1 PB PDF
1 PB PDF
6 (2) : 8 - 15
Abstract
Sugarcane juice is a drink that is quite favored by the people in Pontianak city. However, most sellers of
sugarcane juice do not pay attention to hygiene in the use of equipment, storage and processing of sugarcane
juice. This can be a cause of microbial contamination in sugarcane juice. The research aims to determine the
microbial contamination based on the examination of Total Plate Count (TPC) and Most Probable Number
(MPN) coliform in sugarcane (Saccharum officinarum) juice in Pontianak city. The samples in this research
were sugarcane juice drinks without ice taken each 10% of the total sellers randomly in every district in the
city of Pontianak. This is a descriptive study using TPC and MPN coliform methods, and supporting data
such as temperature, humidity and hygiene factor. The results of the 30 samples tested showed the average
TPC ranging from 2,4 x 104 to 1,7 x 105 CFU/ml and the avarage value of MPN coliform was >1100 CFU
/ml. The values exceeding the threshold value of microbial contamination in juice drinks based on SNI 3719:
2014 in which for TPC the maximum is 1 x 104 CFU/ml, and for MPN coliform the maximum is 20 CFU/ml
Keywords : Total Plate Count, Most Probable Number, Coliform, Microbial contamination, Sugarcane juice
8
Protobiont (2017) Vol. 6 (2) : 8 - 15
9
Protobiont (2017) Vol. 6 (2) : 8 - 15
Biakan positif dari setiap tabung LB Hasil pengujian ALT mikroba pada Tabel 1
diinokulasikan dengan menggunakan ose bulat menunjukkan bahwa semua sampel di enam
secara aseptis ke setiap tabung BGLBB yang berisi kecamatan di Kota Pontianak tidak memenuhi
tabung durham. Sampel disertai dengan kontrol syarat mutu minuman sari buah. Nilai ALT
negatif. Lalu tabung BGLBB diinkubasikan pada mikroba yang didapat melebihi batas maksimum
temperatur 35°C selama 48±2 jam. Hasil uji cemaran mikroba menurut SNI 3719:2014 yaitu
dinyatakan positif apabila terbentuk gas dalam 1 x 104 koloni/ml. Sebanyak 30 sampel minuman
tabung durham. Nilai APM ditentukan dengan air tebu yang diambil dari enam kecamatan yang
menggunakan tabel APM koliform berdasarkan ada di Kota Pontianak memiliki nilai rata-rata
jumlah tabung BGLBB yang positif sebagai APM koliform yaitu >1100 koloni/ml di semua
jumlah koloni koliform per ml (BSNI, 2008). kecamatan (Tabel 2).
Pengolahan dan Penyajian Data Tabel 2. Nilai Angka Paling Mungkin (APM)
Pengumpulan data berupa data primer yang koliform minuman air tebu di Kota
didapatkan dari hasil pemeriksaan ALT dan APM Pontianak
koliform dari air tebu di laboratorium. Data Kecamatan Jumlah Rata-rata
pendukung berupa pengukuran faktor lingkungan Pontianak Sampel (koloni/ml)
dan kebersihan yang dilakukan dengan cara Barat 10 >1100
observasi secara langsung di lapangan. Data Kota 5 >1100
diolah secara manual dan komputer Selatan 5 >1100
menggunakan rumus ALT, APM, nilai rata-rata Timur 4 >1100
Tenggara 3 >1100
dan persentase sehingga didapatkan nilai rata-
Utara 3 >1100
rata ALT, APM koliform, suhu dan kelembapan
serta persentase pelaksanaan faktor kebersihan Hasil pengujian APM koliform pada Tabel 2
di setiap kecamatan. Nilai ALT dan APM menunjukkan bahwa semua sampel di enam
tersebut dibandingkan dengan nilai standar SNI kecamatan yang ada di Kota Pontianak tidak
No. 3719:2014. Data yang disajikan dalam memenuhi syarat mutu minuman sari buah. Nilai
bentuk tabel dan deskripsi. APM koliform yang didapat melebihi batas
maksimum cemaran mikroba menurut SNI
HASIL DAN PEMBAHASAN 3719:2014 yaitu yaitu 20 koloni/ml.
