Anda di halaman 1dari 277

MATEMATIKA TEKNIK I

TKS1201/2SKS

Disusun Oleh :
Oscar Leonardus N.P.Yoran
NPM 18.64.0186

Dosen :
Adhi Surya, ST, MT, ESP
NIDN. 1126058001

Program Studi (S-1)TeknikSipil


Fakultas Teknik
Universitas Islam Kalimantan
Muhammad Arsyad Al Banjari
2019

i
BAB I
INTEGRAL

ii
BAB I
INTEGRAL

A. Pengertian Integral

Integral adalah kebalikan dari proses diferensiasi. Integral ditemukan


menyusul ditemukannya masalah dalam diferensiasi di mana matematikawan
harus berpikir bagaimana menyelesaikan masalah yang berkebalikan dengan
solusi diferensiasi. Lambang integral adalah “ ∫ “. Landasan dasar mengenai
Integral pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuan yaitu Newton dan Leibinz
yang kemudian diperkenalkan secara modern oleh Rienmann.

Berdasarkan pengertian tersebut ada dua hal yang dilakukan dalam


integral sehingga dikategorikan menjadi 2 jenis integral. Pertama, integral sebagai
invers (kebalikan) dari turunan disebut sebagai Integral Tak Tentu. Kedua,
integral sebagai limit dari jumlah atau suatu luas daerah tertentu disebut integral
tentu.

1. Integral Tak Tentu


Proses mencari invers diferensial dari fungsi F dinamakan proses integrasi
atau proses pengintegralan.
Jika F’(x) = f(x) maka secara umum ditulis :
∫ f (x) dx = F (x) + c
Notasi : ∫ f (x) dx, dibaca integral tak tentu dari fungsi f terhadap variabel x.

2. Integral Tertentu
Bila suatu fungsi f kontinu dan terdefinisi dalam interval a ≤ x ≤ b serta F(x)
merupakan Integral Tentu dari f(x), yaitu :
𝑏
∫𝑎 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = F(b) – F(a)
Keterangan:
konstanta c tidak lagi dituliskan dalam integral tentu.

iii
Adapun beberapa cara yang dapat digunakan dalam penyelesaian masalah
integral yaitu :
a. Substitusi
Integral parsial menggunakan rumus sebagai berikut:
∫ 𝑓(𝑔(𝑥))𝑔′(𝑥)𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑢)𝑑𝑢

b. Parsial
Integral parsial menggunakan rumus sebagai berikut:
∫ 𝑢 𝑑𝑣 = uv - ∫ 𝑣 𝑑𝑢

3. Integral Trigonometri

iv
Ingat-ingat juga beberapa sifat-sifat trigonometri, karena mungkin akan
digunakan:

B. Integral Lipat

Integral lipat adalah generalisasi integral tentu terhadap fungsi beberapa


variabel, seperti f(x, y) or f(x, y, z). Integral suatu fungsi dua variabel terhadap
luasan di R2 dinamakan integral lipat dua, dan integral fungsi tiga variabel pada
volume R3 dinamakan integral lipat tiga.

1. Integral lipat dua (R2)


Merupakan integral biasa/tunggal yang hasilnya diintegralkan kembali.
Biasanya dinyatakan sebagai berikut :

∬ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 𝑑𝑦

Pernyataan diatas merupakan integral lipat dua tak tentu. Pada kondisi
lainnya dinyatakan sebagai berikut :
𝑦2 𝑥2
∫ ∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑦1 𝑥1

Pernyataan diatas merupakan integral lipat dua tertentu.


2. Integral lipat tiga (R3)

v
Sifat yang berlaku pada integral lipat dua juga berlaku bagi integral lipat
tiga, seperti integral dari jumlah fungsi yang sama denga jumlah dari
fungsi integral. Khususnya integral lipat tiga cara menghitungnya yaitu
dengan mengintegralkan secara berulang.
Integral lipat tiga merupakan integral biasa atau tunggal yang hasilnya
kemudian diintegralkan dan kemudian integralkan lagi.
4
membuktikan rumus volume bola = 𝜋r2 dengan menggunakan integral
3
lipat 3, dengan memanfaatkan integral volume benda putar.
isal diketahui bahwa pertidaksamaan bola adalah x2 + y2 + z2 ≤ r2.
Kemudian kita mencari batas-batas untuk x, y dan z yaitu :
z ≤ √𝑟 2 − 𝑦 2 − 𝑥 2

−√𝑟 2 − 𝑦 2 − 𝑥 2 ≤ z ≤ √𝑟 2 − 𝑦 2 − 𝑥 2

Volume

vi
vii
BAB II
CONTOH SOAL INTEGRAL DAN JAWABAN KATEGORI MUDAH

1. Jika diketahui maka carilah Integralnya.!

Pemabahasan :

2. Jika diketahui maka tentukanlah Integralnya .!

Pemabahasan :

3. Jika Diketahui Maka Tentukanlah Integralnya.!

Pemabahasan :

viii
4. Jika diketahui maka tentukanlah Integralnya.!

Pembahasan :

5. Jika diketahui ∫2x4 dx maka tentukanlah Integralnya!


Pembahasan :

⇒ 2 x4+1 + C
4+1

⇒ 2 x5 + C
5

6. Jika diketahui ∫ x-6 dx maka tentukanlah Integralnya!


Pemabahasan :

⇒ 1 x-6+1 + C
−6+1

⇒ 1 x-5 + C
-5

7. Jika diketahui ∫(2x − 1)4 dx maka tentukanlah Integralnya!


Pembahasan :
⇒ 1 (2x − 1)4+1 + C
2(4+1)

⇒ 1 (2x − 1)5 + C
10

ix
8. Jika diketahui ∫(x + 1)-7 dx maka tentukanlah Integralnya!

Pembahasan :

⇒ 1 (x + 1)-7+1 + C
1(-7+1)

⇒ 1 (x + 1)-6 + C
-6

9. Jika diketahui ∫𝑥12 dx maka tentukanlah Integralnya!

Pembahasan :

⇒ ∫ x−2 dx

= 1 x−2+1 + C
-2+1

= −x−1 + C

= −1 + C
x

10.

BAB III
CONTOH SOAL INTEGRAL DAN JAWABAN KATEGORI SEDANG

x
1. Jika diketahui (akar tiga) maka tentukanlah Integralnya.!

Pembahasan :

2.

Pembahasan :

xi
3. Hasil dari

Pembahasan :

4. Hasil dari

Pembahasan :

5. Hasil dari

xii
Pembahasan :

6. Tentukan

Pembahasan :

7. Tentukan

Pembahasan :

8. Tentukan

xiii
Pembahasan :

9.

Pembahasan :

10. Tentukan

Pembahasan :

xiv
BAB IV
CONTOH SOAL INTEGRAL DAN JAWABAN KATEGORI SUKAR

1. Tentukan hasil dari integral

Pembahasan :

xv
4. Tentukan hasil dari integral

Pembahasan :

xvi
5. Tentukan hasil integral dari

Pembahasan :

6. Tentukan integral dari

Pembahasan :

7. Tentukan Integral dari

xvii
Pembahasan :

8. Tentukan

xviii
Pembahasan :

9. Tentukan !

Pembahasan :

xix
10.

Pembahasan :

xx
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Teknik pengintegralan, dan integral memiliki keterkaitan antar satu sama
lain. Hal ini karena terdapat suatu bentuk hubungan matematis yang menyatakan
hubungan ketergantungan (hubungan fungsional). Dengan menggunakan teknik
pengintegralan, kita dapat menemukan jawaban soal-soal integral.

Saran
Saran lebih ditujukan penyusun kepada pembaca. Saran diperoleh dari
kesimpulan untuk lebih dikembangkan kembali, ditindaklanjuti, maupun
diterapkan. Saran berisi manfaat dari penyusun kepada pembaca kemudian
diharapkan agar dilaksanakan atau diterapkan oleh pembaca. Tujuan atau
harapannya adalah agar pembaca mampu menerapkan atau menggunakan hasil
dari penyusunan makalah itu sendiri yang telah dilakukan dalam aplikasinya
secara langsung di masyarakat baik secara teoritis maupun praktis.

xxi
DAFTAR PUSTAKA

Keisler, H. J., 2000, Elementary Calculus: An In.nitesimal Aproach, 2nd Edition,


University of Wisconsion
https://kumpulanlaporansurvey.blogspot.com/2019/03/kumpulan-contoh-soal-
penerapan-integral.html
http://materikuliah-makkiselaludihati.blogspot.com/2011/06/materi-integral-lipat-
tiga.html
https://aimprof08.wordpress.com/2013/07/03/volume-bola-dengan-integral-lipat-
tiga/
https://www.academia.edu/5610908/Integral_Lipat_Dua

xxii
BAB II
TURUNAN

xxiii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta

Karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang menjadi

salah satu tugas pada mata kuliah Matematika Teknik ini. Tujuan lain

penyusunan tugas ini adalah supaya para pembacanya dapat memahami apa itu

Turunan yang terdapat pada Matematika Teknik ini.

Materi pada Makalah ini Kami buat dengan menggunakan bahasa yang

sederhana supaya dapat dimengerti oleh Pembaca. Sebelumnya Kami mohon maaf

jika ada kekurangan maupun kesalahan dalam penulisan dan penyusunan makalah

ini, karena bagaimanapun Kami masih dalam proses Belajar dan mendalami

Bidang Matematika Teknik ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena

itu Kritik dan Saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami

harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini

bermanfaat bagi kita semua.

Banjar Masin, 08 April 2019

Husnil Hulkiah

DAFTAR ISI

xxiv
BAB I ................................................................................................................................... i
PENDAHULUAN .............................................................................................................. i
A. Latar Belakang ......................................................................................................... i
B. SEJARAH PERKEMBANGAN TURUNAN................................................................... iii
BAB II ................................................................................................................................iv
PEMBAHASAN ................................................................................................................iv
A. Pengertian Turunan .................................................................................................iv
B. Macam – Macam Turunan ...................................................................................... v
1. Turunan suatu fungsi........................................................................................... v
2. Turunan fungsi Trigonometri .............................................................................. v
3. Turunan Fungsi Logaritma.................................................................................. v
4. Turunan Fungsi Implisit ......................................................................................vi
5. Turunan Fungsi Eksponen ..................................................................................vi
6. Turunan Fungsi Siklometri ................................................................................vii
7. Turunan Fungsi Hiperbolik ................................................................................vii
8. Turunan Tingkat Tinggi .....................................................................................vii
9. Turunan Fungsi Dalam Bentuk Parameter ........................................................ viii
C. Aturan Rantai Untuk Turunan Fungsi Komposisi ............................................... viii
D. Penggunaan Turunan ..............................................................................................ix
E. Teknik – Teknik Turunan ..................................................................................... xiv
F. Contoh Soal ............................................................................................................ xv
BAB III......................................................................................................................... xxviii
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... xxviii
A. SIMPULAN ...................................................................................................... xxviii
B. SARAN ............................................................................................................. xxviii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... xxix
BIODATA ............................................................................Error! Bookmark not defined.

xxv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Turunan adalah salah satu cabang ilmu matematika yang digunakan untuk
menyatakan hubugan kompleks antar satu variabel dengan satu atau beberapa variabel
bebas lainnya.

Konsep turunan sebagai bagian utama dari kalkulus dipikirkan pada saat yang
bersamaan oleh newton dan Leibniz dari tahun 1665 sampai dengan tahun 1675 sebagai
suatu alat untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam geometri dan mekanika. Sir Isaac
Newton (1642- 1727), ahli matematika dan fisika bangsa inggris Gottfried Wilhelm
Leibniz (1646 – 1716), ahli matematika bangsa jerman dikenal sebagai ilmuan yang
menemukan kembali kalkulus. Kalkulus memberikan bantuan tak ternilai pada
perkembangan beberapa cabang ilmu pengetahuan lain. Dewasa ini kalkulus digunakan
sebagai suatu alat bantu yang utama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

i
Konsep turunan fungsi secara universal banyak sekali digunakan dalam
bidang ekonomi untuk menghitung biaya marjinal, biaya total atau total penerimaan, dalam
bidang biologi untuk menghitung laju pertumbuhan organisme, dalam bidang fisika untuk
menghitung kepadatan kawat, dalam bidang kimia untuk menghitung laju pemisahan,
dalam bidang geografidan sosiologi untuk menghitung laju pertumbuhan penduduk dan
masih banyak lagi. Differensial atau turunan merupakan dasar pertama dari kalkulus.
Kalkulus merupakan Bahasa matematika yang menjelaskan tentang fenomena alam yang
mengalami perubahan terhadap fungsi tertentu. Kalkulus sangat berperan penting dalam
berbagai hal, baik itu differensial ataupun integral, keduanya sangat berperan penting
dalam ilmu fisika, engineering, ekonomi, dan lain-lain.

APLIKASI TURUNAN
Turunan memiliki banyak aplikasi dalam bidang kuantitatif. Salah satunya adalah hukum
gerak Newton yang kedua yang menyatakan bahwa turunan dari momentum suatu benda
sama saja dengan gaya yang diberikan kepada benda. Laju reaksi dari reaksi kimia juga
termasuk turunan.
Dengan fungsinya dalam bidang ekonomi, turunan juga dapat memberikan cara dan
strategi yang terbaik untuk perusahaan yang sedang dalam persaingan. Turunan dapat

ii
menghitung efektivitas waktu dan tenaga kerja agar biaya menjadi minimum. Kemudian,
turunan juga dapat menghitung berapa jam pabrik harus bekerja agar keuntungan menjadi
maksimal. Sebagai contoh:

B. SEJARAH PERKEMBANGAN TURUNAN

a. Pada zaman kuno, pemikiran integral kalkus sudah muncul, tetapi belum dikembangkan
dengan cara yang baik dan lebih teratur. Fungsi utama dari integral kalkus adalah
perhitungan volume dan luas yang dtemkan kembali pada papirus moskwa mesir. Pada
papirus tersebut, orang mesir dapat menghitung volume pirama yang mereka bangun.
Selanjutnya, archimedes mengembangkan pemikiran ini lebih jauh lagi

b. Pada zaman pertengahan, matematikawan yang berasal dari india, bernama aryabhata,
menggunakan konsep kecil tak terhingga pada tahun 499 dan menunjukkan masalah
astronomi dalam bentuk persamaan diferensial dasar. Persamaan ini kemudian membawa
bashkara II pada abad ke-12 melakukan perkembangan terhadap bentuk awal turunan.

c. Pada abad ke-12, seorang persia bernama sharaf al-din al-tusi menemukan turunan dari
fungsi kubik, sebuah hasil yang penting dalam kalkulus diferensial. Leibniz dan newton
mendorong pemikiran-pemikiran ini bersama sebagai sebuah kesatuan dan kedua orang
tersebut dianggap sebagai penemu kalkulus secara terpisah dalam waktu yang hampir
bersamaan.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Turunan
Turunan adalah pengukuran terhadap bagaimana fungsi berubah seiring perubahan nilai
input. Secara umum, turunan menyatakan bagaimana suatu besaran berubah akibat perubahan
besaran lainnya; contohnya, turunan dari posisi sebuah benda bergerak terhadap waktu
adalah kecepatan sesaat objek tersebut.
Turunan juga dapat didefinisikan sebagai adalah laju sesaat perubahan fungsi f(x) pada
interval x2 dan x1 yang mendekati nol. Laju rata-rata perubahan fungsi
Jika x1 = a, x2 = a + b, dan a adalah domain dari f(x), maka:
∆y = f(x2) - f(x1) = f(a+b) - f(a)
∆x x2 - x1 (a+b) – a

Laju sesaat perubahan fungsi (turunan) Adalah nilai limit dari laju rata-rata perubahan
fungsi f(x) pada interval x2 dan x1 mendekati nol. Jika x1 = a, x2 = a + b, a adalah domain
dari f(x), dan nilai b mendekati nol, maka:

iv
B. Macam – Macam Turunan
1. Turunan suatu fungsi
Adalah fungsi lain dari fungsi sebelumnya misalnya fungsi f menjadi f’ yang
mempunyai nilai tidak beraturan.

2. Turunan fungsi Trigonometri


Adalah proses matematis untuk menemukan turunan suatu fungsi trigonometri atau
tingkat perubahan terkait dengan suatu variabelnya. Fungsi trigonometri yang umum
digunakan adalah sin (x), cos (x) dan tan (x). contohnya, turunan ’’f(x) = sin (x)” dituliskan
“ f'(a) = cos (a)”. “ f'(a)” adalah tingkat perubahan sin (x) dan titik “a”.
Semua turunan fungsi trigonometri dapat ditemukan dengan menggunakan turun sin
(x) dan cos (x). kaidah hasil bagi lalu digunakan untuk menemukan turunannya. Sementara
itu, turunan fungsi trigonometri invers membutuhkan diferensiasi implisit dan turunan
fungsi trigonometri biasa.

3. Turunan Fungsi Logaritma


Adalah operasi turunan matematika yang merupakan kebalikan (atau invers) dari
eksponen atau pemangkatan.

v
4. Turunan Fungsi Implisit
Adalah fungsi yang memuat dua variabel atau lebih, variabel-variabel tersebut terdiri
dari veriabel bebas dan variabel tidak bebas, biasanya variabel – variabel tersebut
dinyatakan dalam x dan y yang terletak didalam satu ruas sehingga tidak dapat dipisahkan
menjadi ruas yang berbeda (ruas kiri dan ruas kanan) seperti halnya fungsi eksplisit.
Secara umum bentuk turunan fungsi implisit adalah f(x,y) = 0, mencari turunan
fungsi implisit sama dengan mencari solusi bentuk umumnya dan prinsipnya tidak jauh
berbeda dengan mencari turunan fungsi biasa.

5. Turunan Fungsi Eksponen


Adalah turunan yang diperoleh dari turunan fungsi logaritma melalui proses invers
dan juga salah satu fungsi yang paling penting dalam matematika. Biasanya, ditulis dengan
notasi exp(x) atau 𝑒 𝑥 , dimana e adalah basis logaritma natural yang kira – kira sama
dengan 2.71828183 sebagai fungsi variabel bilangan real x, grafik 𝑒 𝑥 selalu positif (berada
di atas sumbu x) dan nilainya bertambah (dilihat dari kiri ke kanan). Grafiknya tidak
menyentuh sumbu x, namun mendekati sumbu tersebut secara asimptotik. Invers dari
fungsi ini, logaritma natural, atau In(x), didefinisikan untuk nilai x yang positif

vi
6. Turunan Fungsi Siklometri
Adalah invers dari trigonometri

7. Turunan Fungsi Hiperbolik


Adalah salah satu hasil kombinasi dari fungsi – fungsi eksponen. Fungsi hiperbolik
memiliki rumus atau formula. Selain itu memiliki invers serta turunan dan anti turunan
fungsi hiperbolik dan inveersnya. e x 𝑒 − x.

