dapat terjadi perubahan pada isi tanah terkecuali pada perubahan pada tegangan efektip.
Jadi kekuatan geser maupun “compressibility” tanah tergantung kepada tegangan
efektif, bukan kepada tegangan total.

Rumus kekuatan geser mempunyai bentuk :

S = A + B (σ - u )

Dimana : S = kekuatan geser tanah


A dan B = konstanta dari tanah yang bersangkutan

Compressibility tanah dapat dirumuskan sebagai berikut :

∆V
= C (∆σ − ∆u )
V
= C ∆(σ − u )
Dimana : V = isi
∆ V = perubahan isi
C = konstanta tanah yang biasa disebut Compressibility

Kesimpulannya, tegangan efektif adalah merupakan gaya per satuan luas yang dipikul oleh
butir-butir tanah. Perubahan volume dan kekuatan tanah tergantung pada tegangan
efektif di dalam masa tanah. Makin tinggi tegangan efektif suatu tanah, makin padat tanah
tersebut.

Rumus σ ' = σ − u hanyalah berlaku apabila tidak terdapat udara dalam pori tanah, yaitu
apabila derajat kejenuhan 100%
73
74

Gambar 7.2 (a). Lapisan tanah di dalam silinder dengan tidak ada rembesan
(b). Tegangan total
( c). Tekanan air pori
(d). Tegangan efektif terhadap kedalaman pada lapisan tanah yang
terendam air tanpa adanya rembesan

74
75

2. Tegangan Pada Tanah Jenuh Air dengan Rembesan

Tegangan efektif pada suatu titik di dalam masa tanah akan mengalami
perubahandikarenakan oleh adanya rembesan air yang melaluinya. Tegangan efektif ini akan
bertambah besar atau kecil tergantung pada arah dari rembesannya. Apabila rembesannya keatas
maka tegangan efektifnya lebih kecil disbanding kalau rembesannya kebawah.

a. Rembesan Air Keatas

Gambar 7.3a menunjukkan suatu lapisan tanah berbutir di dalam silinder dimana terdapat
rembesan air keatas yang disebabkan oleh adanya penambahan air melalui saluran pada dasar
silinder. Kecepatan penambahan air dibuat tetap. Kehilangan tekanan yang disebabkan oleh
rembesan ke atas antara titik A dan titik B adalah h. Perlu diingat bahwa tegangan total pada
suatu titik di dalam masa tanah adalah disebabkan oleh berat air dan tanah di atas titik yang
bersangkutan. Perhitungan tegangan efektif pada titik A dan B adalah sebagai berikut :

Pada titik A

Tegangan total : σ A = H1γ w

Tekanan air pori : uA = H1γ w

Tegangan efektif : σ ' A = σ A − u A = 0

Pada titik B

Tegangan total : σ B = H1γ w + H 2γ sat

Tekanan air pori : uB = (H1 + H2 + h) γ w

Tegangan efektif : σ 'B = σ B − u B

= H2 (γ sat − γ w ) − hγ w

= H 2γ '− hγ w

75
76

Pada titik C

Tegangan total : σ C = H1γ w + z.γ sat

 h 
Tekanan air pori : uC =  H1 + z + z γ w
 H 2 

Tegangan efektif : σ 'C = σ C − uC

h
= z (γ sat − γ w ) − zγ w
H2
h
= zγ '− zγ w
H2
h
Perhatikan bahwa adalah hidrolik gradien i yang disebabkan oleh aliran, jadi :
H2

σ 'C = zγ − izγ w

76
77

Gambar 7.3 (a). Lapisan tanah di dalam silinder dengan rembesan arah ke atas
(b). Tegangan total
©. Tekanan air pori
(d). Tegangan efektif terhadap kedalaman pada lapisan tanah dengan
rembesan keatas

77
78
Variasi dari tegangan total, tekanan air pori, dan tegangan efektif dengan kedalaman
digambarkan dengan gambar 7.3b, c, dan d. Perbedaan antara gambar 7.2d dan 7.3d adalah :
tegangan efektif pada titik yang terletak pada kedalaman z dari permukaan tanah pada Gambar
7.3d berkurang sebesar izγ w disebabkan adanya rembesan air keatas.
Apabila kecepatan rembesan (dan gradien hidrolik) bertambah secara perlahan, suatu keadaan
batas akan dicapai dimana σ 'C = zγ '−icr zγ w = 0
dimana icr = gradien hidrolik kritis (untuk keadaan dimana tegangan efektif adalah nol). Dalam
keadaan ini kestabilan tanah akan hilang. Keadaan ini biasanya dikenal sebagai boiling atau
quick condition
γ'
Jadi icr =
γw
Untuk kebanyakan tanah harga icr bervariasi dari 0,9 sampai 1,1 dengan angka rata-rata adalah
1,0

b. Rembesan Air ke Bawah


Keadaan dimana terdapat rembesan air kebawah dapat dilihat pada gambar II.4a. Ketinggian air
di dalam silinder diusahakan tetap, hal ini dilakukan dengan cara mengatur penambahan air dari
atas dan pengaliran air keluar melalui dasar silinder.
Gradien hidrolik yang disebabkan oleh rembesan air kebawah adalah sama dengan i=h/H2 .
Tegangan total, tekanan air pori, dan tegangan efektif pada titik C adalah :
σ C = H1γ w + zγ sat
uC = (H1 + zγ sat )γ w
σ 'C = (H1γ w + zγ sat1 ) − (H + z − iz1 )γ w = zγ '+izγ w

Variasi dari tegangan total, tekanan air pori dan tegangan efektif dengan kedalaman dapat
dilihat pada gambar II.4b.c.d

78
79

Gambar I7.4 (a). Lapisan tanah di dalam silinder dengan rembesan arah ke bawah
(b). Tegangan total
©. Tekanan air pori
(d). Tegangan efektif terhadap kedalaman pada lapisan tanah dengan
rembesan arah kebawah

79
80
VIII. REMBESAN AIR (SEEPAGE)

1. Garis Equipotensial dan Garis Aliran


(Equipotential and Flow Lines)

Sebagai contoh rembesan air dalam tanah kita ambil keadaan seperti diperlihatkan pada Gbr 8.1.
Disini kita dapat melihat rembesan dibawah dinding penutup (sheet pile wall).

Gambar 8.1 : Rembesan Air Dalam Tanah

Untuk mempermudah soal yang kita bahas ini, kita anggap bahwa rembesan berjalan pada
dua dimensi saja, dan tanah ditempat ini seragam sehingga nilai permiabilitas (k) pada jurusan
vertical sama dengan nilai k pada jurusan horizontal. Air yang merembes akan masuk tanah pada
permukaan AB dan mengalir dibawah dinding dan keluar pada permukaan BC. Air yang masuk
pada suatu titik tertentu akan menempuh suatu jalan tertentu, misalnya air yang masuk pada titik
F akan mengikuti jalan FGH. Jalan ini disebut garis aliran (flow line atau stream line). Di
dalam tanah yang dirembes air kita dapat mengukur tegangan air pada setiap titik, sehingga

80
81
kemudian dapat kita tentukan garis-garis dengan ketinggian tegangan (head pressure) yang sama,
misalnya garis JK atau garis LM pada Gambar 8.1.

Ketinggian air dalam pipa yang dipasang pada JK atau LM adalah sama.
Garis semacam ini disebut garis “equipotensial” (equipotential lines).

Ketinggian tegangan pada suatu titik, seperti titik P misalnya, dapat dinyatakan sebagai berikut :
u
h= +y
γw
dimana : h = ketinggian tegangan (pressure head)
u = tegangan air
y = ketinggian titik diatas suatu datum tertentu
(yaitu koordinat vertical)

Nilai h tergantung kepada x dan y, yaitu :


Kecepatan aliran pada jurusan horizontal dan vertical dapat kita hitung dari fungsi ini dengan
memakai rumus Darcy, yaitu :
δh
Vx = − k
δx
δh
Vy = − k
δy
dimana : Vx = kecepatan horizontal
Vy = kecepatan vertical
Pemecahan soal-soal rembesan dapat dipermudah dengan memakai suatu fungsi φ yang
dinamakan “velocity potential”. Definisi φ adalah sebagai berikut :
φ = - kh + C

 u 
= - k  + y  + C
 λw 
dimana : k = permeabilitas

C = konstanta
Dengan demikian :

81
82
δφ
Vx =
δx

δφ
Vy =
δy

Pada setiap garis equipotensial nilai h dan φ adalah konstan.


Hubungan antara garis equipotensial dengan garis aliran dapat ditentukan dengan menghitung
kemiringan kedua macam garis ini. Pada garis equipotensial nilai φ adalah konstan sehingga

δφ δφ
dφ = dx + dy = 0
δx δy

 dy  δφ δφ
dan   equipotensial = - /
 dx  δx δy

Kemiringan garis aliran adalah perbandingan komponen vertical dengan komponen


horizontal, seperti diperlihatkan pada Gambar III.2

Gambar 8.2 : Kemiringan Garis Aliran

Jelas dari gambar ini bahwa :


dx Vy δφ
garis aliran = =
dy Vx δy

82
83
 dy   dy 
Dengan demikian   equipotensial x   garis aliran = -1
 dx   dx 

Ini berarti bahwa kemiringan garis equipotensial adalah tegak lurus terhadap garis aliran.

Pada tanah yang seragam hal ini selalu benar, sehingga rembesan air di dalam tanah dapat
digambarkan sebagai deretan garis equipotensial dan sederetan garis aliran yang saling
berpotong-potong secara tegak lurus.

Gambar semacam ini disebut “flow net”.

Pada gambar III.3 diperlihatkan contoh flow net, dimana rembesan berjalan didalam tanah
dibawah bendungan beton.

Gambar 8.3 : Flow Net Dibawah Bendungan beton

83
84
Rumusan atau persamaan yang merupakan dasar untuk pemecahan soal-soal rembesan dapat
ditentukan dengan menghitung banyaknya air yang masuk dan keluar dari suatu segmen didalam
tanah, seperti diperlihatkan pada Gambar 8.4

Gambar 8.4 : Air yg Masuk dan Keluar pd Suatu Segmen didalam Tanah

Isi air yang masuk segmen ini dalam satuan waktu :


Vx.dy + Vy.dx

Isi air yang keluar dalam satuan waktu :

 δVx   δVy 
= Vx + dx dy + Vy + dy dx
 δx   δy 

Air yang masuk dan keluar tentu harus sama, sehingga :

 δVx   δVy 
Vx.dy + Vx.dx = Vx + dx dy + Vy + dy dx
 δx   δy 

δVx δVy
Jadi : + =0
δx δy

84
85
Persamaan ini disebut “continuity equation”. Dengan memasukkan velocity potensi φ seperti
diterangkan tadi kita peroleh

δ  δφ  δ  δφ 
 +   = 0
δx  δx  δy  δy 

δ 2φ δ 2φ
Yaitu : + =0
δx 2 δy 2

Persamaan ini terkenal dengan nama persamaan Laplace (Laplace equation).


Persammaan Laplace ini tidak hanya berlaku untuk rembesan air dalam tanah, tetapi juga untuk
aliran listrik atau kepanasan pada bahan conductor.

Dapat dibuktikan bahwa pemecahan daripada persamaan Laplace terdiri dari dua fungsi
φ dan ψ , dimana garis φ = konstan merupakan “orthogonal trajectories” daripada garis ψ =
konstan. Garis ψ = konstan adalah garis-garis equipotensial, sedangkan garis φ = konstan
adalah garis-garis aliran. Fungsi disebut “stream function”. Sebagai pemecahan Laplace funsi
φ dan ψ harus memenuhi syarat-syarat berikut :
δψ δφ
=
δy δx
δψ δφ δψ
dan : = sehingga Vx =
δx δy δy
Banyaknya air yang mengalir antara dua garis aliran dapat dihitung dengan cara seperti
diperlihatkan pada Gambar III.5. Nilai “stream function” pada kedua garis aliran adalah sebesar
ψ 1 dan ψ 2

Gambar 8.5 : Banyaknya Air yang Mengalir Antara Dua Garis Aliran
85
86

Banyaknya air yang mengalir :


ψ2
= ∫Vx.dy
ψ1

ψ2

= ∫ψ Sy dy
1

= ψ 2 − ψ1

Jadi air yang mengalir antara dua garis aliran adalah sebesar selisih nilai ψ pada kedua
garis tersebut. Karena ψ 2 − ψ 1 adalah konstanta maka semakin dekat garis aliran satu dengan
yang lain berarti makin besar kecepatan aliran, dan sebaliknya.