Hasil
Pengukuran faktor suhu dan kelembapan
Sampel minuman air tebu yang diuji yaitu ALT
lingkungan ini dilakukan terhadap semua sampel
sebanyak 30 sampel yang diambil dari enam
yang diambil yaitu sebanyak 30 sampel. Hasil
lokasi berdasarkan pembagian wilayah kecamatan
pengukuran didapatkan suhu berkisar antara
yang ada di Kota Pontianak. Berdasarkan hasil
35-38oC dan kelembapan berkisar antara 43-51%.
pengujian menunjukkan nilai rata-rata ALT yang
Suhu tertinggi terdapat di Kecamatan Pontianak
didapatkan berkisar antara 2,4 x 104 sampai
Selatan yaitu 38oC dan terendah di Kecamatan
dengan 1,7 x 105 koloni/ml. Nilai ALT tertinggi
Pontianak Barat yaitu 35oC. Kelembapan rata-rata
terdapat di Kecamatan Pontianak Selatan 1,7 x 105
tertinggi terdapat di Kecamatan Pontianak Barat,
koloni/ml dan yang terendah terdapat di
Timur dan Tenggara yaitu 51% dan yang terendah
Kecamatan Pontianak Kota yaitu 2,4 x 104
terdapat di Kecamatan Pontianak Selatan yaitu
koloni/ml (Tabel 1).
43% (Tabel 3).
Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total
Tabel 3. Hasil pengukuran suhu dan kelembapan
(ALT) minuman air tebu di Kota
lingkungan pedagang minuman air tebu di
Pontianak
Kota Pontianak
Kecamatan Jumlah Rata-rata ALT Kecamatan Jumlah Nilai Rata-rata
Pontianak Sampel (koloni/ml) Pontianak Sampel Suhu ( C) Kelembapan (%)
o
10
Protobiont (2017) Vol. 6 (2) : 8 - 15
Observasi tentang faktor kebersihan dilakukan dengan Kepmenkes RI Nomor: 942/ Menkes/ SK/
terhadap 30 pedagang minuman air tebu di Kota VII/2003. Hanya tiga pedagang yang
Pontianak. Faktor kebersihan tersebut meliputi melaksanakan pencucian mesin pemeras tebu
kebersihan pedagang, peralatan dan bahan serta sebelum dan sesudah digunakan. Semua pedagang
pengolahan. Hasil yang didapatkan menunjukkan menjual minuman air tebu <1 jam setelah diperas
sebagian besar variabel dari faktor kebersihan dan menggunakan air hujan dan PDAM sebagai
tidak memenuhi persyaratan kebersihan sesuai sumber air (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil observasi faktor kebersihan minuman air tebu di Kota Pontianak
Persentase Pelaksanaan
Persyaratan Kebersihan Minuman Air Tebu
di Kecamatan Pontianak (%)
(Kepmenkes RI Nomor: 942/Menkes/SK/VII/2003)
Barat Selatan Kota Timur Tenggara Utara
A. Penjual minuman tebu
1 Memakai sarung tangan 0 di0Kecamatan
0 Pontianak
0 (%)
0 0
2 Memakai tutup kepala 0 0 0 0 0 0
3 Memakai celemek 0 0 0 0 0 0
4 Memakai masker 0 0 0 0 0 0
5 Mencuci tangan setiap kali menangani minuman 0 0 0 0 0 0
B. Peralatan
1 Mencuci peralatan sebelum digunakan 0 0 0 0 0 0
2 Mencuci alat pemeras tebu sebelum dan sesudah digunakan 10 0 40 0 0 0
C. Bahan dan pegolahan
1 Tebu yang telah dikupas disimpan dalam wadah yang tertutup 0 0 0 0 0 0
2 Tebu dicuci terlebih dahulu sebelum diperas 0 0 0 0 0 0
3 Minuman air tebu < 1 jam setelah diperas 100 100 100 100 100 100
4 Air pencuci tidak digunakan berulang-ulang 0 0 0 0 0 0
5 Air pencuci yang digunakan adalah air hujan dan PDAM 100 100 100 100 100 100
Jumlah Sampel 10 5 5 4 3 3
kurangnya faktor kebersihan pedagang dan penjualan minuman air tebu hanya dilakukan
lingkungan. sesekali tanpa menggunakan sabun. Pedagang
memegang batang tebu dan memerasnya tanpa
Faktor lingkungan yang diukur meliputi suhu dan menggunakan sarung tangan sehingga mikroba
kelembapan di tempat penjualan minuman air yang berada ditangan dapat berpindah ke dalam
tebu. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa suhu air tebu. Rahayu dan Sudarmaji (1989)
di lokasi penjualan minuman air tebu di Kota menyatakan bahwa tangan merupakan sumber