8. Turunan Tingkat Tinggi


Adalah adalah turunan kedua dari fungsi f(x) didapatkan dengan menurunkan sekali
lagi bentuk turunan pertama. Demikian seterusnya untuk turunan ke-n didapatkan dari
penurunan bentuk turunan ke-(n-1).

vii
9. Turunan Fungsi Dalam Bentuk Parameter
Adalah turunan fungsi yang mempunyai bentuk x = f(t) dan y = g(t) maka persamaan
ini disebut paremeter dari x dan y, dan tdi disebut parameter. Dari bentuk parameter ini
dapat dicari dx dan dy dengan cara sebagai berikut . dari x= f(t) dibentuk t= h(x) dengan h
fungsi invers dari f. nampah bahwa y = g(t) merupakan bentuk fungsi komposisi y= g(t)=
g(h(x)).

C. Aturan Rantai Untuk Turunan Fungsi Komposisi


Aturan rantai digunakan untuk menentukan turunan komposisi. Misalnya kita akan
mencari turunan dari (x + 2)3 . Untuk menentukan turunan fungsi tersebut, kita bisa saja
mengalikan (x + 2) terlebih dahulu sebanyak 3 kali. Sampai disini kegunaan aturan rantai
belum begitu terasa. Akan tetapi, coba bayangkan jika fungsi yang akan dicari turunannya
adalah g (x) = (x + 2)10 . Sangat tidak efisien, jika kita kita menguraikannya terlebih dahulu.
Risiko kesalahannya pun menjadi lebih besar.
Contoh diatas masih dapat diselesaikan tanpa menggunakan aturan rantai, meskipun
akan memakan waktu yang cukup lama. Namun, terdapat fungsi-fungsi tertentu yang memang
sulit atau bahkan tidak bisa dicari turunannya tanpa menggunakan aturan rantai. Salah satunya
adalah fungsi
𝑓(𝑥) = √2𝑥 2 + 1.

viii
Nah, melalui uraian diatas kita pasti menyadari bahwa aturan rantai sangat membantu
dalam menentukan turunan suatu fungsi.

D. Penggunaan Turunan
1. Persamaan Garis Singgung dan perubahan nilai
Garis singgung sebuah kurva didapat dengan cara menggeser garis potong secara
perlahan-lahan hingga menuju suatu limit tertentu. Pada gambar di bawah, garis potong PQ
kurva f(x) diputar sehingga menjadi garis singgung di titik P. Kedua garis, yaitu garis
singgung dan garis potong, mempunyai kemiringan yang disebut slope. Kemiringan garis
potong dinamakan msec dan kemiringan garis singgung dinamakan mtan. Kemiringan
garis potong adalah selisih jarak vertikal dibagi dengan selisih jarak horizontal, atau
𝑓(𝑥1)−𝑓(𝑥0)
𝑚𝑠𝑒𝑐 = .
𝑥1 −𝑥0

Jika kita misalkan x1 menuju x0 maka f(x1) akan menuju f(x0). Jadi kemiringan
sebuah garis singgung dapat didefinisikan
𝑓 𝑥1 −𝑓𝑥0
𝑚𝑡𝑎𝑛 = lim
𝑥1 →𝑥0 𝑥1 − 𝑥0

Rata-rata dan Kecepatan


Seketika Hal sama juga berlaku untuk kecepatan pada sebuah gerakan perpindahan
benda. Jika dimisalkan sebuah benda bergerak dari s0 ke s1 pada waktu t0 ke t1, maka
kecepatan didefinisikan
𝑠1− 𝑠0 𝑓 (𝑡1 )−𝑓 (𝑡0
𝑣𝑎𝑣𝑒 = =
𝑡1 −𝑡0 𝑡1 −𝑡0

ix
Meskipun kecepatan rata-rata digunakan penuh untuk beberapa kepentingan hal
tersebut tidak selalu mempunyai arti yang sama dalam masalah-masalah fisika. Sebagai
contoh jika mobil menabrak pohon, kerusakan tidak ditentukan oleh kecepatan rata-rata
hingga waktu bertubrukan tapi oleh kecepatan seketika pada saat kejadian tepat pada saat
tubrukan.

2. Persamaan Garis Normal


Persamaan garis normal adalah garis yang tegak lurus dengan garis singgung suatu
kurva misalkan garis singgung kurva 𝑚1 dan gradien garis normal 𝑚2, maka : 𝑚1 . 𝑚2= -1.
Persamaan garis Normal yang memiliki gradien garis. Gradien garis normal bisa kita
dapatkan, yaitu.
𝟏
Gradien Garis Normal = − 𝒎

M = Gradien garis singgung

Untuk mencari persamaan garis normal kita bisa gunakan rumus :

𝟏
𝒚 − 𝒚𝟎 = − (𝒙 − 𝒙𝟎 )
𝒎

Jika 𝑓 (𝑥) mempunyai turunan 𝑓 ′ (𝑥0 ) pada titik 𝑥 = 𝑥0 maka kurva 𝑦 =


𝑓 (𝑥)mempunyai garis normal di titik 𝑝0 (𝑥0 𝑦0 ) dalam hal ini ada 3 kasus ∶

1) 𝑥 = 𝑥0 ; Garis Normal tegak lurus sumbu x.

1
2) 𝑦 − 𝑦0 = − (𝑥 − 𝑥0 )
𝑚

3) 𝑦 = 𝑦0 ; Garis Normal sejajar sumbu x

3. Sudut Perpotongan Dua Kurva


Sudut Perpotongan dua kurva adalah sudut-sudut antara garis –garis singgung kurva
pada titik-titik perpotongannya, untuk menentukan sudut perpotongan dua kurva :

 Selesaikan persamaannya secara simultan untuk mencari titik – titik potongnya.

x
 Carilah kemiringan 𝑚1 𝑑𝑎𝑛 𝑚2 dari garis singgung pada kedua kurva disetiap titik
potongnya.
 Jika 𝑚1 = 𝑚2 sudut peerpotongannya ialah ϕ = 0 ̊ ,
jika 𝑚1 = −1/𝑚2 sudut perpotongan sama dengan 90 ̊
contoh gambar perpotongan dua kurva

4. Nilai Maksimum dan Nilai Minimum


Nilai maksimum suatu fungsi adalah nilai paling besar dari fungsi untuk semua
daerah asal.
Nilai Minimum suatu fungsi adalah nilai terkecil dari sebuah fungsi pada daerah
domain fungsi tersebut
Maksimum dan Minimum suatu fungsi pada himpunan tertentu. Andaikan S adalah daerah
asal F yang memuat titik c. kita katakan bahwa

 f(c) adalah nilai maksimum f pada S jika f (c) ≥ f(x) untuk semua x di S.
 f(c) adalah nilai minimum f pada S jika f(c) ≤ f(x) untuk semua x di S.
 f(c) adalah nilai ekstrim f pada S jika f (c) adalah nilai maksimum atau minimum.
Teorema Titik Kritis
Andaikan faktor didefinisikan pada selang I yang memuat titik c. jika f adalah titik
ekstrim, maka c haruslah suautu titik kritis, yakni c berupa salah satu dari:
 Titik ujung dari selang interval

xi
 Titik Stasioner dari F ( 𝑓 ′ (𝑥) = 0)

 Titik Singular dari f (𝑓 ′ (𝑥) tidak ada )

Prosedur mencari nilai maksimum dan nilai minimum


 Carilah titik kritis (titik-titik ujung selang interval, titik stasioner
( 𝑓 ′ (𝑐) = 0 ), dan titik singular ( 𝑓 ′ (𝑐) tidak ada ) dari fungsi f(x) pada selang interval.
 Hitunglah nilai faktor pada setiap titik kritis, nilai yang terbesar adalah nilai maksimum
dan nilai yang terkecil adalah nilai minimum.

xii
5. Kemonotonan, Kecekungan, dan Titik Balik
Andaikan 𝒇 tersefinisi pada selang I ( terbuka, tertutup, atau tak satu pun) kita katakan
bahwa :
 f adalah naik pada I jika untuk setiap pasang bilangan 𝑥1 𝑑𝑎𝑛 𝑥2 dalam I,
𝒙𝟏 < 𝒙𝟐 → 𝒇(𝒙𝟏 ) < 𝒇(𝒙𝟐 )

 𝒇 adalah turun pada I jika untuk setiap pasang bilangan 𝑥1 dan x2 dalam I
𝒙𝟏 < 𝒙𝟐 → 𝒇(𝒙𝟏 ) < 𝒇(𝒙𝟐 )
 f monoton murni pada I jika ia naik pada I atau turun pada I
bagaimana kita memutuskan bagaimana suautu fungsi naik ? seseorang mungkin
menyarankan bahwa kita menggambar grafiknya dan memperhatikannya. Tetapi sebuah
grafik biasanya dengan merajah beberapa titik dan menghubungkan titik-titik tersebut dengan
suautu kurva mulus. Siapa yang dapat yakin bahwa grafik tif grafik yang tidak bergoyang
diantara titik- titik yang tidak bergoyang diantara titik-titik yang dirajah.
Ingat kembali bahwa turunan pertama 𝑓 ′ (𝑥) memberi kita kemiringan dari garis
singgung pada grafik f di titik x. kemudian jika 𝑓 ′ (𝑥) > 0, garis singgung naik kekanan.
Serupa , jika 𝑓 ′ (𝑥) < 0, garis singgung jatuh kekanan. Fakta-fakta ini membuat teorema
berikut secara intiusi jelas.
 Teorema Kemonotan.
Andaikan f konti nu pada selang I dan dapat didiferensialkan pada setiap dalam diri I
I. jika 𝑓 ′ (𝑥) > 0 untuk semua titik dalam x dari I , maka f naik pada I
II. jika 𝑓 ′ (𝑥) > 0 untuk semua titik dalam x dari I , maka f turun pada I
teorema ini biasanya membolehkan kita secara persis menentukan dimana suatu fungsi
yang teridiferensial naik dan dimana ia turun. Ini masalah penyelesaian dua pertidaksamaan.

 Teorema Kecekungan
Andai f terdiferensialkan dua kali pada selang terbuka (a,b)
I. Jika f “ (x) > 0 untuk semua x dalam (a,b) maka F cekung keatas pada (a,b)
II. Jika f “ (x) > 0 untuk semua x dalam (a,b) maka F cekung kebawah pada (a,b)

 Titik Balik

xiii
Andaikan f kontinu di c, kita sebut (c, f(c)) suautu titik balik dari grafik f jika f cekung
keatas pada satu sisi dan cekung kebawah pada sisi lainnya dari c.

Langkah – langkah menentukan titik balik


I. Cari nilai-nilai x dengan f” (x)= 0.
II. Periksa apakah nilai-nilai tersebut merupakan titik balik.

E. Teknik – Teknik Turunan


Untuk menentukan turunan sebuah fungsi, untuk fungsi-fungsi yang lebih rumit,
digunakan teknik differensial. Ada 7 (tujuh) teorema dasar yang dapat digunakan untuk
mencari turunan sebuah fungsi aljabar. Tujuh teorema di bawah ini merupakan dasar dalam
menguasai teknik differensial.
1. Teorema 1
Jika f adalah sebuah fungsi konstan, dikatakan f(x) = C untuk semua nilai x, maka :
𝑑
[𝑐] = 0
𝑑𝑥
2. Teorema 2
Jika n adalah bilangan bulat positif, maka :
𝑑
[𝑥 𝑛 ] = 𝑛𝑥 𝑛−1
𝑑𝑥

xiv
3. Teorema 3
Misalkan C adalah konstanta. Jika f adalah differensiabel pada x maka c.f juga
differensiabel pada x, maka :
𝑑 𝑑
[𝑐𝑓(𝑥)] = 𝑐 [ 𝑓 (𝑥)]
𝑑𝑥 𝑑𝑥
4. Teorema 4
Jika f dan g adalah differensiabel pada x, maka f + g juga differensiabel pada x :
𝑑 𝑑 𝑑
[ 𝑓(𝑥) + 𝑔 (𝑥)] = [ 𝑓(𝑥)] + [𝑔(𝑥)]
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥

5. Teorema 5
Jika f dan g adalah differensiabel, maka f.g juga differensiabel pada x :
𝑑 𝑑 𝑑
[ 𝑓(𝑥) + 𝑔 (𝑥)] = 𝑓 (𝑥) [𝑔 (𝑥)] + 𝑔(𝑥) [𝑓(𝑥)]
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥

6. Teorema 6
Jika f dan g adalah fungsi yang differensiabel pada x dan g(x) ≠ 0, maka f/g differensiabel
pada x :
𝑑 𝑑
𝑑 𝑓(𝑥) 𝑔(𝑥). [𝑓(𝑥)] − 𝑓(𝑥). [ 𝑔 (𝑥)]
[ ]= 𝑑𝑥 𝑑𝑥
𝑑𝑥 𝑔 (𝑥) [𝑔 (𝑥)]2
7. Teorema 7
Jika g differensiabel pada x dan g(x) ≠ 0, maka 1/g(x) adalah differensiabel pada x :
𝑑
𝑑 1 [ 𝑔(𝑥)]
[ ]=− 𝑑𝑥
𝑑𝑥 𝑔 (𝑥) [𝑔 (𝑥)]2

F. Contoh Soal
1. Contoh Soal Turunan Mudah

Soal No. 1
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:
a) f(x) = 3x4 + 2x2 − 5x
b) f(x) = 2x3 + 7x

xv
Pembahasan
Rumus turunan fungsi aljabar bentuk axn

Sehingga:
a) f(x) = 3x4 + 2x2 − 5x
f ‘(x) = 4⋅3x4− 1 + 2⋅2x2−1 − 5x1-1
f ‘(x) = 12x3 + 4x1 − 5x0
f ‘(x) = 12x3 + 4x − 5
b) f(x) = 2x3 + 7x
f ‘(x) = 6x2 + 7

Soal No. 2
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:
a) f(x) = 10x
Pembahasan
a) f(x) = 10x
f(x) = 10x1
f ‘(x) = 10x1−1
f ‘(x) = 10x0
f ‘(x) = 10

Soal No. 3
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:
a) f(x) = 5(2x2 + 4x)
b) f(x) = (2x + 3)(5x + 4)

Pembahasan
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:
a) f(x) = 5(2x2 + 4x)
f(x) = 10x2 + 20x
f ‘ (x) = 20x + 20
b) f(x) = (2x + 3)(5x + 4)
Urai terlebih dahulu hingga menjadi
f (x) = 10x2 + 8x + 15x + 12
f (x) = 10x2 + 13x + 12
Sehingga
f ‘ (x) = 20x + 13

Soal No.4
Persamaan garis yang menyinggung kurva y = x3 + 2x2 − 5x di titik (1, −2) adalah....

xvi
Pembahasan
Tentukan dulu gradien garis singgung
y = x3 + 2x2 − 5x
m = y ' = 3x2 + 4x − 5
Nilai m diperoleh dengan memasukkan x = 1
m = 3(1)2 + 4(1) − 5 = 2
Persamaan garis dengan gradiennya 2 dan melalui titik (1, −2) adalah
y − y1 = m(x − x1)
y − (−2) = 2(x − 1)
y + 2 = 2x − 2
y = 2x – 4

Soal No. 5

Soal No. 6
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut: f(x) = 10x
Pembahasan :
f(x) = 10x
⇔f(x) = 10x1
⇔f'(x) = 10x1−1
⇔f'(x) = 10x0
⇔f'(x) = 10

Soal No. 7

Carilah turunan pertama f'(x) dari fungsi-fungsi di bawah ini : f(x) = x4

pembahasan :

f(x) = x4
⇔ f'(x) = 4x3

xvii
Soal No. 8

Carilah Turunan Kedua (f"(x)) dari fungsi f(x) = 4x3 - 3x2 + 8x – 5

Pembahasan:

f(x) = 4x3 - 3x2 + 8x - 5


f'(x) = 4.3x(3-1) - 3.2x(2-1) + 8 - 0
f'(x) = 12x2 -6x + 8
f"(x) = 12.2x(2-1) - 6 + 0
f"(x) = 24x – 6

Soal No. 9

Carilah turunan f'(x) untuk f(x) = (x2 + 2x + 3)(4x + 5)

Pembahasan:

Misal :
u = (x2 + 2x + 3)
v = (4x + 5)
Sehingga didapatkan
u' = 2x + 2
v' = 4
Kemudian kita masukkan ke dalam rumus f'(x) = u'v + uv' sehingga turunannya menjadi :
f'(x) = (2x + 2)(4x + 5) + (x2 + 2x + 3)(4)
f'(x) = 8x2 + 10x + 8x + 10 + 4x2 + 8x + 12
f'(x) = 8x2 + 4x2 + 10x + 8x + 8x + 10 + 12
f'(x) = 12x2 + 26x + 22

Soal No. 10

Jarak yang ditempuh sebuah mobil dalam waktu t ditentukan oleh fungsi:
S(t) = 3t2 - 24t + 5

Hitunglah nilai t untuk mendapatkan kecepatan maksimum mobil tersebut

Pembahasan

Untuk mencari kecepatan maksimum, maka persamaan tersebut harus diturunkan:


S(t) = 3t2 - 24t + 5
S'(t) = 2.3t(2-1) - 1.24t(1-1) + 0
S'(t) = 6t - 24 = 0
6t = 24
24
t= = 4 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
6

xviii
2. Contoh soal turunan Susah (Sedang)
Soal No. 1
Carilah turunan f'(x) dari fungsi-fungsi trigonometri dibawah ini :
a. f(x) = 4 sin x
b. f(x) = 3 cos x
c. f(x) = -2 cos x
d. f(x) = 2 sec x
e. f(x) = 2 csc x

Pembahasan
a. f(x) = 4 sin x → f'(x) = 4 cos x
b. f(x) = 3 cos x → f'(x) = -3 sin x
c. f(x) = -2 cos x → f'(x) = -2 (-sin x) → f'(x) = 2 sin x
d. f(x) = 2 sec x → f'(x) = 2 sec x . tan x
e. f(x) = 2 csc x → f'(x) = 2 (-csc x . cos x) → f'(x) = -2 csc x . cot x

Soal No. 2
Carilah turunan f'(x) dari fungsi-fungsi trigonometri dibawah ini :
a. f(x) = sin 6x + cos 6x
b. f(x) = 3x4 + sin 2x + cos 3x
c. f(x) = tan 5x + sec 2x

Pembahasan
a. f(x) = sin 6x + cos 6x → f'(x) = 6 cos 6x - 6 sin 6x
b. f(x) = 3x4 + sin 2x + cos 3x → f'(x) = 12x3 + 2 cos 2x - 3 sin 3x
c. f(x) = tan 5x + sec 2x → f'(x) = 5 sec2 5x + sec 2x . tan 2x

Soal No. 3
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut :
y = 1 + cos x sin x
Pembahasan
Misal :
u = 1 + cos x ⇒ u' = -sin x
v = sin x ⇒ v' = cos x
Maka :
y' = u' . v + u . v'v2
y' = -sin x (sin x) − (1 + cos x) (cos x)sin2 x
y' = -sin2 x − cos2 x − cos xsin2 x
y' = -(sin2 x + cos2 x) − cos xsin2 x
y' = -(1) - cos x1 - cos2 x
y' = -(1 + cos x)(1 − cos x).(1 + cos x)
y' = -11 − cos x
y' = 1cos x – 1

xix
Soal No. 4
Suatu proyek pembangunan gedung sekolah dapat diselesaikan dalam x hari

dengan biaya proyek perhari ratus ribu rupiah.

