Makalah Mikrobiologi Antraks
Makalah Mikrobiologi Antraks
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbagai penyakit menular pada manusia yang bersumber dari hewan telah banyak mewabah
di dunia.Istilah zoonisis telah dikenal untuk menggambarkan suatu kejadian penyakit infeksi pada
manusia yang ditularkan dari hewan vertebrata. Hal inilah yang dewasa ini menjadi sorotan publik
dan menjadi objek berbagai studi untuk mengkaji segala aspek yang berkaitan dengan wabah tersebut
yang diharapkan nantinya akan diperoleh suatu sistem terpadu untuk pemberantasan dan
penanggulangannya. Kemunculan dari suatu penyakit zoonosis tidak dapat diprediksi dan dapat
membawa dampak yang menakutkan bagi dunia, terutama bagi komunitas yang bergerak di bidang
kesehatan masyarakat dan veteriner.
Dari sejumlah 1.415 mikroba patogen pada manusia yang diketahui, 61,6% bersumber dari
hewan. Sejumlah 616 mikroba patogen yang ditemukan pada hewan ternak, 77,3% diantaranya
merupakan multiple spesies atau spesies yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi lebih dari satu
jenis hewan. Pada karnivora domestik, dari 374 mikroba patogen,90% diantaranya diklasifikasikan
sebagai multiple spesies. Emerging zoonosis dapat dilihat secara operasional sebagai proses dua
tahap. Tahap pertama adalah pemaparan suatu agen penyakit ke suatu populasi host yang baru. Tahap
kedua adalah proses penyebaran lebih lanjut dari agen penyakit dalam populasi host baru tersebut.
Sebagian besar dari kemunculan suatu wabah penyakit berasal dari agen yang sudah berada di
lingkungan dimana agen tersebut mendapatkan kesempatan atau waktu dan kondisi yang tepat untuk
kembali menginfeksi host atau populasi yang baru. Beberapa contoh kasus emerging zoonosis dewasa
yang menjadi sorotan dunia antara lain antraks.
Kejadian antraks bersifat universal dimana dapat terjadi di seluruh wilayah dunia mulai dari
negara yang beriklim dingin, subtropis dan tropis, pada negara yang miskin, negara berkembang
hingga negara maju sekalipun. Kejadian antraks pada manusia di Indonesia hampir selalu
berhubungan dengan wabah penyakit antraks pada hewan. Di Indonesia, sepanjang tahun 2001-2004,
kasus antraks pada manusia dilaporkan terjadi setiap tahun.
1
B. RUMUSAN MASALAH
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah penyakit antraks.
2. Mengetahui definisi antraks.
3. Mengetahui tentang patofisiolohi penyakit antraks.
4. Mengetahui gejala klinis antraks.
5. Mengetahui pencegahan dan penanggulangan penyakit antraks.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Antraks adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan
bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Antraks bermakna “
batubara” dalam bahasa yunani dan istilah ini digunakan karena kulit para korban
akan berubah hitam. Antraks paling sering menyerang herbivore – herbivore liar dan
yang telah dijinakkan. Penyakitini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari
hewan ke manusia namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.
Penyakit Antraks atau disebut juga Radang Lymphha, Malignant pustule,
Maglinanjt edema, Woolsorters disease, Rag pickersdisease, Charbon. Penyakit
Antraks merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah
sesuai dengan undang-undang Nonor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular
dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 tahun 2010. Spora Bacillus Anthrax tahan
pada suhu panas di atas 43 derajat celcius. Di dalam tanah diketahui spora mampu
bertahan sampai dengan 40 tahun. Apabila lingkungan memungkinkan yaitu panas
dan lembab maka spora dapat menjadi bentuk bakteri biasa, (vegetative) yang mampu
berkembang biak (membelah diri) dengan sangat cepat. Itulah sebabnya penyakit ini
cenderung berjangkit pada musim kemarau. Penyakit antraks merupakan salah satu
penyakit dengan prevalensi yang tinggi di Benua Asia dengan sifat serangan sporadik.
