Anda di halaman 1dari 5

Dalam drama monolog “Sains Rengganis” menceritakan seorang gadis yang bernama Sains

Rengganis, yang memliki konflik atas penamaannya. Kedua orang tuanya selalu bercekcok
karena nama panggilannya.

Muncullah seorang gadis yang berjalan perlahan-lahan menuju sebuah kursi. Dia bercerita
tentang kehidupannya. Menurut dia untuk setiap orang kebahagiaan itu bersumber dari
kebaikan, sedangkan menurut dia kebahagiaan itu bersumber dari kejahatan. Semua itu berawal
dari nama dan penamaannya. Nama dia adalah Sains Rengganis. Dia bisa dipanggil Sains atau
Rengganis. Nama Rengganis diberikan oleh ibunya, yang merupakan seorang budayais. Pada
masa pertumbuhan dan perkembangan Sains Rengganis, dia selalu diarahkan pada hal-hal yang
bersifat tradisi. Ibunya selalu mengajarkan Rengganis permainan-permainan rakyat, seperti
angklung, main kaleng dan sebagainya. Dan ibunya selalu menyanyikan lagu-lagu daerah
semasa kecilnya dulu sebagai pengantar tidur Rengganis. Ibunya mengatakan, “Nak, lagu ini
adalah budaya kita. Warisan dari nenek moyang kita yang patut kita jaga bersama. Nanti kalau
kita tidak menjaganya, orang dari barat akan merampas budaya kita, jika budaya kita dirampas
kita tidak lagi memiliki budaya. Jika kita tidal memiliki budaya, kita tidak lagi memiliki wajah.
Apa kau mau hidup tanpa wajah?”. Ucapan itu selalu berulang-ulang sebagai pengantar tidur
Rengganis, bahkan sebelum akhir hayat ibunya. Ibunya pernah berkata pada Rengganis, “Nak,
untuk menjadi perempuan itu, tak perlu muluk-muluk, cukup kau mengenal budayamu maka
kau akan menjadi perempuan yang memiliki identitas ”. Ucapan dari ibunya menjadi prinsip
bagi hidup Rengganis hingga sekarang. Begitulah cara ibu Rengganis mendidik dan
merawatnya. Beda halnya dengan bapaknya yang membesarkannya dengan disiplin yang ketat
dan penuh kepastian, karena ayahnya memang berasal dari latar belakang yang pasti. Ayah
Rengganis adalah dosen matematika. Soal-soal matermatika, aritmatika, geometri, fisika dan
ilmu lain-lainnya ayahnya selalu memastikannya. Bagi bapaknya Rengganis 1 ditambah 1 sama
dengan 2, jangan pernah bilang 3 dihadapannya, jika ada yang bilang 3 maka akan dicap
sebagai orang bodoh bagi ayahnya. Dulu saat masa kecil Rengganis, Rengganis diajarkan
matematika oleh bapaknya. Kata bapaknya Rengganis, "Sains, 1 tambah 1 sama dengan
berapa?". Begitu lama Rengganis lama berdiam diri karena dia kebingungan. Melihat
Rengganis berdiam diri, ayahnya berkata, "Sains, 1 ditambah 1 sama dengan 2. Ingat itu!. Soal
itu sudah ribuan kali bapak sampaikan kepadamu. Sekarang bapak akan membuat contoh yang
sekian kalinya. Ingat ! Penjumlahan itu mesti sama jenisnya. Satu kerbau ditambah satu
kebaikan sama dengan 2 kerbau". Rengganis menjawab, "Tapi pak, kok bisa satu kerbau
ditambah satu kerbau sama dengan dua. Satu kerbau ditambah satu kerbau sama dengan tiga
pak, karena karena satu kerbau sedang hamil ada dedek kerbau di dalam perut ibu kerbau. Itu
tidak dihitung ya pak?". Bapaknya tidak menjawab, dan dia memanggil ibunya Rengganis dan
menyuruh ibunya membawanya masuk ke kamar. Sampai dikamar ibu mengarahkanku untuk
membaca buku Putri Mandalika, Rengganis pun membacanya. Kemudian Rengganis
mendengar dibalik pintu kamarnya. Rengganis mendengar kata-kata bapaknya yang sampai
sekarang masih dia ingat di memori otaknya. Bapaknya berkata pada ibunya, "Sudah bilang
padamu, panggil Sains dengan sebutan Sains bukan Rengganis. Besok kau harus memanggil
sains dengan sebutan Sains. Kalau perlu kita hapus nama Rengganis, biarkan namanya Sains
saja". Ibu menjawab, "Kalau nama itu kau hapus, kau sama saja tidak menghargaiku atas
pemberian nama itu pak". Bapaknya tetap bersikukuh dengan kemauannya dan aku mendengar
ibuku menangis.