Agar biaya minimum maka proyek tersebut diselesaikan dalam waktu....

Pembahasan
Tentukan dulu fungsi biaya proyek dalam x hari, kalikan biaya pada soal dengan x

Biaya minimum tercapai saat turunannya = 0,

Soal No. 5
Persamaan garis yang menyinggung kurva y = x3 + 2x2 − 5x di titik (1, −2) adalah....

Pembahasan
Tentukan dulu gradien garis singgung
y = x3 + 2x2 − 5x
m = y ' = 3x2 + 4x − 5

Nilai m diperoleh dengan memasukkan x = 1


m = 3(1)2 + 4(1) − 5 = 2

Persamaan garis dengan gradiennya 2 dan melalui titik (1, −2) adalah
y − y1 = m(x − x1)
y − (−2) = 2(x − 1)
y + 2 = 2x − 2
y = 2x – 4

xx
Soal No. 6
Jika y = x² sin 3x, maka dy/dx = .....
Pembahasan:

y = x² sin 3x
Misalkan:
u(x) = x² maka u'(x) = 2x
v(x) = sin 3x maka v'(x) = 3 cos 3x
y = u(x) . v(x)
y' = u'(x).v(x) + u(x).v'(x)
= 2x . sin 3x + x². 3 cos 3x
= 2x sin 3x + 3x²cos 3x

Soal No 7

Turunan pertama fungsi y = cos (2x³ - x²) ialah.....

Pembahasan:
y = cos (2x³ - x²)
Misalkan:
u(x) = 2x³ - x² maka u'(x) = 6x² - 2x
y = cos u(x)
y' = -sin u(x) . u'(x)
y' = -sin (2x³ - x²) . (6x² - 2x)
y' = -(6x² - 2x).sin(2x³ - x²)

Soal No. 8
Diketahui fungsi F(x) = sin²(2x + 3) dan turunan pertama dari F adalah F'. Maka F'(x) =.....
Pembahasan:

F(x) = sin²(2x + 3)
Misalkan:
u(x) = sin (2x + 3), maka:
u'(x) = cos (2x + 3) . 2
= 2cos (2x + 3)
(2 berasal dari turunan (2x + 3))
F(x) = [u(x)]²
F'(x) = 2[u(x)]¹ . u'(x)
= 2sin (2x + 3) . 2cos (2x + 3)
= 4sin (2x + 3) cos (2x + 3)

xxi
Soal No. 9

Diketahui f(x) = sin³ (3 - 2x). Turunan pertama fungsi f adalah f' maka f'(x) = ..

Pembahasan:

f(x) = sin³ (3 - 2x)


Misalkan:
u(x) = sin (3 - 2x), maka:
u'(x) = cos (3 - 2x) . (-2)
u'(x) = -2cos (3 - 2x)
(-2 berasal dari turunan (3-2x))
f(x) = [u(x)]³
f'(x) = 3[u(x)]² . u'(x)
f'(x) = 3sin²(3 - 2x) . -2cos (3 - 2x)
= -6 sin²(3 - 2x) . cos (3 - 2x)
= -3 . 2 sin (3 -2x).sin (3 -2x).cos (3 - 2x)
= -3 . sin (3 - 2x). 2 sin (3 - 2x).cos (3 - 2x)
(ingat: sin 2x = 2 sin x.cos x)
= -3 sin (3 - 2x) sin 2(3 - 2x)
= -3 sin (3 - 2x) sin (6 - 4x)

Soal No. 10

Turunan pertama dari F(x) = sin³ (5 - 4x) adalah F'(x) = ..

Pembahasan:
F(x) = sin³ (5 - 4x)
Misalkan:
u(x) = sin (5 - 4x), maka:
u'(x) = cos (5 - 4x) . (-4)
u'(x) = -4cos (5 - 4x)
(-4 berasal dari turunan (5 - 4x))
f(x) = [u(x)]³
f'(x) = 3[u(x)]² . u'(x)
f'(x) = 3sin²(5 - 4x) . -4cos (5 - 4x)
= -12 sin²(5 - 4x) . cos (5 - 4x)
= -6 . 2 sin (5 - 4x).sin (5 - 4x).cos (5 - 4x)
= -6 . sin (5 - 4x). 2 sin (5 - 4x).cos (5 - 4x)
(ingat: sin 2x = 2 sin x.cos x)
= -6 sin (5 - 4x)) sin 2(5 - 4x)
= -6 sin (5 - 4x) sin (10 - 8x)

xxii
3. Contoh soal turunan sangat susah
Soal pertama

Pembahasan

Soal kedua

Pembahasan

xxiii
Soal Ketiga

Pembahasan

Contoh Soal 4
Turunan pertama dari fungsi implisit (x + 2y)^8 adalah…
Penyelesaian:

xxiv
Contoh Soal 5
Nyatakan dalam dy/dx, turunan fungsi implisit x³ + 5 ln xy – 3xy^-1 = -Penyelesaian:

Contoh soal 6

Contoh Soal 7

Jika n suatu bilangan bulat, maka berlaku

xxv
Contoh Soal 8
Jika f(x) = sinx+cosxsinx, sin x ≠ 0 dan f' adalah turunan f, maka f'(π2) =
Pembahasan:

f(x) = sinx+cosxsinx
Misalkan:
* u(x) = sin x + cos x , maka:
u'(x) = cos x - sin x
* v(x) = sin x, maka v'(x) = cos x
f(x) = u(x)v(x)
f'(x) = u′(x).v(x)−u(x).v′(x)[v(x)]2
= (cosx−sinx).(sinx)−(sinx+cosx).(cosx)[sinx]2
f'(π2) = (cosπ2−sinπ2).(sinπ2)−(sinπ2+cosπ2).(cosπ2)[sinπ2]2
f'(π2) = (0−1).(1)−(1+0).(0)(1)2
f'(π2) = −1−01
f'(π2) = -1

Contoh Soal 9

Jika f(x) = a tan x + bx dan f'(π4) = 3, f'(π3) = 9, maka (a + b) = .....

Pembahasan:

f(x) = a tan x + bx
f'(x) = a . 1cos2x + b
f'(π4) = a . 1cos2π4 + b
<=> 3 = a . 1((√2)/2)2 + b
<=> 3 = 2a + b ............(1)
f'(π3) = a . 1cos2π3 + b
<=> 9 = a . 1(½)2 + b
<=> 9 = 4a + b..............(2)

Eliminasi persamaan (1) dan (2) diperoleh:


2a + b = 3
4a + b = 9 -
<=> -2a = -6
<=> a = -6/-2
<=> a = 3

Subtitusi nilai a = 3 ke persamaan (1), diperoleh:

xxvi
2(3) + b = 3
6+b=3
b=3-6
b = -3
Jadi, a + b = 3 + (-3) = 0

Soal No. 10

Jika f(x) = -(cos² x - sin²x), maka f'(x) adalah.....


Pembahasan:
f(x) = -(cos² x - sin²x)
f(x) = -((1 - sin²x) - sin²x)
f(x) = -(1 - 2sin²x)
f(x) = 2sin²x - 1
Misalkan:
u(x) = sin x, maka u'(x) = cos x
f(x) = 2[u(x)]² - 1
f'(x) = 4 . u(x)¹. u'(x) - 0
f'(x) = 4 sin x cos x

xxvii
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Materi Turunan atau diferensial sangat penting dikuasai, dengan menguasai materi
ini kita bisa dengan mudah menyelesaikan soal limit dan integral. Penggunaan turunan
fungsi dapat berupa nilai persamaan garis singgung dan kurva.
Dengan mempelajari Diferensial kalkulus, dapat membantu arsitek dalam membuat
konstruksi bangunan, dalam melakukan pencampuran bahan bangunan, dalam membuat
tiang tiang, langit langit pada bangunan,. Penggunaan lain dalam difererensial kalkulus
yaitu, dalam pembuatan pesawat, kapal dengan menggunakan diferensial kalkulus. Turunan
juga memiliki fungsi penting apalagi nantinya akan berguna dalam bidang ekonomi, dalam
menhitung nilai minimum dan maksimum sebuah keuangan.

B. SARAN
Mempelajari turunan tidaklah sulit, hanya saja perlu ketelitian agar turunan yang
dihasilkan nanti benar. Apalagi turunan hanya menggunakan konsep hitung yang dasar
seperti perkalian, pembagian, atau pertambahan dan perngurangan. Tanpa ketelitian
mengerjakan turunan memang terkadang sulit dan perlu diperiksa ulang hingga benar.

xxviii
DAFTAR PUSTAKA

Matematika teknik rekayasa sains, bandung

Putra, 2004. Matematika 2B. Jakarta. Grasindo.


Mahmudi,Sri Harini.2006.Matematika Sekolah Menengah Atas.Jakarta.Widya Utama

http://matemakita.com/turunan-diferensial/penggunaan-konsep-turunan.php

http://matemakita.com/latihan/soal-penggunaan-turunan.php diakses

http://rumushitung.com/2014/01/14/rumus-turunan-diferensial-matematika/

http://matemakita.com/turunan-diferensial/definisi-turunan.php

http://www.youtube.com/watch?v=T-ppz5doXUQ
:https://www.e-sbmptn.com/2014/12/soal-fungsi-turunan-matematika-dan.html

http://ilmuku-duniaku14.blogspot.com/2018/07/soal-dan-pembahasan-turunan-fungsi.html

https://www.google.com/search?safe=strict&ei=Hm6wXJeuIJjhz7sPkraa8A0&q=soal+turunan+
susah&oq=soal+turunan+susah&gs_l=psy-
ab.3..0j0i22i30.7724.12650..13540...1.0..0.363.2922.6j13j1j1....2..0....1..gws-
wiz.......33i21j0i19j0i131.btcki7fv-Wc

xxix
BAB III
MATRIKS

xxx
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI............................................................................................................................................ xxxi
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................................... 1
B. Masalah ............................................................................................................................................... 2
C. Tujuan masalah ................................................................................................................................. 2
BAB. II ........................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .............................................................................................................................................. 3
A. Sejarah Matriks .................................................................................................................................... 3
B. Definisi Matriks .................................................................................................................................. 5
C. Sifat-Sifat Matriks.............................................................................................................................. 8
D. Macam-macam Matriks .................................................................................................................... 9
E. Operasi Pada Matriks ...................................................................................................................... 11
F. Determinan Matriks ......................................................................................................................... 15
G. Invers Matriks .................................................................................................................................. 17
H. Adjoin Pada Matriks ....................................................................................................................... 23
I. Nilai dan vektor Eigen ...................................................................................................................... 28
BAB III....................................................................................................................................................... 33
SOAL-SOAL ............................................................................................................................................. 33
A. ContohSoal mudah........................................................................................................................ 33
B. Contoh Soal Sedang ...................................................................................................................... 40
C. Contoh Soal Sulit........................................................................................................................... 47
BAB IV ....................................................................................................................................................... 57
PENUTUP.................................................................................................................................................. 57
A. Kesimpulan ...................................................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 58

xxxi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika berasal dari bahasa latin Manthanein atau Mathema yang


berarti “belajar atau hal yang dipelajari”. Sedangkan matematika di dalam bahasa
belanda dikenal dengan sebutan wiskunde yang memiliki arti “ilmu pasti”. Jadi
secara umum dapat diartikan bahwa matematika merupakan sebuah ilmu pasti
yang berkenaan dengan penalaran.
Minimnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika menimbulkan
kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika tidak hanya disebabkan oleh
siswa itu sendiri, tetapi didukung juga oleh ketidak mampuan guru menciptakan
situasi yang dapat membuat siswa tertarik pada pelajaran matematika.
Dalam pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA), matriks
merupakan materi yang harus dipelajari karena materi ini selalu muncul dalam
soal Ujian Nasional (UN), khusus untuk materi matriks ditemukan banyak
kendala dalam mempelajarinya.
Impilikasi dirasakan oleh tenaga pengajar (guru) berupa kendala dan
hambatan dalam mengajarkan konsep Matriks. apabila guru menerapkan materi
yang telah direncanakan, maka sebagian siswa tidak dapat mengikuti dan
memahami dengan baik materi tersebut, sehingga pada saat diberikan soal-soal
untuk diselesaikan, banyak diantara mereka yang kurang mampu atau mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal tersebut.
Disini penulis akan memberikan materi yang berkaitan dengan
pembahasan Matrik untuk memenuhi tugas Pembelajaran Matematika SMA.

1
B. Masalah

1. Apa pengertian Matriks atau pengertian matrik?


2. Apa jenis-jenis matrik?
3. Bagaiman menghitung oprasi hitung penjumlahan dan pengurangan matriks?
4. Apa itu transpose matrik dan kesamaan matriks?
5. Bagaiman menyelesaikan soal-soal hitung matrik?

C. Tujuan masalah

1. Mengtiatahui pengertian matriks


2. Mengetahui jenis-jenis matriks
3. Dapat menghitung oprasi penjumlahan dan pengurangan pada matriks
4. Mengetahi matriks tanspose dan kesaman matriks
5. Dapat menyelesaikan soal-soal menghitung matriks.

2
BAB. II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Matriks

Dalam kehidupan sehari – hari, kita sering berhadapan dengan persoalan


yang apabila kita telusuri ternyata merupakan masalah matematika. Dengan
mengubahnya kedalam bahasa atau persamaan matematika, maka persoalan
tersebut lebih mudah diselesaikan. Tetapi, terkadang kita mengalami kesulitan
jika suatu persoalan seringkali memuat lebih dari dua persamaan atau variabel.
Bahkan di negara maju, sering ditemukan model ekonomi yang harus dipecahkan
dengan suatu sistem persamaan dengan pulluhan atau ratusan variabel.
Pada dasarnya, matriks merupakan suatu alat atau instrumen yang cukup ampuh
untuk memecahkan persoalan tersebut. Matriks memudahkan kita untuk membuat
analisis – analisis yang mencakup hubungan variabel – variabel dari suatu
persoalan.
Gagasan matriks pertama kali diperkenalkan oleh Athur Cayley (1821-1895) pada
tahun 1859 di Inggris dalam sebuah studi sistem persamaan linear dan
transformasi linear Namun pada awalanya, matriks hanya dianggap permainan
karna tidak bisa diaplikasikan. Baru pada tahun 1925, 30 tahun setelah Cayley
meninggal, matriks digunakan pada mekanika kuantum. Selanjutnya matriks
mengalami perkembangan yang pesat dan digunakan dalam berbagai bidang.

3
Arthur Cayley merupakan seorang ahli matematika berkebangsaan Inggris.
Dia merupakan orang pertama yang menemukan rumus matriks. Arthur Cayley
lahir di Richmond, London, Inggris, pada tanggal 16 Agustus 1821. Ayahnya,
Henry Cayley, adalah sepupu jauh dari Sir George Cayley sang inovator
aeronautics engineer, dan diturunkan dari keluarga Yorkshire kuno. Ia menetap di
Saint Petersburg, Rusia, sebagai seorang pedagang. Ibunya Maria Antonia
Doughty, putri William Doughty. Arthur menghabiskan delapan tahun
pertamanya di Saint Petersburg.

Dia terus berada di Cambridge selama empat tahun, selama waktu itu dia
mengambil beberapa murid, tapi pekerjaan utamanya adalah persiapan 28 memoir
untuk Journal Matematika. Dia membantu mendirikan sekolah di Inggris modern
matematika murni. Dia bekerja sebagai pengacara selama 14 tahun. Ia
membuktikan teorema Cayley-Hamilton-bahwa setiap matriks persegi akar
polinomial karakteristik sendiri. Dia adalah yang pertama untuk mendefinisikan
konsep grup dengan cara modern-sebagai satu set dengan operasi biner
memuaskan hukum tertentu. Dahulu, ketika matematikawan berbicara tentang
“kelompok”, mereka berarti kelompok permutasi. Pada tahun 1889 Cambridge
University Press meminta dia untuk menyiapkan makalah matematika untuk

4
publikasi dalam permintaan-dikumpulkan membentuk yang ia dihargai sangat
banyak. Mereka dicetak dalam volume kuarto megah, yang tujuh muncul dengan
keredaksian sendiri. Saat mengedit buku ini, ia menderita penyakit internal
menyakitkan, yang ia menyerah pada tanggal 26 Januari 1895, pada tahun ke-74
dari usianya. Ketika pemakaman berlangsung, suatu kumpulan besar bertemu di
Trinity Chapel, terdiri dari anggota Universitas, perwakilan resmi dari Rusia dan
Amerika, dan banyak filsuf yang paling terkenal dari Inggris. Sisa kertas itu telah
diedit oleh Prof Forsyth, penggantinya di Kursi Sadleirian. The Dikumpulkan
Matematika nomor tiga belas volume kertas kuarto, dan mengandung 967 kertas.
Cayley ditahan ke menyukai terakhir untuk novel-membaca dan untuk bepergian.
Dia juga merasakan kesenangan khusus dalam lukisan dan arsitektur, dan ia
berlatih melukis air-warna, yang bermanfaat kadang-kadang dalam membuat
diagram matematika. Dia wafat pada tahun 1895.

B. Definisi Matriks

 Notasi Matriks

Cara penulisan matriks adalah menggunakan dengan huruf besar, A, B, C dan


sebagainya.Pada umumnya aij akan menyatakan entri matriks A yang berada pada
baris i dan kolom j. Jadi jika A adalah matriks m x n , maka:

a11 a12 … a1n

a21 a22 … a2n

am1 am2 … amn

Jka matriks A, maka entrinya aij , matriks B entrinya bij , dan C = cij , dan
seterusnya. Matriks yang memiliki hanya satu baris atau satu kolom di sebut
vektor. Jika tupel- n dinyatakan sebagai matriks 1 x n disebut Vektor baris, dan
matriks n x 1 disebut vektor kolom.

Contoh:

Penyelesaian persamaan linier

X1 + X2 = 3

5
X1  X2 = 1

Vektor baris = (2 1)

Vektor kolom = 2

Biasanya persamaan-persamaan dalam matriks digunakan vektor kolom ( n x 1),


maka notasi baku vektor kolom adalah huruf kecil:

x1

x = x2

x3

Diberikan suatu matriks A berordo mx n, vektor baris ke-I dari A dinyatakan oleh
a (1,: ) dan vektor kolom ke j dinyatakan oleh a ( :, j).

Bila A suatu matriks m x n , vektor baris A diberikan oleh a ( 1,: ) = (ai1, ai2, . . .
ain ) i = 1, 2, 3, . . . , n , vektor kolom a ( :, j ) adalah sama dengan :

a1j

a2j

amj

sehingga matriks A dinyatakan oleh vektor baris / kolom

A = ( a1, a2, . . . ., an ) atau : a ( 1, . . . )

a ( 2, . . . )

a ( m, . . . )

Agar dua matriks menjadi sama, maka kedua matriks harus mempunyai ordo yang
sama dan entri-entri yang seletak sama.