2. Syarat-syarat Pada Perbatasan (Boundary Condition)


a. Perbatasan yang tidak dapat dirembesi air (Impermeable Boundaries).
Perbatasan seperti BCDEF dan MN pada Gambar 8.3 tidak dapat dirembesi air sama
sekali. Karena itu, rembesan air dekat pada perbatasan ini harus berjalan sejajar
dengan permukaan yang bersangkutan. Karena itu perbatasan-perbatasan ini
sebenarnya merupakan garis aliran.
b. Perbatasan air dengan tanah (Soil-water Surface).
Yang dimaksud adalah permukaan AB dan GH pada Gambar 8.3 atau permukaan AC
dan EB pada Gambar 8.6. Ketinggian air dalam pipa yang dipasang pada permukaan
semacam ini akan sama, sehingga perbatasan-perbatasan ini merupakan garis
equipotensial.
Pada suatu titik seperti P pada Gambar III.6 nilai φ adalah :

 u 
φ = −k  + y  + C
γw 
= - KH + C
= konstan

86
87
c. Permukaan Rembesan (Surface Seepage).
Permukaan rembesan adalah suatu permukaan seperti DE pada Gambar 8.6, dimana
air merembes keluar pada permukaan tanah. Karena air keluar, maka permukaan ini
tidak merupakan garis aliran.
Tegangan air pada permukaan ini adalah nol sehingga φ = − ky + C
Karena φ tidaklah konstan maka permukaan ini juga tidak merupakan garis
equipotensial.
d. Garis Rembesan (Line of Seepage atau Free Surface)
Garis rembesan adalah batas paling atas dari daerah dimana rembesan berjalan, seperti
misalnya garis CD pada Gambar 8.6. Jadi sebenarnya garis rembesan adalah sama
dengan muka air tanah. Rembesan air berjalan sejajar dengan garis ini sehingga garis
rembesan juga merupakan garis aliran. Tegangan air pada permukaan air ini adalah
nol sehingga φ = ky − C .
Hubungan φ denga y ini berarti bahwa garis-garis equipotensial akan memotong
garis rembesan ini dengan cara demikian sehingga jarak vertical antara titik
perpotongan adalah sama, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 8.6

Gambar 8.6 : Rembesan Air Pada Bendungan Tanah.

87
88
3. Cara Menggambar Flow Net.

a. Gambarkanlah daerah rembesan air dengan semua pembatasan-


pembatasannya, dengan skala sedemikian rupa sehingga pada gambar tersebut dapat
dimasukkan semua garis aliran dan garis equipotensial sampai keujung-ujungnya. Jadi
jangan sampai ada garis aliran atau garis equipotensial yang tidak masuk seluruhnya
pada gambar tersebut.

b. Gambarkanlah tiga atau empat garis aliran dengan mengingat bahwa


jarak antara garis aliran bergantung pada lengkungnya. Makin
lengkung garis aliran berarti semakin dekat satu dengan yang lainnya.

c. Masukkanlah garis-garis equipotensial dengan memperhatikan


bahwa perpotongannya dengan garis aliran harus secara tegak lurus
sehingga bentuk poligon-poligon mendekati bujur sangkar.

d. Robahlah tempat dan bentuk garis-garis aliran dan equipotensial


seperlunya sampai semua syarat-syarat cukup terpenuhi.

Setelah “flow net” selesai digambar, maka tegangan air pada setiap tempat dapat dihitung, dan
banyaknya air yang merembes dapat ditentukan. Perhatikanlah misalnya flow net dibawah
bendungan seperti diperlihatkan pada Gambar : III.7

88
89

Gambar 8 .7 : Rembesan Air Dibawah Bendungan Beton

Kita ambil Nf = jumlah aliran (number of flow channels) = 4


Ne = jumlah equipotensial (equipotential drops) = 11
h = perbedaan ketinggian air sepanjang flow net

h
Perbedaan ketinggian tegangan antara dua garis aliran =
Ne
Dengan mengetahui perbedaan ketinggian ini kita dapat menghitung gradien hidrolik antar garis-
garis equipotensial. Misalnya pada bujur sangkar dengan lebar 1 (lihat gambar), gardien hidrolik
h
i=
N e .1
Dari rumus Darcy kita dapat menghitung kecepatan aliran yaitu :
kh
V =
N e .1
dimana : V = kecepatan.

Banyaknya air antar dua garis aliran :


kh
= VI =
Ne

89
90
Sehingga jumlah air yang mengalir

kh Nf
q= .N f = kh
Ne Ne

dimana q = jumlah air yang merembes pada flow net tersebut


satuan q ialah isi dibagi waktu (liter/detik misalnya).

Tegangan air pori pada setiap tempat dapat dihitung dari perbedaan tegangan antar
masing-masing garis equipotensial. Misalnya tegangan air pori pada titik P pada Gambar 8.7
adalah :

 2 
u = γw D + h 
 11 
dimana u = tegangan air pori

Antara masing-masing garis equipotensial pada gambar ini terdapat perbedaan tegangan sebesar
h
γw
11

90
91
IX. KEKUATAN GESER TANAH
(SHEAR STRENGTH OF SOIL)

Pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah diperlukan untuk berbagai macam soal praktis,
terutama untuk menghitung daya dukung tanah (bearing capacity), tegangan tanah terhadap
dinding penahan (earth pressure) dan kestabilan lereng (slope stability).

9.1. Teori Dasar


Keruntuhan geser (shear failure) dalam tanah adalah akibat gerak relatip antar butirnya,
bukanlah karena butirnya sendiri yang hancur. Oleh karena itu kekuatan tanah tergantung kepada
gaya-gaya yang bekerja antara butirnya.

Dengan demikian kekuatan geser tanah dapat dianggap terdiri dari dua bagian :
1. Bagian yang bersifat kohesi yang tergantung kepada macam tanah dan
kepadatan butirnya.
2. Bagian yang mempunyai sifat gesekan (frictional) yang sebanding
dengan tegangan efektif yang bekerja pada bidang geser

Maka dari itu kekuatan geser tanah dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

s = c'+(σ − u ) tan φ '


dimana : s = kekuatan geser
σ = tegangan total pada bidang geser
u = tekanan air pori
c’ = kohesi pada tegangan efektif
φ ' = sudut geser pada tegangan efektif
Rumus ini dapat digambarkan seperti pada Gambar : 4.1.
Rumus ini baru mulai dipakai secara umum sekitar tahun 1960.
Sebabnya adalah sebagai berikut :
1. Pengukura c’ dan φ ' di laboratorium agak sulit, karena memerlukan alat untuk
mengukur tekanan air pori.

91
92
2. Pemakaian rumus ini dilapangan juga agak sulit sebab tekanan air pori harus diketahui
terlebih dulu. Sedangkan cara-cara untuk menghitung, serta untuk mengukur tekanan
air pori dilapangan baru berkembang belum lama berselang.

Gambar 9.1 : Kekuatan Geser Tanah

Rumus yang banyak dipakai masa lampau adalah :


s = c + σ tan φ
dimana : σ adalah tegangan total.
Rumus ini sebetulnya tidak tepat karena nilai c dan φ yang diperoleh dari percobaan di
laboratorium tergantung pada cara pengukuran.
Nilai c dan φ apapun dapat diperoleh dengan menggunakan bermacam-macam cara pengukuran.
Oleh karena itu sering dipakai indeks c dan φ untuk menunjukkan cara pengukurannya. Misalnya
cu dan φu dan sebagainya.

Sebaliknya nilai c’ dan φ ' dapat dianggap merupakan kostanta tanah yang tidak tergantung
pada cara pengukurannya.

92
93
9.2. Pengukuran Kekuatan Geser
Pada umumnya, cara mengukur kekuatan geser dilaboratorium harus
sedemikian rupa sehingga nilai s, σ dan u dapat diketahui selama percobaan dilakukan.
Penentuan s dan σ tidaklah sulit dan nilainya dapat diukur secara langsung .

Penentuan nilai u juga tidak sulit asal kedua hal yang berikut diperhatikan.
1. Keadaan pengaliran air dari contoh : yaitu apakah contoh tertutup
selama percobaan sehingga air tidak dapat mengalir atau terbuka
sehingga air dapat mengalir atau masuk contoh
2. Kecepatan percobaan. Bilamana kecepatan terlampau tinggi maka air
mungkin tidak dapat mengalir walaupun ada jalan pengaliran air yang
terbuka

Percobaan kekuatan geser biasanya dilakukan dalam dua tingkat sbb :


1. Tingkat pertama. Pemberian tegangan normal
2. Tingkat kedua. Pemberian tegangan geser sampai terjadi keruntuhan (failure), yaitu
sampai tegangan geser maksimum.

9.3. TES-TES UNTUK MENCARI KEKUATAN GESER TANAH

1. Percobaan Geser Langsung (Direct Shear Test)


2. Percobaan Triaksial (Triaxial Compression Test)
3. Percobaan “Unconfined” (Unconfined Compression Test)

Dari hasil percobaan kekuatan geser tanah kita akan memperoleh nilai c (kohesi) dan φ (sudut
geser)

93
94
9.4. Adapun cara melakukan percobaannya sbb :

1. Percobaan Geser Langsung


Dengan alat geser langsungkekuatan geser dapat diukur secara langsung seperti Gambar :
9.2. Contoh yang akan dites dipasang dalam alat dan diberikan tegangan vertical (yaitu tegangan
normal) yang konstan. Kemudian contoh diberikan tegangan geser sampai tercapai nilai
maksimum. Tegangan geser ini diberikan dengan memakai kecepatan bergerak (strainrate) yang
konstan., yang cukup perlahan-lahan sehingga tekanan air pori selalu tetap nol. Yaitu hanyalah
percobaan “drained” yang dapat dilakukan dengan alat geser langsung.

Untuk mendapatkan nilai c’ dan φ ' maka perlu dilakukan beberapa percobaan dengan memakai
nilai tegangan normal berbeda.
Dengan demikian hasilnya dapat digambarkan dalam grafik seperti pada Gambar : 9.2. Grafik ini
adalah nilai tegangan geser maksimum terhadap tegangan normal dari masing-masing percobaan.
Nilai c’ dan φ ' diambil dari garis yang paling sesuai dengan titik-titik yang dimasukkan pada
grafik ini.

94
95

Gambar 9.2 : Percobaan Geser Langsung (Direct Shear Test)

2. Percobaan Triaxial

Percobaan kekuatan geser yang paling umum dipergunakan adalah Percobaan Triaxial
yang pertamakali diperkenalkan oleh Casagrande dan Terzaghi di Amerika pada tahun 1036-
1937.
Sel dari alat triaksial dengan contoh yang dipasang didalamnya dapat dilihat pada Gambar : 9.3.
Contoh tanah yang dipakai dalam hal ini berbentuk bulat dengan panjang dua kali diameternya.

95
96

Gambar 9.3 : Sel Triaxial

Pada contoh tanah berbentuk tabung diterapkan tekanan pada 3 sumbu yaitu x, y, z yang
saling tegak lurus satu sama lain.
Tegangan σ 1 (“major prinsipal stress) bekerja pada arah vertical, σ 2 dan σ 3 adalah tegangan
horizontal yang bekerja pada contoh tanah akibat air disekeliling contoh.

96
97
Alat Percobaan :

a. Mesin tes triaksial terdiri atas :


1. Piring berpori diletakkan diatas contoh
2. Piring berpori diletakkan dibawah contoh
3. Tutup contoh (sebelah atas)
4. Katup pelepas udara
5. “Dial gauge” ketelitian 0.01mm untuk mengukur penurunan contoh
6. “Proving ring” untuk mengukur beban aksial tekan yang bekerja
7. Tabung percobaan berisi air
8. “Rubber gasket”
9. Membran tipis pembungkus contoh
10. Cincin karet

b. Alat Lainnya
1. Cetakan contoh tanah (berbentuk tabung) lengkap sendok untuk
meratakan contoh
2. Waterpas
3. Alat pengukur waktu
4. Piring penguapan
5. Oven pengering

ADA TIGA KONDISI PERCOBAAN YAITU :

Kondisi I , “Unconsolidated Undrained” (disebut juga quick test, UU test)


Selama percobaan, katup pembuangan air drainase dari contoh tanah ditutup dan air tidak
diijinkan keluar dari contoh. Jadi beban aksial tekan tidak ditransfer kebutiran tanah. Keadaan ini
menyebabkan adanya kelebihan tekanan air pori dan tidak ada tahanan geser hasil perlawanan
butiran tanah. Percobaan ini menghasilkan nilai φ = 0 untuk tanah kohesif. Kecepatan
penurunan diatur 0.5 s/d 0.15mm/menit.

97
98
Kondisi 2 : “Consolidated Undrained” (CU test)
Mula-mula contoh tanah dibebani dengan tekanan sel (cell pressure = σ 3 ) tertentu dan
air diperbolehkan keluar dari contoh tanah sampai konsolidasi selesai, lalu klep drainase ditutup
dan tegangan deviator σ 1 − σ 3 diterapkan sampai contoh mengalami keruntuhan. Akan terjadi
kelebihan tekanan air pori. Pengukuran tekanan air pori dapat dilaksanakan selama percobaan
berlangsung.
Percobaan ini menghasilkan nilai φ = 0 sampai dengan nilai yang kecil untuk tanah kohesif.