Kawasan endemik antraks di Indonesia meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Tenggara. Penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan,
oleh karena itu yang diserang padaumumnya pekerja peternakan, petani, pekerja
tempat pemotongan hewan, dokter hewan, pekerja pabrik yang menangani produk-
produk hewan yang terkontaminasi oleh spora antrak, misalnya pabrik tekstil,
makanan ternak, pupuk, dan sebagainya. Antraks adalah penyakit yang disebabkan
bakteri Bacillus anthracis, yang hidup ditanah. Sel bakteri tersebut seperti spora untuk
bertahan dari ganasnya kondisi. Spora tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh
binatang atau manusia. Antraks terkadang menyerang hewan ternak yang jauh dari
manusia, tetapi sebagaimana diketahui pada 2001 antraks menyerang Amerika Serikat
3
antraks ditakutkan sebagai senjata biologi modern. Penularan atraks melalui daging
atau kulit binatang yang terkena antraks dimakan manusia.
B. SEJARAH
Penyakit Anthrax disebut juga Radang Limpa adalah penyakit yang
disebabkan oleh kuman Bacillus anthracis dapat menyerang semua hewan berdarah
panas termasuk unggas dan manusia (bersifat zoonosis). Satwa liar yang pernah
terserang penyakit ini antara lain red deer Cervus elaphus, wapiti (Cervus elaphus
spp), moose (Alces alces) dan fallow deer (Dama dama). Secara sporadik penyakit
Anthrax pernah terjadi pada bison liar Bison bison maupun white-tailed deer
(Odocsileus virginamus). Anthrax telah dikenal sejak zaman Nabi Musa. Penyakit ini
menyerang keledai, kuda, unta, sapi dan domba. Pada tahun 1613 di Eropa 60.000
orang meninggal diduga akibat Anthrax dan tahun 1923 di Afrika Selatan dilaporkan
kematian 30.000 - 60.000 ekor hewan. Penyakit Anthrax bersifat universal karena
secara geografis tersebar di seluruh dunia, baik negara yang beriklim tropis maupun
sub tropis. Daerah Anthrax di benua Asia antara lain negara Saudi Arabia, Tiongkok,
Iran, Irak, Indonesia, Jepang, Pakistan, Siberia dan Tibet; di benua Afrika hampir
seluruh negara merupakan Daerah Anthrax; di benua Eropa antara lain negara Inggris,
Jerman dan Perancis; di benua Amerika meliputi negara-negara di Amerika Selatan
dan Amerika Utara; dan di benua Australia beberapa daerahnya merupakan sumber
penularan. Penyakit timbul secara enzootis pada saat-saat tertentu sepanjang tahun,
namun lokasi terbatas hanya pada daerah tertentu yang disebut Daerah Anthrax.
Menutut OIE, penyakit Anthrax juga merupakan salah satu penyakit yang
masuk dalam daftar penyakit penting terkait importasi dalam perdagangan
internasional. Berdasarkan laporan OIE (WAHIS Interface OIE 2016), tercatat 94 dari
180 negara anggota (52,2%) telah melaporkan kejadian penyakit Anthrax dalam 5
tahun terakhir.
Setelah tahun 1957 beberapa daerah yang pernah tertular Anthrax tetapi
dilaporkan tidak pernah terjadi kasus lagi adalah Sumatera Utara (wabah pertama
tahun 1886, terakhir 1957), Bengkulu (pertama tahun 1886, terakhir 1957), Sumatera
Selatan (pertama tahun 1885, terakhir 1914), Lampung (pertama tahun 1884, terakhir
tahun 1885), Kalimantan (pertama tahun 1886) dan Sulawesi Utara.
6
pemusnahan terhadap 3.324 ekor di Desa Ciparung Sari/ Kecamatan
Cempaka/Kabupaten Purwakarta.
C. ETIOLOGI
Bacillus anthracis, kuman berbentuk batang ujungnya persegi dengan sudut-
sudut tersusun berderet sehingga nampak seperti bambu atau susunan bata,
membentuk spora yang bersifat gram positif.