Definisi:

Dua matriks A dan B berordo masing-masing berordo m x n dikatakan


sama, jika aij = bij untuk setiap I dan j.
Dalam matematika, matriks adalah susunan[1] bilangan, simbol, atau

6
ekspresi, yang disusun dalam baris dan kolom sehingga membentuk suatu bangun
persegi.[2][3] Sebagai contoh, dimensi matriks di bawah ini adalah 2 × 3 (baca "dua
per tiga"), karena terdiri dari dua baris dan tiga kolom

Baris m adalah horizontal dan kolom n vertikal. Setiap elemen matriks


sering dilambangkan menggunakan variabel dengan dua notasi indeks. Misalnya,
a2,1 mewakili elemen pada baris kedua dan kolom pertama dari matriks A.

Dalam matematika, matriks adalah susunanbilangan, simbol, atau


ekspresi, yang disusun dalam baris dan kolom sehingga membentuk suatu bangun
persegi. Sebagai contoh, dimensi matriks di bawah ini adalah 2 × 3 (baca "dua per
tiga"), karena terdiri dari dua baris dan tiga kolom:

Butir individual dalam m × n matriks A, sering dilambangkan dengan ai, j,


dimana nilai maksimum i = m dan nilai maksimum j = n, disebut elemen, entri
atau anggota matriks.Asalkan memiliki ukuran yang sama (masing-masing
matriks memiliki jumlah baris dan jumlah kolom yang sama), dua matriks dapat
ditambahkan atau dikurangkan elemen demi elemen (lihat matriks yang dapat
dibentuk). Untuk aturan perkalian matriks, dua matriks dapat dikalikan hanya jika
jumlah kolom pada matriks pertama sama dengan jumlah baris pada matriks
kedua (dengan kata lain, dimensi dalamnya sama, n untuk Am,n × Bn,p).

Pemanfaatan matriks misalnya dalam menemukan solusi sistem persamaan


linear. Penerapan lainnya adalah dalam transformasi linear, yaitu bentuk umum
dari fungsi linear, misalnya rotasi dalam 3 dimensi.

7
Matriks seperti halnya variabel biasa dapat dimanipulasi, seperti dikalikan,
dijumlah, dikurangkan dan didekomposisikan. Dengan representasi matriks,
perhitungan dapat dilakukan dengan lebih terstruktur.

Butir individual dalam m × n matriks A, sering dilambangkan dengan a i, j,


dimana nilai maksimum i = m dan nilai maksimum j = n, disebut elemen, entri
atau anggota matriks.[4] Asalkan memiliki ukuran yang sama (masing-masing
matriks memiliki jumlah baris dan jumlah kolom yang sama), dua matriks dapat
ditambahkan atau dikurangkan elemen demi elemen (lihat matriks yang dapat
dibentuk). Untuk aturan perkalian matriks, dua matriks dapat dikalikan hanya jika
jumlah kolom pada matriks pertama sama dengan jumlah baris pada matriks
kedua (dengan kata lain, dimensi dalamnya sama, n untuk Am,n × Bn,p).

Pemanfaatan matriks misalnya dalam menemukan solusi sistem persamaan


linear. Penerapan lainnya adalah dalam transformasi linear, yaitu bentuk umum
dari fungsi linear, misalnya rotasi dalam 3 dimensi.

Matriks seperti halnya variabel biasa dapat dimanipulasi, seperti dikalikan,


dijumlah, dikurangkan dan didekomposisikan. Dengan representasi matriks,
perhitungan dapat dilakukan dengan lebih terstruktur. Matriks pada umumnya
ditulis dalam tanda kurung siku/kurung kurawal:

Penjumlahan dan pengurangan matriks hanya dapat dilakukan apabila


kedua matriks memiliki ukuran atau tipe yang sama. Elemen-elemen yang
dijumlahkan atau dikurangi adalah elemen yang posisi atau letaknya sama atau
dalam representasi dekoratifnya . Matriks dapat dikalikan, dengan cara tiap baris
dikalikan dengan tiap kolom, lalu dijumlahkan pada baris yang sama.

C. Sifat-Sifat Matriks

Tidak semua matriks memiliki invers. Matriks yang memiliki invers


dinamakan matriks nonsingular atau matriks invertible. Sedangkan matriks yang

8
tidak memiliki invers dinamakan matriks singular. Kriteria matriks yang memiliki
invers dapat dilihat pada gambar di bawah.

D. Macam-macam Matriks

a. Matriks persegi
Suatu matriks yang memiliki banyaknya baris sama dengan banyaknya kolom
disebut matriks persegi.
Contoh 2.

b. Matriks Baris
Matriks yang hanya mempunyai satu baris saja disebut matriks baris. Ordo
matriks baris ditulis (1xn) dengan n > 1, dan bilangan asli.
Contoh 3

c. Matriks Kolom
Matriks yang hanya mempunyai satu kolom saja disebut matriks kolom. Ordo
matriks kolo ditulis (mx1) dengan m ≥ 2, dan bilangan Asli.

9
Contoh 4

d. Matriks Diagonal
Matriks diagonal adalah matriks persegi yang semua elemen atau unsur di luar
diagonal utamanya adalah nol.
Contoh 5

e. Matriks Identitas
Suatu matriks dikatakn identitas, apabila diagonal yang elemen-elemen atau
unsure-unsur diagonal utama bernilai 1 (satu).
Contoh 6

f. Matriks Nol
Dikatakan sebagai matriks nol, apabila semua elemen atau unsurnya adalah
nol.
Contoh 7

g. Matriks Simetris/Setangkap

10
Matriks Simetris adalah matriks persegi yang unsur padabaris ke-n dan kolom
ke-m sama dengan unsure pada baris ke-m kolom ke-n.
Contoh 8

h. Matriks Segitiga

Matriks segitiga adalah matriks persegi yang mempunyai elemen-elemen


di atas diagonal utamanya bernilai nol atai elemen-elemen di bawah diagonal
utamanya bernilai nol.
Contoh9

E. Operasi Pada Matriks

Penjumlahan dan pengurangan matriks hanya dapat dilakukan apabila


kedua matriks memiliki ukuran atau tipe yang sama. Elemen-elemen yang
dijumlahkan atau dikurangi adalah elemen yang posisi atau letaknya sama.atau
dalam representasi dekoratifnya, Matriks dapat dikalikan, dengan cara tiap baris
dikalikan dengan tiap kolom, lalu dijumlahkan pada baris yang sama.

 Penjumlahan dan pengurangan matriks

11
Dua matriks atau lebih, dapat dijumlakan hanya jika memiliki ordo yang sama.
Penjumlahan dilakukan dengan menjumlahkan elemen-elemen yang berposisi
sama. Contoh:

Jika dan ,

Sama halnya dengan penjumlahan, pengurangan dapat dilakukan hanya jika dua
matriks atau lebih, memiliki ordo yang sama. Pengurangan dilakukan terhadap
elemen-elemen yang berposisi sama.

Contoh:

Jika dan ,

maka:

Sifat dari penjumlahan dan pengurangan matriks:

12
1. A+B=B+A
2. (A + B) + C = A + (B + C)
3. A–B≠B–A

 Perkalian matriks

Matriks dapat dikalikan dengan sebuah bilangan bulat atau dengan matriks lain.
Kedua perkalian tersebut memiliki syarat-syarat masing-masing.

1. Perkalian Matriks dengan bilangan bulat

Suatu matriks dapat dikalikan dengan bilangan bulat, maka hasil perkalian
tersebut berupa matriks dengan elemen-elemennya yang merupakan hasil kali
antara bilangan dan elemen-elemen matriks tersebut. Jika matriks A dikali dengan

bilangan r, maka . Contoh:

Jika dan bilangan r = 2, maka:

Perkalian matriks dengan bilangan bulat dikombinasikan dengan penjumlahan


atau pengurangan matriks dapat dilakukan pada matriks dengan ordo sama.
Berikut sifat-sifat perkaliannya:

 r(A + B) = rA + rB
 r(A – B) = rA – rB

2. Perkalian dua matriks


Perkalian antara dua matriks yaitu matriks A dan B, dapat
dilakukan jika jumlah kolom A sama dengan jumlah baris B. Perkalian
tersebut menghasilkan suatu matriks dengan jumlah baris sama dengan
matriks A dan jumlah saman dengan matriks B, sehingga:

13
Elemen-elemen matriks merupakan penjumlahan dari hasil kali elemen-
elemen baris ke-i matriks A dengan kolom ke-j matiks B. Berikut skemanya:

Misalkan matriks A memiliki ordo (3 x 4) dan matriks B memiliki ordo (4 x 2),


maka matriks C memiliki ordo (3 x 2). Elemen C pada baris ke-2 dan kolom ke-2
atau a22 diperoleh dari jumlah hasil perkalian elemen-elemen baris ke-2 matriks A
dan kolom ke 2 matriks B. Contoh:

dan

maka:

Perlu diingat sifat dari perkalian dua matriks bahwa:

14
AxB≠BxA

Sebagai pembuktian, diketahui dan maka:

Terbukti bahwa A x B ≠ B x A. Ada sifat-sifat lain dari perkalian matriks dengan


bilangan atau dengan matriks lain, sebagai berikut:

 k(AB) = (kA)B
 ABC = (AB)C = A(BC)
 A(B + C) = AB + AC
 (A + B)C = AC + BC

F. Determinan Matriks

Determinan dari suatu matriks A diberi notasi tanda kurung, sehingga


penulisannya adalah |A|. Determinan hanya bisa dilakukan pada matriks persegi.

Determinan matriks ordo 2×2

Jika maka determinan A adalah:

Determinan matriks ordo 3×3 (aturan Sarrus)

Jika maka determinan A adalah:

15
= aei + bfg + cdg – ceg – afh – bdi

Determinan matriks memiliki sifat-sifat berikut:

1. Determinan A = Determinan AT

2. Tanda determinan berubah jika 2 baris/2 kolom yang berdekatan dalam matriks
ditukar

3. Jika suatu baris atau kolom sebuah determinan matriks memiliki faktor p, maka
p dapat dikeluarkan menjadi pengali.

4. Jika dua baris atau dua kolom merupakan saling berkelipatan, maka nilai
determinannya adalah 0.

5. Nilai determinan dari matriks segitiga atas atau bawah adalah hasil kali dari
elemen-elemen diagonal saja.

16
G. Invers Matriks

Invers matriks dapat diartikan sebagai kebalikan dari suatu matriks


tertentu. Jika suatu matriks bujur sangkar dikalikan terhadap inversnya yaitu
matriks bujur sangkar maka menghasilkan matriks I (matriks identitas pada
operasi perkalian matriks).

Jika pada penjumlahan dua matriks, jumlah dua matriks bujur sangkar
dan akan menghasilkan matriks nol (matriks identitas pada operasi
penjumlahan matriks).

Invers Matriks Ordo 2 x 2


Invers dari suatu matirks A

dinyatakan dalam rumus di bawah.

Contoh menentukan invers matriks A dapat dilihat seperti langkah-langkah


berikut.

Diketahui:

17
Tentukan invers dari matrik A!

Pembahasan:

Suatu matriks A memiliki invers (kebalikan) jika ada matriks B yang dapat
membentuk persamaan AB = BA = I, dengan I adalah matriks identitas. Invers

dari suatu matriks berordo (2 x 2) seperti dapat dirumuskan sebagai:

Invers matriks memiliki sifat-sifat berikut:

 AA-1 = A-1A = I
 (A-1)-1 = A
 (AB)-1 = B-1A-1
 Jika AX = B, maka X = A-1B

18
Invers Matriks Ordo 3 x 3

Cara untuk menentukan nilai invers matriks A dengan ordo 3 x 3 tidak


sama dengan cara menentukan invers matriks dengan ordo 2 x 2. Cara
menentukan invers matriks ordo 3 x 3 lebih rumit dari cara menentukan invers
matriks 2 x 2. Melalui halaman ini, idschool akan berbagi cara menentukan invers
matriks ordo 3 x 3. Simak ulasannyna pada pembahasan di bawah.

Sebelum menentukan invers matriks ordo 3 x 3, perlu dipahami terlebih dahulu


mengenai matriks minor, kofaktor, dan adjoin. Simak penjelasannya pada uraian
di bawah.

1. Matriks Minor

Diketahui sebuah matriks A dengan ordo 3 seperti terlihat di bawah.

Matriks minor adalah matriks yang diperoleh dengan cara


menghilangkan baris ke-i dan kolom ke-j dari matriks A sehingga
diperoleh matriks minor berordo 2 seperti persamaan di bawah.

19
Matriks-matriks minor di atas digunakan untuk mendapatkan matriks
kofaktor A.

2. Kofaktor

Kofaktor baris ke-i dan kolom ke-j disimbolkan dengan dapat


ditentukan dengan rumus seperti terlihat di bawah.

Kofaktor di atas akan digunakan untuk menentukan adjoin matriks yang


akan dicari nilai inversnya.

3. Adjoin

Secara umum, sebuah matriks memiliki matriks adjoin seperti ditunjukkan


seperti pada matriks di bawah.

20
Keterangan: adalah kofaktor baris ke-i dan kolom ke-j.

Sehinnga, adjoin dari matriks A dinyatakan seperti terlihat pada persamaan


di bawah.

4. Invers Matriks

Bagian terakhir, bagian ini merupakan akhir dari proses mencari invers
matriks dengan orde 3 atau lebih.

Matriks minor, kofaktor, dan adjoin yang telah kita bahas di atas berguna
untuk menentukan nilai invers dari suatu matriks dengan ordo matriks di
atas 3 atau lebih. Secara umum, cara menentukan invers matriks dapat
diperoleh melalui persamaan di bawah.

Dengan substitusi nilai determinan matriks dan adjoin matriks maka akan
diperoleh invers matriknya.

Agar lebih jelas, akan diberikan contoh soal cara mencari invers matriks berodo 3.
Simak langkah-langkah yang diberikan di bawah.

Contoh soal menentukan invers matriks berordo 3 x 3

21
Tentukan invers matriks B yang diberikan pada persamaan di bawah.

Pembahasan:

Menghitung nilai determinan B:

Menentukan Kofaktor:

Berikut ini adalah hasil perhitungan nilai-nilai kofaktor untuk matriks B. Silahkan
lihat kembali bagaimana cara mendapatkan nilai kofaktor pada rumus yang telah
dibahas di atas jika belum hafal rumusnya.

Untuk menentukan invers B, kita membutuhkan matriks adjoin B. Sehingga, kita


perlu menentukan matriks adjoin B terlebih dahulu.

Menentukan Adjoin B:

22
Adjoin dari matriks B, sesuai dengan persamaan di atas akan diperoleh hasil
seperti berikut.

Menentukan Invers Matriks B:

Persamaan umum untuk invers suatu matriks dinyatakan melalui persamaan di


bawah.

Sehingga, diperoleh invers matriks B seperti hasil berikut.

H. Adjoin Pada Matriks

23
Adjoin A dinotasikan adj (A), yaitu transpose dari matriks yang elemen-
elemennya merupakan kofaktor-kofaktor dari elemen-elemen matriks A, yaitu :
adj(A) = (kof(A))T

Adjoin A dirumuskan sebagai berikut.

Invers matriks persegi berordo 3 × 3 dirumuskan sebagai berikut.

Adapun bukti tentang rumus ini akan kalian pelajari lebih mendalam dijenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Contoh Soal

Diketahui matriks A = . Tentukan invers matriks A, misalnya kita


gunakan perhitungan menurut baris pertama.
Jawaban :
Terlebih dahulu kita hitung determinan A.
det A =
= 1(1) – 2(2) + 1(1) = –2
Dengan menggunakan rumus adjoin A, diperoleh :

24
adj(A) =

Jadi, A–1 dapat dihitung sebagai berikut.

b. Dengan Transformasi Baris Elementer

Untuk menentukan invers matriks An dengan cara transformasi baris elementer,


dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut berikut.

1) Bentuklah matriks (An | In), dengan In adalah matriks identitas ordo n.


2) Transformasikan matriks (An | In) ke bentuk (In | Bn), dengan transformasi
elemen baris.
3) Hasil dari Langkah 2, diperoleh invers matriks An adalah Bn.

Notasi yang sering digunakan dalam transformasi baris elementer adalah :

a) Bi ↔ Bj : menukar elemen-elemen baris ke-i dengan elemen-elemen baris ke-j;


b) k.Bi : mengalikan elemen-elemen baris ke-i dengan skalar k;
c) Bi + kBj : jumlahkan elemen-elemen baris ke-i dengan k kali elemen-elemen
baris ke-j.
Contoh Soal

25
Tentukan invers matriks A = dengan transformasi baris elementer.

Penyelesaian :

Jadi, diperoleh A–1 =


Keterangan :
1/2 B1 : Kalikan elemen-elemen baris ke-1 dengan 1/2.
B2 – 5B1 : Kurangkan baris ke-2 dengan 5 kali elemen-elemen baris ke-1.
B1 – B2 : Kurangi elemen-elemen baris ke-1 dengan elemen-elemen baris ke-2.
2B2 : Kalikan elemen-elemen baris ke-2 dengan 2.

Contoh Soal

Tentukan invers matriks A = dengan transformasi baris elementer.


Jawaban :

26
Perpangkatan Dalam Matriks

Jika n adalah sebuah bilangan bulat positif dan A suatu matriks persegi,
maka An = A × A × A × ... × A (sebanyak n faktor) atau dapat juga dituliskan An =
A × An–1 atau An = An–1 × A.

Contoh Soal :Diketahui matriks A = . Tentukan

a. A2; b. A3; c. 2A4.

Jawaban :

a. A2 = A × A =

b. A3 = A × A2 =

Dengan cara lain, yaitu A3 = A2 × A, diperoleh :

A3 = A2 × A =

Ternyata, A2 × A = A × A2 = A3.

27
c. 2A4 = 2A × A3 =

I. Nilai dan vektor Eigen

Matriks menyebabkan vektor memanjang tanpa mengubah arah vektor,


maka merupakan vektor Eigen dari Nilai Eigen adalah nilai karakteristik dari
suatu matriks berukuran n x n, sementara vektor Eigen adalah vektor kolom bukan
nol yang bila dikalikan dengan suatu matriks berukuran n x n akan menghasilkan
vektor lain yang memiliki nilai kelipatan dari vektor Eigen itu sendiri.
Definisi tersebut berlaku untuk matriks dengan elemenbilangan real dan
akanmengalami pergeseran ketika elemen berupa bilangan kompleks. Untuk
setiap nilai Eigen ada pasangan vektor Eigen yang berbeda, namun tidak semua
persamaan matriks memiliki nilai Eigen dan vektor Eigen.Nilai Eigen dan vektor
Eigen berguna dalam proses kalkulasi matriks, di mana keduanya dapat
diterapkan dalam bidang Matematika murni dan Matematika terapan seperti
transformasi linear.
Kumpulan pasangan nilai dan vektor Eigen dari suatu matriks berukuran n
x n disebut sistem Eigen dari matriks tersebut.[5] Ruang Eigen dari merupakan
kumpulan vektor Eigen yang berpasangan dengan yang digabungkan dengan
vektor nol.] Istilah Eigen seringkali diganti dengan istilah karakteristik, di mana
kata ‘’’Eigen’’’ yang berasal dari bahasa Jerman memiliki arti ‘’asli’’ dalam
konteks menjadi ciri khas atau karakteristik dari suatu sifat.