Pontianak berkisar antara 35-38oC. Berdasarkan utama kontaminasi mikroba jika kontak langsung
pernyataan Cappucino dan Sherman (2014), suhu dengan makanan dan minuman selama proses
tersebut sesuai untuk pertumbuhan kelompok pengolahan. Pada tangan terdapat mikroba alami
bakteri mesofil dan juga bakteri koliform. Bakteri dan mikroba yang sementara ada di tangan yang
mesofil memiliki suhu optimum berkisar antara berasal dari berbagai sumber karena tangan tidak
20-40oC dan dapat tumbuh pada suhu berkisar dicuci bersih dan akhirnya menempel. Mikroba ini
antara 10-45oC. Bakteri koliform yang merupakan dapat berasal dari feses yang normal ataupun
bakteri mesofil tumbuh optimum pada suhu yang penderita diare yang umumnya dari kelompok
berkisar antara 25-37oC (Suriawiria, 2003). Oleh bakteri koliform. Pernyataan ini didukung oleh
karena itu bakteri koliform dapat mencemari penelitian Djaja (2003) yang menunjukkan 12,5%
minuman air tebu yang ada di Kota Pontianak. makanan terkontaminasi E. coli melalui tangan
pengolah.
Tabel 3 menunjukkan kelembapan relatif di lokasi
penjualan minuman air tebu di Kota Pontianak Pedagang yang tidak menggunakan masker dapat
berkisar antara 43-51%. Pudjiastuti et al. (1998) menyebarkan mikroba yang berasal dari rongga
menyatakan bahwa tingkat kelembapan relatif hidung, mulut, dan tenggorokan melalui
(RH) optimum untuk kelangsungan hidup hembusan nafas pada saat pengolahan minuman
mikroba adalah antara 40-80%. Berdasarkan tebu secara sadar ataupun tidak sadar
pernyataan tersebut, kelembapan relatif pada contohnya yaitu Staphylococcus aureus, Corryne
penelitian ini sesuai untuk pertumbuhan mikroba bacterium diptheriae, Klebsiella pneumonia,
dan bakteri koliform. Kelembapan relatif yang Strepcoccus pyogenes dan beberapa jenis virus
lebih tinggi maupun lebih rendah menyebabkan (Rahayu dan Sudarmaji, 1989). Penggunaan
gangguan pertumbuhan dan kematian mikroba. celemek bertujuan untuk melindungi makanan
Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Ray (2005) dari kontaminasi mikroba yang terdapat pada
bahwa kelembapan relatif >35% tidak memiliki pakaian yang tidak bersih dan melindungi pakaian
pengaruh yang berarti terhadap pertumbuhan dari noda kotoran yang berasal dari makanan
bakteri koliform. Kelembapan relatif <35% dapat maupun dari benda lain yang mengotori pakaian
mengakibatkan penguapan air pada protoplasma (Purnawijayanti, 2005). Pakaian pedagang
bakteri sehingga dapat mengganggu pertumbuhan minuman air tebu di Kota Pontianak dipakai dari
bakteri koliform. mulai berjualan hingga selesai berjualan tanpa
menggunakan celemek. Menurut Moehyi (1992),
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mikroba yang melekat pada pakaian, apabila
kebersihan minuman air tebu di antaranya adalah tersentuh oleh tangan dapat menyebabkan tangan
kebersihan penjual, peralatan dan bahan serta juga ikut terkontaminasi. Tangan pedagang yang
pengolahan. Faktor kebersihan ini dapat menjadi terkontaminasi tanpa pemakaian sarung tangan
sumber kontaminasi mikroba pada sampel. Faktor dapat mengkontaminasi minuman air tebu pada
kebersihan yang tidak memenuhi persyaratan saat pengolahan. Pakaian yang tidak bersih dapat
sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor: mengandung bakteri yang berasal dari debu atau
942/Menkes/SK/VII/2003 menjadi faktor utama kotoran yang melekat secara tidak langsung
penyebab nilai ALT dan APM koliform yang sehingga dapat menyebabkan pencemaran
melebihi nilai ambang batas pada semua sampel makanan. Semua pedagang minuman air tebu di
yang diambil. Kota Pontianak tidak menggunakan tutup kepala.