Kondisi 3 : “Consolidated Drained” (CD test)


Mula-mula tegangan sel ( σ 3 ) diterapkan pada contoh tanah, dimana posisi klep drainasi
terbuka sampai contoh selesai mengalami konsolidasi, lalu klep drainasi tetap dalam keadaan
terbuka dan tegangan deviator ( σ 1 − σ 3 ) diterapkan sampai contoh mengalami keruntuhan.
Kecepatan pembebanan diusahakan kecil agar tekanan air pori = 0.
Pada kondisi ini seluruh tegangan ditahan oleh gesekan antara butirannya.
Percobaan ini menghasilkan nilai c dan φ yang benar.

Prosedur Percobaan :

1. Contoh tanah tidak terganggu dimasukkan kedalam cetakan (yang terdiri atas
belahan yang disatukan )
2. Kemudian membran karet tipis dibungkuskan pada contoh tanah
3. Contoh tanah diletakkan diatas piringan alat percobaan, kemudian membran
karet sebelah atas diikatkan dengan cincin karet pada tutup contoh demikian
juga membran karet sebelah bawah diikatkan pada piringan bawah
4. Letakkan contoh tersebut pada alat percobaan
5. Air dimasukkan kedalam tabung lalu tingkatkan sampai tekanan tertentu
misalnya 0.6kg/cm2
6. Lakukan pembacaan awal beban, tekanan pori.
7. Tekanan aksial diterapkan dengan kecepatan konstan pada contoh tanah
sampai contoh tersebut mengalami keruntuhan.
8. Pembacaan beban dan deformasi dilakukan, lalu digambarka hubungan

98
99
tegangan deviator ( σ 1 − σ 3 ) dan regangan
9. Dari kurva tersebut ditentukan nilai maksimum dari tegangan deviator
10. Lepaskan beban dan membran karet lalu gambarkan pola kehancuran
contoh
11. Timbang contoh dan tentukan kadar aienya
12. Lakukan percobaan pada kondisi tekanan air yang berbeda misalnya
0.9kg/cm2, lalu lakukan langkah ke 1 s/d 11
13. Digambar lingkaran Mohr dan nilai c dan φ dapat ditentukan

Rumus-rumus Perhitungan :

1. Perbedaan nilai pembacaan untuk beban sebelum dan sesudahnya


merupakan beban yang bekerja pada contoh
2. Luas penampang contoh tanah akan berubah setiap ada beban teka aksial.
A0
A=
1− ε
dimana : A = luas penampang contoh
A0 = luas penampang contoh mula-mula
(diameter dan tinggi contoh diukur)

dimana : ∆ L = L0 – L
L0 = tinggi contoh mula-mula
L = tinggi contoh saat nilai A ditentukan
3. Tegangan “deviator” yaitu ( σ 1 − σ 3 ) dapat ditentukan dengan cara membagi
beban aksial yang bekerja pada contoh dengan luas penampangnya
4. Untuk setiap percobaan, digambar hubungan ( σ 1 − σ 3 ) dan

5. Parameter c dan φ diperoleh dengan menggambar lingkaran Mohr.

99
100

Gambar 9.4 : Alat untuk mengukur tekanan air pori


Pada percobaan triaksial

9.5 Pemakaian Lingkaran Mohr Pada Percobaan Triaksial

Untuk mendapatkan nilai c’ dan φ' dari hasil percobaan-percobaan triaksial kita
mempergunakan apa yang disebut lingkaran Mohr. Lingkaran Mohr ini adalah cara grafik untuk
menentukan tegangan-tegangan yang bekerja didalam suatu bahan (contoh). Bahan tersebut boleh
tanah tetapi boleh juga bahan yang lain.
Pada Gambar 9.5 diperlihatkan tegangan yang bekerja pada suatu titik tertentu. Tegangan-
tegangan utama (prinsipal stress) adalah σ x dan σ y yang bekerja pada bidang AB dan BC. Pada

kedua bidang utama ini (principal) tidak terdapat tegangan geser.


Untuk menentukan tegangan normal serta tegangan geser pada bidang lain, misalnya AC,
kita dapat menguraikan gaya-gaya pada arah sejajar dengan bidang AC dan pada arah tegak lurus
dengan AC.

Yaitu AC σ n = ABσ x cosα + BCσ y sin α

100
101
σx +σ y σx −σy
Sehingga σ n = + cos 2α
2 2
Dan AC T = ABσ x sin α − BCσ y cos α

σ x −σ y 
Sehingga T =   sin 2α
 2 
Dimana : σ n = tegangan normal pada AC
T = tegangan geser pada AC

Gambar 9.5 : Lingkaran Mohr

Nilai σ n dan juga T dapat ditentukan dengan memakai lingkaran Mohr seperti terlihat
pada bagian bawah Gambar : 9.5.
Disini σ y dan σ x dimasukkan pada garis OX. Lingkaran Mohr adalah lingkaran yang

digambarkan dengan memakai AC sebagai diameternya.


Untuk menentukan tegangan-tegangan yang bekerja pada bidang lain dengan sudut kemiringan
α , maka kiata membuat garis AN dari titik A sampai memotong lingkaran Mohr pada titik N.
Garis NM dibuat tegak lurus terhadap OX.

101
102

Kita sekarang menghitung panjang OM dan NM.

Yaitu OM = OB + BM
σx −σ y σx −σ y
= + cos 2α
2 2

dan MN = BN sin 2 α
σx −σ y 
=   sin 2α
 2 
Terlihat bahwa kedua persamaan ini adalah sama dengan persamaan yang dihitung tadi
untuk σ n dan T. Jadi tegangan normal adalah sebesar OM dan tegangan geser adalah sebesar
MN. Pada diagram Mohr ini jarak horizontal selalu menunjukkan tegangan normal sedangkan
jarak vertical menunjukkan tegangan geser.

Cara menggunakan lingkaran Mohr pada percobaan triaksial dapat dilihat pada Gambr
9.6.
Seperti telah diterangkan kekuatan geser tanah dapat digambarkan dengan garis yang lurus,
seperti GH pada Gambar 9.6.
Pada gambar yang sama kita dapat memasukkan titik-titik menurut tegangan normal dan
tegangan geser yang bekerja pada suatu titik tertentu. Titik-titik dibawah garis GH (misalnya titik
a) menunjukkan keadaan yang aman, sedangkan titik-titik pada garis GH (misalnya titik b)
menunjukkan kedaan keruntuhan (failure state). Titik diatas garis GH (misalnya titik c) ialah
tidak mungkin karena keruntuhan sudah akan terjadi sebelum tercapai keadaan demikian.

102
103

Gambar 9.6 : Lingkaran Mohr pada Percobaan Triaksial

Pada percobaan triaksial kita mengetahui kedua tegangan utama yaitu σ 1 dan σ 3
Pada setiap saat selama percobaan dilakukan kita dapat membuat lingkaran Mohr, seperti
misalnya AE pada Gambar 9.6.
Pada saat ini tegangan sel ( σ 3 ) adalah sebesar OA dan tegangan deviator ( σ 1 − σ 3 ) adalah
sebesar AE.
Dalam keadaan ini tidak terdapat tegangan geser yang melampaui kekuatan geser tanah. Tetapi
apabila percobaan diteruskan sampai tegangan deviator menjadi sebesar AB maka lingkaran
Mohr akan menyinggung garis GH. Dalam keadaan demikian tegangan geser sudah menjadi
sebesar AB maka lingkaran Mohr akan menyinggung garis GH. Dalam keadaan demikian
tegangan geser sudah menjadi sama dengan kekuatan geser tanah, yaitu sebesar MN, sehingga
terjadi keruntuhan.
Keruntuhan akan terjadi pada bidang dengan sudut kemiringan α .

Untuk menentukan besarnya c’ dan φ ' dari hasil percobaan triaksial kita dapat
menggambarkan lingkaran-lingkaran Mohr pada saat terjadi keruntuhan yaitu pada saat tegangan
deviator mencapai nilai maksimum. Misalnya kita mendapat lingkaran CD dan AB (lihat
Gambar 4.6) dari percobaan triaksial. Untuk mendapatkan nilai c’ dan φ ' kita tarik garis yang
menyinggung kedua lingkaran yaitu garis GH pada gambar tersebut. Biasanya sebaiknya
dilakukan 3 sampai 5 percobaan dengan tegangan sel berlainan, untuk mendapatkan nilai c’ dan
φ ' yang dapat dipercaya.

103
104

Lingkaran Mohr yang digambarkan ini tentu harus menurut tegangan efektif. Jadi apabila
kita lakukan percobaan “Consolidated Drained” maka nilai tekanan air pori (u) harus dikurangi
dari tegangan sel ( σ 3 ) untuk mendapat σ 3 .
Tegangan deviator akan tetap sama menurut tegangan total atau tegangan efektif.

9.5.Hasil-hasil percobaan triaksial

1. Pasir
Percobaan pada pasir biasanya dilakukan secara drained (terbuka). Contoh-contoh hasil
yang khas dapat dilihat pada Gambar 9.7, dalam bentuk grafik tegangan deviator terhadap
regangan. Hasil-hasil ini semuanya adalah dari satu macam pasir dengan memakai tegangan sel
( σ 3 ) yang sama. Hanyalah kepadatan dari ketiga contoh yang berbeda-beda.
Ternyata dari hasil-hasil ini bahwa pada suatu angka kepadatan, yaitu pada suatu angka
pori yang tertentu, contoh pasir ini tidak mengalami perobahan isi sama sekali pada waktu
digeser. Angka pori ini disebut angka pori kritis (crical void ratio)
Karena pasir tidak mempunya kohesi maka nilai c’ selalu nol.
Nilai φ ' tergantung terutama kepada kepadatan pasir tetapi dipengaruhi juga oleh gradasinya.
Pasir yang padat mempunyai nilai φ ’ kira-kira 400 sampai 450 sedangkan pasir yang tidak padat
mempunyai nilai φ ’ sekitar 300.

2. Lempung
Untuk mendapatkan nilai c’ dan φ ' pada tanah lempung biasanya dilakukan dengan
percobaan “Consolidated Undrained”. Bilamana plastisitas tanah lempung tersebut agak rendah
sehingga lebih mudah dirembesi air maka percobaan “Consolidated Drained” juga dapat dipakai
untuk mendapatkan c’ dan φ ' .
Contoh hasil yang khas dari percobaan consolidated undrained dan percobaan drained
dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9. Hasil-hasil ani adalah dari dua macam tanah
lempung yaitu lempung yang ‘normally consolidated” dan lempung yang “over consolidated”.
Pada percobaan consolidated undrained, air tidak dapat mengalir dari contoh sehingga isi contoh
tidak akan berubah dan tidak perlu diukur.

104
105
Juga dapat dilihat pada Gambar 4.9 hasil lengkap dari suatu percobaan triaxial, yaitu hasil
dengan memakai tiga harga tegangan sel, serta lingkaran-lingkaran Mohrnya.
Harga c’ dan φ ' untuk lempung mempunyai variasi yang agak besar. Secara garis besar,
harga c’ tergantung pada derajad “over consolidation”. Lempung yang normally consolidated
mempunyai harga c’ yang kecil sekali (hampir sama dengan nol. Makin besar derajad “over
consolidation” makin besar harga c’. Harga φ ' secara garis besar tergantung kepada banyaknya
fraksi lempung, maka makin banyak fraksi lempung, harga φ ’ semakin kecil.

105
106

Gambar 9.7 : Hasil Percobaan Triaxial Drained pada Pasir

106
107

Gambar 9.8 : Hasil Percobaan Triaxial pada Contoh Tanah Lempung

107
108

Gambar 9.9 : Hasil Percobaan Triaxial Consolidataed Undrained pada Lempung

108
109
3. Percobaan “Unconfined” (Unconfined Compression Test).

Percobaan ini banyak dipakai untuk mengukur “unconfined compressive strength” dari
tanah. Cara melakukan percobaan adalah sama dengan triaxial, tetapi tidak ada tegamgam sel
(yaitu σ 3 = 0). Sel triaxial dan membran karet tidak diperlukan seperti terlihat pada Gambar 4.10

Gambar 9.10 : Percobaan “Unconfined Compression”

Percobaan unconfined dimaksudkan terutama untuk tanah lempung atau lanau. Bilamana
lempung mempunya derajad kejenuhan 100% maka kekuatan geser dapat ditentukan langsung
dari nilai kekuatan unconfined.