Soal dan Pembahasan Nilai dan Vektor Eigen Suatu Matriks

28
Perhatikan gambar di bawah ini:

Jadi, dapat disimpulkan bahwa jika suatu matriks bujur sangkar, dikali dengan
sebuah vektor bukan nol, diatur sedimikian rupa sehingga hasilnya sama dengan
perkalian sebuah bilangan skalar dengan vektor tak nol itu sendiri, inilah yang
dinamakan Nilai Eigen dan Vektor Eigen.Berikut adalah 2 contoh soal bagaimana
menentukan nilai dan vektor Eigen suatu matriks:

Penyelesaian:

29
30
2. Penyelesaian:

31
32
BAB III

SOAL-SOAL

A. Contoh soal mudah

1. Diketahui matriks . Nilai


determinan dari matriks (AB – C) adalah ...
a. -7
b. -5
c. 2
d. 3
e. 12
Pembahasan:

Det (AB – C) = (12.1) – (9.1) = 12 – 9 = 3


Jawaban: D

2. Diketahui matriks , invers matriks AB adalah ...

33
Pembahasan:

Jawaban: A

3. Matriks X yang memenuhi: adalah ...

Pembahasan:

34
Jawaban: C

4. Jika maka Det (AB + C) = ...


a. -8
b. -6
c. -2
d. 6
e. 8
Pembahasan:

Det(AB + C) = (3.14) – (8.6) = 42 – 48 = -6


Jawaban: B

5. Diketahui matriks:

Nilai x + y adalah ...

35
a. 2
b. 6
c. 8
d. 10
e. 12
Pembahasan:

2x – 2 = 10
2x = 12
x=6
9 – 2y = 5
-2y = -4
y=2
Nilai x + y = 6 + 2 = 8
Jawaban: C

6. Matriks A = mempunyai hubungan dengan matriks B = .

Jika matriks C = dan matriks D mempunyai hubungan yang serupa


seperti A dengan B, maka matriks C + D adalah ...

36
Pembahasan:

Hubungan matriks A dan B adalah

Sehingga jika C =
dan memiliki hubungan yang sama seperti A dan B dengan D, maka matriks D

adalah:

Jadi, nilai C + D = + =
Jawaban: D

7. Jika matriks tidak mempunyai invers, maka nilai x adalah ...


a. -2
b. -1
c. 0
d. 1
e. 2
Pembahasan:
Suatu matriks tidak memiliki invers jika determinan matriks tersebut adalah 0
Det (A) = 0
((2x + 1) 5) – ((6x – 1)3) = 0

37
10x + 5 – (18x – 3) = 0
10x + 5 – 18x + 3 = 0
-8x + 8 = 0
-8x = -8
x=1
Jawaban: D

8. At adalah transpose dari A. Jika:

maka determinan dari matriks AtB adalah


...
a. -196
b. -188
c. 188
d. 196
e. 21
Pembahasan:

38
Det(AtB) = (10.34) – (12.12) = 340 – 144 = 196
Jawaban: D

9. Diketahui matriks-matriks :

. Jika matriks C = A.B maka determinan matriks C


adalah ...
a. -66
b. -98
c. 80
d. 85
e. 98
Pembahasan:

Det(C) = (-6.11) – (16.2) = -66 – 32 = -98


Jawaban: B

10. Jika M adalah matriks sehingga:

39
maka determinan matriks M adalah ...
a. -2
b. -1
c. 0
d. 1
e. 2
Pembahasan:

Det(M) = (1.-1) – (0.1) = -1 – 0 = -1


Jawaban: B

B. Contoh Soal Sedang

Soal No. 1
Dua buah matriks A dan B masing-masing berturut-turut sebagai berikut:

40
Tentukan A − B

Pembahasan
Operasi pengurangan matriks:

Soal No. 2
Dari dua buah matriks yang diberikan di bawah ini,

Tentukan 2A + B

Pembahasan
Mengalikan matriks dengan sebuah bilangan kemudian dilanjutkan dengan
penjumlahan:

Soal No. 3
Matriks P dan matriks Q sebagai berikut

Tentukan matriks PQ
Pembahasan

41
Perkalian dua buah matriks

Soal No. 4
Tentukan nilai a + b + x + y dari matriks-matriks berikut ini

Diketahui bahwa P = Q

Pembahasan
Kesamaan dua buah matriks, terlihat bahwa

3a = 9 → a = 3
2b = 10 → b = 5
2x = 12 → x = 6
y=6
y=2

Sehingga:
a + b + x + y = 3 + 5 + 6 + 2 = 16

Soal No. 5
Tentukan determinan dari matriks A berikut ini

42
Pembahasan
Menentukan determinan matriks ordo 2 x 2
det A = |A| = ad − bc = (5)(2) − (1)(−3) = 10 + 3 = 13

Soal No. 6
Diberikan sebuah matriks

Tentukan invers dari matriks P

Pembahasan
Invers matriks 2 x 2

Soal No. 7
Tentukan tranpose dari matriks A berikut ini

Pembahasan
Transpose sebuah matriks diperoleh dengan mengubah posisi baris menjadi kolom
seperti contoh berikut:

43
Soal No. 8

Diketahui persamaan matriks

Nilai a + b + c + d =....
A. − 7
B. − 5
C. 1
D. 3
E. 7

Pembahasan
Jumlahkan dua matriks pada ruas kiri, sementara kalikan dua matriks pada ruas
kanan, terakhir gunakan kesamaan antara dua buah matriks untuk mendapatkan
nilai yang diminta.

2 + a = −3
a=−5

4+b=1
b=−3

d−1=4
d=5

44
c−3=3
c=6

Sehingga

a + b + c + d = −5 − 3 + 6 + 5 = 3

Soal No. 9
Diketahui matriks

Apabila B − A = Ct = transpos matriks C, maka nilai x .y =....


A. 10
B. 15
C. 20
D. 25
E. 30
Pembahasan
Transpos C diperoleh dengan mengubah posisi baris ke kolom, B − A adalah
pengurangan matriks B oleh A

Akhirnya, dari kesamaan dua matriks:


y−4=1
y=5
x+y−2=7

45
x+5−2=7
x+3=7
x=4
x . y = (4)(5) = 20

Soal No. 10

Jika

maka x + y =....
A. − 15/4
B. − 9/4
C. 9/4
D. 15/4
E. 21/4

Pembahasan
Masih tentang kesamaan dua buah matriks ditambah tentang materi bentuk
pangkat, mulai dari persamaan yang lebih mudah dulu:
3x − 2 = 7
3x = 7 + 2
3x = 9
x=3
4x + 2y = 8
22(x + 2y) = 23
22x + 4y = 23
2x + 4y = 3
2(3) + 4y = 3

46
4y = 3 − 6
4y = − 3
y = − 3/4

Sehingga:
x + y = 3 + (− 3/4) = 2 1/4 = 9/4

C. Contoh Soal Sulit

1.Diketahui persamaan matriks

nilai x+y adalah…

A. 4

B. 5

C. 7

D. 29

E. 31

Pembahasan:

Karena kedua matriks sama, maka elemen-elemen yang seletak akan sama pula,
sehingga berlaku:

2x + 1 = 3

2x = 2

x=1

y + 12 = 15

47
y=3

x+y=1+3=4

Jawaban A

2.Diketahui matriks dan matriks X yang memenuhi AX=B


adalah…

A.

B.

C.

D.

E.

Pembahasan:

dan

Dalam matriks berlaku rumus berikut:

Jika AX=B

Jika

48
Jawaban C

3. Matriks X yang memenuhi

adalah…

A.

B.

C.

D.

49
E.

Pembahasan:

Jawaban D

4. Diketahui matriks
nikai k yang memenuhi
(det=determinan) adalah…

A. 2

B.

C. 1

D.

E.

Pembahasan:

50
Jawaban E

5. Diketahui matriks nilai n yang memenuhi (=transpose matriks A) adalah…

A.

B. -2

C.

D. 2

E.
Pembahasan:

51
3n + 7 = 1

3n = -6

n=2

Jawaban D

6.Diketahui sebuah matriks:

Tentukan invers matriks A?

52
Pembahasan

7.Diketahui sebuah matriks:

Tentukan transpose mattiks A?

Pembahasan
Transpose matriks berarti mengubah kolom menjadi baris:
Kolom 1 = 1 dan 4
Kolom 2 = 2 dan 3
Jadi

Nomor 8
Diketahui 3 buah matriks:

Jika B - A = Ct, tentukan nilai x dan y?

Pembahasan

53
Maka diperoleh:
y - 3 = 13 atau y = 16
x + y - 1 = 9 atau x + y = 10 sehingga x + 16 = 10, x = - 6
Jadi
x=-6
y = 16

Nomor 9

Diketahui dua buah matriks:

Jika AX = B, tentukan matriks X?

Pembahasan

Terlebih dahulu tentukan invers matrik A:

54
Menentukan matriks X

X = A-1 . B

Nomor 10
Diketahui matriks

Jika A = B, maka a + b + c =....

Pembahasan

4a = 12
a=3
3a = − 3b
−3a = − 3b
−3 . (3) = − 3b

55
−9 = − 3b
b=3
3c = b
3c = 3
c=1
a + b + c = 3 + ( 3) + ( 1) = 7

56
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Matriks adalah susunan kumpulan bilangan yang di atur dalam baris dan
kolom berbentuk persegi panjang. Matrik di cirikan dengan elemen-elemen
penyusun yang diapit oleh tanda kurung siku [ ] atau tanda kurung biasa ( ).
Ukuran sebuah matrik dinyatakan dalam satuan ordo, yaitu banyaknya baris dan
kolom dalam matriks tersebut.
Transpose dari suatu matriks Amxn dapat dibentuk dengan cara menukarkan
baris matriks A menjadi kolom matriks baru dan kolom matriks A menjadi
matriks baru.
Dua buah matriks A dan B dikatakan sama (ditulis A=B), jika dan hanya
jika kedua mempunyai ordo yang sama dan elemen-elemen yang seletaknya sama.
Penjumlahan Matriks Jika A dan B dua buah matriks berordo sama maka
jumlah matriks A dan B ditulis A+B adalah sebuah matriks baru C yang diperoleh
dengan menjumlahkan elemen-elemen matriks A dengan elemen-elemen B yang
seletak.
Pengurangan Matriks Pengurangan matriks A dengan matriks B adalah suatu
matriks yang elemen-elemenya diperoleh dengan cara mengurangkan elemen
matriks A dengan elemen matriks B yang besesuaian (seetak), atau dapat pula
diartikan sebagai menjumlahkan matriks A dengan lawan negative dari B,
dituliskan: A-B = A+(-B).

Pada penjumlahan dan pengurangan belaku sifat- sifat :


1. Komutatif, A+B = B+A
2. Asosiatif, ( A+B)+C = A+(B+C)
3. Sifat lawan, A+(-A) = 0
4. Identitas penjumlahan, A+0 = A

57
DAFTAR PUSTAKA

Mauludin, Ujang. 2005.Matematika Program Ilmu Alam untuk SMA atau MA


XII.Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa

Opan.definisi dan jenis matriks (http://uhyan.com/definisi-dan-jenis-matriks.php)


.Diakses tanggal 01 April 2016

58
BAB IV

TRIGONOMETRI

59
BAB I

KONSEP DASAR

1. Sejarah

Dalam ilmu matematika, ada sebuah ilmu yang mempelajari sebuah sudut dan
bagaimana cara mengukurnya. Ditemui pula istilah sinus, kosinus, dan tangen.
Trigonometri merupakan istilah dari bahasa Yunani, yaitu "trigonon" (tiga sudut)
dan "metro" (mengukur). Selama ini trigonometri dianggap sebagai cabang ilmu
yang sulit.

Banyak yang mengira bahwa ilmu trigonometri tak bisa diterapkan dalam
kehidupan nyata. Dugaan itu tentu saja tidak benar. Trigonometri memiliki peran
yang tidak bisa diabaikan. Saat arsitek membangun bangunan-bangunan tinggi
yang kokh dan megah, mereka memerlukan ilmu trigonometri. Mereka tidak akan
bisa membangunnya dengan baik jika tidak menguasai ilmu trigonometri dengan
baik pula.

60
1) Abul Wafa Muhammad Al-Buzjani, orang yang dianggap pertama kali
memperkenalkan sinus dan kosinus. Ia dianggap memiliki kelebihan yang
sangat maju dan disiplin ilmu trigonometri. Al-Buzjani lahir di Buzjan,
Nishapur, Iran pada 1 Ramadan 328 H atau 10 juni 940 M. Ia banyak
belajar matematika pada dua orang pamannya, Abu Amr al-Mughazili dan
Abu Abdullah Muhammad ibn Anbasa.

Selain memperkenalkan ilmu trigonometri, Al-Buzjani juga mengembangkan


rumus geometri yang merupakan induk dari ilmu trigonometri. Salah satunya
adalah pemecahan soal geometri dengan kompas, konstruksi segi empat
ekuivalen, dan segi banyak atau bangun datar parabola yang terdiri atas titik-
titik. Rumusnya adalah persamaan x4 = a dan x4 + ax3 = b.

Dalam menghitung segitiga lingkaran, Al-Buzjani menyamakannya dengan


segitiga siku-siku. Dengan teori Manlaus yang lebih dulu populer, yang memakai
kaidah empat persamaan dan teori bayangan, dia berhasil membuat kaidah baru.
Dalam segitiga lingkaran yang memiliki sudut lancip, mungkin dapat ditemukan
teori sinus. Menggunakan cara hitung sinus 30, hasil hitungan adalah delapan
angka puluhan yang nilainya sama dengan nilai hakiki (sebenarnya sinus). Dalam
geometri, operasi hitungan sangat penting meskipun masih sering digunakan cara
hitung India.

Pada masa modern, para ilmuwan berbeda pendapat saat harus menggunakan
teori Al-Buzjani. Berbagai cara menghitung, seperti memasukkan bayangan ke
bayangan inti, segitiga sama sisi atau memasukkan potongan kepada potongan ini,
terjadi perbedaan pendapat tentang siapa sebenarnya pencetus teori ini. Sebagian
ilmuwan menganggap bahwa yang menemukan teori tersebut adalah Ahmad bin
Abdullah atau Bahbasy al-Hisab.

61
Secara umum, karya-karya Al-Buzjani dapat digolongkan menjadi tiga
kelompok, sesuai bidang ilmu yang dikuasainya. Pertama adalah karya-karya
yang merupakan penjelasan dari ilmuwan lain. Dalam hal ini, Al-Buzjani hanya
sebagai seorang penjelas dari teori yang ditemukan oleh ilmuwan lain. Misalnya,
ia menjelaskan teori aljabar dari tiga ilmuwan yang memiliki latar belakang,
bahkan negara yang berbeda. Ada tiga buku yang ditulisnya untuk menjelaskan
teori aljabar versi Deofantos, Abarchos, dan Al-Khawarizmi. Sayang, semua buku
ini hilang, sehingga kita tidak bisa mendaptkan pemikiran utuh yang disampaikan
oleh Al-Buzjani.

Yang kedua adalah semacam buku panduan atau acuan bagi orang yang
bekerja berdasarkan teori geometri, seperti arsitek. Dalam buku ini dijelaskan
secara lengkap tentang cara baru menghitung segi empat dan persamaan tingkat
empat, segitiga, lingkaran, dan bermacam bangun lainnya. Buku ini ditulis
menjelang akhir hidupnya dengan dibantu oleh para ilmuwan lain yang mampu
menggambar tanpa bukti matematis. Karena buku ini merupakan proyek negara
(perintah penguasa), buku ini masih bisa dipelajari hingga sekarang. Diantaranya
adalah buku berjudul Al-Handsa (Geometri Terapan), Al-Kitab Al-Kamil (Buku
Lengkap), dan Ilm al-Hisab (Buku Praktis Aritmatika). Buku ini bahkan tidak
hanya digunakan para ahli geometri, tapi juga menjadi rujukan untuk menghitung
pajak dan perdagangan.

Yang ketiga adalah buku-buku yang tergolong dalam bidang astronomi antara
lain al-Majesty dan al-Zayj.
Buku ini menjadi semacam ensiklopedia astronomi yang pernah ditulis Ptolemeus,
berisi tentang kalender astronomi yang menjadi acuan para ilmuwan untuk
meneropong bintang serta benda langit lainnya, gerakan bintang, dan perubahan
yang terjadi secara tiba-tiba.

62
Al-Buzjani pindah ke Baghdad pada tahun 959 M untuk mengembangkan
ilmunya. Saat itu Baghdad memang terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan.
Berbagai literatur ilmu pengetahuan mudah didapatkan disana. Pihak kerajaan
memilihnya untuk memimpin peneropongan bintang di observatorium yang telah
dibangun di tama kota Baghdad. Hasil peneropongannya sangat akurat, dan
analisisnya diakui oleh para ilmuwan sesudahnya, terutama analisis mengenai
astronomi, penentuan waktu dan terbitnya matahari, perkiraan panjangnya musim,
dan melencengnya bumi dari garis ekliptikanya.

Selain dalam buku, karya-karyanya juga dipublikasikan dalam berbagai juranal


ilmiah, antara lain Diphantor, Euclid, dan Al-Khawarizmi. Namun karya-karyanya
itu banyak yang hilang. Metode tabel sinus yang dibuatnya memudahkan
pemecahan rumus trigonometri, yaitu hubungan sinus (a+b) dengan rumus 2 sin2
(a/2)= 1 – cos a, dan 2 sin (a/2) cos (a/2). Al-Buzjani meninggal dunia di
Baghdad, Irak pada tahun 997 M (Sumber lain menyebutkan 998 M).

2. Latar Belakang

Trigonometri merupakan ilmu matematika yang mempelajari hubungan antara


sisi dan sudut dalam segitiga. Rumus identitas trigonometri menyatakan hubungan
antar fungsi trigonometri, meliputi fungsi sinus (sin), cosinus (cos), tangen (tan),
cosecan (cosec), secan (sec), dan cotangen (cotan). Melalui halaman ini, sobat
idschool akan mempelajari tentang rumus identitas trigonometri dan fungsi
trigonometri.

63
Fungsi trigonometri yang terdiri atas sin, cos, tan, cosec, sec, dan cotan dapat
digunakan untuk menentukan sisi sebuah segitiga atau sudut yang terbentuk dari
dua buah sisi dalam sebuah segitiga. Aplikasi ilmu trigonometri digunakan dalam
bidang astronomi, geografi, elektronik, ekonomi, medical, teknik, dan masih
banyak lagi.