Basil berbentuk vegetatif bukan merupakan organisme yang kuat, tidak tahan hidup
untuk berkompetisi dengan organisme saprofit. Basil antraks tidak tahan terhadap
oksigen, oleh karena itu apabila sudah dikeluarkan dari badan ternak dan jatuh di
tempat terbuka, kuman menjadi tidak aktif lagi, kemudian melindungi diri dalam
bentuk spora.
7
Apabila hewan mati karena Antraks dan suhu badannya antara 28-30°C, hasil
antraks tidak akan didapatkan dalam waktu 3-4 hari, tetapi kalau suhu antara 5-10°C
pembusukan tidak terjadi, basil antraks masih ada selama 3-4 minggu. Basil Antraks
dapat keluar dari bangkai hewan dan suhu luar diatas 20°C, kelembaan tinggi hasil
tersebut cepat berubah menjadi spora dan akan hidup. Bila suhu rendah maka basil
antraks akan membentuk spora secara perlahan-lahan. (Christie 1983)
Bacilus antracis penyebab penyakit antraks mempunyai dua bentuk siklus hidup, yaitu
fase vegetatif dan fase spora.
1. Fase Vegetatif
Berbentuk batang panjang 1-8 mikrometer, lebar 1-1,5 mikrometer. Jika spora
antraks memasuki tubuh inang (manusia atau hewan menambah biak) atau keadaan
lingkungan yang memungkinkan spora segera berubah menjadi bentuk vegetatif,
kemudian memasuki fase berkembang biak. Sebelum inangnya mati, sejumlah besar
bentuk vegetatif bakteri antraks memenuhi darah. Bentuk vegetatif biasa keluar dari
dalam tubuh melalui pendarahan di hidung, mulut, anus, atau pendarahan lainnya.
Ketika inangnya mati dan oksigen tidak tersedia lagi di darah bentuk vegetatif itu
memasuki fase tertidur (dorman/tidak aktif). Jika kemampuan dalam fase tertidur itu
terjadi kontak dengan oksigen di udara bebas, bakteri antraks membentuk spora
(prosesnya disebut aporulasi). Pada fase ini juga dikaitkan dengan penyebaran antraks
melalui serangga, yang akan membawa bakteri dari satu inang ke inang lainnya
sehingga terjadi penularan antraks lainnya sehingga terjadi penularan antraks kulit,
akan tetapi hal tersebut masih harus diteliti lebih lanjut.
2. Fase Spora
Berbentuk seperti bola golf, berukuran 1-1,5 mikrometer. Selama fase ini
bakteri dalam keadaan tidak aktif (dorman), menunggu hingga dapat berubah kembali
menjadi bentuk vegetatif dan memasuki inangnya. Hal ini dapat terjadi karena daya
tahan spora antraks yang tinggi untuk melewati kondisi tak ramah termasuk panas,
radiasi ultraviolet dan ionisasi, tekanan tinggi, dan sterilisasi dengan senyawa kimia.
Hal itu terjadi ketika spora menempel pada kulit inang yang terluka, termakan, atau
karena ukurannya yang sangat keci terhirup. Begitu spora antraks memasuki tubuh
inang, spora itu beubah ke bentuk vegetatif.
D. MORFOLOGI
8
Bacillus anthracis adalah bakterium Gram-positif berbentuk tangkai yang
berukuran sekitar 1x6 mikrometer dan merupakan penyebab penyakit antraks.B.
anthracis adalah bakterium pertama yang ditunjukkan dapat menyebabkan penyakit.
Hal ini diperlihatkan oleh Robert Koch pada tahun 1877. Nama anthracis berasal dari
bahasa Yunani anthrax (ἄνθραξ), yang berarti batu bara, merujuk kepada penghitaman
kulit pada korban.Bakteria ini umumnya terdapat di tanah dalam bentuk spora, dan
dapat hidup selama beberapa dekade dalam bentuk ini. Jika memasuki sejenis
herbivora, bakteria ini akan mulai berkembang biak dalam hewan tersebut dan
akhirnya membunuhnya, dan lalu terus berkembang biak di bangkai hewan tersebut.
