ABSTRACT
Human Resources is one of the central factors that drive quality hospital services. Human Resource Planning of
pharmaceutical technicians at RSIA KM posed risks to service performance. The objective of this cross sectional
study was to analyze the pharmacy staff requirements and workload using Workload Indicators of Staffing Need
(WISN) method based on real time activity standards for each workload. RSIA KM had 4 existing pharmacy
technicians. Based on the WISN analysis, the results of the study should WISN ratio 0.49 or ≤ 1.00 which means
there was a lack of pharmaceutical staff. The ideal number of pharmaceutical staff should be 8.08 or 8 staff.
In response, RSIA KM recruited 4 pharmacy technicians. Implication for job enrichment and recruitment are
discussed.
Keywords: human resource planning, WISN (workload indicators of staffing need), pharmaceutical technical
staff
ABSTRAK
Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit.
Perencanaan Sumber Daya Manusia untuk tenaga farmasi di RSIA KM belum dikelola secara profesional dan
berpotensi menurunkan kinerja pelayanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebutuhan
tenaga dan beban kerja di unit farmasi. Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang menggunakan
metode WISN (Workload Indicators of Staffing Need) berdasarkan beban kerja riil/nyata. RSIA KM memiliki 4
tenaga kefarmasian. Berdasarkan analisis WISN, dihasilkan nilai rasio 0,49 atau ≤ 1,00 yang mengartikan bahwa
terdapat kekurangan tenaga farmasi. Jumlah tenaga farmasi yang seharusnya dibutuhkan adalah 8,08 atau 8
orang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah RSIA KM harus melakukan rekruitmen sejumlah 4 orang sebagai
solusi dari permasalahan. Apabila RSIA KM belum mampu melakukan rekruitmen, maka alternatif lain adalah
melalui job enrichment.
Kata Kunci: perencanaan sumber daya manusia, WISN (workload indicators of staffing need), tenaga teknis
kefarmasian
PENDAHULUAN nilai lebih dari 70% dari modal saat ini (Buchan & Dal,
2002; Mugisha & Namaganda, 2008).
Bidang perumahsakitan telah mengalami Hal ini juga sesuai dengan hal yang
perkembangan yang sangat pesat di Kota Surabaya. dikemukakan Cinar (2015) bahwa Sumber Daya
Dengan semakin berkembangnya informasi, Manusia (SDM) memainkan peran penting dalam
menjadikan masyarakat semakin kritis dan selektif pengembangan dan kelangsungan hidup organisasi
dalam memilih fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh pada pasar yang kompetitif. Oleh karena itu
karenanya, Rumah Sakit dengan upaya untuk diperlukan suatu pengelolaan sumber daya manusia
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dituntut yang baik, dengan merancang sedemikian rupa
untuk terus memberikan pelayanan yang bermutu, suatu pekerjaan sehingga dapat memberikan
komprehensif dan kompetitif. kontribusi terbaik guna tercapainya tujuan organisasi
Pada saat ini, sistem kesehatan di berbagai sekaligus dapat memenuhi kebutuhan karyawan
Negara selalu dituntut untuk meningkatkan kualitas yang melakukan pekerjaan tersebut (Sherman et al.,
pelayanan dan derajat kesehatan masyarakat. 1998).
Sumber Daya Manusia adalah salah satu faktor Dalam pengelolaan SDM, diperlukan suatu
penting untuk dapat memberikan pelayanan bermutu proses untuk mencapai efektivitas pekerja yaitu
dan komprehensif dalam pelayanan kesehatan dan manajemen sumber daya manusia. Salah satu
kunci penentu besarnya tarif dan kualitas pelayanan. fungsi dari manajemen sumber daya manusia adalah
Biaya untuk Sumber Daya Manusia pada sebagian perencanaan untuk dapat menampilkan performa
besar sistem pelayanan kesehatan di dunia mencapai terbaik karyawan. Oleh karenanya, perencanaan
mampu menjadi sarana untuk menciptakan sistem keseimbangan tenaga kerja. (McQuide et al., 2013).