Pada umumnya, sebuah segitiga siku-siku terdiri dari 3 sisi (sisi miring, sisi
samping, dan sisi depan). Begitu juga untuk segitiga bentuk lainnya, hanya saja,
jenis sisi pada bentuk segitiga lainnya tidak dapat dibedakan. Jumlah sudut dalam
segitiga adalah 180 derajat. Hal ini terbukti jika ketiga sudut segitiga disusun
bersampingan akan membentuk sebuah garis lurus, seperti terlihat pada gambar di
bawah.

Kita tahu bahwa besar sudut pada garis lurus adalah 180 derajat. Sehingga,
terbukti bahwa jumlah ketiga sudut dalam sebuah segitiga adalah .

Selanjutnya, masuk dalam pembahasan pertama tentang identitas trigonometri,


yaitu pengantar identitas trigonometri. Simak uraiannya dengan baik pada materi
yang diberikan di bawah.

64
Pengantar Identitas Trigonometri

Sebelum membahas identitas trigonometri, akan diulas terlebih dahulu sisi segitiga siku-
siku yang terdiri atas tiga sisi, yaitu sisi depan, sisi samping, dan sisi miring. Sisi depan
merupakan sisi yang berada di depan sudut. Sedangkan sisi samping berada pada samping
sudut. Sisi miring merupakan sisi yang selalu berhadapan dengan sudut 90 .

Terlihat perbedaannya bukan?

Sebelumnya, telah disinggung bahwa fungsi trigonometri menyatakan hubungan


sudut dengan sisi yang terdapat pada sebuah segitiga. Tiga fungsi trigonometri
yang utama adalah fungsi sin, cos, dan tan. Definisi ketiga fungsi tersebut dengan
sisi dan sudut pada segitiga dapat dilihat pada gambar dan persamaan di bawah.

65
Ada “jembatan keledai” yang dapat digunakan untuk mengingat persamaan fungsi
trigonometri. Jembatan keledai tersebut berbunyi sindemi cossami tandesa.

Selain tiga sudut utama pada fungsi trigonometri, yaitu fungsi sin, cos, dan tan,
terdapat fungsi kebalikannya, yaitu fungsi coses, sec, dan cotan. Perhatikan
persamaan yang diberikan di bawah.

66
Jadi, letak sisi depan, sisi samping, dan sisi miring tergantung pada letak sudut.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah.

Berikut ini adalah grafik fungsi trigonometri yang lengkap untuk kamu.
1. Grafik fungsi y = f(x) = sin x

tabel fungsi sin x

grafik fungsi sin x

67
2. Grafik fungsi y = f(x) = cos x

tabel fungsi cos x

grafik fungsi cos x

68
3. Grafik fungsi y = f(x) = tan x

tabel fungsi tan x

grafik fungsi tan x

69
4. Grafik fungsi y = f(x) = cotan x

tabel fungsi cotan x

grafik fungsi cotan x

70
5. Grafik fungsi y = f(x) = sec x

tabel fungsi sec x

grafik fungsi sec x

71
6. Grafik fungsi y = f(x) = cosec x

tabel fungsi cosec x

grafik fungsi cosec x

72
3. TRIGONOMETRI

Ukuran Sudut

Derajat (secara lengkap, derajat busur), biasanya disimbolkan dengan °, adalah


ukuran sudut yang dapat dibentuk pada sebuah bidang datar, menggambarkan 1/
360 dari sebuah putaran penuh. Artinya, besar 1 derajat adalah satu juring pada
lingkaran yang dibagi menjadi 360 buah juring yang besarnya sama. Jika sudut
tersebut dinyatakan terhadap sebuah meridian referensi, sudut tersebut
menunjukkan sebuah lokasi pada sebuah lingkaran besar sebuah bola (seperti
Bumi, Mars, atau bola langit).

Awal mula lingkaran dibagi atas 360° berasal dari kerajaan Babilonia Kuno
karena sistem bilangan Babilonia Kuno menggunakan bilangan yang berbasis 60.
Sedangkan kita saat ini terbiasa menggunakan sistem bilangan berbasis 10.

1° sama dengan 60 menit (ditulis 60') dan 1' sama dengan 60 detik (ditulis 60").
Derajat dan satuan-satuan pembaginya adalah satu-satunya satuan yang penulisan
angka dan simbol satuannya tidak dipisah (contoh 15° 30', bukan 15 ° 30 ').
Konversi antara satuan derajat dan radian

Derajat bukanlah satu-satunya pengukur besarnya sudut yang dibentuk. Selain


derajat, terdapat satuan lain yaitu radian. Satu radian setara dengan
57.2957795131°. Satu putaran penuh besarnya 2*pi yang merupakan keliling
lingkaran yang berjari-jari 1.

73
Ukuran Derajat

Ukuran derajat adalah ukuran yang dapat dibentuk pada bidang datar dengan
satuan (°) menggambarkan 1/360 dari putaran penuh. Ada juga suku yang lebih
kecil dari pada derajat, yaitu menit (‘) , detik (“) . Hubungan dari kedua ukuran
tersebut adalah :

1 derajat = 60 menit atau 1° = 60′

1 menit = 60 detik atau 1′ = 60″

Ukuran Radian

Kita juga mengenal sebutan Ukuran Radian. Ukuran Radian adalah satuan
sudut dalam suatu bidang dengan lambang “rad”.Satu radian atau 1 rad adalah
besarnya sudut yang dibentuk oleh dua buah jari-jari lingkaran berjari-jari 1 meter
dan membentuk busur sepanjang juga 1 meter. Atau dalam gambar di sbwah ini r
= b = 1 meter.

74
Panjang busur suatu lingkaran dapat dihitung langsung dengan mengalikan
besarnya sudut dengan jari-jari lingkaran, apabila besarnya sudut telah dalam
satuan radian. Contoh seperti gambar di bawah ini :

Ilustrasi radian dengan derajat dan sebaliknya :

radian dengan derajat

derajat dengan radian

Yang kita lakukan tersebut sama sekali tidak merubah nilai. Karena, π/180
atau 180/ π adalah nilainya satu. Setiap bilangan yang dikalikan satu adalah
bilangan itu sendiri. Ini adalah identitas dari pada perkalian. Tentunya π dalam
bilangan real itu setara dengan 180 dalam satuan derajat. Dengan ditulisnya satuan
derajat ke dalam bilangan real. Kita dengan mudah bisa menggambar grafik dari
fungsi trigonometri, antara lain sin cos dan tan.

Pada kalkulator juga sering digunakan istilah radian dan derajat. Kalkulator
tertentu sudah disetting untuk menghitung dengan radian tetapi biasanya
kebanyakan kalkulator menggunakan satuan derajat untuk menghitung nilai dari
trigonometri. Itu tidak menjadi sebuah masalah karena kita sudah belajar
mengenai cara merubah satuan derajat ke satuan radian.
Sekarang perhatikan gambar di bawah ini!

75
Pada gambar di atas sebuah lingkaran dengan jari-jari r memiliki sudut pusat
AOB yang besarnya α (α baca: alfa) dan memiliki panjang busur garis lengukung
AB. Kemudian apa yang terjadi jika sudut α diperbesar menjadi sudut β (β baca
betta) seperti gambar di bawah ini?

Ternyata panjang busur lingkaran menjadi besar setelah sudut pusatnya


diperbesar. Nah inilah yang disebut dengan perbandingan senilai atau seharga. Di
mana semakin besar sudut pusat maka semakin besar panjang busurnya, begitu
juga sebaliknya semakin kecil sudut pusatnya maka semakain kecil panjang
busurnya. Sekarang bagaimana kalau sudut α tersebut diubah menjadi satu
lingkaran penuh (360°)?

76
Ternyata setelah sudut pusat diubah menjadi satu lingkaran penuh (360°) maka
panjang busur lingkaran menjadi keliling lingkaran. Nah dari pernyataan tersebut
dapat diperoleh hubungan antara sudut pusat, panjang busur dengan keliling
lingkaran yaitu panjang busur per keliling lingkaran sama dengan besarnya sudut
pusat per sudut satu lingkaran penuh (360°). Secara matematis pernyataan
tersebut dapat dirumuskan:
Panjang busur/keliling = sudut pusat/360°
Untuk memantapkan pemahaman Anda mengenai hubungan sudut pusat, panjang
busur dan keliling lingkaran. Perhatikan dengan baik-baik contoh soal di bawah
ini.

Hubungan antara Sudut Pusat, Panjang Busur, dan Luas Juring


Dalam topik sebelumnya, kalian telah belajar tentang cara menghitung panjang
busur dan luas juring lingkaran. Apakah kalian masih ingat?
Busur adalah garis lengkung yang merupakan bagian dari keliling lingkaran, maka
untuk menentukan panjang busur lingkaran digunakan perbandingan dengan
keliling lingkarannya. Adapun juring adalah daerah yang merupakan bagian dari
daerah (luas) lingkaran, maka untuk menentukan luas juring lingkaran digunakan
perbandingan dengan luas lingkarannya.
Mari kita perhatikan gambar berikut.

Pada gambar di atas, sudut pusat dari juring berwarna merah


adalah ∠AOB = x°,
sedangkan sudut pusat dari juring berwarna biru adalah ∠COD = y°.

77
Jika panjang jari-jari lingkaran adalah r, maka perbandingan antara panjang busur
AB
dan panjang busur CD adalah sebagai berikut:

Nah, bagaimanakah perbandingan antara luas juring AOB dan COD?


Yuk kita gunakan rumus untuk menghitung luas juring yang telah kalian pelajari
pada topik sebelumnya untuk menentukan perbandingan antara luas juring AOB
dan COD.

Berdasarkan dua uraian di atas, apa yang dapat kalian simpulkan?


Ya, perbandingan antara panjang busur AB dan CD memberikan hasil yang sama
dengan perbandingan antara luas juring AOB dan COD.

Dengan demikian, panjang busur dan luas juring suatu lingkaran berbanding lurus
dengan besar sudut pusatnya.

78
Perbandingan Trigonometri

Perbandingan trigonometri adalah perbandingan ukuran sisi-sisi suatu


segitiga siku-siku apabila ditinjau dari salah satu sudut yang terdapat pada
segitiga tersebut.
Perhatikan segitiga siku-siku ABC disamping. Dengan titik sudut siku-siku di C.
Panjang sisi dihadapan sudut A ( sisi depan) dinamakan a
Panjang sisi dihadapan sudut B ( sisi samping) dinamakan b
Panjang sisi dihadapan sudut C ( sisi miring) dinamakan c

Yang dimaksud nilai perbandingan dalam trigonometri adalah enam nilai


perbandingan sisi sisi segitiga siku-siku, yaitu :

Dari nilai perbandingan di atas terdapat beberapa hubungan satu sama lain, yaitu

B. Perbandingan Trigonometri Pada Siku-Siku


Jika berbicara tentang dasar trigonometri, mutlak kita akan berhadapan dengan
segitiga siku-siku, karena trigonometri itu sendiri didefinisikan berdasarkan

79
konsep kesebangunan pada segitiga siku-siku.

Diberikan segitiga ABC siku-siku di B dengan ∠ A = θ.

Jika sisi di depan sudut (opposite) dinamakan "depan", sisi di samping sudut
(adjacent) dinamakan "samping" dan sisi miring (hypotenuse) dinamakan
"miring", maka perbandingan sisi-sisi tersebut didefinisikan sebagai berikut :
sin(θ)=depanmiringcsc(θ)=miringdepan
cos(θ)=sampingmiringsec(θ)=miringsamping
tan(θ)=depansampingcot(θ)=sampingdepan
Keterangan :
sin untuk sinus
cos untuk cosinus
tan untuk tangen
csc untuk cosecan
sec untuk secan
cot untuk cotangen

80
Catatan :
Sisi depan dan sisi samping dapat berubah tergantung sudut yang digunakan,
sedangkan sisi miring selalu sama, yaitu sisi terpanjang dan letaknya selalu di
depan sudut siku-siku.

Dari definisi diatas dapat kita amati dan simpulkan sebagai berikut :
Cosecan adalah kebalikan dari sinus, ditulis csc(θ)=1sin(θ) Secan adalah
kebalikan dari cosinus, ditulis sec(θ)=1cos(θ) Cotangen adalah kebalikan dari
tangen, ditulis cot(θ)=1tan(θ)
Tangen adalah perbandingan sinus terhadap cosinus, ditulis tan(θ)=sin(θ)cos(θ))
sehingga cot(θ)=cos(θ)sin(θ)

A. Menentukan Nilai Perbandingan Trigonometri Sudut Khusus(Sudut Istimewa)

Sisi AB = sisi miring segitiga


Sisi BC = sisi depan sudut a
Sisi AC = sisi samping sudut a

Yang dimaksud pada nilai perbandingan trigonometri yaitu enam nilai


perbandingan sisi sisi segitiga siku-siku, berikut penjelasanya

81
Dari nilai perbandingan tersebut ada beberapa hubungan satu sama lain, yaitu

82
a) Istimewa

Berikut adalah nilai sin, cos, dan tan untuk sudut istimewa

83
b) Identitas Trigonometri

Dalam segitiga siku-siku, selalu berlaku prinsip phytagoras, yaitu a2+b2=c2.


Pada materi ini, prinsip phytagoras menjadi asal pembuktian untuk identitas
trigonometri sendiri. a2+b2=c2 bagi kedua ruas dengan c2, didapat persamaan
baru a2/c2+b2/c2}=1. Sederhanakan dengan sifat eksponensial menjadi a/c 2+ b/c
2. Dari persamaan terakhir, subtitusi bagian sesuai dengan perbandingan
trigonometri pada segitiga, yaitu :

sehingga diperoleh

atau bisa ditulis menjadi

Dari identitas yang pertama mapu diperoleh bentuk lainnya, yaitu:

84
c) Dalam Kuadran

Sudut dalam lingkaran, mempunyai rentang 0° – 360°, sudut itu terbagi menjadi 4
kuadran, dengan tiap kuadran mempunyai rentang sebesar 90°.

 Kuadran 1 mempunyai rentang sudut dari 0° – 90° nilai sinus, cosinus dan tangent
positif.
 Kuadran 2 mempunyai rentang sudut dari 90° – 180° nilai cosinus dan tangen negatif,
sinus positif.
 Kuadran 3 mempunyai rentang sudut dari 180° – 270° nilai sinus dan cosinus negatif,
tangen positif.
 Kuadran 4 mempunyai rentang sudut dari 270° – 360° nilai sinus dan tangent negatif,
cosinus positif.

Perhatikan tabel trigonometri di bawah ini :

85
Perbandingan Trigonometri Untuk Sudut Khusus

Berdasarkan gambar diatas bis ditentukan nilai perbandingan trigonometri sudut-


sudut khusus itu dalam tabel sebagai berikut.

86
B. Perbandinan Trigonometri
Perbandingan trigonometri sudut berelasi merupakan perluasan dari
definisi dasar trigonometri tentang kesebangunan pada segitiga siku-siku yang
hanya memenuhi untuk sudut kuadran I atau sudut lancip (0 − 90°). Dengan
menggunakan sudut-sudut relasi, kita dapat menghitung nilai perbandingan
trigonometri untuk sudut-sudut pada kuadran lainnya, bahkan untuk sudut yang
lebih dari 360°, termasuk juga sudut-sudut negatif.

a) Sudut Relasi Kuadran I


Untuk setiap α lancip, maka (90° − α) akan menghasilkan sudut-sudut kuadran I.
Dalam trigonometri, relasi sudut-sudut tersebut dinyatakan sebagai berikut :
sin (90° − α) = cos α
cos (90° − α) = sin α
tan (90° − α) = cot α

b) Sudut Relasi Kuadran II


Untuk setiap α lancip, maka (90° + α) dan (180° − α) akan menghasilkan sudut-
sudut kuadran II. Dalam trigonometri, relasi sudut-sudut tersebut dinyatakan
sebagai berikut :sin (90° + α) = cos α
cos (90° + α) = -sin α
tan (90° + α) = -cot α

sin (180° − α) = sin α


cos (180° − α) = -cos α
tan (180° − α) = -tan α

87
c) Sudut Relasi Kuadran III
Untuk setiap α lancip, maka (180° + α) dan (270° − α) akan menghasilkan sudut
kuadran III. Dalam trigonometri, relasi sudut-sudut tersebut dinyatakan sebagai
berikut :
sin (180° + α) = -sin α
cos (180° + α) = -cos α
tan (180° + α) = tan α

sin (270° − α) = -cos α


cos (270° − α) = -sin α
tan (270° − α) = cot α

d) Sudut Relasi Kuadran IV


Untuk setiap α lancip, maka (270° + α) dan (360° − α) akan menghasilkan sudut
kuadran IV. Dalam trigonometri, relasi sudut-sudut tersebut dinyatakan sebagai
berikut :
sin (270° + α) = -cos α
cos (270° + α) = sin α
tan (270° + α) = -cot α

sin (360° − α) = -sin α


cos (360° − α) = cos α
tan (360° − α) = -tan α
Jika kita perhatikan, rumus-rumus diatas memiliki pola yang hampir sama, oleh
karenanya sangatlah tidak bijak jika kita harus menghapalnya satu per satu. Ada 2
hal yang perlu diperhatikan, yaitu sudut relasi yang digunakan dan tanda untuk
tiap-tiap kuadran.

Untuk relasi (90° ± α) atau (270° ± α), maka :


sin → cos
cos → sin

88
tan → cot

Untuk relasi (180° ± α) atau (360° ± α), maka :


sin = sin
cos = cos
tan = tan
Tanda untuk masing-masing kuadran :
Kuadran I (0 − 90°) : semua positif
Kuadran II (90° − 180°) : sinus positif
Kuadran III (180° − 270°) : tangen positif.
Kuadran IV (270° − 360°) : cosinus positif

I. Hubungan koordinat kutub dan koordinat cartesius


Koordinat kutub merupakan koordinat yang ada pada cartesius yang terletak

pada suatu lingkaran x2+y2=r2

, sehingga koordinat kutub ditulis berdasarkan jari-jari lingkaran (r) dan sudut

yang dibentuk terhadap sumbu X positif.

Misalkan koordinat cartesius titik A adalah (x,y), dan koordinat kutub titik A

adalah (r,α), hubungan kedua titik adalah :

x=rcosα, dan y=rsinα .

*). Berikut ilustrasi gambarnya

89
♣ Langkah-langkah mengubah koordinat menjadi koordinat cartesius :
Langsung gunakan hubungan : x=rcosα, dan y=rsinα
♣ Langkah-langkah mengubah koordinat cartesius menjadi koordinat kutub :
(i). Menentukan jari-jari (r) dengan pythagoras r2=x2+y2
(ii). Menentukan besar sudut dengan salah satu rumus :
sinα=yr atau cosα=xr, atau tanα=yx
(iii). Untuk kuadrannya, ada empat kemungkinan :
1. x positif dan y positif , ada di kuadran I,
2. x negatif dan y positif , ada di kuadran II,
3. x negatif dan y negatif , ada di kuadran III,
4. x positif dan y negatif , ada di kuadran IV

II. Jarak dua titik koordinat kutub

Untuk menghitung jarak dua titik koordinat kutub, caranya menggunakan


jarak dua titik pada
koordinat cartesius. Artinya kita harus mengubah dulu koordinat kutub menjadi
koordinat cartesius. Untuk jarak dua titik koordinat cartesius, silahkan baca materi

90
"Jarak Dua Titik dan Titik ke Garis".