Paginya, Rengganis keluar dari kamarnya. Rengganis melihat ibunya dengan mata yang
sembarangan. Rengganis bertanya pada ibunya, "Ibu, kenapa?". Ibunya menjawab dengan
tersenyum, "Ibu tidak apa-apa, Rengganis". Rengganis melihat ibunya memandang pintu
kamar dengan wajah takut, karena takut ketahuan memanggilnya dengan nama Rengganis.
Bapaknya keluar sambil merapikan pakaiannya dan berkata. "Sains kamu berangkat dengan
pak Anis". Rengganis menjawab, "Iya, pak". Pak Anis adalah supir sekaligus tukang kebun di
rumah Rengganis. Pak Anis sudah menganggapnya sebagai anak sendiri. Setiap kali Rengganis
berangkat sekolah bersama pak Anis, pak Anis selalu menceritakan tentang sahabatnya kepada
Rengganis dan katanya dia masih berhubungan dengan sahabatnya hingga sekarang.

Pulang sekolah Rengganis dijemput oleh pak Anis. Sampai di rumah, Rengganis mendengar
percekcokan kedua orang tuanya yang lebih dasyat dari kemarin. Rengganis ingin
menghampiri orang tuanya. Tetapi pak Anis menggendong dan mencegahnya kesana.
Rengganis meronta-ronta, dan berhasil terlepas dari gendongan pak Anis. Rengganis masuk
kerumah di kejar oleh pak Anis. Rumahnya sudah seperti kapal pecah dan dia melihat ibunya
duduk dilantai sambil menangis. Kemudian bapaknya masuk kekamar dan membawa tas keluar
dan berkata pada ibu dan pak Anis, "Seharusnya aku tahu dari sebelumnya tentang masalah ini.
Rengganis adalah anak dari Anis. Aku juga tahu kalau namamu terdapat pada nama Rengganis.
Kalau begitu sebaiknya aku yang pergi dari sini sehingga kalian bisa bersama-sama". Saat
ayahnya berjalan menuju pintu, ibunya Berkat," Ini bukan salahmu, ini bukan salah siapa-siapa.
Ini salah orang tuaku yang ingin menikahiku denganmu". Bapaknya menjawab, "Jika saja anis
bukanlah seorang pengecut yang tidak berani mengungkakan perasaannya, aku tidak akan
menikahimu". Setelah berkata seperti itu bapaknya pergi meninggalkan rumah.
Dua tahun yang lalu Rengganis membunuh ayah dan ayah kandungnya menggunakan pisau.

Analisis

Judul : Sains Rengganis

Tema :

Penokohan

- Sains Rengganis sebagai tokoh protagonis

- ayahnya sebagai antagonis

- ibunya sebagai titagonis

- Pak anis sebagai peran pembantu

Konflik : pertentangan nama yang diberikan antara orang tua Sains Rengganis

Alur : campuran

1. Sutuation

Muncullah seorang gadis yang berjalan perlahan-lahan menuju sebuah kursi. Dia bercerita
tentang kehidupannya. Menurut dia untuk setiap orang kebahagiaan itu bersumber dari
kebaikan, sedangkan menurut dia kebahagiaan itu bersumber dari kejahatan. Semua itu berawal
dari nama dan penamaannya. Nama dia adalah Sains Rengganis. Dia bisa dipanggil Sains atau
Rengganis. Nama Rengganis diberikan oleh ibunya, yang merupakan seorang budayais. Pada
masa pertumbuhan dan perkembangan Sains Rengganis, dia selalu diarahkan pada hal-hal yang
bersifat tradisi. Ibunya selalu mengajarkan Rengganis permainan-permainan rakyat, seperti
angklung, main kaleng dan sebagainya. Dan ibunya selalu menyanyikan lagu-lagu daerah
semasa kecilnya dulu sebagai pengantar tidur Rengganis. Ibunya mengatakan, “Nak, lagu ini
adalah budaya kita. Warisan dari nenek moyang kita yang patut kita jaga bersama. Nanti kalau
kita tidak menjaganya, orang dari barat akan merampas budaya kita, jika budaya kita dirampas
kita tidak lagi memiliki budaya. Jika kita tidal memiliki budaya, kita tidak lagi memiliki wajah.
Apa kau mau hidup tanpa wajah?”. Ucapan itu selalu berulang-ulang sebagai pengantar tidur
Rengganis, bahkan sebelum akhir hayat ibunya. Ibunya pernah berkata pada Rengganis, “Nak,
untuk menjadi perempuan itu, tak perlu muluk-muluk, cukup kau mengenal budayamu maka
kau akan menjadi perempuan yang memiliki identitas ”. Ucapan dari ibunya menjadi prinsip
bagi hidup Rengganis hingga sekarang. Begitulah cara ibu Rengganis mendidik dan
merawatnya. Beda halnya dengan bapaknya yang membesarkannya dengan disiplin yang ketat
dan penuh kepastian, karena ayahnya memang berasal dari latar belakang yang pasti. Ayah
Rengganis adalah dosen matematika. Soal-soal matermatika, aritmatika, geometri, fisika dan
ilmu lain-lainnya ayahnya selalu memastikannya.