karyawan yang berkinerja tinggi (Dessler, 2003). Pengelolaan sumber daya manusia diperlukan guna
Instalasi Farmasi RSIA KM memiliki 4 orang mencapai tujuan organisasi serta untuk memperoleh
tenaga teknis kefarmasian, 1 orang apoteker jenis dan jumlah tenaga kerja sesuai dengan
pendamping dan 1 orang apoteker penanggung kebutuhan organisasi (Dessler, 2003).
jawab. Jumlah pasien yang dilayani oleh instalasi Berdasarkan masalah yang ada diatas, maka
farmasi pada Tahun 2015 rata-rata setiap bulan perlu dilakukan analisis kebutuhan tenaga dan beban
sejumlah 467 pasien termasuk pasien rawat inap dan kerja pada unit farmasi RSIA KM.
rawat jalan. Berdasarkan hasil observasi di RSIA KM
Surabaya, data keluhan pasien di instalasi farmasi
sebesar 40%, dengan jumlah yang meningkat pada METODE
setiap bulan. Keluhan ini terutama terkait dengan
lama waktu pelayanan resep di instalasi farmasi Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
RSIA KM Surabaya. Hal ini sesuai dengan capaian menggunakan desain studi cross sectional. Analisis
SPM instalasi farmasi 2015 terkait lama waktu tunggu kebutuhan SDM yang digunakan adalah analisis
pelayanan obat jadi 30–40 menit dan obat racikan beban kerja untuk mengetahui jumlah kebutuhan
60–70 menit. Sedangkan untuk kejadian kesalahan tenaga teknis kefarmasian di instalasi farmasi RSIA
pemberian obat di Tahun 2015 belum pernah terjadi. KM. Analisis beban kerja ini menggunakan metode
Salah satu faktor yang ditengarai menjadi penyebab perhitungan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan
lama waktu pelayanan adalah kekurangan tenaga indikator beban kerja atau Workload Indicators of
teknis kefarmasian yang menyebabkan meningkatnya Staffing Need (WISN). Metode WISN digunakan untuk
beban kerja tenaga teknis farmasi. Hal ini sesuai mengukur beban kerja secara riil/nyata berdasarkan
dengan pendapat Murphy (2006) yang menyatakan yang terjadi di lapangan, melalui observasi dan
bahwa peningkatan dan tuntutan beban kerja memiliki wawancara. Namun karena di tempat penelitian,
dampak yang besar terhadap kinerja tenaga farmasi pekerjaan yang tertulis dalam job description
dan kualitas pelayanan/penyerahan obat kepada tenaga teknis kefarmasian pada kenyataannya juga
pasien. Dampak lebih lanjut dari peningkatan beban dilakukan oleh apoteker, maka analisis beban kerja ini
kerja adalah adanya masalah pada keselamatan dihitung secara normatif yaitu pekerjaan yang hanya
pasien terkait dengan kesalahan pemberian dan dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai
peracikan obat (Watson, 2008). dengan job description. Meskipun waktu normatif
RSIA KM merupakan salah satu Rumah pelaksanaan setiap kegiatan pokok ditetapkan dalam
Sakit Khusus Ibu dan Anak kelas C dengan 27 TT standar pelayanan, namun peneliti tetap melakukan
(tempat tidur). Pada Permenkes No. 340 tahun 2010, perhitungan standar waktu secara riil/nyata terfokus
dinyatakan bahwa untuk rumah sakit kelas C tipe pada pekerjaan yang hanya dilakukan oleh tenaga
khusus ibu dan anak, setidaknya harus memiliki teknis kefarmasian.
minimal 1 (satu) orang tenaga teknis kefarmasian. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 4
Perencanaan kebutuhan tenaga teknis kefarmasian orang tenaga teknis kefarmasian yang ada di instalasi
di RSIA KM selama ini masih belum dikelola secara farmasi RSIA KM. Pengumpulan data menggunakan
profesional dan bersifat administratif kepegawaian lembar pengamatan/observasi dan lembar wawancara
yaitu hanya berdasarkan kelengkapan berkas calon yang telah disesuaikan dengan langkah perhitungan
pegawai. Akibatnya, tenaga yang ada belum sesuai kebutuhan SDM menggunakan WISN menurut Shipp
dengan kompetensi yaitu minimal D3 farmasi dan (1998), yang meliputi langkah-langkah: (1) observasi
belum memenuhi kebutuhan nyata di lapangan. waktu kerja yang tersedia; (2) menetapkan unit kerja
Instalasi farmasi RSIA KM beroperasional 24 jam. dan kategori SDM; (3) menyusun standar beban
Dalam upayanya memenuhi kebutuhan pelayanan kerja; (4) menyusun standar kelonggaran; dan (5)
kefarmasian di RSIA KM, di Instalasi Farmasi, perhitungan tenaga.