Menentukan jarak titik A(r1,θ1

) dan titik B(r2,θ2) ,

*). Koordinat cartesiusnya adalah :

A(r1,θ1)→x1=r1cosθ1,y1=r1sinθ1→A(r1cosθ1,r1sinθ1)
B(r2,θ2)→x2=r2cosθ2,y2=r2sinθ2→A(r2cosθ2,r2sinθ2)

91
III. Koordinat Polar atau Koordinat Kutub
Sistem koordinat polar (sistem koordinat kutub) dalam matematika adalah
suatu sistem koordinat 2-dimensi di mana setiap titik pada bidang ditentukan
dengan jarak dari suatu titik yang telah ditetapkan dan suatu sudut dari suatu arah
yang telah ditetapkan.
Koordinat polar adalah koordinat yang letaknya ditentukan oleh sudut (α)
yang dibentuk oleh sumbu X positif dan arahnya berlawanan dengan jarum jam
dan jaraknya (r)dihitung dari titik asal koordinat .

a. Mengkonversi Koordinat Cartesius ke Koordinat Kutub (Polar) atau Sebaliknya:

Sebelum melakukan konversi dari koordinat kartesius ke koordinat kutub


(polar) atau sebaliknya, terlebih dahulu kita bahas mengenai koordinat kartesius
dan koordinat kutub itu sendiri.

1. Secara singkat koordinat kartesius adalah suatu titik yang digambar pada sumbu
x dan sumbu y, terdiri dari absis (nilai x) dan ordinat (nilai y), ditulis P(x,y).

92
2. Koordinat kutub adalah koordinat yang digambar pada sumbu x dan y, terdiri
dari nilai r (r = \sqrt{x^{2}+y^{2}} ) dan sudut θ., yaitu sudut yang dibentuk oleh
garis OP dan OX , ditulis P(r, θ)

3.Hubungan koordinat kartesius dengan koordinat kutub diperlihatkan oleh


gambar berikut ini.

93
4. Dari gambar di atas diperoleh hubungan jika pada koordinat kartesius titik P
(x,y) diketahui maka koordinat kutub P (r,θ) dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.

5. Dengan demikian, apabila koordinat kartesius P (x,y) dinyatakan menjadi


koodinat kutub dapat dinyatakan dengan:

6. Jika koordinat kutub titik P (r, θ) diketahui maka koordinat kartesius titik P (x,
y) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

94
7. Dengan demikian, apabila koordinat kutub P (r, θ) dinyatakan menjadi koodinat
kartesius dapat dinyatakan dengan rumus:

IV. Persamaan bentuk a cos nx + b sin nx

Jika kita menemukan persamaan dalam bentuk a cos nx + b sin nx maka kita ubah
menjadi k cos(nx – α)
dimana

Kemudian diselesaikan seperti menyelesaikan persamaan dasar cos x = cos a


Penentuan letak α:
 Jika a +, b + → α di kuadran I
 Jika a –, b + → α di kuadran II
 Jika a –, b – → α di kuadran III
 Jika a +, b – → α di kuadran IV
Untuk persamaan a cos nx + b sin nx = c,
syarat agar persamaan ini dapat diselesaikan:

Dan persamaan ini tidak dapat diselesaiakan jika :

95
a) Persamaan bentuk a cos2x + b sin x.cos x + c sin2x = d
Ketika terdapat bentuk persamaan a cos2x + b sin x.cos x + c sin2x = d.
Untuk menyelesaikannya lakukan dengan mengubah unsur-unsurnya seperti
berikut ini:

Dan untuk berikutnya persamaan diselesaikan seperti halnya menyelesaikan


persamaan a cos nx + b sin nx = c

b) Persamaan berbentuk a(cos x ± sin x) + b sin x.cos x + c = 0


Untuk persamaan berbentuk a(cos x ± sin x) + b sin x.cos x + c = 0, dalam
menyelesaikannya kita dapat mengikuti cara sebagai berikut :
Misalnya (cos x ± sin x) = p
sehingga
(cos x ± sin x)2 = p2
cos2x ± 2 sin x.cos x + sin2x = p2
1 ± 2 sin x.cos x = p2
± 2 sin x.cos x = p2 – 1
Sehingga 2 sin x.cos x = ± ½ (p2 – 1)
Sehingga persamaan di atas akan menjadi persamaan kuadrat:
a.p ± ½ b(p2 – 1) + c = 0
Selesaikan dengan cara pemfaktoran atau rumus abc untuk mendapatkan nilai p,
selanjutnya persamaan cos x ± sin x = p dapat diselesaikan dengan cara ketika
menyelesaikan persamaan a cos nx + b sin nx = c

96
c) Nilai ekstrim y = a cos nx + b sin nx + c

V. Pertidaksamaan Trigonometri

Langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan pertidaksamaan trigonometri


pada hakikatnya hampir sama dalam menyelesaikan persamaan trigonometri.
Hanya terdapat tambahan menentukan daerah penyelesaian. Berikut ini langkah-
langkahnya :

1. Mencari harga nol sama dengan cara menyelesaikan persamaan trigonometri

2. Diselesaikan dengan menggunakan garis bilangan

VI. Limit Fungsi Trigonometri


a. Limit Fungsi Aljabar

Limit dapat diartikan sebagai menuju suatu batas, sesuatu yang dekat
namun tidak dapat dicapai. Dalam bahasa matematika, keadaan ini dapat disebut
limit. Mengapa harus ada limit? limit menjelaskan suatu fungsi jika batas tertentu
didekati. Mengapa harus didekati? karena suatu fungsi biasanya tidak terdefinisi
pada titik-titik tertentu. Walaupun suatu fungsi seringkali tidak terdefinisi untuk
titik tertentu, namun masih dapat dicari tahu berapa nilai yang didekati oleh fungsi
tersebut apabila titik tertentu semakin didekati yaitu dengan limit.

Dalam bahasa matematika, limit dituliskan dengan:

97
Maksudnya, apabila x mendekati a namun x tidak sama dengan a makan
f(x) mendekati L. Pendekatan x ke a dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi kiri dan
sisi kanan atau dengan kata lain x dapat mendekati dari arah kiri dan arah kanan
sehingga menghasilkan limit kiri dan limit kanan.

Pengertian tentang limit di atas dapat diperoleh dengan melihat contoh berikut ini.

Untuk nilai x yang mendekati 1

Berikut gambar grafiknya:

Berdasarkan gambar grafik diatas dapat dijelaskan:

 Apabila x mendekati 1 dari kiri, maka nilai f(x) mendekati 2

98
 Apabila x mendekati 1 dari kanan, maka nilai f(x) mendekati 2

 Jadi, apabila x mendekati 1, maka nilai f(x) mendekati 2

Toerema / Pernyataan:

“Suatu fungsi dikatakan mempunyai limit apabila antara limit kiri dan
limit kanannya mempunyai besar nilai yang sama dan apabila limit kiri dan kanan
tidak sama maka nilai limitnya tidak ada.”

b. Sifat-sifat Limit Fungsi Aljabar

Apabila n merupakan bilangan bulat positif, k konstanta, f dan g adalah fungsi


yang mempunyai limit di c, maka sifat-sifat di bawah ini berlaku.

99
100
BAB II
SOAL MUDAH dan PENYELESAIAN

1. Nyatakan sudut 50° dan 89° ke dalam radian!


Penyelesian:
50° = 50° x π/180°
50° = 0,277π
50° = 0,277 (3,14)
50° = 0,87 radian
89° = 89° x π/180°
89° = 0,494π
89° = 0,494 (3,14)
89° = 1,55 radian

2. Nyatakan sudut 0,45 radian dan 0,89 radian ke dalam satuan derajat!
Penyelesaian:
0,45 radian = 0,45 x 180°/π
0,45 radian = 25,80°
0,89 radian = 0,89 x 180°/π
0,89 radian = 51,02°

3. Sebuah kipas angin berputar dengan kecepatan 36 putaran per menit. Nyatakan
kecepatan putaran kipas angin tersebut ke dalam satuan radian per detik!
Penyelesaian:
36 putaran/menit = 36 x 2π/60 putaran/detik
36 putaran/menit = 1,2π putaran/detik
Jadi 36 putaran per menit sama dengan 1,2π putaran per detik.

4. Hitunglah jari-jari suatu lingkaran jika panjang busurnya 10 cm dan sudut


pusatnya 36°!

101
Penyelesaian:
θ = 36°, maka:
36° = 36°xπ/180°
36° = 0,2π
Kita ketahui bahwa :
r = s/θ
r = 10 cm/0,2π
r = 10 cm/0,628
r = 15,9 cm
5. Nyatakan besar sudut berikut ke dalam satuan radian!
a. 30° 20′ 15”
b. 106° 20′
Penyelesaian:
a. kita ketahui bahwa:
1” = (1/3600)°
1′ = (1/60)°
1° = 0,0174 radian, maka:
30° 20′ 15”
= 30° + 20.(1/60)° + 15.(1/3600)°
= (108000/3600)° + (1200/3600)° + (15/3600)°
= (109215/3600)°
= (109215/3600).0,0174 radian
= 0,53 rad

b. kita ketahui bahwa:


1′ = (1/60)°
1° = 0,0174 radian, maka:
106° 20′ = 106° + 20.(1/60)°
106° 20′ = (318/3)° + (1/3)°
106° 20′ = (319/3)°

102
106° 20′ = (319/3).0,0174 radian
106° 20′ = 1,85 rad.

6. Perhatikan gambar di bawah ini!

Jika besarnya α = 36° dan r = 14 cm. Hitunglah panjang busur AB?

Penyelesaian:
Untuk menjawab soal di atas Anda harus mencari keliling lingkaran tersebut
yaitu:
K = 2πr
K = 2 . (22/7) . 14 cm
K = 88 cm
Sekarang cari panjang busur AB dengan konsep perbandingan nilai yaitu:
Panjang busur/keliling = sudut pusat/360°
AB/88 cm = 36°/360°
AB/88 cm = 1/10
AB = 88 cm/10
AB = 8,8 cm
Jadi, panjang busur AB adalah 8,8 cm.

7. Perhatikan gambar di bawah ini!

103
Jika panjang busur AB = 110 cm dan r = 63 cm. Hitunglah besar sudut pusat β?
Penyelesaian:
Untuk menjawab soal di atas Anda harus mencari keliling lingkaran tersebut
yaitu:
K = 2πr
K = 2 . (22/7) . 63 cm
K = 396 cm

Sekarang cari besar sudut pusat β dengan konsep perbandingan nilai yaitu:
Panjang busur/keliling = sudut pusat/360°
110 cm/396 cm = β/360°
β = (110 cm/396 cm). 360°
β = 100°
Jadi, besar sudut pusat β adalah 100°.
8. Luas Juring menggunakan perbandingan radian :

104
Kita akan mencari Luas AOB, dengan konsep radian : L. AOB/
L.Lingkaran = panjang AB/Keliling Lingkaran
Dari konsep diatas kita mendapatkan :
Luas AOB/2πr2 = s/2πr
Luas AOB = ½ rs
karena s = rθ, maka
Luas AOB = ½ r2θ
Untuk membuat teman-teman lebih paham lagi, berikut kami berikan:
Misalnya saja pada mata pelajaran trigonometri, kita akan menggambar
sudut 3o derajat dalam koordinat cartesius. Padahal di dalam koordinat cartecius
itu sendiri merupakan bilangan real. Misalnya kita akan menggambarkan grafik
dari sin(x), cos (x) dsb, maka kita perlu merubah x dari derajad ke
radian. Besarnya sudut sebuah lingkaran apabila kita tuliskan dalam derajat adalah
sebesar 360 derajat, tetapi dalam radian adalah 2 phi radian. Sehingga 2 phi setara
dengan 360 derajat, atau 1 phi = 180 derajat.
Perbandingan itu, kemudian kita jadikan dasar dalam konversi ini.
Derajat ke Radian
Misalnya kita akan merubah 30 derajat ke bentuk radian, maka cara
menghitungnya adalah sebagai berikut:

105
Jadi 30 derajad = 0.524 radian.

Jadi 2 radian = 114.6 derajat.

9. Perhatikan gambar berikut.

Jika panjang busur AB = 45 cm, maka berapakah panjang busur CD?


Penyelesaian:

10. Pada gambar berikut, jika luas juring AOB adalah 40 cm2, maka berapakah
luas juring BOC?

106
Penyelesaian:

107
BAB III

SOAL SEDANG dan PENYELESAIAN

I. Pada gambar berikut, jika panjang busur PQ = 12 cm, panjang busur QR =


30 cm, dan luas juring POQ = 45 cm2, maka berapakah luas juring QOR?

Penyelesaian:

II. Panjang jari-jari sebuah lingkaran dengan pusat O adalah 5 cm. Titik P dan
Q terletak pada lingkaran. Jika panjang busur PQ = 6,28 cm, hitunglah
luas juring POQ.
Penyelesaian:
Permasalahan dalam soal dapat diilustrasikan sebagai berikut:

108
109
III. Analisis gambar dibawah!!!

Jawab:

110
IV. Jika koordinat A(8,4) dan α adalah sudut antara OA dan sumbu X, maka
tentukanlah nilai :
(a) sin α (b) tan α (c) sec α

V. Analisi gambar dibawah!!

111
VI. Tentukan semua perbandingan trigonometri untuk sudut α pada segitiga
ABC dan sudut β untuk segitiga PQR !

Penyelesaian :
Perhatikan segitiga ABC
AC = √ (√ 3 )2+12 = 2

Sesuai dengan definisi, maka


sin(α) = depanmiring = ABAC = √ 3 2

cos(α) = sampingmiring = BCAC = 12


tan(α) = depansamping = ABBC = √ 3 1 = √ 3

csc(α) = miringdepan = ACAB = 2√ 3 = 2√ 3 3

sec(α) = miringsmping = ACBC = 21 = 2


cot(α) = sampingdepan = BCAB = 1√ 3 = √ 3 3

Perhatikan segitiga PQR

112
QR = √ (√2)2−12 = 1

Sesuai dengan definisi, maka


sin(β) = depanmiring = QRPR = 1√ 2 = √ 2 2

cos(β) = sampingmiring = PQPR = 1√ 2 = √ 2 2

tan(β) = depansamping = QRPQ = 11 = 1


csc(β) = miringdepan = PRQR = √ 2 1 = √ 2

sec(β) = miringsamping = PRPQ = √ 2 1 = √ 2

cot(β) = sampingdepan = PQQR = 11 = 1

Jika tan(α) = √ 3 dan α sudut lancip, tentukan nilai dari sin2(α)+cos2(α)

Penyelesaian :
tan(α) = depansamping = √ 3 1

Karena perbandingan trigonometri memenuhi konsep kesebangunan, dapat ditulis


:
depan = √ 3

samping = 1

Dengan teorema phytagoras

miring = √ (√ 3 )2+12 = 2

113
Berdasarkan definisi, kita peroleh
sin(α) = √ 3 2

cos(α) = 12

sin2(α) + cos2(α) = (√ 3 2)2 + (12)2

sin2(α) + cos2(α) = 34 + 14
sin2(α) + cos2(α) = 1

Jadi, sin2(α) + cos2(α) = 1

VII. Jika sin(β) = 12 dan sudut β lancip, tentukan nilai dari sec2(β)−tan2(β)

Penyelesaian :
sin(β) = depanmiring = 12

114
depan = 1
miring = 2
samping = √ 22−12 = √ 3

Sesuai definisi
sec(β) = 2√ 3

tan(β) = 1√ 3

sec2(β) − tan2(β) = (2√ 3 )2 − (1√ 3 )2

sec2(α) − tan2(α) = 43 − 13
sec2(α) − tan2(α) = 1

Jadi, sec2(β) − tan2(β) = 1

VIII. Jika cos(γ) = √ 2 2 dan sudut γ lancip, tentukan nilai dari csc2(γ)−cot2(γ)

Penyelesaian :
cos(γ) = sampingmiring = √ 2 2

samping = √ 2

miring = 2

depan = √ 22−(√ 2 )2 = √ 2

115
Sesuai definisi
csc(γ) = 2√ 2

cot(γ) = √ 2 √ 2 = 1

csc2(γ) − cot2(γ) = (2√ 2 )2 − (1)2

csc2(γ) − cot2(α) = 2 − 1
csc2(γ) − cot2= 1

Jadi, csc2(γ) − cot2(γ) = 1

IX. Diberikan segitiga ABC ⊥B dengan ∠A=α dan ∠C=β. Tunjukkan bahwa
sin(α)=cos(90∘−α) dan cos(β)=sin(90∘−β)

Penyelesaian :

Sesuai definisi, maka

116
sin(α) = BCAC
cos(β) = BCAC

Dari kedua persamaan diatas, maka


sin(α) = cos(β) ......................................(1)

∠A + ∠B + ∠C = 180°
α + 90° + β = 180°
α + β = 90°
α = 90° − β .............................(2)
β = 90° − α .............................(3)

Substitusi (2) ke (1) diperoleh


sin(90° − β) = cos(β)

Substitusi (3) ke (1) diperoleh


sin(α) = cos(90° − α)
X. Diketahui segitiga ABC ⊥B. Titik D terletak pada BC sehingga CD=1.
Jika ∠ADB=α dan ∠ACB=β, tunjukkan bahwa
AB=tan(α)tan(β)tan(α)−tan(β)

Penyelesaian :

117
Perhatikan segitiga ABD
tan(α) = ABBD
⇔ AB = BD tan(α) ................................(1)

Perhatikan segitiga ABC


tan(β) = ABBD+1
⇔ AB = (BD + 1) tan(β) .......................(2)

Dari persamaan (1) dan (2)


BD tan(α) = (BD + 1) tan(β)
BD tan(α) = BD tan(β) + tan(β)
BD tan(α) − BD tan(β) = tan(β)
BD(tan(α) − tan(β)) = tan(β)
BD = tan(β)tan(α)−tan(β) ..................................(3)

Substitusi (3) ke (1)


AB = tan(β)tan(α)−tan(β) tan(α)
diperoleh
AB = tan(α)tan(β)tan(α)−tan(β).

118
BAB IV

SOAL SUKAR dan PENYELESAIANNYA

1). Nyatakan koordinat kutub titik A(8,30∘) ke dalam koordinat cartesius!


