Anda di halaman 1dari 2

Tidak pernah disangka oleh Pak Mahatma (40 tahun) bahwa penyakit usus buntu atau

apendisitis yang dideritanya sudah menahun sehingga menghambat aktivitas yang


beliau lakukan.

Semenjak divonis memiliki penyakit usus buntu, dosen teknik salah satu universitas ini,
menganggap bahwa penyakit ini tidak terlalu berbahaya dan bisa diobati tanpa harus
melakukan operasi. Selama kurang lebih 4 bulan, bapak dari tiga anak ini, kerap
mengalami gejala-gejala yang sangat mengganggu. Seringnya mengalami kelelahan
terus-menerus, demam dan sering mual. Hal ini sangat mempengaruhi kualitas
hidupnya, karena apabila gejala-gejala ini muncul, bisa dipastikan Pak Mahatma tidak
dapat menjalani aktivitasnya sebagai seorang dosen pengajar dan pembicara di
seminar-seminar penting.

Untuk mengobati gejala-gejala yang muncul, Pak Mahatma pergi berobat ke dokter
umum dan melakukan kontrol kesehatan sesekali. Awalnya, ini sangat membantu tapi
hanya untuk sementara. Setelah meminum obat, kondisi menjadi lebih enak, tidur pun
lebih nyenyak. Namun hal ini tidaklah cukup, karena ternyata penyakit yang diderita Pak
Mahatma cukup berat dan membutuhkan operasi.

Ditemui seminggu setelah melakukan operasi, Pak Mahatma beserta istri merasa
bersyukur atas kesuksesan operasi apendektomi yang dilakukan yang telah
membantunya untuk mendapatkan kembali kualitas hidup yang lebih baik.

Dari ilustrasi kasus tersebut diatas menunjukkan, pasien apendisitis atau usus buntu
kerap memiliki gangguan kualitas hidup. Beruntung pasien dapat berhasil dilakukan
tindakan operasi apendektomi untuk mendapatkan kembali kualitas hidup yang baik.

Selanjutnya mungkin anda ingin tahu bagaimana langkah yang sebaiknya pasien
lakukan saat masih di Rumah Sakit untuk mempercepat proses pemulihan pasien
pascaoperasi khususnya laparotomi.

Tindakan medis yang sering menimbulkan nyeri adalah pembedahan. Salah satu
pembedahan yang mempunyai angka prevalensi yang cukup tinggi adalah laparatomi.
Laparatomi merupakan tindakan pembedahan dengan mengiris pada dinding perut.
Komplikasi pada pasien pasca laparatomi adalah nyeri yang hebat, perdarahan, bahkan
kematian. Pasca operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal
dapat memperlambat penyembuhan dan menimbulkan komplikasi. Pasien pasca
laparatomi memerlukan perawatan yang maksimal untuk mempercepat pengembalian
fungsi tubuh. Hal ini dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk
efektif serta mobilisasi dini. Nyeri yang hebat merupakan gejala sisa yang diakibatkan
oleh operasi pada regio intraabdomen (perut bagian dalam). Sekitar 60% pasien
menderita nyeri yang hebat, 25% nyeri sedang dan 15% nyeri ringan.

Intervensi atau tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengembalian


fungsi tubuh dan mengurangi nyeri, pasien dianjurkan melakukan mobilisasi dini, yaitu
latihan gerak sendi, gaya berjalan, toleransi aktivitas sesuai kemampuan dan
kesejajaran tubuh. Ambulasi dini pasca laparatomi dapat dilakukan sejak di ruang pulih
sadar (recovery room) dengan miring kanan/kiri dan memberikan tindakan rentang
gerak secara pasif. Menurut penelitian mobilisasi dini pasca operasi laparatomi dapat
dilakukan secara bertahap, setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien harus tirah
baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan,
menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, pasien
diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah thrombosis
(pembekuan darah didalam pembuluh darah) dan jendalan darah atau tromboemboli.
Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar duduk. Setelah pasien
dapat duduk, dianjurkan untuk belajar berjalan.

Anda mungkin juga menyukai