Kalau qu = unconfined compression stregth


Dan Cu = kekuatan geser undrained
qu
Maka Cu =
2

109
110
Kecepatan (strain rate) untuk percobaan ini biasanya 1% per menit

4. Koreksi Luas pada Percobaan Triaxial dan Unconfined.

Pada waktu contoh diberikan tegangan vertical maka luas contoh akan berubah, biasanya akan
menjadi lebih besar. Jadi luas contoh harus dihitung setiap kali besarnya σ 1 dan σ 3 perlu
dihitung. Cara menghitung luas contoh dapat dilihat pada Gambar 9.11.

Gambar 9.11 : Penentuan Luas Contoh pada Percobaan


Triaxial dan Unconfined

Isi contoh semula : V0 = L0 A0


Dimana L0 = panjang contoh semula
A0 = luas contoh semula

Pada suatu ketika sesudah tegangan vertical diberikan, panjang contoh akan sebesar L, isi contoh
akan sebesar V, dan luas contoh akan sebesar A.

L = L0 - ∆ L

110
111
V = V0 - ∆ V

∆ L dan ∆ V diukur selama percobaan dilakukan,


dengan demikian :
A ( L 0 − ∆L ) = A0 L0 - ∆ V
A0 L0 − ∆V
Yaitu : A =
L0 − ∆L
Apabila tidak terjadi perobahan isi (misalnya percobaan unconfined atau triaxial undrained pada
lempung yang jenuh air) maka persamaan ini menjadi
A0 L0
A=
L0 − ∆L
A0 A0
= =
∆L 1− r
1−
L0
dimana : r = regangan.

111
112
X. KONSOLIDASI DAN PENURUNAN.
(Consolidation and settlement).

Apabila suatu lapisan tanah mendapat tambahan beban di atasnya, maka air pori akan
mengalir dari lapisan tersebut dan isinya (volume) akan menjadi lebih kecil , yaitu akan terjadi
konsolidasi. Pada umumnya konsolidasi ini akan berlangsung dalam suatu jurusan saja, yaitu
jurusan vertical, karena lapisan yang kena tambahan beban itu tidak dapat bergerak dalam jurusan
horizontal (ditahan oleh tanah sekelilingnya). Keadaan-keadaan demikian dapat dilihat pada
gambar K.1

Dalam keadaan seperti ini pengaliran air juga akan berjalan terutama dalam jurusan vertical
saja. Ini disebut “one-dimensional consolidation” (konsolidasi satu jurusan) dan perhitungan
konsolidasi hampir selalu berdasar teori. “one-dimensional consolidation” itu.
Pada waktu konsolidasi berlangsung, gedung atau bangunan diatas lapisan tersebut akan
menurun (settle). Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu diketahui mengenai
penurunan itu, yaitu :
a) Besarnya penurunan yang akan terjadi
b) Kecepatan penurunan ini

112
113
Apabila tanah terdiri dari lempung maka penurunan akan agak besar sedangkan kalau tanah
tediri dari pasir penurunan akan lebih kecil.
Karena itu lempung dikatakan mempunyai “ high compressibility” dan pasir mempunyai “low
compressibility”. Penurunan pada lempung biasanya makan waktu yang lama, karena daya
rembesan air sangat rendah. Sebaliknya penurunan pada pasir berjalan dengan cepat sehingga
pada waktu pembangunan di atas pasir sudah selesai maka penurunan juga dapat dianggap sudah
selesai. Oleh hal-hal ini maka biasanya hanya penurunan pada lapisan lempung yang
diperhatikan, dan teori konsolidasi yang diterangkan disini hanya dimaksudkan untuk tanah
lempung.

7.1. ISTILAH “NORMALLY CONSOLIDATED” DAN “OVER CONSOLI DATED”

Kedua istilah ini dipakai untuk menggambarkan suatu sifat yang penting dari lapisan
lempung endapan (sedimentary clays). Lapisan semacam ini setelah pengendapannya akan
mengalami konsolidasi dan penurunan akibat tekanan dari lapisan-lapisan yang kemudian
mengendap diatasnya. Lapisan-lapisan yang di atas ini lama kelamaan mungkin menjadi hilang
lagi karena sebab sebab geologi, missal erosi air (atau es). Ini berarti lapisan lapisan bawah pada
suatu saat dalam sejarah geologinya pernah mengalami konsolidasi akibat tekanan yang lebih
tinggi dari pada tekanan yang berlaku di atasnya pada masa sekarang.
Lapisan lapisan semacam ini disebut “ overconsolidated”. Sedangkan lapisan yang belum pernah
mengalami tekanan di atasnya lebih tinggi dari pada tekanan yang berlaku pada masa sekarang
disebut “normally consolidated”

7.2 PENGUKURAN KONSOLIDASI

Untuk mengukur konsolidasi di laboratorium dipakai alat konsolidasi (consolidated


apparatus oedometer). Prinsip alat ini dapat dilihat pada gambar K.2

113
114

Contoh tanah untuk percobaan ini dimasukkan ke dalam suatu cincin dengan batu berpori (
porous stones) yang dipasang di bawah dan di atasnya.
Kemudian cincin dengan batu berpori ini ditaruh dalam sel konsolidasi (consolidation cell) yang
berisi air supaya tanah tidak menjadi kering. Setelah dipasang dalam alat contoh diberi beban
vertical yang tertentu dan penurunan diukur dengan arloji penunjuk (dialgauge). Tekanan tersebut
dibiarkan berlaku sampai penurunan selesai. Sesudah itu contoh diberi tambahan beban,
selanjutnya juga dibiarkan berlaku sampai penurunan berhenti dan seterusnya. Biasanya beban
ditambah setiap 24 jam dengan memakai harga tegangan yang berikut.
0,25 ; 0,5 ; 1,0 ; 2,0 ; 4,0 ; 8,0 ; kg/cm2
Setelah mencapai 8 kg/cm2 beban dikurangi lagi sampai 0,25 kg/cm2 untuk mendapat “rebound
curve” pada setiap pembebanan pembacaan penurunan dilakukan pada jangka-jangka waktu
tertentu. Dengan demikian baik besarnya penurunan maupun kecepatannya dapat diketahui.

7.3 BESARNYA PENURUNAN

Besarnya penurunan yang terjadi pada setiap tegangan diambil dari pembacaan-pembacaan
arloji penunjuk yang terakhir untuk tegangan tersebut.

114
115
Anka-angka penurunan ini dipakai untuk membuat grafik penurunan terhadap tegangan sebagai
abses (dengan sekala logaritmes) dan angka pori sebagai ordinat (dengan sekala biasa) Tetapi
pembacaan-pembacaan penurunan dapat dipakai langsung sebagai ordinat dan metode ini masih
sering dipakai di Indonesia.

7.4 HASIL PERCOBAAN KONSOLIDASI

a). pada contoh tidak asli , yang dicampur air sehingga menjadi cair (Slurry sample).
Bayangkanlah suatu contoh semacam ini yang ditambah beban di atasnya sedikit, demi sedikit
dengan memperbolehkan konsolidasi berjalan sampai selesei pada setiap penambahan beban.
Tebalnya contoh ini akan menurun akibat konsolidasi itu, dan besarnya penurunan ini dapat
ditentukan pada setiap saat dari pembacaan arloji penunjuk.
Dari pembacaan-pembacaan ini angka pori juga dapat dihitung asal kadar air contoh semula
diketahui. Dengan demikian dapat dibuat grafik penurunan (dan angka pori – terhadap tegangan
seperti terliha pada gambar K.3.
Jika tegangan ditambah sampai mencapai Po maka kita akan mendapatkan garis AB . Garis AB
ini biasanya hampir lurus disebut “virgin consolidation curve” (garis konsolidasi asli). Pada
waktu lapisan-lapisan lempung mengendap di lapangan, suatu proses yang sama akan berjalan.
Dan apabila tegangan dan penurunan ditentukan maka akan diperoleh grafik seperti garis AB.
Juga.

Apabila tegangan sekarang dikurangi lagi menjadi P1 maka tebalnya contoh akan menjadi lebih
besar sedikit , menurut garis BC. Demikian juga di lapangan, kalau setelah proses pengendapan
berhenti , dan tegangan di atas menjadi lebih kecil lagi, tanah akan mengikut garis BC itu. Jikalau
sekarang tegangan di tambah kembali sampai menjadi besar P, maka kita akan mendapatkan
garis CDE. Garis DE merupakan garis terusan dari AB, yaitu ABE adalah garis konsolidasi asli.
Persamaan (equations) yang biasanya dipakai untuk garis AE ini adalah sebagai berikut :
a) Untuk grafik yang dibuat dengan mempergunakan penurunan sebagai
ordinat

∆h 1 P
= log e
h c Po

115
116
Dimana ∆ h = penurunan akibat tambahan tegangan dari Po menjadi P
h = tebalnya contoh
h = konstanta

eo - e
Cc =
log 10 ppo

p
Yaitu eo − e = cc log
10 po

Dimana eo = angka pori pada tegangan Po


e = angka pori pada tegangan P
cc = compression index

116
117
b). pada contoh yang normally consolidated.

Bilamana dilakukan percobaan konsolidasi pada contoh semacam ini, maka akan diperoleh
hasil seperti terlihat pada gambar K.4
Tegangan Po adalah tegangan efektif yang berlaku di atas tanah ini di lapangan dan angka pori eo
adalah angka pori aslinya. Dengan demikian titik A menunjukkan

Keadaan tanah setempat. Sebelum tegangan mencapai harga Po penurunan di laboratorium kecil,
tetapi kalau tegangan sudah menjadi Po maka penurunan akan menjadi besar. Jikalau contoh yang
dipakai benar–benar contoh asli (undisturbed), maka setelah tegangan Po dilampaui, penurunan
akan berlangsung menurut garis konsolidasi asli ( virgin consolidation curve), yaitu garis AB.
Dengan grafik seperti ini kita dapat menghitung besarnya penurunan yang akan terjadi
dilapangan . Misalnya , kalau tegangan setempat naik dari Po menjadi P besarnya penurunan (atau
perubahan angka pori) dapat dibaca langsung dari grafik . Yaitu penurunan persatuan tebal akan
sebesar

117
118
∆h e -e
atau o
h 1 + eo
Dimana ∆h = penurunan akibat tambahan tenaga dari Po menjadi P
h = tebalnya contoh di laboratorium
eo = angka pori pada tegangan Po yaitu angka pori aslinya
e = angka pori pada tegangan P

Dengan demikian penurunan (s) pada lapisan setebal H adalah sebesar

∆h
S= H
h
eo - e ∆e
S= H = H
1 + eo 1 + eo
Dimana ∆e = e – eo

Karena penurunan dalam hal ini ialah garis konsolidasi asli maka kedua rumus ini dapat dirubah
menjadi :
∆h H P
s= H = log e
h C P0
dan
e0 − e H P
s= H= C C log 10
1 + e0 1 + e0 P0
Kedua rumus ini dapat dipakai hanya untuk lapisan tanah yang normally-consolidated.

c. Pada contoh yang over-consolidated


Dalam hal ini hasil peercobaan konsolidasi akan seperti pada gambar K. 5

118
119

Tegangan P0 adalah tegangan efektif yang berlaku sekarang di atas contoh ini di lapangan. Pada
suatu ketika pada masa lampau tanah ini pernah mengalami tekanan sebesar P0. Tekanan P0
disebut “overconsolidation” atau “preconsolidation” pressure. Tempat lengkungan maksimum
dari grafik ini terdapat kira-kira pada tekanan P0. Jika tegangan di lapangan naik dari P0 menjadi
P maka penurunan akan terjadi menurut garis ABC. Besarnya penurunan pada lapisan setebal H
akan sebesar
∆h e −0 ∆e
H= 0 = H
h 1 + e 0 1 + e0
∆h i P
Dalam hal ini besaranya tidak lagi dapat disamakan dengan log karena rumus
h c P
∆h P
= log e hanya berlaku untuk garis konsolidasi asli, yaitu tidak berlaku dari titik A sampai
h P0
titik C. Cara yang paling mudah untuk menghitung penurunan dalam hal ini ialah dengan
mengambil besarnya ∆h atau ∆e langsung dari grafik antara P0 dan P, kemudian memasaukkan
dalam rumus
∆h
s= H
h
∆e
s= H
1+ e0
Teranglah dari gambar K.4 dan K.5 bahwa penurunan pada lapisan “over consolidated” akan
lebih kecil penurunan pada lapisan yang “normally consolidated”.

d. Pada “Residual Soil”


Istilah “normally consolidated” tidak dapat dipakai secara tepat untuk “residual soil” karena
pembentukannya tidak seperti cara pembentukan lapisan endapan (sedimentary soils).