Apoteker turut membantu pekerjaan yang seharusnya Perhitungan waktu kerja tersedia menggunakan
dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian. rumus sebagai berikut:
Kekurangan tenaga akan mengakibatkan
beban kerja yang berlebihan dan menurunnya Waktu Kerja Tersedia = {A – (B+C+D+E)} x F
mutu pelayanan ditandai dengan tidak tercapainya
Dengan keterangan A adalah hari kerja;
indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta
B adalah cuti tahunan; C adalah pendidikan dan
meningkatnya angka medication errors. Metode
pelatihan; D adalah hari libur nasional; E adalah
WISN merupakan suatu metode yang menunjukkan
ketidakhadiran kerja; F adalah waktu kerja.
jumlah kebutuhan tenaga pada sarana kesehatan
Perhitungan standar beban kerja berdasarkan
berdasarkan kerja nyata (beban kerja) tenaga
waktu kerja tersedia dan rata-rata waktu yang
kesehatan, sehingga lokasi/relokasi akan lebih mudah
dibutuhkan untuk satu kegiatan, dengan rumus
dan rasional. Metode ini dapat diterapkan untuk
sebagai berikut:
semua kategori tenaga, baik medis maupun non
medis. Metode Workload Indicators of Staffing Need
(WISN) diyakini bersifat dinamis dan berguna untuk
mendukung manajer dan pengambil keputusan untuk
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dan
Perencanaan
Analisis Pelaksanaan
Tenaga Teknis....
Sistem Rujukan.... 48 Yulaika; Dzykryanka
Ratnasari
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 6 Nomor 1 Januari – Juni 2018
waktu (waktu rata-rata) yang dibutuhkan untuk sudut pandang atau persepsi pekerja yang
menyelesaikan sebuah kegiatan/aktivitas dan waktu merupakan akumulasi nilai dari beban mental, beban
kerja tersedia yang dimiliki oleh setiap unit. Standar fisik dan beban sosial. Sedangkan beban kerja objektif
beban kerja dihitung dengan cara membagi waktu dihitung berdasarkan aktivitas riil yang dilakukan dan
kerja tersedia dengan rata-rata waktu kerja produktif. jumlah keseluruhan waktu penyelesaian pekerjaan.
Rata-rata waktu kerja produktif didapatkan dari hasil Dalam metode Workload Indicators of Staffing Need
pembagian jumlah beban kerja per tahun dengan (WISN), beban kerja dihitung secara objektif, namun
kuantitas kegiatan pokok. Kebutuhan waktu (waktu karena standar beban kerja yang digunakan adalah
kerja produktif) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan selama satu tahun maka diperlukan tambahan data
kegiatan sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sekunder. Oleh karenanya diperlukan ketelitian dan
Standar Prosedur Operasional (SPO), standar kelengkapan data dalam melakukan perhitungan.
pelayanan, sarana dan prasarana medis serta Di RSIA KM, terdapat beberapa kegiatan pokok
kompetensi Sumber Daya Manusia. Oleh karenanya, yang seharusnya dikerjakan oleh tenaga teknis
analisis beban kerja pada penelitian ini ditujukan kefarmasian sesuai dengan uraian pekerjaannya
untuk 4 orang tenaga teknis kefarmasian RSIA namun pada kenyataannya ikut dikerjakan oleh
KM dengan kompetensi yang sama berdasarkan Apoteker. Oleh karenanya perhitungan standar waktu
tugas pokok dan fungsi yang diatur dengan Standar dan volume pelaksanaan dalam metode Workload
Prosedur Operasional (SPO). Indicators of Staffing Need (WISN) yang digunakan
Menurut Gibson (2000) Terdapat 2 jenis beban pada penelitian ini dihitung secara nyata sesuai
kerja yaitu beban kerja subjektif dan beban kerja dengan kegiatan yang ada dalam job description.
