Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN

“PENANGANAN HEWAN”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata kuliah Farmakologi sistem organ

Dosen Pembimbing :

Nur Rahayuningsih, M.Si., Apt

Maritsa Nurfatwa, M.Si., A

Disusun Oleh :

Kelompok VI

Kiki Vidia Amelia NIM 31117167


Nida Nadiatul Hayati NIM 31117179
Nur sofy Lestari NIM 31117180
Moch. Fajar Deliaz NIM 31117174

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2018
PRAKTIKUM I

“PENANGANAN HEWAN”

Pelaksaan Praktikum : Senin, 18 Februari 2019

A. TUJUAN

Dapat mengetahui cara-cara penanganan hewan percobaan secara manusiawi serta faktor
faktor yang mempengaruhi respon nya.

B. PRINSIP

Penanganan hewan percobaan yaitu memegang ekornya dengan jari kanan, sedangkan
tangan kiri memegang bagian tengkuk hewan, selanjutnya diberi perlakuan pada hewa
percobaan.
DASAR TEORI

Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,
lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut
obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat.
Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang (the art of weighing). Obat
didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis
penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang
infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan coba. Farmakologi
mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara membuat, menformulasi,
menyimpan dan menyediakan obat (Marjono,2011:76).

Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan
sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek teraupetis obat
berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup
tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (Tjay,2007:172).

Pada dasarnya hewan percobaan dapat merupakan suatu kunci dalam mengembangkan
suatu penelitian dan telah banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan
tentang berbagai macam penyakit seperti: malaria, filariasis, demam berdarah, TBC, gangguan
jiwa dan semacam bentuk kanker. Hewan percobaan tersebut oleh karena sebagai alternatif
terakhir sebagai animal model. Setelah melihat beberapa kemungkinan peranan hewan
percobaan, maka dengan berkurangnya atau bahkan tidak tersedianya hewan percobaan, akan
berakibat penurunan standar keselamatan obat-obatan dan vaksin, bahkan dapat melumpuhkan
beberapa riset medis yang sangat dibutuhkan manusia (Sulaksono,1992:318).

Hewan coba/hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk
penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam
kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola
kebijaksanaan pembangunan nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat
manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik
percobaan yang menggunakan manusia (1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan
percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan
atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan
mempunyai mission di dalam keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat
manusia melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono,1992:321).

Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang
dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan
hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain (Malole,1989:475)
1.Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan
kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.

2.Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi
dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan
sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.

3.Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan
terhadap senyawa bioaktif yang diujikan.

Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil
percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian senyawa bioaktif
terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang
bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya.

ALAT DAN BAHAN

NO ALAT
1 Kandang Hewan
2 Lap

BAHAN
1 Mencit

2 Tikus

3 Kelinci
Prosedur Kerja

1. Mencit

Mencit diangkat dengan memegang pada ujung ekornya


dengan tangan kanan dan dibiarkan menjangkau kawat
kandang dengan kaki depannya

Dengan tangan kiri, kulit engkuknya dijepit diantara


telunjuk dan ibu jari

Kemudian ekornya dipindahkan dari tangan kanan ke antara


jari manis dan jari kelingking tangan kiri , hingga mencit cukup
erat dipegang. Pemberian obat kini dapat dimulai.
2. Tikus

Tikus diangkat dari kandang dengan memegang


tubuh atau ekor

Tangan kiri diluncurkan dari belakang tubuhnya


menuju kepala dan ibu jari diselipkan ke depan dan
kaki kanan depan dijepit diantara kedua jari

3. Kelinci

Kelinci harus diperlakukan dengan halus dan


sigap , karena cenderung berontak, menangkap
dan membalikan kelinci dengan mengangkat
pada telinganya

Untuk menangkapnya kulit pada leher


kelinci dipegang dengan tangan kiri,
pantatnya diankat dengan tangan kanan
kemudian didekap kedekat tubuh
Hasil Dan Pembahasan

No Nama Hewan Gambar


1 Mencit

2 Tikus

Pada praktikum pertama Farmakologi Sistem Organ yang dilakukan adalah “Cara
Penanganan Hewan Percobaan” dimana kita belajar bagaimana menangani hewan percobaan
yang baik dan benar menggunakan mencit,tikus, dan kelinci. Hewan percobaan ini digunakan
dalam penilaian efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dan senyawa bioaktif.

Pertama penanganan pada mencit dengan cara angkat ujung ekornya dengan tangan
kanan dan biarkan kaki depan mencit menjangkau kawat kandang kemudian tengkuknya dijepit
diantara telunjuk dan ibu jari dengan tangan kiri kemudian posisi tubuh mencit dibalikkan
sehingga permukaan perut menghadap kita lalu ekornya dipindahkan dari tangan kanan ke
antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri hingga mencit cukup erat dipegang lalu kita
bisa memulai pemberian obat. Menangani mencit lebih mudah dibandingkan dengan
menangani tikus karena ukurannya lebih kecil dibanding tikus sehingga lebih mudah
penanganannya walaupun demikian kita tetap harus memperlakukannya dengan baik sesuai
peraturan kesejahteraan hewan laboratorium. Ketika mencit didalam baki mencit tersebut
cenderung bergerombol sesuai dengan karakteristik yang diperoleh dari literatur. Hal ini terjadi
karena juga sifat fotofobik yang dimiliki mencit sehingga ketika keranjang terbuka lebar mencit
satu sama lain saling berkumpul di masing-masing ujung sehingga praktikan harus lebih
berhati-hati untuk mengambil ekornya sebelum disimpan di kawat kandang.

Kedua penanganan pada tikus dengan cara tikus diangkat dari kandang dengan
memegang pangkal ekornya kemudian biarkan di kawat kandang perlakuan pada tikus harus
lebih sabar karena sesuai sifat tikus yang akan menjadi galak bila diperlakukan kasar tikus akan
menggigit maka menangani nya harus lebih sabar. Bila tikus sudah terlihat nyaman lanjutkan
penanganan dengan cara tangan kiri di luncurkan dari belakang tubuhnya menuju kepala dan
ibu jari di selipkan ke depan dan kaki kanan depan di jepit diantara kedua jari tersebut jika
sudah begitu kita bisa memulai pemberian obat. Yang harus di perhatikan adalah bagian
ekornya, praktikan harus memegang ekor bagian pangkal karena tikus lebih besar
dibandingkan dengan mencit sehingga ketika akan diberikan perlakuan, sebaiknya tikus
tersebut diberi ketenangan dengan memberi usapan lembut sembari memegang pangkal
ekornya mengingat jika tikus putih diperlakukan kasar akan menjadi arogan karena
kenyamanannya terganggu. Untuk pemula dapat dilakukan selain menggunakan alat pelindung
diri yang lengkap, tikus dapat ditutup (terutama bagian kepala) dengan lap kain sehingga tikus
tersebut tidak akan memberontak meskipun tikus cenderung tidak terlalu fotofobik.
DAFTAR PUSTAKA DASAR TEORI

 Mardjono,M.2007.Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru. Jakarta


 Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-
Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
 Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan
Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.
 Malole, M.B.M., Pramono C.S.U., 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di
Laboratorium. Bogor : PAU Pangan dan Gizi, IPB.

Anda mungkin juga menyukai