119
120
“Residual soil” adalah tanah yang berasal dari lapisan dibawahnya, yaitu pembentukannya
berlangsung ditempat asalnya dan tanah tersebut tidak mengalami pemindahan atau pengendapan.
Dapat dikatakan bahwa residual soil adalah normally consolidated dengan arti belum pernah
mengalami tekanan diatasnya lebih tinggi daripada yang berlaku pada waktu ini. Tetapi cara
pembentukannya (yaitu chemical weathering) mengakibatkan residual soils mempunyai sifat
seolah-olah over consolidated. Grafik penurunan untuk tanah semacam ini sering menunjukkan
bahwa lengkungan maksimum terdapat pada tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan diatas
tanah setempat.
Karena itu untuk menghitung penurunan pada residual soils sebaiknya dipakai rumus-rumus :
∆h
s= H
h
atau
∆e
s= H
1+ e0

7.5 Perhitungan Tegangan :


Untuk dapat menghitung besarnya kita harus mengetahui tegangan semula (P0) pada lapisan
yang bersangkutan dan tegangan sesudah pembangunan selesai (P). Cara menghitung kedua
tegangan ini adalah sebagai berikut :
a. P0 (tegangan efektif semula)
Tegangan ini adalah akibat berat tanah sendiri dan dapat dihitung langsung, asalkan
kita mengetahui berat isi tanah dan dalamnya muka air tanah.
b. P (tegangan efektif setelah pembangunan selesai)
Tegangan P = P0 + ∆P
Dimana ∆P adalah tambahan tegangan akibat adanya bangunan.
Besarnya ∆P biasanya dihitung dengan memakai teori elastic

120
121

Gambar K.6. Perhitungan tegangan dibawah fundasi

Ada berbagai macam grafik serta tabel-tabel untuk keperluan ini. Pada gambar K6. Dan K.7
terdapat grafik untuk menghitung tekanan dibawah fundasi bulat dan fundasi persegi.
Hraga P0 dan P pada suatu lapisan tidak konstan; harganya tergantung kepada dalamnya. Karena
itu untuk menghitung penurunan biasanya perlu membagi lapisan yang bersangkutan dalam
beberapa lapisan yang cukup tipis, sehingga harga-harga P0 P cukup tepat

121
122

7.6 Kecepatan Penurunan


Sampai disini hanyalah besarnya penurunan yang dibicarakan. Selain besarnya penurunan
kita juga ingin mengetahui kecepatannya, yaitu apakah akan lekas selesai atau akan terus berjalan
bertahun-tahun lamanya :
Kecepatan penurunan tergantung kepada dua faktor, yaitu ;
1. Daya rembesan air tanah (permeability). Ini yang menentukan kecepatan air mengalir dari
tanah.
2. Compressibility tanah. Ini yang menentukan banyaknya air yang harus mengalir.

Bayangkanlah suatu lapisan lempung diantara lapisan pasir, seperti terlihat pada gambar
K.8.

122
123

Apabila lapisan ini diberi tambahan tegangan sebesar P maka tegangan ini pada saat diberikan
akan dipikul seluruhnya oleh air pori, yaitu tegangan air pori akan naik menjadi P. Pengaliran air
akan lekas mulai berjalan sehingga tegangan air pori akan menurun. Besarnya tegangan air pori
pada waktu t1, t2, t3 akan terlihat seperti dalam gambar K.8. Akhirnya tegangan air pori akan
menjadi sama seperti sebelum tambahan tegangan diberikan. Rumus yang berlaku selama
konsolidasi berlangsung adalah rumus Terzaghi yang terkenal itu.
Rumus Terzaghi itu berdasarkan pada beberapa anggapan (assumptions) sebagai berikut :
1. Derajat kejenuhan tanah 100%.
2. Tidak terjadi perubahan isi pada air atau butir tanah.
3. Konsolidasi, yaitu pengaliran air serta perubahan isi berlangsung pada satu jurusan
saja, yaitu jurusan vertikal.
4. Rumus Darcy berlaku.
5. Tegangan total dan tegangan air pori dibagi rata pada setiap bidang horizontal.
Umpamakanlah suatu elemen yang sedang mengalami konsolidasi, pada jarak Z dari batas
lapisan tersebut, seperti terlihat pada gambar K.8. Elemen ini mempunyai satuan luas dan tebal
dz.
Dengan demikian isi elemen = dz
Air sedang mengalir melalui elemen ini seperti terlihat pada gambar. Karena sedang
berlangsung konsolidasi (yaitu perubahan isi) maka kecepatan air yang keluar dari elemen tidak
sama dengan kecepatan air yang masuk.
Kecepatan air yang masuk = V

123
124
δV
Kecepatan air yang keluar = V + dz
δZ
Jadi kecepatan kehilangan air (rate of loss of water) dari elemen adalah selisih antara
kedua angka ini, yaitu :
 δv  δv
V + dz  − (V ) = dz
 δz  δz
Banyaknya air yang hilang dari elemen adalah sama dengan perubahan isi elemen dan kecepatan
kehilangan air adalah sama dengan kecepatan perubahan isi.
δV
Jadi kecepatan perubahan isi (rate of volume discharge) = dz .
δZ
Bilamana tegangan air pori pada elemen diambil sebesar u (sama dengan ketinggian air
u
sebesar ), maka gradien hidraulik.
γW

δ  u  1δ u
i=   =
δz γW  γWδZ
Kecepatan air dapat dihitung dengan rumus Darcy yaitu V = ki dimana
V = kecepatan
k = permeability (daya rembesan air)
i = gradien hidraulik
k δU
Jadi V =
γW δZ
δ (k δ U )
= dz
δZ γW δZ
Dan kecepatan perubahan isi
k δU
2

= dz
γW δZ 2
Perubahan isi ini disebabkan karena perubahan tegangan efektif pada elemen tersebut. Hubungan
antara perubahan isi tanah dengan perubahan efektif adalah menurut persamaan
∆V
Dimana = −mV P '
V
∆ V = perubahan isi
V = isi
P’ = perubahan tegangan efektif
Dalam hal ini perubahan isi = -mV P’ x dz

124
125
δ
Sehingga kecepatan perubahan isi = (mV P' x dz )
δt
δ P'
= − mV dz (t = waktu )
δt
Tetapi P’ = P – u
Dimana P = tegangan total
u = tegangan air pori
dalam hal ini P adalah konstan sehingga
δ P' δ
=− u
δt δt
δ P'
dan kecepatan perubahan isi = − mV dz
δy

δu
= mV dz
δt

δu k δ 2u
Yaitu mv dz = dz
δt γ wδ z 2

δu k δu
2
 k 
Jadi =  = C v 
δ t mV γ w δ z 2  mv γ w 

δu δ 2
Yaitu = Cv u 2
δt δz
Inilah rumus Terzaghi yang sudah lama merupakan dasar untuk perhitungan kecepatan
penurunan.
CV disebut “coeficient of consolidation” biasanya dalam cm2/sec. Selama konsilidasi
berlangsung maka harga mv dan k menjadi lebih kecil dengan akibat bahwa besarnya Cv tidak
banyak mengalami perubahan.
Dari hasil persamaan Terzaghi ini kita dapat mengetahui besarnya u pada setiap titik pada
setiap waktu dalam lapisan tersebut. Pada umumnya bukan besarnya u (tegangan air pori) yang
perlu diketahui untuk perhitungan penurunan pada jangka waktu tertentu, atau yang disebut
derajat konsolidasi (degree of consolidation).
Penurunan pada waktu ...t
Derajat konsolidasi U =
Penurunan setelah selesai (t = ∞)

125
126
Harga U juga dapat diperoleh dari rumus Terzaghi, yaitu U = t (z,t).f(z,t) ini adalah suatu deretan
(series) tetapi dapat diperkira-kirakan dengan persamaan yang berikut :
4 Cv t
U ≤ 50% ; U 2 = H = jalan air terpanjang (longest drainage path)
π H2
π 2 Cv t
8 −
U ≥ 50%; U = 1 − e 4 H2

π 2

Cv t
Biasanya disebut time factor dan diberi huruf T, yaitu
H2
Cv t
T=
H2
Dari persamaan diatas dapat dihitung harga-harga U dan T sebagai berikut:

U (%) 20 40 60 80 90
T 0,031 0,126 0,287 0,565 0,848
Jadi kalau kita ingin menghitung waktu yang diperlukan sampai penurunan 90% selesai maka
kita ambil harga T untuk U = 90%
C v t 90
Yaitu t90 = 0,848 =
H2

Dimana t90 = waktu sampai penurunan 90% selesai


H = jalan air terpanjang. (kalau terdapat lapisan pasir diatas dan
dibawah lapisan lempung ts, maka H adalah separuhnya
tebal lapisan)
0,848 H 2
jadi t90 =
Cv
ternyata dari rumus ini bahwa penurunan adalah sebanding dengan pangkat dua tebal
lapisan dan berbanding terbalik dengan “coeficient of consolidation”.

Perbandingan Hasil Percobaan Laboratorium dengan Teori Konsolidasi

Pada gambar K.9 terlihat grafik derajat konsolidasi terhadap akar dua waktu. Dengan
demikian garis teoritis sampai kira-kira U = 70% adalah garis yang lurus. Setelah itu garis

126
127
teoritis ini menyimpang dari garis lurus tersebut sehingga menyinggung garis U = 100% pada
waktu yang tak terhingga.
Garis dari hasil percobaan di laboratorium juga terlihat pada gambar K.9.
Garis ini mengikut garis teoritis sampai suatu waktu tertentu, setelah itu garis laboratorium
menyimpang dari garis teoritis seperti pada gambar.
Sebabnya terjadi demikian ialah karena pada percobaan laboratorium (juga dilapangan)
penurunan tetap berjalan sesudah tidak ada lagi tegangan air pori. Teori konsolidasi Terzaghi
berdasarkan pada anggapan bahwa penurunan adalah semata-mata akibat pengaliran air dari
tanah dan kecepatan penurunan ditentukan oleh proses pengaliran air itu. Karena itu penurunan di
laboratorium atau di lapangan dapat dianggap terdiri dari dua bagian :

1. Primary Settlement : ini adalah penurunan yang berjalan akibat pengaliran air dari tanah.
Dengan demikian “primary settlement” adalah akibat perubahan tegangan efektif.
2. Secondary Settlement : ini berarti settlement yang masih berjalan setelah primary settlement
selesai, yaitu setelah tidak terdapat lagi tegangan air pori.
Dengan demikian “secondary settlement” berlangsung pada tegangan efektif yang konstan.
“secondary settlemen” umumnya kecil dibandingkan dengan “primary settlemen” sehingga
besarnya tidak perlu diperhatikan dalam perhitungan penurunan.
127
128

Penentuan Harga CV Pada Percobaan Konsolidasi

Seperti diterangkan diatas, percobaan konsolidasi dlakukan dengan menambahkan beban


pada setiap 24 jam.
Setiap kali beban ditambah, pembacaan penurunan diambil pada jangka-jangka waktu 0,25, 1, 4,
9, 16 menit dan seterusnya, sesudah beban diberikan.
Dengan demikian kita dapat membuat grafik penurunan terhadap akar dua waktu, seperti terlihat
pada gambar K.10.
Grafik ini dipakai untuk menghitung harga CV (coeficient of consolidation). Harga CV ini harus
kita hitung dari bagian grafik laboratorium yang mengikuti garis teoritis. Pada umumnya garis
dari percobaan tidak menyimpang dari garis teorits sebelum tercapai 90% dari “ primary
consolidation”.

Karena itu, harga t90 (yaitu waktu sampai primary consolidation 90% selesai) ini biasanya
dipakai untuk menghitung Cv. Cara mendapat t90 dapat dilihat pada gambar K.10. Garis OA
digambar dengan mengambil jarak b = 1,15a. Titik perpotongan OA ini dengan garis
laboratorium adalah t90.
0,848 H 2
Dari rumus t90 =
Cv

128
129
Menghitung CV
0,848 H 2
Yaitu CV = ( 2H = tebal contoh pada waktu t90 ditentukan).
t 90
Dengan jalan demikian kita mendapat satu harga Cv pada setiap pembebanan. Pada umumnya
harga-harga CV ini tidak banyak berbeda-beda. Pada gambar K.10, harga-harga yang dimasukkan
sebagai ordinate boleh langsung dipakai pembacaan arloji penunjuk penurunan, yaitu tidak perlu
dijadikan penurunan atau derajat penurunan, karena bentuk grafik masih tetap sama.
Ada kalanya garis konsolidasi dari percobaan laboratorium (bilamana dibuat grafik seperti
pada gambar K.10) tidak menunjukkan bagian yang lurus. Ini dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti :
a. Derajat kejenuhan tanah kurang dari 100%, yaitu ada udara di dalam pori-pori tanah.
b. Tanah banyak mengandung air.
c. Alat yang dipakai kurang sempurna.