objektif. Beban kerja subjektif dihitung berdasarkan Berdasarkan Tabel 2, jumlah beban jam kerja per
Tabel 2. Standar Beban Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian di Instalasi Farmasi RSIA KM Tahun 2015
tahun tenaga teknis kefarmasian adalah 661,36 jam tahun. Sehingga didapatkan nilai standar kelonggaran
sehingga didapatkan rata-rata standar beban kerja sebesar 0.55. Selanjutnya nilai tersebut akan
2,92. Perhitungan standar beban kerja dapat dilihat dipergunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan
pada tabel 2. tenaga teknis kefarmasian di instalasi farmasi RSIA
Standar kelonggaran merupakan jumlah KM. Adapun perhitungan standar beban kerja dan
kegiatan atau faktor kelonggaran pada tenaga standar kelonggaran dapat dilihat pada tabel 3.
teknis kefarmasian yang dihitung dalam waktu satu Tahap akhir dalam perhitungan Workload
tahun meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu Indicators of Staffing Need (WISN) adalah perhitungan
penyelesaian kegiatan yang dipengaruhi langsung kebutuhan tenaga. Perhitungan kebutuhan tenaga
oleh kegiatan pokok. Langkah perhitungan standar merupakan salah satu bagian dalam perencanaan
kelonggaran memerlukan informasi meliputi kebutuhan Sumber Daya Manusia sehingga jumlah karyawan
waktu penyelesaian suatu kegiatan yang tidak terkait dapat ditetapkan dengan tepat, pada waktu dan
langsung dengan tinggi rendahnya kualitas atau tugas sesuai yang diharapkan. Hal ini bertujuan agar
jumlah kegiatan pelayanan, yang didapatkan dari hasil dapat mengembangkan dan mempertahankan tenaga
observasi dan wawancara mengenai: (1) kegiatan Sumber Daya Manusia yang efektif (Griffin, 2004).
yang tidak terkait langsung dengan pelayanan ke Analisis dari Workload Indicators of Staffing
pasien; (2) frekuensi pelaksanaan faktor kegiatan Need (WISN) menghasilkan 2 (dua) ukuran berbeda:
dalam satuan hari, minggu, dan bulan; (3) waktu (1) adanya perbedaan antara jumlah pegawai saat
penyelesaian rata-rata kegiatan. Standar kelonggaran ini dengan jumlah pegawai yang dibutuhkan, dan (2)
disusun berdasarkan jumlah waktu yang dibutuhkan nilai rasio antara jumlah staff yang ada pada saat ini
untuk menyelesaikan setiap faktor kelonggaran dan dengan jumlah yang dibutuhkan.
waktu tersedia pada satu tahun. Seperti halnya Nilai rasio Workload Indicators of Staffing Need
perhitungan standar beban kerja, dalam perhitungan (WISN) adalah sebuah ukuran dari beban kerja
standar kelonggaran juga berdasarkan aktivitas riil harian pegawai. Kesenjangan jumlah pegawai dan
melalui observasi dan wawancara karyawan. rasio WISN adalah hal yang penting untuk dipelajari
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dalam menentukan cara untuk meningkatkan kualitas
kuantitas kegiatan atau faktor kelonggaran yang sumber daya manusia. Tingginya kesenjangan
dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian di Instalasi jumlah pegawai akan mengakibatkan dampak yang
Farmasi RSIA KM dalam waktu satu tahun berjumlah besar terkait dengan stress beban kerja berlebih.