Saat gizi-gizi hewan tersebut telah habis diserap, mereka berubah bentuk kembali ke
bentuk spora.Bacillus anthracis mempunyai gen dan ciri-ciri yang menyerupai
Bacillus cereus, sejenis bakterium yang biasa ditemukan dalam tanah di seluruh
dunia, dan juga menyerupai Bacillus thuringiensis, pantogen kepada larva
Lepidoptera.
Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus :Bacillus
Spesies : B. Anthracis
E. JENIS-JENIS ANTRAKS
9
Kejadian antraks kulit mencapai 90% dari keseluruhan kejadian antraks di
Indonesia. Masa inkubasi antara 1- 5 hari ditandai dengan adanya papula pada
inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit yang dalam waktu 2-3 hari membesar
menjadi vesikel berisi cairan kemerahan kemudian haemoragik dan menjadi jaringan
nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak berwarna hitam, kering yang disebut
Eschar ( patognomonik ) Selain itu ditandai juga dengan demam, sakit kepala dan
dapat terjadi pembengkakan lunak pada kelenjar limfe regional. Apabila tidak
mendapat pengobata , angka kematian berkisar 5 – 20 %.
2. Antraks saluran Pencernaan ( Gastrointestinal Anthax)
Masa inkubasi 2-5 hari. Penularan melalui makanan yang tercemar kuman
atau spora misal daging, jerohan dari hewan, sayur - sayuran dan sebagainya, yang
tidak dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tengan yang
kurang bersih yang tercemar kuman atau spora antraks. Penyakit ini dapat
berkembang menjadi tingkat yang berat dan berakhir dengan kematian
dalam waktu kurang dari 2 hari. Angka kematian tipe ini berkisar 25 – 75 %.
Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa sakit perut hebat, mual,
muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi gastroenteritis akut yang kadang-
kadang disertai darah, hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran
kelenjar limfe daerah inguinal ( lipat paha) , perut membesar dan keras,
kemudian berkembang menjadi aseites dan oedem scrotum serta sering dijumpai
pendarahan gastrointestinal.
3. Antraks Paru- paru ( Pulmonary Anthrax )
Masa inkubasi 1 -5 hari ,biasanya 3-4 hari. Gejala klinis antraks paru- paru
sesuai dengan tanda- tanda bronkhitis. Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin
berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor,
keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat. Kematian
biasanya terjadi 2 -3 hari setelah gejala klinis timbul.
4. Antraks meningitis ( Meningitis Anthrax)
Terjadi karena komplikasi bentuk antraks yang lain, dimulai dengan adanya
lesi primer yang berkembang menjadi meningitis hemoragik dan kematian dapat
terjadi antara 1 – 6 hari. Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta akut
yaitu demam, nyeri kepala hebat, kejang - kejang umum, penurunan kesadaran dan
kaku kuduk.
F. MEKANISME TERJADINYA PAPARAN
10
Sumber penyakit antraks adalah hewan ternak herbivore. Manusia terinfeksi
antraks melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora
antraks. Penularan juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan yang
sakit seperti kulit dan bulu. Manusia dapat terinfeksi bila kontak dengan hewan yang
terkena anthraks, dapat melalui daging, tulang, kulit, maupun kotoran. Meskipun
begitu, hingga kini belum ada kasus manusia tertular melalui sentuhan atau kontak
dengan orang yang mengidap antraks Antraks biasa ditularkan kepada manusia
disebabkan pengeksposan kepada hewan yang sakit atau hasil ternakan seperti kulit
dan daging, atau memakan daging hewan yang tertular antraks. Selain itu, penularan
juga dapat terjadi bila seseorang menghirup spora dari produk hewan yang sakit
misalnya kulit atau bulu yang dikeringkan. Pekerja yang tertular kepada hewan yang
mati dan produk hewan dari negara di mana antraks biasa ditemukan dapat tertular B.
anthracis, dan antraks dalam ternakan liar dapat ditemukan di Amerika Serikat.
Walaupun banyak pekerja sering tertular kepada jumlah spora antraks yang banyak,
kebanyakan tidak menunjukkan simptom.