Menurut Purnawijayanti (2005), debu dan kotoran
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa semua dari udara yang menempel di rambut dapat
pedagang tidak memakai sarung tangan, masker, mengandung mikroba sehingga apabila masuk ke
celemek, tutup kepala dan tidak mencuci tangan dalam minuman air tebu dapat menjadi salah satu
dengan sabun setiap kali akan menangani penyebab cemaran mikroba. Penggunaan tutup
minuman air tebu. Pencucian tangan sebelum kepala saat bekerja mengolah makanan akan
menangani pengupasan tebu, pemerasan dan mengurangi resiko kontaminasi oleh mikroba.
12
Protobiont (2017) Vol. 6 (2) : 8 - 15
Kebersihan pedagang yang tidak memenuhi Kota Pekanbaru didapatkan dari 11 sampel
persyaratan dapat menjadi salah satu penyebab dengan nilai APM koliform yang melebihi
cemaran mikroba berdasarkan nilai ALT dan ambang batas, semuanya menunjukkan kebersihan
APM koliform. Hasil penelitian Rahayu (2007) peralatan yang tidak memenuhi persyaratan. Hal
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang ini menunjukkan bahwa kebersihan peralatan
bermakna antara faktor kebersihan pedagang yang tidak memenuhi persyaratan dapat menjadi
dengan nilai ALT. Penelitian tersebut salah satu penyebab cemaran mikroba
menunjukkan 14 sampel mie ayam dengan faktor berdasarkan nilai ALT dan APM koliform.
kebersihan pedagang yang tidak memenuhi
persyaratan, didapatkan sebanyak 78,6% sampel Variabel yang diamati terhadap bahan yang
memiliki nilai ALT yang melebihi nilai ambang digunakan dan pengolahan oleh pedagang di Kota
batas. Penelitian Anggraini et al. (2011) tentang Pontianak untuk menghasilkan air tebu terdiri dari
faktor kebersihan pedagang minuman air tebu di 5 variabel, yaitu penyimpanan tebu yang telah
pasar tradisional Kota Pekanbaru, didapatkan 11 dikupas dalam wadah tertutup, tebu dicuci
sampel dengan nilai APM koliform yang melebihi terlebih dahulu sebelum diperas, minuman air
ambang batas. Semuanya menunjukkan tebu yang dijual <1 jam setelah pemerasan, air
kebersihan pedagang yang tidak memenuhi pencuci yang tidak digunakan berulang kali, dan
persyaratan. jenis air pencuci yang digunakan. Berdasarkan
Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar pedagang
Faktor kebersihan peralatan pada minuman air meletakkan tebu di meja gerobak penjualan tanpa
tebu di Kota Pontianak yang diamati terdiri dari wadah. Hanya dua pedagang yang menyimpannya
dua variabel yaitu pencucian mesin pemeras tebu di wadah tapi tidak tertutup. Tebu yang telah
sebelum dan setelah digunakan, serta pencucian dikupas dan disimpan di atas gerobak yang tidak
peralatan lainnya sebelum digunakan. bersih tanpa penutup dapat terkontaminasi oleh
Berdasarkan Tabel 4 didapatkan hasil bahwa mikroba yang menempel di permukaan gerobak
hanya 10% pedagang minuman air tebu di dan mikroba dari debu di udara. Lokasi penjualan
Kecamatan Pontianak Barat dan 40% di minuman air tebu yang berada di pinggir jalan
Kecamatan Pontianak Kota yang mencuci mesin raya yang dilewati oleh banyak kendaraan dapat
pemeras tebu sebelum dan setelah digunakan. mengakibatkan debu-debu dari jalanan terangkat
Pencucian peralatan lainnya seperti wadah dan mengkontaminasi batang tebu. Kurniadi
penampung air tebu dan saringan hanya dilakukan (2013) dalam Yuliani et al. (2016) menyatakan
sesekali (tidak setiap kali akan digunakan). bahwa lingkungan yang kotor dapat menjadi
Fardiaz (2004) menyatakan bahwa kotoran yang faktor kontaminasi bakteri pada minuman yang
tertinggal pada peralatan yang tidak bersih dapat dijual di pinggir jalan raya sehingga berpotensi