Perhitungan Kecepatan Penurunan Dilapangan :

Kalau harga CV sudah diketahui dari percobaan laboratorium, maka untuk menghitung
kecepatan penurunan dilapangan tinggal saja kita masukkan harga CV ini dalam rumus
TH 2
t=
CV

7.7 Perbandingan Penurunan yang Dihitung dengan Penurunan yang terjadi Dilapangan
Dari percobaan konsolidasi di laboratorium kita mendapat :
a) Grafik penurunan terhadap tegangan, yang mana dipakai untuk menghitung besarnya
penurunan.
b) Harga CV yang mana dipakai untuk menghitung kecepatan penurunan.
Sudah seringkali diadakan pengukuran penurunan di lapangan, berbagai negara, untuk mendapat
perbandingan antara penurunan yang terjadi dengan yang dihitung terlebih dahulu.
Hasil-hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa pada umumnya besarnya penurunan di
lapangan kira-kira sesuai atau lebih kecil dari pada angka yang dihitung.
Ketidak sesuaiannya penurunan dapat disebabkan hal-hal berikut :
1. Contoh tanah tidak benar-benar asli.

129
130
2. Alat konsolidasi kurang sempurna.
3. Tegangan yang dihitung menurut teori elastis kurang tepat.
Kecepatan penurunan dilapangan ternyata agak lebih cepat daripada yang dihitung ini
disebabkan :
1. Harag CV yang diukur di laboratorium lebih kecil daripada yang berlaku di lapangan.
Ini mungkin karena tanah setempat tidak seragam dan mengandung retakan-retakan
atau lapisan-lapisan pasir.
2. Pengaliran air di lapangan tidak berjalan pada jurusan vertikal saja. Terutama kalau
lapisan lempung mengandung lapisanlapisan pasir yang tipis atau permeability dalam
jurusan horzontal lebih besar daripada permeability dalam jurusan vertikal.

7.8 Contoh Perhitungan Penurunan


Sebagai contoh cara menghitung penurunan kita ambil keadaan seperti terlihat pada gambar
K.11, yaitu fundasi plaat di atas lapisan lempung. Di bawah lapisan lempung, pada kedalaman 18
meter, terdapat lapisan pasir. Dalamnya fundasi adalah 1 meter dan muka air tanah terdapat pada
kedalaman 3,0 m. Lapisan lempung ini kita anggap seragam dan hasil rata-rata dari percobaan
konsolidasi pada tanah tersebut adalah seperti terlihat pada gambar K.12.
Perhitungan penurunan kita lakukan secara bertahap sebagai berikut :
a) Lapisan ini dibagi menjadi beberapa lapisan yang lebih tipis, dalam hal ini kita ambil tiga
lapisan, msing-msing setebal 5 meter, 6 meter dan 6 meter. Pembagian ini perlu untuk
memperhitungkan variasi nilai P0 (tegangan semula) dan P1 (tegangan akhir) pada lapisan
lempung ini, hal ini bukan karena sifat-sifat tanah tidak seragam.
b) Nilai P0 dihitung pada pertengahan masing-masing lapisan. Misalnya pada lapisan 1 :
1
P0 = (350 x 1,7 − 50 x 1,0 ) x kg cm 2
1000
= 0,545 kg cm 2
c) Nilai ∆p dihitung pada pertengahan masing-masing lapisan dan di bawah titik tengah-
tengah fundasi tersebut. Ini dapat dilakukan dengan mempergunakan grafik yang terdapat
pada gambar K.6. Dengan grafik ini kita dapat menentukan teg vertikal dibawah sudut
suatu fundasi, sehingga untuk mendapatkan tegangan dibawah titik tengah, kita aggap
fundasi terdiri dari empat bagian yang sama besar. Jadi disini B = 5 cm dan L = 20 cm.
Misalnya pada lapisan 1 :

130
131
B
Z = 2,5 m, sehingga m = =2
Z
L
n=
Z =8
Jadi gambar K.6 kita mendapat lσ = 0,24
Nilai ∆p akibat seperempat luas fundasi = lσq
Sehingga untuk seluruh fundasi ∆p = 4 l σq
d) Nilai ∆P ini ditambah pada P0 adalah merupakan nilai P1, yaitu tegangan setelah
bangunan didirikan.
e) Dengan memakai nilai P0 dan P1, kita menentukan penurunan ∆h pada masing-masing
lapisan.
Misalnya pada lapisan 1 :
∆h = 0,755 – 0,170 mm
= 0,585 mm
f) Penurunan pada masing-masing lapisan sekarang dapat kita hitung dengan rumus
∆h
s= H
h

131
132

132
133

Pada lapisan 1 misalnya :


0,585
s= x500 cm
20
= 14,6 cm
g) Dengan menjumlah penurunan pada masing-masing lapisan kita mendapatkan jumlah
penurunan yang kita cari, dalam hal perhitungan di atas sebesar 34 cm.
h) Waktu yang diperlukan untuk penurunanan ini kita hitung dengan rumus :
TH 2
t=
CV
Untuk menentukan jangka waktu sampai penurunan 90% selesai, kita gunakan rumus :
0,848 H 2
t90 =
CV
Dalam hal ini H adalah sebesar separuh tebal lapisan, karena air dapat mengalir ke atas dan
ke bawah, yaitu H = 8,5 m = 850 cm. Nilai CV kita ambil sebesar 6 x 10-3cm2/detik, sehingga
0,848 x (850 )
2
t 90 = det ik
6 x 10 −3
= 3,2 tahun

133
134

Ada beberapa hal yang perlu kita ingat mengenai perhitungan tadi, yaitu sebagai berikut :
01. Hasil perhitungan dapat dijadikan lebih tepat dengan memakai lebih dari tiga lapisan.
Makin tipis lapisan yang diambil berarti makin teliti perhitungan ini. Untuk
perhitungan sehari-hari, dengan mengambil tiga atau empat lapisan akan memberi
hasil yang cukup tepat.
02. Penurunan yang kita hitung tadi ialah penurunan pada pertengahan fundasi. Dengan
cara yang serupa kita dapat menghitung penurunan pada sudut atau tepi fundasi.
Penurunan yang sebenarnya terjadi akan tergantung pada kekakuan (rigidity) bagunan
yang bersangkutan. Apabila bangunan benar-benar kaku, maka penurunan pada setiap
bagian fundasi akan sama dan akan sebesar nilai rata-rata dari penurunan yang
dihitung pada pertengahan dan pada tepi.
03. Penentuan jangka waktu berdasarkan pada anggapan bahwa pengaliran air berjalan
pada jurusan vertikal saja. Sebenarnya air juga akan mengalir pada arah horizontal
sehingga kecepatan konsolidasi akan lebih cepat dari pada yang dihitung dengan cara
tadi.

KONSOLIDASI DAN PENURUNAN.


(Consolidation and settlement).

Apabila suatu lapisan tanah mendapat tambahan beban di atasnya, maka air pori
akan mengalir dari lapisan tersebut dan isinya (volume) akan menjadi lebih kecil , yaitu
akan terjadi konsolidasi. Pada umumnya konsolidasi ini akan berlangsung dalam suatu
jurusan saja, yaitu jurusan vertical, karena lapisan yang kena tambahan beban itu tidak
dapat bergerak dalam jurusan horizontal (ditahan oleh tanah sekelilingnya). Keadaan-
keadaan demikian dapat dilihat pada gambar K.1

134
135

Dalam keadaan seperti ini pengaliran air juga akan berjalan terutama dalam
jurusan vertical saja. Ini disebut “one-dimensional consolidation” (konsolidasi satu
jurusan) dan perhitungan konsolidasi hampir selalu berdasar teori. “one-dimensional
consolidation” itu.
Pada waktu konsolidasi berlangsung, gedung atau bangunan diatas lapisan tersebut
akan menurun (settle). Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu diketahui
mengenai penurunan itu, yaitu :
c) Besarnya penurunan yang akan terjadi
d) Kecepatan penurunan ini
Apabila tanah terdiri dari lempung maka penurunan akan agak besar sedangkan
kalau tanah tediri dari pasir penurunan akan lebih kecil.
Karena itu lempung dikatakan mempunyai “ high compressibility” dan pasir mempunyai
“low compressibility”. Penurunan pada lempung biasanya makan waktu yang lama,
karena daya rembesan air sangat rendah. Sebaliknya penurunan pada pasir berjalan
dengan cepat sehingga pada waktu pembangunan di atas pasir sudah selesai maka
penurunan juga dapat dianggap sudah selesai. Oleh hal-hal ini maka biasanya hanya
penurunan pada lapisan lempung yang diperhatikan, dan teori konsolidasi yang
diterangkan disini hanya dimaksudkan untuk tanah lempung.

7.1. ISTILAH “NORMALLY CONSOLIDATED” DAN “OVER CONSOLI DATED”

135
136
Kedua istilah ini dipakai untuk menggambarkan suatu sifat yang penting dari
lapisan lempung endapan (sedimentary clays). Lapisan semacam ini setelah
pengendapannya akan mengalami konsolidasi dan penurunan akibat tekanan dari
lapisan-lapisan yang kemudian mengendap diatasnya. Lapisan-lapisan yang di atas ini
lama kelamaan mungkin menjadi hilang lagi karena sebab sebab geologi, missal erosi
air (atau es). Ini berarti lapisan lapisan bawah pada suatu saat dalam sejarah
geologinya pernah mengalami konsolidasi akibat tekanan yang lebih tinggi dari pada
tekanan yang berlaku di atasnya pada masa sekarang.
Lapisan lapisan semacam ini disebut “ overconsolidated”. Sedangkan lapisan yang
belum pernah mengalami tekanan di atasnya lebih tinggi dari pada tekanan yang
berlaku pada masa sekarang disebut “normally consolidated”

7.4 PENGUKURAN KONSOLIDASI

Untuk mengukur konsolidasi di laboratorium dipakai alat konsolidasi


(consolidated apparatus oedometer). Prinsip alat ini dapat dilihat pada gambar K.2

136
137

Contoh tanah untuk percobaan ini dimasukkan ke dalam suatu cincin dengan batu
berpori ( porous stones) yang dipasang di bawah dan di atasnya.
Kemudian cincin dengan batu berpori ini ditaruh dalam sel konsolidasi (consolidation
cell) yang berisi air supaya tanah tidak menjadi kering. Setelah dipasang dalam alat
contoh diberi beban vertical yang tertentu dan penurunan diukur dengan arloji penunjuk
(dialgauge). Tekanan tersebut dibiarkan berlaku sampai penurunan selesai. Sesudah itu
contoh diberi tambahan beban, selanjutnya juga dibiarkan berlaku sampai penurunan
berhenti dan seterusnya. Biasanya beban ditambah setiap 24 jam dengan memakai
harga tegangan yang berikut.
0,25 ; 0,5 ; 1,0 ; 2,0 ; 4,0 ; 8,0 ; kg/cm2
Setelah mencapai 8 kg/cm2 beban dikurangi lagi sampai 0,25 kg/cm2 untuk mendapat
“rebound curve” pada setiap pembebanan pembacaan penurunan dilakukan pada
jangka-jangka waktu tertentu. Dengan demikian baik besarnya penurunan maupun
kecepatannya dapat diketahui.

7.5 BESARNYA PENURUNAN

Besarnya penurunan yang terjadi pada setiap tegangan diambil dari pembacaan-
pembacaan arloji penunjuk yang terakhir untuk tegangan tersebut.
Anka-angka penurunan ini dipakai untuk membuat grafik penurunan terhadap tegangan
sebagai abses (dengan sekala logaritmes) dan angka pori sebagai ordinat (dengan
sekala biasa) Tetapi pembacaan-pembacaan penurunan dapat dipakai langsung
sebagai ordinat dan metode ini masih sering dipakai di Indonesia.

7.4 HASIL PERCOBAAN KONSOLIDASI

a). pada contoh tidak asli , yang dicampur air sehingga menjadi cair (Slurry
sample). Bayangkanlah suatu contoh semacam ini yang ditambah beban di atasnya
137
138
sedikit, demi sedikit dengan memperbolehkan konsolidasi berjalan sampai selesei pada
setiap penambahan beban. Tebalnya contoh ini akan menurun akibat konsolidasi itu,
dan besarnya penurunan ini dapat ditentukan pada setiap saat dari pembacaan arloji
penunjuk.
Dari pembacaan-pembacaan ini angka pori juga dapat dihitung asal kadar air contoh
semula diketahui. Dengan demikian dapat dibuat grafik penurunan (dan angka pori –
terhadap tegangan seperti terliha pada gambar K.3.
Jika tegangan ditambah sampai mencapai Po maka kita akan mendapatkan garis AB .
Garis AB ini biasanya hampir lurus disebut “virgin consolidation curve” (garis
konsolidasi asli). Pada waktu lapisan-lapisan lempung mengendap di lapangan, suatu
proses yang sama akan berjalan. Dan apabila tegangan dan penurunan ditentukan
maka akan diperoleh grafik seperti garis AB. Juga.