2. Generation circumtanse

. Bagi bapaknya Rengganis 1 ditambah 1 sama dengan 2, jangan pernah bilang 3


dihadapannya, jika ada yang bilang 3 maka akan dicap sebagai orang bodoh bagi ayahnya.
Dulu saat masa kecil Rengganis, Rengganis diajarkan matematika oleh bapaknya. Kata
bapaknya Rengganis, "Sains, 1 tambah 1 sama dengan berapa?". Begitu lama Rengganis lama
berdiam diri karena dia kebingungan. Melihat Rengganis berdiam diri, ayahnya berkata,
"Sains, 1 ditambah 1 sama dengan 2. Ingat itu!. Soal itu sudah ribuan kali bapak sampaikan
kepadamu. Sekarang bapak akan membuat contoh yang sekian kalinya. Ingat ! Penjumlahan
itu mesti sama jenisnya. Satu kerbau ditambah satu kebaikan sama dengan 2 kerbau".
Rengganis menjawab, "Tapi pak, kok bisa satu kerbau ditambah satu kerbau sama dengan dua.
Satu kerbau ditambah satu kerbau sama dengan tiga pak, karena karena satu kerbau sedang
hamil ada dedek kerbau di dalam perut ibu kerbau. Itu tidak dihitung ya pak?". Bapaknya tidak
menjawab, dan dia memanggil ibunya Rengganis dan menyuruh ibunya membawanya masuk
ke kamar. Sampai dikamar ibu mengarahkanku untuk membaca buku Putri Mandalika,
Rengganis pun membacanya. Kemudian Rengganis mendengar dibalik pintu kamarnya.
Rengganis mendengar kata-kata bapaknya yang sampai sekarang masih dia ingat di memori
otaknya. Bapaknya berkata pada ibunya, "Sudah bilang padamu, panggil Sains dengan sebutan
Sains bukan Rengganis. Besok kau harus memanggil sains dengan sebutan Sains. Kalau perlu
kita hapus nama Rengganis, biarkan namanya Sains saja".

3. Rising action

Ibu menjawab, "Kalau nama itu kau hapus, kau sama saja tidak menghargaiku atas pemberian
nama itu pak". Bapaknya tetap bersikukuh dengan kemauannya dan aku mendengar ibuku
menangis.

Paginya, Rengganis keluar dari kamarnya. Rengganis melihat ibunya dengan mata yang
sembarangan. Rengganis bertanya pada ibunya, "Ibu, kenapa?". Ibunya menjawab dengan
tersenyum, "Ibu tidak apa-apa, Rengganis". Rengganis melihat ibunya memandang pintu
kamar dengan wajah takut, karena takut ketahuan memanggilnya dengan nama Rengganis.
Bapaknya keluar sambil merapikan pakaiannya dan berkata. "Sains kamu berangkat dengan
pak Anis". Rengganis menjawab, "Iya, pak". Pak Anis adalah supir sekaligus tukang kebun di
rumah Rengganis. Pak Anis sudah menganggapnya sebagai anak sendiri. Setiap kali Rengganis
berangkat sekolah bersama pak Anis, pak Anis selalu menceritakan tentang sahabatnya
kepada Rengganis dan katanya dia masih berhubungan dengan sahabatnya hingga sekarang.

4. climax

Pulang sekolah Rengganis dijemput oleh pak Anis. Sampai di rumah, Rengganis mendengar
percekcokan kedua orang tuanya yang lebih dasyat dari kemarin. Rengganis ingin
menghampiri orang tuanya. Tetapi pak Anis menggendong dan mencegahnya kesana.
Rengganis meronta-ronta, dan berhasil terlepas dari gendongan pak Anis. Rengganis masuk
kerumah di kejar oleh pak Anis. Rumahnya sudah seperti kapal pecah dan dia melihat ibunya
duduk dilantai sambil menangis. Kemudian bapaknya masuk kekamar dan membawa tas keluar
dan berkata pada ibu dan pak Anis, "Seharusnya aku tahu dari sebelumnya tentang masalah ini.
Rengganis adalah anak dari Anis. Aku juga tahu kalau namamu terdapat pada nama Rengganis.
Kalau begitu sebaiknya aku yang pergi dari sini sehingga kalian bisa bersama-sama". Saat
ayahnya berjalan menuju pintu, ibunya Berkat," Ini bukan salahmu, ini bukan salah siapa-siapa.
Ini salah orang tuaku yang ingin menikahiku denganmu". Bapaknya menjawab, "Jika saja anis
bukanlah seorang pengecut yang tidak berani mengungkakan perasaannya, aku tidak akan
menikahimu". Setelah berkata seperti itu bapaknya pergi meninggalkan rumah.

5. Penyelesaian

Dua tahun yang lalu Rengganis membunuh ayah dan ayah kandungnya menggunakan pisau.

Latar :

- tempat : sebuah tempat yang memiliki kursi taman

- suasana : sedih

Teknik dialog : teknik dialog sendiri (monolog)

Tipe drama : Strategi

Amanat :

Anda mungkin juga menyukai