berasal dari sisa makanan yang masih menempel menjadi sumber pencemaran bakteri. Rahayu dan
dan debu dari polusi udara akibat penyimpanan Sudarmaji (1989) menyatakan bahwa pada wadah
peralatan pada ruang terbuka. Kotoran tersebut yang terbuka ataupun yang tidak tertutup rapat,
dapat menjadi media pertumbuhan mikroba dan debu dan serangga seperti lalat, kecoa serta tikus
debu dapat membawa mikroba dari udara sering membawa bakteri patogen yang
sehingga air tebu bisa terkontaminasi dalam mengkontaminasi makanan. Pernyataan tersebut
proses pengolahannya. Hal ini didukung oleh didukung oleh Djasmi et al. (2015) yang
Lestari et al. (2015) yang menyatakan bahwa menyatakan bahwa banyaknya lalat yang hinggap
salah satu sumber kontaminasi dalam pengolahan pada tebu yang disimpan pada wadah yang
minuman adalah menggunakan peralatan yang terbuka memungkinkan bertambahnya populasi
kurang bersih sehingga mengandung mikroba bakteri yang mencemari pengolahan minuman air
yang cukup tinggi. tebu.
Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2007), ada Semua pedagang tidak mencuci tebu yang telah
pengaruh yang bermakna antara kebersihan dikupas sebelum diperas, sehingga air minuman
peralatan dengan ALT pada mie ayam. Hasil tebu dapat tercemar oleh mikroba yang berasal
pengujian tersebut menunjukkan dari 19 sampel dari tebu yang terkontaminasi ketika proses
mie ayam dengan faktor kebersihan peralatan pengangkutan, pengupasan, dan terdapat
yang tidak memenuhi persyaratan, didapatkan kontaminasi dari tangan pengupas yang diduga
sebanyak 73,7% mengandung nilai ALT yang telah mengandung mikroba. Air PDAM dan air
melebihi ambang batas. Hasil penelitian hujan digunakan oleh semua pedagang sebagai
Anggraini et al. (2011) tentang faktor kebersihan air pencuci peralatan. Namun air tersebut
peralatan minuman air tebu di pasar tradisional
13
Protobiont (2017) Vol. 6 (2) : 8 - 15
digunakan berulang kali. Air pencuci yang Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM),
digunakan berulang kali akan meninggalkan sisa- 2014, Laporan Tahunan BPOM RI Tahun
sisa kotoran yang berpotensi mengandung 2014, BPOM RI, Jakarta
mikroba. Dwidjoseputro (2005) menyatakan Badan Standar Nasional Indonesia (BSNI), 2008,
bahwa bakteri yang ditemukan di dalam air pada Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam
umumnya adalah bakteri koliform. Hal ini Daging, Telur dan Susu, serta Hasil
didukung oleh pernyataan Lestari et al. (2015) Olahannya, SNI 2897-2008, Badan
bahwa peralatan jus buah-buahan yang dicuci Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta
dengan air yang tercemar tanpa menggunakan Badan Standar Nasional Indonesia (BSNI), 2014,
sabun, maka minuman yang dibuat akan turut Minuman Sari Buah, SNI 3719-2014, Badan
tercemar oleh mikroba dalam jumlah yang cukup Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta
tinggi. Sampel air tebu yang dijual oleh semua Cappucino, GJ & Sherman, N, 2014, Microbiology; A
pedagang di Kota Pontianak diketahui tidak ada Laboratory Manual, 10th ed, Pearson
satupun yang melebihi dari satu jam setelah Education, USA
pemerasan. Laksamahardja (1993) dalam Irawan
Djaja, IM, 2003, ‘Kontaminasi E. coli pada makanan
(2015) menyatakan bahwa air tebu memiliki sifat
dari tiga jenis tempat pengolahan makanan
yang tidak tahan lama disimpan, setelah 4 jam (TPM) di Jakarta Selatan 2003’, Jurnal
akan mengalami penurunan rasa menjadi asam Makara Kesehatan, vol. 12, no. 1, hal. 36-41
karena terjadinya proses fermentasi oleh mikroba.