Apabila tegangan sekarang dikurangi lagi menjadi P1 maka tebalnya contoh akan
menjadi lebih besar sedikit , menurut garis BC. Demikian juga di lapangan, kalau
setelah proses pengendapan berhenti , dan tegangan di atas menjadi lebih kecil lagi,
tanah akan mengikut garis BC itu. Jikalau sekarang tegangan di tambah kembali sampai
menjadi besar P, maka kita akan mendapatkan garis CDE. Garis DE merupakan garis
terusan dari AB, yaitu ABE adalah garis konsolidasi asli. Persamaan (equations) yang
biasanya dipakai untuk garis AE ini adalah sebagai berikut :
b) Untuk grafik yang dibuat dengan mempergunakan penurunan sebagai
ordinat

∆h 1 P
= log e
h c Po
Dimana ∆ h = penurunan akibat tambahan tegangan dari Po menjadi P
h = tebalnya contoh
h = konstanta

138
139

eo - e
Cc =
log 10 ppo

p
Yaitu eo − e = cc log
10 po

Dimana eo = angka pori pada tegangan Po


e = angka pori pada tegangan P
cc = compression index

b). pada contoh yang normally consolidated.

Bilamana dilakukan percobaan konsolidasi pada contoh semacam ini, maka akan
diperoleh hasil seperti terlihat pada gambar K.4
Tegangan Po adalah tegangan efektif yang berlaku di atas tanah ini di lapangan dan
angka pori eo adalah angka pori aslinya. Dengan demikian titik A menunjukkan

139
140

Keadaan tanah setempat. Sebelum tegangan mencapai harga Po penurunan di


laboratorium kecil, tetapi kalau tegangan sudah menjadi Po maka penurunan akan
menjadi besar. Jikalau contoh yang dipakai benar–benar contoh asli (undisturbed),
maka setelah tegangan Po dilampaui, penurunan akan berlangsung menurut garis
konsolidasi asli ( virgin consolidation curve), yaitu garis AB.
Dengan grafik seperti ini kita dapat menghitung besarnya penurunan yang akan terjadi
dilapangan . Misalnya , kalau tegangan setempat naik dari Po menjadi P besarnya
penurunan (atau perubahan angka pori) dapat dibaca langsung dari grafik . Yaitu
penurunan persatuan tebal akan sebesar

∆h e -e
atau o
h 1 + eo
Dimana ∆h = penurunan akibat tambahan tenaga dari Po menjadi P
h = tebalnya contoh di laboratorium
eo = angka pori pada tegangan Po yaitu angka pori aslinya
e = angka pori pada tegangan P

140
141
Dengan demikian penurunan (s) pada lapisan setebal H adalah sebesar

∆h
S= H
h
eo - e ∆e
S= H = H
1 + eo 1 + eo
Dimana ∆e = e – eo

Karena penurunan dalam hal ini ialah garis konsolidasi asli maka kedua rumus ini dapat
dirubah menjadi :
∆h H P
s= H = log e
h C P0
dan
e0 − e H P
s= H= C C log 10
1 + e0 1 + e0 P0
Kedua rumus ini dapat dipakai hanya untuk lapisan tanah yang normally-consolidated.

e. Pada contoh yang over-consolidated


Dalam hal ini hasil peercobaan konsolidasi akan seperti pada gambar K. 5

141
142
Tegangan P0 adalah tegangan efektif yang berlaku sekarang di atas contoh ini di
lapangan. Pada suatu ketika pada masa lampau tanah ini pernah mengalami tekanan
sebesar P0. Tekanan P0 disebut “overconsolidation” atau “preconsolidation” pressure.
Tempat lengkungan maksimum dari grafik ini terdapat kira-kira pada tekanan P0. Jika
tegangan di lapangan naik dari P0 menjadi P maka penurunan akan terjadi menurut
garis ABC. Besarnya penurunan pada lapisan setebal H akan sebesar
∆h e −0 ∆e
H= 0 = H
h 1 + e 0 1 + e0
∆h i P
Dalam hal ini besaranya tidak lagi dapat disamakan dengan log karena rumus
h c P
∆h P
= log e hanya berlaku untuk garis konsolidasi asli, yaitu tidak berlaku dari titik A
h P0
sampai titik C. Cara yang paling mudah untuk menghitung penurunan dalam hal ini ialah
dengan mengambil besarnya ∆h atau ∆e langsung dari grafik antara P0 dan P,
kemudian memasaukkan dalam rumus
∆h
s= H
h
∆e
s= H
1+ e0
Teranglah dari gambar K.4 dan K.5 bahwa penurunan pada lapisan “over consolidated”
akan lebih kecil penurunan pada lapisan yang “normally consolidated”.

f. Pada “Residual Soil”


Istilah “normally consolidated” tidak dapat dipakai secara tepat untuk “residual soil”
karena pembentukannya tidak seperti cara pembentukan lapisan endapan (sedimentary
soils).
“Residual soil” adalah tanah yang berasal dari lapisan dibawahnya, yaitu
pembentukannya berlangsung ditempat asalnya dan tanah tersebut tidak mengalami
pemindahan atau pengendapan. Dapat dikatakan bahwa residual soil adalah normally
consolidated dengan arti belum pernah mengalami tekanan diatasnya lebih tinggi
daripada yang berlaku pada waktu ini. Tetapi cara pembentukannya (yaitu chemical
weathering) mengakibatkan residual soils mempunyai sifat seolah-olah over
consolidated. Grafik penurunan untuk tanah semacam ini sering menunjukkan bahwa

142
143
lengkungan maksimum terdapat pada tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan
diatas tanah setempat.
Karena itu untuk menghitung penurunan pada residual soils sebaiknya dipakai rumus-
rumus :
∆h
s= H
h
atau
∆e
s= H
1+ e0

7.9 Perhitungan Tegangan :


Untuk dapat menghitung besarnya kita harus mengetahui tegangan semula (P0)
pada lapisan yang bersangkutan dan tegangan sesudah pembangunan selesai (P).
Cara menghitung kedua tegangan ini adalah sebagai berikut :
c. P0 (tegangan efektif semula)
Tegangan ini adalah akibat berat tanah sendiri dan dapat dihitung langsung,
asalkan kita mengetahui berat isi tanah dan dalamnya muka air tanah.
d. P (tegangan efektif setelah pembangunan selesai)
Tegangan P = P0 + ∆P
Dimana ∆P adalah tambahan tegangan akibat adanya bangunan.
Besarnya ∆P biasanya dihitung dengan memakai teori elastic

143
144

Gambar K.6. Perhitungan tegangan dibawah fundasi

Ada berbagai macam grafik serta tabel-tabel untuk keperluan ini. Pada gambar K6.
Dan K.7 terdapat grafik untuk menghitung tekanan dibawah fundasi bulat dan fundasi
persegi.
Hraga P0 dan P pada suatu lapisan tidak konstan; harganya tergantung kepada
dalamnya. Karena itu untuk menghitung penurunan biasanya perlu membagi lapisan
yang bersangkutan dalam beberapa lapisan yang cukup tipis, sehingga harga-harga P0
P cukup tepat

144
145

7.10 Kecepatan Penurunan


Sampai disini hanyalah besarnya penurunan yang dibicarakan. Selain besarnya
penurunan kita juga ingin mengetahui kecepatannya, yaitu apakah akan lekas selesai
atau akan terus berjalan bertahun-tahun lamanya :
Kecepatan penurunan tergantung kepada dua faktor, yaitu ;
3. Daya rembesan air tanah (permeability). Ini yang menentukan kecepatan air
mengalir dari tanah.
4. Compressibility tanah. Ini yang menentukan banyaknya air yang harus mengalir.

Bayangkanlah suatu lapisan lempung diantara lapisan pasir, seperti terlihat pada
gambar K.8.

145
146

Apabila lapisan ini diberi tambahan tegangan sebesar P maka tegangan ini pada saat
diberikan akan dipikul seluruhnya oleh air pori, yaitu tegangan air pori akan naik menjadi
P. Pengaliran air akan lekas mulai berjalan sehingga tegangan air pori akan menurun.
Besarnya tegangan air pori pada waktu t1, t2, t3 akan terlihat seperti dalam gambar K.8.
Akhirnya tegangan air pori akan menjadi sama seperti sebelum tambahan tegangan
diberikan. Rumus yang berlaku selama konsolidasi berlangsung adalah rumus Terzaghi
yang terkenal itu.
Rumus Terzaghi itu berdasarkan pada beberapa anggapan (assumptions) sebagai
berikut :
6. Derajat kejenuhan tanah 100%.
7. Tidak terjadi perubahan isi pada air atau butir tanah.
8. Konsolidasi, yaitu pengaliran air serta perubahan isi berlangsung pada satu
jurusan saja, yaitu jurusan vertikal.
9. Rumus Darcy berlaku.
10. Tegangan total dan tegangan air pori dibagi rata pada setiap bidang
horizontal.
Umpamakanlah suatu elemen yang sedang mengalami konsolidasi, pada jarak Z
dari batas lapisan tersebut, seperti terlihat pada gambar K.8. Elemen ini mempunyai
satuan luas dan tebal dz.
Dengan demikian isi elemen = dz
Air sedang mengalir melalui elemen ini seperti terlihat pada gambar. Karena
sedang berlangsung konsolidasi (yaitu perubahan isi) maka kecepatan air yang keluar
dari elemen tidak sama dengan kecepatan air yang masuk.
Kecepatan air yang masuk = V

146
147
δV
Kecepatan air yang keluar = V + dz
δZ
Jadi kecepatan kehilangan air (rate of loss of water) dari elemen adalah selisih
antara kedua angka ini, yaitu :
 δv  δv
V + dz  − (V ) = dz
 δz  δz
Banyaknya air yang hilang dari elemen adalah sama dengan perubahan isi elemen dan
kecepatan kehilangan air adalah sama dengan kecepatan perubahan isi.
δV
Jadi kecepatan perubahan isi (rate of volume discharge) = dz .
δZ
Bilamana tegangan air pori pada elemen diambil sebesar u (sama dengan
u
ketinggian air sebesar ), maka gradien hidraulik.
γW

δ  u  1δ u
i=   =
δz γW  γWδZ
Kecepatan air dapat dihitung dengan rumus Darcy yaitu V = ki dimana
V = kecepatan
k = permeability (daya rembesan air)
i = gradien hidraulik
k δU
Jadi V =
γW δZ
δ (k δ U )
= dz
δZ γW δZ
Dan kecepatan perubahan isi
k δU
2

= dz
γW δZ 2
Perubahan isi ini disebabkan karena perubahan tegangan efektif pada elemen tersebut.
Hubungan antara perubahan isi tanah dengan perubahan efektif adalah menurut
persamaan
∆V
Dimana = −mV P '
V
∆ V = perubahan isi
V = isi
P’ = perubahan tegangan efektif

147
148
Dalam hal ini perubahan isi = -mV P’ x dz
δ
Sehingga kecepatan perubahan isi = (mV P' x dz )
δt
δ P'
= − mV dz (t = waktu )
δt
Tetapi P’ = P – u
Dimana P = tegangan total
u = tegangan air pori
dalam hal ini P adalah konstan sehingga
δ P' δ
=− u
δt δt
δ P'
dan kecepatan perubahan isi = − mV dz
δy

δu
= mV dz
δt

δu k δ 2u
Yaitu mv dz = dz
δt γ wδ z 2

δu k δu
2
 k 
Jadi =  = C v 
δ t mV γ w δ z 2  mv γ w 

δu δu2
Yaitu = Cv 2
δt δz
Inilah rumus Terzaghi yang sudah lama merupakan dasar untuk perhitungan kecepatan
penurunan.
CV disebut “coeficient of consolidation” biasanya dalam cm2/sec. Selama konsilidasi
berlangsung maka harga mv dan k menjadi lebih kecil dengan akibat bahwa besarnya
Cv tidak banyak mengalami perubahan.
Dari hasil persamaan Terzaghi ini kita dapat mengetahui besarnya u pada setiap
titik pada setiap waktu dalam lapisan tersebut. Pada umumnya bukan besarnya u
(tegangan air pori) yang perlu diketahui untuk perhitungan penurunan pada jangka
waktu tertentu, atau yang disebut derajat konsolidasi (degree of consolidation).
Penurunan pada waktu ...t
Derajat konsolidasi U =
Penurunan setelah selesai (t = ∞)

148
149
Harga U juga dapat diperoleh dari rumus Terzaghi, yaitu U = t (z,t).f(z,t) ini adalah suatu
deretan (series) tetapi dapat diperkira-kirakan dengan persamaan yang berikut :
4 Cv t
U ≤ 50% ; U 2 = H = jalan air terpanjang (longest drainage path)
π H2
π 2 Cv t
8 −
U ≥ 50%; U = 1 − e 4 H2

π 2

Cv t
Biasanya disebut time factor dan diberi huruf T, yaitu
H2
Cv t
T=
H2
Dari persamaan diatas dapat dihitung harga-harga U dan T sebagai berikut:

U (%) 20 40 60 80 90
T 0,031 0,126 0,287 0,565 0,848
Jadi kalau kita ingin menghitung waktu yang diperlukan sampai penurunan 90% selesai
maka kita ambil harga T untuk U = 90%
C v t 90
Yaitu t90 = 0,848 =
H2

Dimana t90 = waktu sampai penurunan 90% selesai


H = jalan air terpanjang. (kalau terdapat lapisan pasir diatas dan
dibawah lapisan lempung ts, maka H adalah separuhnya
tebal lapisan)
0,848 H 2
jadi t90 =
Cv
ternyata dari rumus ini bahwa penurunan adalah sebanding dengan pangkat dua
tebal lapisan dan berbanding terbalik dengan “coeficient of consolidation”.