8 kegiatan. Adapun kegiatan kelonggaran yang Stres sebagai akibat ketidakserasian emosi,
paling sering dilakukan adalah mengetik administrasi hubungan manusia dalam pekerjaan yang kurang
ke sistem untuk pelayanan rawat inap dengan baik, rangsangan atau hambatan psikologis, sosial,
total waktu kelonggaran/tahun sebesar 414 jam. dan lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya
Pada tahun 2015, RSIA KM sedang dalam proses gangguan kesehatan dan tidak produktifnya tenaga
persiapan akreditasi perdana. Oleh karenanya seluruh kerja (Yudatama & Haksama, 2014). Proses Workload
karyawan, termasuk tenaga teknis kefarmasian, Indicators of Staffing Need (WISN) mengukur
melonggarkan waktunya untuk ikut serta dalam rapat serangkaian aktivitas pegawai, dilaksanakan secara
pokja akreditasi dengan total waktu kelonggaran/tahun fleksibel dan didesain agar sesuai dengan tujuan
sebesar 48 jam. Dari 8 kegiatan kelonggaran yang (McQuide et al., 2013).
didapatkan berdasarkan observasi dan wawancara, Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya,
dapat diketahui bahwa hasil perhitungan rata-rata maka dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga dari
waktu per faktor kelonggaran per tahun sebesar 1071 pembagian kuantitas kegiatan pokok dengan nilai
jam. Standar kelonggaran diperoleh dengan membagi standar beban kerja kemudian dijumlahkan nilai
rata-rata waktu per faktor kelonggaran (1071 jam/ standar kelonggaran. Sehingga didapatkan hasil
tahun) dengan waktu kerja yang tersedia (1932 jam/ kebutuhan tenaga sebesar 8.08 atau dibulatkan
Tabel 3. Standar Kelonggaran Tenaga Teknis Kefarmasian di Instalasi Farmasi RSIA KM Tahun 2015
menjadi 8 orang. Sedangkan hasil perbandingan rasio of Staffing Need (WISN), untuk mencapai nilai
jumlah pekerja yang ada dengan jumlah kebutuhan maksimal dan pemenuhan tenaga kerja sesuai
tenaga SDM adalah senilai 0,49. dengan beban kerja, maka diperlukan rekrutmen
Ketentuan hasil rasio dalam metode Workload tenaga baru sejumlah 4 orang. Rekrutmen tenaga
Indicators of Staffing Need (WISN) menggunakan teknis kefarmasian di instalasi farmasi RSIA KM
3 (tiga) kategori yaitu: (1) apabila rasio WISN bersifat urgent untuk dilaksanakan seiring dengan
didapatkan sama dengan 1,00, maka perbandingan meningkatnya Bed Occupation Rate (BOR) dan jumlah
antara kebutuhan dengan jumlah tenaga yang kunjungan pasien rawat jalan. Apabila manajemen
tersedia pada saat ini adalah cukup untuk memenuhi RSIA KM belum dapat melakukan rekrutmen maka
beban kerja sesuai dengan standar profesional yang dapat memilih alternatif lain berupa job design yaitu
telah ditetapkan; (2) apabila rasio WISN didapatkan dengan job enrichment. Job enrichment adalah
≤ 1,00, maka jumlah tenaga pada saat ini kurang pengaturan pekerjaan dengan menambah wewenang
dibanding jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi dari karyawan secara vertikal sehingga beban kerja
beban kerja sesuai dengan standar profesional yang yang ada dapat terselesaikan. Karyawan diberikan
telah ditetapkan; (3) apabila rasio WISN didapatkan sejumlah pekerjaan, yang memerlukan tingkat
≥ 1,00 maka jumlah tenaga pada saat ini berlebih pengetahuan, kemampuan dan tanggung jawab
dibanding jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi yang besar. Menurut Akrani (2011), Job enrichment
standar beban kerja. merupakan suatu pendekatan untuk merancang
Berdasarkan ketentuan Workload Indicators kembali pekerjaan karyawan guna meningkatkan
of Staffing Need (WISN) tersebut, sesuai dengan motivasi intrinsik dan meningkatkan kepuasan kerja
hasil perhitungan rasio WISN senilai 0,49 atau ≤ dengan memberikan mereka kesempatan untuk
1,00 maka artinya kebutuhan tenaga pada saat menggunakan berbagai kemampuan mereka.