Hal ini menunjukkan bahwa pedagang masih Djasmi, OD, Rasyid, R & Anas, E, 2015, ‘Uji
Bakteiologis pada Minuman Air Tebu yang
memperhatikan kualitas minuman air tebu yang
Dijual di Pinggiran Jalan Khatib Sulaiman
dijual. Kota Padang’, Jurnal Kesehatan Andalas, vol.
4, no. 3
Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2007),
bahwa ada pengaruh yang bermakna antara faktor Dwidjoseputro, 2005, Dasar-Dasar Mikrobiologi,
Penerbit Djambatan, Jakarta
kebersihan bahan dan pengolahan dengan nilai
ALT. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari Fardiaz, 2004, Analisa Mikrobiologi Pangan, PT. Raja
22 sampel mie ayam dengan faktor pengolahan Grafindo Persada, Jakarta
yang tidak memenuhi persyaratan, didapatkan Irawan, AS, 2015, Pengaruh Perlakuan Fisik dan
sebanyak 77,3% mengandung nilai ALT yang Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Minuman
melebihi ambang batas. Hasil penelitian Ringan Nira Tebu, Skripsi, Fakultas Pertanian,
Anggraini et al. (2011) tentang faktor kebersihan Universitas Sumatera Utara, Medan
bahan dan pengolahan minuman air tebu di pasar Lestari, DP, Nurjazuli & Yusniar, HD, 2015,
tradisional Kota Pekanbaru, didapatkan 11 sampel ‘Hubungan Higiene Penjamah dengan
dengan nilai APM koliform yang melebihi Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada
ambang batas. Semuanya menunjukkan Minuman Jus Buah di Tembalang’, Jurnal
kebersihan bahan dan pengolahan yang tidak Kesehatan Lingkungan Indonesia,Vol. 14,
memenuhi persyaratan. Berdasarkan hal tersebut, No.1
dapat dikatakan bahwa faktor kebersihan bahan Moehyi, S, 1992, Penyelenggaraan Makanan Institusi
dan pengolahan pangan yang tidak memenuhi dan Jasa Boga, Penerbit Bhratara, Jakarta
persyaratan dapat menjadi salah satu penyebab
Pudjiastuti, L, Rendra, S & Santosa, HR, 1998,
cemaran mikroba berdasarkan nilai ALT dan
Kualitas Udara dalam Ruang, Direktorat
APM koliform. Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA Nasional, Jakarta
Purnawijayanti, HA, 2005, Sanitasi Higiene Dan
Anggraini D, Chandra, F & Fitrianita, 2011, ‘Uji Keselamatan Kerja dalam Pengolahan
Bakteriologis dan Gambaran Higiene Penjual Makanan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Air Tebu Di Pasar Tradisional Kota
Pekanbaru’, Jurnal, Fakultas Kedokteran, Rahayu, SPN, 2007, Hubungan antara Higiene
Universitas Riau, Pekanbaru Sanitasi Lingkungan Warung dan Praktek
Pengolahan Mie Ayam dengan Angka Kuman,
Bahar, E, 2005, ‘Uji Bakteriologis Terhadap Minuman Thesis, Magister Kesehatan Lingkungan,
Segar Air Tebu yang Beredar Di Pasar Raya Program Pasca Sarjana, Universitas
Padang’, Majalah Kedokteran Andalas, vol. Diponegoro, Semarang
29, no. 2
14
Protobiont (2017) Vol. 6 (2) : 8 - 15
15