11
Setelah endospora masuk ke dalam tubuh manusia, melalui luka pada kulit, inhalasi
(ruang alveolar) atau makanan (mukosa gastrointestinal), kuman akan difagosit oleh
makrofag dan dibawa ke kelenjar getah bening regional. Pada anthraks kutaneus dan
gastrointestinal terjadi germinasi tingkat rendah di lokasi primer yang menimbulkan
edema lokak dan nekrosis. Endospora akan mengalami germinasi di dalam makrofag
menjadi bentuk vegetative. Bentuk vegetatif akan keluar dari makrofag, berkembang
biak di dalam sistem limfatik dan mengakibatkan limfadenitis hemoragik regional,
kemudian ke dalam sirkulasi dan menyebabkan septikemia.
Faktor virulensi utama B.anthracis dicirikan (encoded) pada dua plasmid virulen yaitu
pXO1 dan pXO2. Plasmid pXO1 mengandung gen yang memproduksi kompleks
toksin antraks berupa faktor letal, faktor edema, dan antigen protektif. Antigen
protektif merupakan komponen yang berguna untuk berikatan dengan reseptor toksin
antraks (ATR = Anthrax Toxin Receptor) di permukaan sel. Setelah berikatan dengan
reseptor maka oleh furin protease permukaan sel, antigen protektif yang berukuran 83-
kDa itu membelah menjadi bentuk 63-kDa dan selanjutnya bentuk itu akan
mengalami oligomerisasi menjadi bentuk heptamer.
Pembelahan antigen protektif diperlukan agar tersedia tempat pengikatan FL dan atau
FE. Antigen protektif yang telah mengalami pembelahan, bersama reseptornya akan
melakukan pengelompokan ke dalam lipid rafts sel kemudian mengalami endositosis.
Melalui lubang yang terbentuk terjadilah translokasi FE dan FL ke dalam sitosol yang
selanjutnya dapat menimbulkan edema, nekrosis, dan hipoksia. FE merupakan
calmodulin-dependent adenylate cyclase yang mengubah adenosine triphosphate
(ATP) menjadi cy-clic adenosine monophosphate (cAMP) yang menyebabkan edema.
FE menghambat fungsi netrofil dan aktivitas oksidatif sel polimormonuklear (PMN).
FL merupakan zinc metal-loprotease yang menghambat aktifitas mitogen-activated
protein kinase kinase (MAPKK) in vitro dan dapat menyebabkan hambatan signal
intraselular. FL menyebabkan makrofag melepaskan tumor necrosis-α (TNF-α) dan
interleukin-1 (IL-1) yang merupakan salah satu faktor penyebab kematian mendadak.
Sebagai respon terhadap toxin, tubuh akan membentuk cytokines(TNF-α, dan IL-1)
dan vasodilator substance (nitric oxide, prostaglandin E₂, prostacycline) yang disebut
juga proinflamatory cytokines. Pada waktu yang bersamaan tubuh membentuk anti
inflamatory cytokines (IL-10, IL-11, IL-13 dsb). Bila keduanya seimbang akan terjadi
homeostasis, bila proinflamatory lebih dominan, maka akan terjadi Systemic
12
Inflamatory Respons (SIRS). Plasmid pXO2 mengkode tiga gen (capB, capC dan
capA) yang terlibat dalam sintesis kapsul polyglutamyl. Kapsul menghambat proses
fagositosis bentuk vegetatif B.anthracis.
G. GEJALA ANTRAKS
Gejala klinis antraks pada manusia dibagi menjadi 4 bentuk yaitu antraks kulit,
antraks saluran pencernaan, antraks paru dan antraks meningitis.
1. Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax)
Kejadian antraks kulit mencapai 90% dari keseluruhan kejadian antraks di
Indonesia. Masa inkubasi antara 1-5 hari ditandai dengan adanya papula pada
inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, yang dalam waktu 2-3 hari membesar
menjadi vesikel berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik dan menjadi jaringan
nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak berwarna hitam, kering yang disebut
Eschar (patognomonik). Selain itu ditandai juga dengan demam, sakit kepala dan
dapat terjadi pembengkakan lunak pada kelenjar limfe regional.Apabila tidak
mendapat pengobatan, angka kematian berkisar 5-20%.
2. Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax)
Masa inkubasi 2-5 hari.Penularan melalui makanan yang tercemar kuman atau
spora misal daging, jerohan dari hewan, sayur- sayuran dan sebagainya, yang tidak
dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tengan yang kurang
bersih yang tercemar kuman atau spora antraks.Penyakit ini dapat berkembang
menjadi tingkat yang berat dan berakhir dengan kematian dalam waktu kurang dari 2
hari.Angka kematian tipe ini berkisar 25-75%.
Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa sakit perut hebat,
mual, muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi, gastroenteritis akut yang
kadang-kadang disertai darah, hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pembesaran kelenjar limfe daerah inguinal (lipat paha), perut membesar dan keras,
kemudian berkembang menjadi ascites dan oedem scrotum serta sering dijumpai
pendarahan gastrointestinal..
3. Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax)
Masa inkubasi : 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Gejala klinis antraks paru-paru
sesuai dengan tanda-tanda bronchitis.Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin
berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor,
keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat.Kematian
biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul.
4. Antraks Meningitis (Meningitis Anthrax)
13
Terjadi karena komplikasi bentuk antraks yang lain, dimulai dengan adanya
lesi primer yang berkembang menjadi meningitis hemoragik dan kematian dapat
terjadi antara 1-6 hari. Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta akut
yaitu demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang umum, penurunan kesadaran dan
kaku kuduk.
H. TOKSIN YANG BERPERAN
Toksin yang dihasilkan oleh B. anthracis berasal dari plasmid pX01 yang
memiliki AB model (activating dan binding). Toksin dari B. anthracis terdiri dari tiga
jenis, yaitu protective antigen (PA) yang berasal dari kapsul poly D- glutamic
acid, edema factor (EF), dan lethal factor (LF). Ketiga toksin ini tidak
bersifat racun secara individual, namun dapat bersifat toksik bahkan letal jika ada dua
atau lebih. Toksin PA dan LF akan mengakibatkan aktivitas yang letal, EF dan PA
akan mengakibatkan penyakit edema (nama lain dari penyakit anthrax), toksin EF dan
LF akan saling merepresi (inaktif), sedangkan jika ada ketiga toksin tersebut (PA, LF,
dan EF), maka akan mengakibatkan edema, nekrosis dan pada akhirnya
mengakibatkan kematian (letal).
I. PENGOBATAN ANTRAKS
Antibiotik yang biasa diberikan sebagai pengobatan anthrax yaitu:
1. Ciprofloxacin
2. Doxycycline
3. levofloxacin.
Pengobatan anthrax akan efektif jika dilakukan sesegera mungkin, dan seringkali
dengan menggunakan kombinasi sejumlah antibiotik. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat keberhasilan pengobatan, adalah:
1.Usia penderita.
15
BAB III
PENUTUP
16
A. Kesimpulan
Antraks merupakan penyakit menular akut dan sangat mematikan yang
disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Sel
bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi. Spora tumbuh subur
secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia.
Sumber penyait anthraks adalah hewan ternak herbivora. Manusia terinfeksi
anthraks melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora
anthraks. Penularan juga bisa terjadi bila mengirup spora dari produk hewan yang sakit
seperti kulit dan bulu.
Penularan penyakit anthraks pada manusia pada umumnya karena manusia
mengonsumsi daging yang berasal dari ternak yang mengiap penyakit tersebut. Meskipun
hanya mengonsumsi dalam jumlah kecil, B.a mempuyai daya menimbulkan penyakit
sangat tinggi. Terlebih pada saat pertahanan tubuh manusia menjadi rendah akibat
kelaparan, defisiensi vitamin A, keracunan (alkohol), iklim yang jelek, dan stress.
B. Saran
Masyarakat dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan ternak harus
berhati-hati. Selalu mamakai alat pelindung diri dan menjaga higienis perorangan agar
tidak terkena spora Bacillus anthracis. Banyak membaca informasi tentang anthraks,
diharapkan dapat lebih meningkatkan pemahaman dan pencegahan secara dini. Jika
terjadi infeksi segera dibawa ke rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan dan
diharapkan tidak menular kepada yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Rahim, Abdul dkk. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Bianrupa
Aksara: Jakarta
18