ini tidak memenuhi beban kerja sesuai dengan Metode Workload Indicators of Staffing Need
standar profesional yang telah ditetapkan. Hal ini (WISN) dalam penelitian ini digunakan dalam
dapat mengakibatkan kelelahan kerja sehingga lingkup kecil yaitu hanya menghitung satu kategori
memicu terjadinya stress kerja dan timbulnya konflik staf. Selain itu, metode WISN juga dapat digunakan
(Hariyono et al., 2012). Pernyataan tersebut didukung untuk lingkup yang lebih besar misalnya perhitungan
dengan hasil penelitian Govule et al (2015) yang pada beberapa jenis tenaga kerja atau staf pada
menjelaskan bahwa tuntutan beban kerja yang saat yang bersamaan. Keunggulan metode WISN
tinggi dapat menyebabkan menurunnya kesehatan antara lain: (1) Mudah dilaksanakan karena data yang
karyawan, kerusakan moral, meningkatnya absensi dikumpulkan dapat berasal dari laporan kegiatan
dan sifat pasif kepada pasien. Tingginya beban kerja rutin masing-masing unit pelayanan; (2) Prosedur
dapat berakibat pada rendahnya kepuasan kerja perhitungan mudah dilakukan sehingga dapat
yang akhirnya berpengaruh pada kualitas pelayanan membantu manajer untuk melakukan perencanaan
dan dampak negatif pada motivasi kerja karyawan. Sumber Daya Manusia; (3) Hasil perhitungan dapat
Karyawan yang memiliki beban kerja tinggi cenderung segera diketahui sehingga membantu manajer dalam
memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah pengambilan keputusan secara cepat dan tepat;
dibandingkan karyawan dengan beban kerja rendah (4) Metode perhitungan WISN dapat diterapkan
(Tunggareni & Rochmah, 2014). pada seluruh jenis ketenagaan, termasuk tenaga
Kebutuhan tenaga teknis kefarmasian di non kesehatan; (5) data yang digunakan adalah
instalasi farmasi RSIA KM secara normatifnya sesuai kenyataan, sehingga hasil perhitungan yang
yaitu 8,08 yang dapat dibulatkan menjadi 8 orang didapatkan bersifat realistis.
tenaga. Selanjutnya, dilakukan perbandingan Adapun kelemahan dari metode Workload
dengan jumlah tenaga yang tersedia pada saat ini Indicators of Staffing Need (WISN) ini adalah
yaitu 4 orang, sehingga didapatkan hasil 0,5 atau data yang digunakan dalam perhitungan adalah
50%. Hal ini mengartikan bahwa dengan jumlah rincian aktivitas riil tiap tahun sehingga tidak dapat
tenaga yang tersedia saat ini (4 orang) hanya mampu memproyeksi jumlah kebutuhan tenaga untuk tahun
menyelesaikan 50% pekerjaan. Berdasarkan hasil yang akan datang karena hasil perhitungan mungkin
analisis tersebut maka dapat menandakan bahwa akan berbeda tergantung standar aktivitas tiap tahun
perencanaan Sumber Daya Manusia yang telah (Ozcan & Hornby, 1999). Perhitungan metode WISN
dilakukan RSIA KM masih kurang tepat. Oleh karena tidak disesuaikan dengan standar Peraturan Menteri
itu, perencanaan tenaga teknis kefarmasian perlu Kesehatan, melainkan sesuai dengan riil/kegiatan
dilakukan lebih baik agar tidak terdapat kekurangan nyata di lapangan, sehingga hasil perhitungan belum
dan kesenjangan antara jumlah tenaga dengan beban bisa menghitung kesesuaian tenaga dengan standar.
kerja pegawai yang diberikan. Selain itu, menurut Shivam et al (2014) apabila ada
Metode Workload Indicators of Staffing Need kegiatan yang tidak masuk dalam perhitungan pada
(WISN) dapat digunakan untuk meningkatkan saat ini, maka akan memberikan hasil kebutuhan
kualitas data beban kerja, sehingga metode tenaga yang lebih sedikit dari seharusnya. Oleh
tersebut mendukung pembuat kebijakan untuk karenanya pada saat proses input data dan
dapat mempertimbangkan dampak dari keputusan rekapitulasi data dibutuhkan ketelitian, kelengkapan,
kebutuhan pegawai (McQuide et al., 2013). dan kerapian agar didapatkan data perhitungan
Berdasarkan hasil perhitungan Workload Indicators kebutuhan jumlah tenaga yang akurat.