Perbandingan Hasil Percobaan Laboratorium dengan Teori Konsolidasi

Pada gambar K.9 terlihat grafik derajat konsolidasi terhadap akar dua waktu.
Dengan demikian garis teoritis sampai kira-kira U = 70% adalah garis yang lurus.

149
150
Setelah itu garis teoritis ini menyimpang dari garis lurus tersebut sehingga menyinggung
garis U = 100% pada waktu yang tak terhingga.
Garis dari hasil percobaan di laboratorium juga terlihat pada gambar K.9.
Garis ini mengikut garis teoritis sampai suatu waktu tertentu, setelah itu garis
laboratorium menyimpang dari garis teoritis seperti pada gambar.
Sebabnya terjadi demikian ialah karena pada percobaan laboratorium (juga dilapangan)
penurunan tetap berjalan sesudah tidak ada lagi tegangan air pori. Teori konsolidasi
Terzaghi berdasarkan pada anggapan bahwa penurunan adalah semata-mata akibat
pengaliran air dari tanah dan kecepatan penurunan ditentukan oleh proses pengaliran
air itu. Karena itu penurunan di laboratorium atau di lapangan dapat dianggap terdiri dari
dua bagian :

3. Primary Settlement : ini adalah penurunan yang berjalan akibat pengaliran air dari
tanah. Dengan demikian “primary settlement” adalah akibat perubahan tegangan
efektif.
4. Secondary Settlement : ini berarti settlement yang masih berjalan setelah primary
settlement selesai, yaitu setelah tidak terdapat lagi tegangan air pori.

150
151
Dengan demikian “secondary settlement” berlangsung pada tegangan efektif yang
konstan. “secondary settlemen” umumnya kecil dibandingkan dengan “primary
settlemen” sehingga besarnya tidak perlu diperhatikan dalam perhitungan penurunan.

Penentuan Harga CV Pada Percobaan Konsolidasi

Seperti diterangkan diatas, percobaan konsolidasi dlakukan dengan menambahkan


beban pada setiap 24 jam.
Setiap kali beban ditambah, pembacaan penurunan diambil pada jangka-jangka waktu
0,25, 1, 4, 9, 16 menit dan seterusnya, sesudah beban diberikan.
Dengan demikian kita dapat membuat grafik penurunan terhadap akar dua waktu,
seperti terlihat pada gambar K.10.
Grafik ini dipakai untuk menghitung harga CV (coeficient of consolidation). Harga CV ini
harus kita hitung dari bagian grafik laboratorium yang mengikuti garis teoritis. Pada
umumnya garis dari percobaan tidak menyimpang dari garis teorits sebelum tercapai
90% dari “ primary consolidation”.

Karena itu, harga t90 (yaitu waktu sampai primary consolidation 90% selesai) ini
biasanya dipakai untuk menghitung Cv. Cara mendapat t90 dapat dilihat pada gambar

151
152
K.10. Garis OA digambar dengan mengambil jarak b = 1,15a. Titik perpotongan OA ini
dengan garis laboratorium adalah t90.
0,848 H 2
Dari rumus t90 =
Cv
Menghitung CV
0,848 H 2
Yaitu CV = ( 2H = tebal contoh pada waktu t90 ditentukan).
t 90
Dengan jalan demikian kita mendapat satu harga Cv pada setiap pembebanan. Pada
umumnya harga-harga CV ini tidak banyak berbeda-beda. Pada gambar K.10, harga-
harga yang dimasukkan sebagai ordinate boleh langsung dipakai pembacaan arloji
penunjuk penurunan, yaitu tidak perlu dijadikan penurunan atau derajat penurunan,
karena bentuk grafik masih tetap sama.
Ada kalanya garis konsolidasi dari percobaan laboratorium (bilamana dibuat grafik
seperti pada gambar K.10) tidak menunjukkan bagian yang lurus. Ini dapat disebabkan
oleh beberapa hal seperti :
d. Derajat kejenuhan tanah kurang dari 100%, yaitu ada udara di dalam pori-pori
tanah.
e. Tanah banyak mengandung air.
f. Alat yang dipakai kurang sempurna.

Perhitungan Kecepatan Penurunan Dilapangan :

Kalau harga CV sudah diketahui dari percobaan laboratorium, maka untuk


menghitung kecepatan penurunan dilapangan tinggal saja kita masukkan harga CV ini
dalam rumus
TH 2
t=
CV

7.11 Perbandingan Penurunan yang Dihitung dengan Penurunan yang terjadi


Dilapangan
Dari percobaan konsolidasi di laboratorium kita mendapat :

152
153
c) Grafik penurunan terhadap tegangan, yang mana dipakai untuk menghitung
besarnya penurunan.
d) Harga CV yang mana dipakai untuk menghitung kecepatan penurunan.
Sudah seringkali diadakan pengukuran penurunan di lapangan, berbagai negara, untuk
mendapat perbandingan antara penurunan yang terjadi dengan yang dihitung terlebih
dahulu.
Hasil-hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa pada umumnya besarnya
penurunan di lapangan kira-kira sesuai atau lebih kecil dari pada angka yang dihitung.
Ketidak sesuaiannya penurunan dapat disebabkan hal-hal berikut :
4. Contoh tanah tidak benar-benar asli.
5. Alat konsolidasi kurang sempurna.
6. Tegangan yang dihitung menurut teori elastis kurang tepat.
Kecepatan penurunan dilapangan ternyata agak lebih cepat daripada yang dihitung ini
disebabkan :
3. Harag CV yang diukur di laboratorium lebih kecil daripada yang berlaku di
lapangan. Ini mungkin karena tanah setempat tidak seragam dan
mengandung retakan-retakan atau lapisan-lapisan pasir.
4. Pengaliran air di lapangan tidak berjalan pada jurusan vertikal saja. Terutama
kalau lapisan lempung mengandung lapisanlapisan pasir yang tipis atau
permeability dalam jurusan horzontal lebih besar daripada permeability dalam
jurusan vertikal.

7.12 Contoh Perhitungan Penurunan


Sebagai contoh cara menghitung penurunan kita ambil keadaan seperti terlihat
pada gambar K.11, yaitu fundasi plaat di atas lapisan lempung. Di bawah lapisan
lempung, pada kedalaman 18 meter, terdapat lapisan pasir. Dalamnya fundasi adalah 1
meter dan muka air tanah terdapat pada kedalaman 3,0 m. Lapisan lempung ini kita
anggap seragam dan hasil rata-rata dari percobaan konsolidasi pada tanah tersebut
adalah seperti terlihat pada gambar K.12.
Perhitungan penurunan kita lakukan secara bertahap sebagai berikut :
i) Lapisan ini dibagi menjadi beberapa lapisan yang lebih tipis, dalam hal ini kita
ambil tiga lapisan, msing-msing setebal 5 meter, 6 meter dan 6 meter.
Pembagian ini perlu untuk memperhitungkan variasi nilai P0 (tegangan semula)
153
154
dan P1 (tegangan akhir) pada lapisan lempung ini, hal ini bukan karena sifat-sifat
tanah tidak seragam.
j) Nilai P0 dihitung pada pertengahan masing-masing lapisan. Misalnya pada
lapisan 1 :
1
P0 = (350 x 1,7 − 50 x 1,0 ) x kg cm 2
1000
= 0,545 kg cm 2
k) Nilai ∆p dihitung pada pertengahan masing-masing lapisan dan di bawah titik
tengah-tengah fundasi tersebut. Ini dapat dilakukan dengan mempergunakan
grafik yang terdapat pada gambar K.6. Dengan grafik ini kita dapat menentukan
teg vertikal dibawah sudut suatu fundasi, sehingga untuk mendapatkan tegangan
dibawah titik tengah, kita aggap fundasi terdiri dari empat bagian yang sama
besar. Jadi disini B = 5 cm dan L = 20 cm.
Misalnya pada lapisan 1 :
B
Z = 2,5 m, sehingga m = =2
Z
L
n=
Z =8
Jadi gambar K.6 kita mendapat lσ = 0,24
Nilai ∆p akibat seperempat luas fundasi = lσq
Sehingga untuk seluruh fundasi ∆p = 4 l σq
l) Nilai ∆P ini ditambah pada P0 adalah merupakan nilai P1, yaitu tegangan setelah
bangunan didirikan.
m) Dengan memakai nilai P0 dan P1, kita menentukan penurunan ∆h pada masing-
masing lapisan.
Misalnya pada lapisan 1 :
∆h = 0,755 – 0,170 mm
= 0,585 mm
n) Penurunan pada masing-masing lapisan sekarang dapat kita hitung dengan
rumus
∆h
s= H
h

154
155

155
156

Pada lapisan 1 misalnya :

156
157
0,585
s= x500 cm
20
= 14,6 cm
o) Dengan menjumlah penurunan pada masing-masing lapisan kita mendapatkan
jumlah penurunan yang kita cari, dalam hal perhitungan di atas sebesar 34 cm.
p) Waktu yang diperlukan untuk penurunanan ini kita hitung dengan rumus :
TH 2
t=
CV
Untuk menentukan jangka waktu sampai penurunan 90% selesai, kita gunakan
rumus :
0,848 H 2
t90 =
CV
Dalam hal ini H adalah sebesar separuh tebal lapisan, karena air dapat mengalir
ke atas dan ke bawah, yaitu H = 8,5 m = 850 cm. Nilai CV kita ambil sebesar 6 x 10-
3
cm2/detik, sehingga
0,848 x (850 )
2
t 90 = det ik
6 x 10 −3
= 3,2 tahun

Ada beberapa hal yang perlu kita ingat mengenai perhitungan tadi, yaitu sebagai berikut
:
01. Hasil perhitungan dapat dijadikan lebih tepat dengan memakai lebih dari tiga
lapisan. Makin tipis lapisan yang diambil berarti makin teliti perhitungan ini.
Untuk perhitungan sehari-hari, dengan mengambil tiga atau empat lapisan
akan memberi hasil yang cukup tepat.
02. Penurunan yang kita hitung tadi ialah penurunan pada pertengahan fundasi.
Dengan cara yang serupa kita dapat menghitung penurunan pada sudut atau
tepi fundasi.
Penurunan yang sebenarnya terjadi akan tergantung pada kekakuan (rigidity)
bagunan yang bersangkutan. Apabila bangunan benar-benar kaku, maka
penurunan pada setiap bagian fundasi akan sama dan akan sebesar nilai
rata-rata dari penurunan yang dihitung pada pertengahan dan pada tepi.

157
158
03. Penentuan jangka waktu berdasarkan pada anggapan bahwa pengaliran air
berjalan pada jurusan vertikal saja. Sebenarnya air juga akan mengalir pada
arah horizontal sehingga kecepatan konsolidasi akan lebih cepat dari pada
yang dihitung dengan cara tadi.

158
159
DAFTAR PUSTAKA

Craig R.F., 1987, Soil Mecanics, Nostroad Reinhold Co., Ltd (U.K).
Das, Braja M. (1984). “Principles of Foundation Engineering”. Wadsworth, Inc.,
Belmount, California 94002
Das B.M, 1998, Mekanika Tanah (Prinsip Rakayasa Geoteknis), 1dan 2, Terjemahan, Erlangga,
Jakarta.
Joseph E. Bowles, (1986) “Analisa dan Disain Pondasi”. Alih bahasa : Pantur Silaban,
Erlangga Jakarta.
Suhardjito Pradoto, (1989). “Teknik Pondasi”. Lab. Geoteknik PAU. ITB.
Suyono Sosrodarsono, (1988). “Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi”. Terjemahan,
Pradnya Paramita Jakarta

159

Anda mungkin juga menyukai