Penyelesaian :
*). Diketahui titik A(r,α)=(8,30∘
artinya r=8 dan α=30∘
*). Menentukan koordinat cartesiusnya :
x=rcosα=8cos30∘=8.123–√=43–√
y=rsinα=8sin30∘=8.12=4
Jadi, koordinat cartesiusnya adalah A(43–√,4)

119
2). Nyatakan koordinat cartesisu berikut kedalam koordinat kutub :
a). titik B(3,33–√)
b). titik C(−3–√,1)
Penyelesaian :
a). titik B(3,33–√)
artinya x=3, dan y=33–√
*). Menentukan jari-jari (r) :
r=x2+y2−−−−−−√=32+(33–√)2−−−−−−−−−−√=9+27−−−−−√=36−−√=6
*). Menentukan sudut dengan rumus : cosα=xr
cosα=xr→cosα=36→cosα=12→α=60∘
Karena nilai x positif dan y positif, maka titik B ada di kuadran I dengan sudut 60∘
Jadi, koordinat kutubnya adalah B(6,60∘) .

b). titik C(−3–√,1)


artinya x=−3–√, dan y=1
*). Menentukan jari-jari (r) :
r=x2+y2−−−−−−√=(−3–√)2+(1)2−−−−−−−−−−−−√=3+1−−−−√=4–√=2
*). Menentukan sudut dengan rumus : sinα=yr
sinα=yr→sinα=12→α=30∘
Karena nilai x negatif dan y positif, maka titik C ada di kuadran II ,
Sehingga sudutnya : 180∘−30∘=150∘
Jadi, koordinat kutubnya adalah C(2,150∘) .

120
3. Nyatakan titik-titik berikut ini kedalam koordinat kutub atau koordinat
kartesius (sesuai dengan yang diketahui).

a. P(4,4)

b. P(6,120^{o})

Penyelesaian:

a. P(4,4)

Jadi koordinat kutubnya adalah P(4\sqrt{2},45^{o})

b. P(6,120^{o})

Jadi koordinat kartesiusnya adalah P(-3,3\sqrt{3})

121
4. Tentukan HP (Himpunan Penyelesaian) dari 2 cos x – √3 = 0 untuk 0 ≤ x ≤
360°

Jawab :
2 cos x = √3
cos x = ½ √3
cos x = cos 30°
x = 30° + k.360° atau x = (180 – 30)° + k.360°
k = 0 → x = 30° x = 150° + k.360°
k = 1 → x = 390° (tidak memenuhi) k = 0 → x = 150°
Sehingga HP = {30°, 150°}

5. Tentukan HP dari tan (60 – ½ x)° = cot (x + 120)° untuk 0 ≤ x ≤ 360°

Jawab:

tan (60 – ½ x)° = tan (90 – (x + 120))°


tan (60 – ½ x)° = tan (–x – 30)°
60° – ½ x = –x – 30° + k.180°
x – ½ x = –30° – 60° + k.180°
½ x = –90° + k.180°
x = –180° + k.360°
k = 1 → x = 180°
Sehingga HP = {180°}

122
6. Selesaikan sin 2x < cos x untuk 0 ≤ x ≤ 360°
Penyelesaian :
sin 2x – cos x < 0
2 sin x.cos x – cos x < 0
cos x.(2 sin x – 1) < 0
harga nol:
 cos x = 0
cos x = cos 90°
x = 90° + k.360° atau x = –90° + k.360°
k = 0 → x = 90° k = 1 → x = 270°
 2 sin x – 1 = 0
2 sin x = 1
sin x = ½
sin x = sin 30°
x = 30° + k.360° atau x = (180 – 30)° + k.360°
k = 0 → x = 30° x = 150° + k.360°
k = 0 → x = 150°

7. Memberi tanda (+) dan (-) pada garis bilangan:


Jika x = 180° maka sin 2.180° – cos 180° = sin 360° – cos 180° = 0 – (–1)
= 1 (+)
Jadi garis bilangannya sebagai berikut:

berdasarkan soal yang diminta yaitu kurang dari (<) 0, maka yang diarsir
adalah bagian-bagian yang bertanda (-)
Sehingga HPnya: {0° ≤ x < 30° atau 90° < x < 150° atau 270° < x ≤ 360°}

123
BAB V
FUNGSI

124
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

1.1 Pengertian Fungsi


Konsep fungsi adalah salah satu konsep paling mendasar dalam
matematika.Di dalam kalkulus konsep tersebut memegang peranan yang amat
luas.
Sebuah fungsi adalah aturan suatu padanan/kaitan antara dua himpunan
tidak kosong dinamakan Daerah Asal (Domain/Daerah Definisi) dan Daerah Hasil
(Range/Nilai Fungsi/Tujuan). f adalah fungsi yaitu padanan atau cara
pengkaitannya dengan notasi f : A→B sering pula sebuah fungsi disebut
pemetaan,yang memetakan Daerah Asal pada Daerah Hasil.
Jadi bila disimpulkan bahwa sebuah fungsi melibatkan tiga hal berikut :
 Sebuah himpunan tak kosong yang disebut Daerah Asal.
 Suatu aturan padanan,elemen-elemen dari kedua himpunan atau fungsinya.
 Sebuah himpunan tak kosong yang disebut Daerah Hasil.
 Suatu fungsi umumnya dituliskan dengan bentuk : f , g,h,F,A.
Ciri-ciri dari fungsi nilai adalah :
X dan y merupakan bilangan rill.
Data-data x merupakan bilangan tunggal.
Ciri-ciri fungsi dari suatu grafik adalah :
Bila ditarik sebuah garis sejajar sumbu y,maka garis tersebut akan memotong
grafik satu kali saja.
D f = proyeksi kurva pada sumbu x (Daerah Asal).
R f = proyeksi kurva pada sumbu y ( Daerah Hasil).
Ciri-ciri fungsi dari suatu persamaan analitik adalah :
Untuk setiap nilai x yang rill dalam Daerah Asal,hanya memiliki satu nilai rill di
Daerah Hasil.
Macam-macam fungsi :
 Fungsi konstan f ( x)  k  f ( x)  3
 Fungsi identitas f ( x)  x  f (5)  5
f ( x)  a o x n 1  ...  a n 1 x1  a n x o
 Fungsi Polinom
Keterangan :
n = bilangan cacah dan a o = konstanta rill
 Jika ao  0, maka f (x) berderajat n.

 Jika n = 0, maka f (x) = a o .

125
 Jika a o = 0 dan n = 0 maka f (x) = 0.
 f (x ) = 0 fungsi polinom tanpa derajat.


f ( x)  ao x  a deret linier.

1. Fungsi linier f ( x)  ax  b
A dan b adalah konstanta dan nilai a  0.
2. Fungsi Kuadrat f ( x)  ax  bx  c
2

Nilai a,b,dan c adalah konstanta dan a  0 .


3. Fungsi rasional merupaka hasil bagi dua polinom
a x n  a1 x n 1  ...  a n 1 x1  a n x 0
f ( x)  o n dengan syarat penyebut  0.
bo x  b1 x n 1  ...  bn 1 x1  bn x o
4. Fungsi Akar Kuadrat /irasional f ( x)  x ,kecuali f (x)  │x│= a 2
(rasional).
Fungsi Aljabar adalah fungsi yang dapat dibangun dari Fungsi Identitas dan
x2  x  c
5. Fungsi Konstanta dengan pengerjaan aljabar . f ( x)  .
ax  b
6. Fungsi Transeden
Misal :
 Fungsi Trigonometri : f ( x)  cos x
 Fungsi Siklometri : f (x) arc tan x
 Fungsi Logaritma : f (x) = In x
5 x 3
 Fungsi Eksponensial : f ( x)  e
 Fungsi Hiperbolik : f ( x)  sinh x
 Fungsi Nilai Mutlak : f (x)  │x-3│
 Fungsi Tangga f ( x)  x adalah fungsi bilangan bulat terbesar yang lebih
kecil atau sama dengan x.kecil atau sama dengan x.
1.2 Pengoperasian Pada Suatu Fungsi
Fungsi bukanlah bilangan,jadi pengoperasian pada suatu fungsi sedikit
berbeda dengan pengoperasian suatu bilangan.
Jika f dan g adalah fungsi dengan daerah asal D f danDg maka :

126
( f  g )( x)  f ( x)  g ( x)
( f  g )( x)  f ( x)  g ( x)
( f .g )( x)  f ( x)
f f ( x)
 ( x)  , g ( x)  0
g g ( x)
Daerah Asalnya terdiri atas semua x  D f  D g  ǿ
Contoh :
f ( x)  x  2, g ( x)   x  4
D f  2, danDg  (, ), maka : D f  D g  2, 
Fungsi Komposisi / Fungsi Tersusun
Andaikan f dan g fungsi-fungsi dari x,maka :
Fungsi Komposisi fog (x) (“f komposisi dengan g”) dinyatakan :
fog ( x)  f ( g ( x))
Fungsi Komposisi gof (x) (“g komposisi dengan f”) dinyatakan :
gof ( x)  g ( f ( x))
Agar fungsi komposisi ada,syaratnya adalah R f  D g  o atau R g  D f  0
1.3 FUNGSI INVERSI (Balikan)
f ( x)  x 2 Df
Pandanglah untuk setiap x elemen dari domain x € untuk setiap
Df f ( x)  x 2
f (x ) R f
x€ terkait satu dan hanya satu elemen ,anggota € .Akan
f ( x)  R f
tetapi,tiap
Dikaitkan dengan dua bilangan x dan –x.
Pandanglah fungsi g(x)= x 3 ,untuk setiap x hanya ada satu nilai y dan
sebaliknya untuk setiap y hanya ada satu nilai x dengan demikian g(x) disebut
fungsi satu-satu.
Ciri-ciri fungsi satu-satu adalah bila diliat dari grafiknya yaitu bila ditarik
garis sejajar sumbu x atau garis sejajar sumbu y,garis-garis tersebut akan
memotong kurva hanya pada satu titik,sehingga pada fungsi satu-satu dapat
membentuk fungsi lain dimana x  f 1 ( x) dengan syarat :
Domain f 1 ( x)  Range f ( x)  D f 1 ( x )  R f ( x )

Range f 1 ( x)  Domain f ( x)  R f 1 ( x )  D f ( x )
Definisi 1 :
f adalah fungsi satu-satu jika dan hanya jika x1  x2 dan f ( x1 )  f ( x2 )
Definisi 2 :

127
1
Jika f fungsi satu-satu maka fungsi f ( x) adalah x  f 1 ( y), jika dan hanya jika
y  f (x).
f 1 disebut balikan f atau invers f .
B. Limit Dan Fungsi Kontinue
2.1 Limit Suatu Fungsi
Konsep limit mempunyai peranan yang sangat penting di dalam kalkulus
dan berbagai bidang matematika.Oleh karena itu, konsep ini sangat perlu untuk
dipahami. Meskipun pada awalnya konsep limit sukar untuk dipahami, tetapi
dengan sedikit bantuan cara numeris kemudian konsep ini bisa dimengerti.
Misalkan :
Jika diketahui suatu fungsi f ( x)  x  3. Apa yang terjadi dengan nilai f (x) ,
2

jika nilai x mendekati dari daerah kiri dan kanan menuju ke nilai 2 (tetapi x  2 ?
Perhatikan tabel berikut :

X didekati f (x ) x didekati f (x )
Dari arah kanan Dari arah kiri
3 12 1,5 5,25
2,05 7,2025 1,95 6,8025
2,001 7,004001 1,999 6,996001
2,0001 7,00040001 1,9999 6,99960001

Maka akan terlihat bahwa apabila x cukup dekat dengan 2, maka f (x) mendekati
7.Hal ini juga sama apabila dihitung f (2)  2  3  7. Ini dikatakan bahwa limit
2

f (x ), pada saat x mendekati 2 sama dengan 7, ditulis :

lim x2 f ( x)  7 .
Selanjutnya, perhatikan fungi f (x) berikut :
x2 1
f ( x) 
x 1
Fungsi f (x) tersebut tidak terdefinisi di x  1, karena pada titik ini f (x)
0
berbentuk 0 .Tetapi masih dapat dipertanyakan apa yang terjadi pada f (x)

bilamana x mendekati 1 tetapi x  1.


2.2 Teorema Limit
Sifat-sifat dasar limit yang dinyatakan dalam beberapa teorema berikut, yang
digunakan dalam perhitungan limit.

128
Jika lim xa f ( x)  P dan lim xa g ( x)  Q, k ᵋ R dan n bilangan bulat positif,
maka berlaku pertanyaan-pertanyaan seperti di bawah ini :
lim k  k

xa

lim x  a

x a

2.3 Limit Satu Sisi


Misalkan f suatu fungsi yang terdeteksi pada selang terbuka, maka dikatakan
lim f (x) jika x  a. dari sebelah kanan adalah sama dengan L, ditulis :
lim xa  f ( x)  L.

C. FUNGSI TRANSENDEN
3.1 Pengertian Fungsi Transenden
Pertama-tama akan didefinisikan dahulu bahwa : R adalah himpunan
bilangan nyata (real) , dan fungsi f pada R adalah aturam yang menetapkan setaip
x di dalam R suatu bilangan nyata (real) y, disebut sebagai nilai fungsi f di
x,dituliskan sebagai :
y  f (x)
Pada rumus di atas,x merupakan perubah nyata (real variable) ,jadi R
merupakan domain dari definisi fungsi f .Oleh karena itu, himpunan yang
merupakan seluruh nilai fungsi f disebut sebagai jangkauan (range) dari f.
Pada rumus di atas menunjukkan bahwa fungsi f (x) bergantung pada perubahan
x.
Fungsi Logaritma Asli
Fungsi logaritma asli,ditulis sebagai lr,yaitu :
x
i
In x  dt , x >0
i
t
Sedangkan turunan dari logaritma asli,adalah :
 1
( In x )  , x >0
x x
Selanjutnya, apabila u  f (x) >0 dan f dapat diturunkan,maka :
 1 u
(In u)=
x u x

129
Sifat-sifat Logaritma Asli :
Apabila a>0 dan b>0 , dan r bilangan rasional, maka :
In 1 = 0
In ab = In a + In b
a
In = In a – In b
b
In a r = r In a

3.2 Fungsi Balikan (Invers) dan Turunannya


Teorema fungsi balikan (Invers) :
Misalkan f dapat diturunkan dan monoton murni (pada daerah definisinya adalah
fungsi yang naik atau fungsi yang turun ) pada selang I ,Apabila f ( x)  0 pada
1
sesuatu x dalam I ,maka f dapat diturunkan di titik y  f (x) pada daerah nilai
f dan berlaku :
1 I 1
(f ) ( y)  1
f ( x)
Persamaan (7.8) dapat dituliskan sebagai :
dx 1

dy dy / dx
 Fungsi Eksponen Asli
Suatu fungsi logaritma asli apabila dibalikkan (invers) maka akan diperoleh fungsi
eksponen asli,dan ditulis sebagai exp,yaitu :
x  exp y  y  x
Sehingga :
Exp (r x ) = x, x  0
 r (exp y )  y, untuk semua y
Dan bilangan e  2,718281828459045 adalah bilangan nyata positif yang bersifat
r e  1,maka exp 1=e.
Apabila r adalah suatu bilangan rasional,maka :
Exp(│n e r )= exp( r │n e)  exp r
Apabila : e r  exp x maka persamaannya adalah :
e Inx  x, x  0
r (e y )  y, untuk semua y.
Notasi : e x , juga ditulis : exp X
Dapat pula dituliskan dalam bentuk deret Mac Laurin :

130

xn x 2 x3
ex    1 x    .........
n o n! 2! 3!
Andaikan a dan b bilangan rasional, maka :
e a e b  e a b dan e a / e b  e a b
Fungsi eksponen dapat diturunkan,yaitu turunan e x adalah juga e x .
Bukti : misalkan y  e x , maka x  r y .Selanjutnya ruas kiri dan kanan
1 y
diturunkan, maka diperoleh : x  y   y  ex   (e x )
 ex .
y x x
 (e u )  (u )
Jika u  f (x) dapat diturunkan, maka :  eu .
x x
Selanjutnya :  e u du  e u  C .

131
BAB II
CONTOH FUNGSI LIMIT MUDAH
No. 1 Tentukan hasil dari:

Pembahasan
Limit bentuk

diperoleh

Soal No. 2

Pembahasan
Limit aljabar bentuk

Substitusikan saja nilai x,

Berikutnya dilanjutkan dengan tipe metode turunan yaitu limit x menuju angka
tertentu dimana jika disubstitusikan langsung mendapatkan hasil yang tak tentu.
Soal No. 3

132
Tentukan nilai dari

Pembahasan
Jika angka 2 kita substitusikan ke x, maka akan diperoleh hasil 0/0 (termasuk
bentuk tak tentu), sehingga selesaikan dengan metode turunan saja.

Soal No. 4

Tentukan nilai dari

Pembahasan
Masih menggunakan turunan

Soal No. 5

Nilai

A. −1/4
B. −1/2
C. 1
D. 2
E. 4
(Soal Limit Fungsi Aljabar UN 2012)

Pembahasan
Bentuk 0/0 juga, ubah bentuk akarnya ke bentuk pangkat agar lebih mudah
diturunkan seperti ini

133
Turunkan atas - bawah, kemudian masukkan angka 3 nya

Soal No. 6
Nilai dari

A. 16
B. 8
C. 4
D. -4
E. -8
(Matematika IPS 013)

Pembahasan
Bentuk 0/0 juga, dengan turunan:

atau dengan cara pemfaktoran:

Soal No. 7
Nilai

134
A. − 2/9
B. −1/8
C. −2/3
D. 1
E. 2
un matematika 2007

Pembahasan
Dengan substitusi langsung akan diperoleh bentuk 0/0.
Cara Pertama
Perkalian dengan sekawan dan pemfaktoran:

Cara Kedua

135
dengan turunan:

Catatan
Cara menurunkan

Ubah dulu bentuk akar jadi bentuk pangkat, kl akar pangkat dua itu sama saja
dengan pangkat setengah, jadinya

Turunan dari 3 adalah nol, ga usah ditulis, lanjut turunan dari

dicari pakai turunan berantai namanya, prakteknya begini:


Pangkatnya taruh depan, terus pangkatnya dikurangi satu, terus dikali dengan
turunan dari fungsi yang ada dalam kurung. x2 – 7 kalo diturunkan jadinya 2x – 0
atau 2x saja. Jadinya:

Contoh berikutnya limit x menuju tak berhingga dalam bentuk f(x)/g(x).


Kesimpulan berikut digunakan pada tiga nomor berikutnya:

136
Soal No. 8

Tentukan nilai dari

Pembahasan
Limit x menuju ∞ dengan pangkat tertinggi yang sama, m = n

Soal No. 9

Tentukan nilai dari

Pembahasan
Limit x menuju ∞ dengan pangkat tertinggi dari pembilang lebih tinggi dari
penyebutnya, m > n

Soal No. 10

Tentukan nilai dari

Pembahasan
Limit x menuju ∞ dengan pangkat tertinggi dari pembilang lebih rendah dari
penyebutnya, m < n

Contoh berikutnya tipe soal limit → ∞ yang berbentuk "Selisih Akar Kuadrat".

137
Ini rumus yang nanti digunakan:

138
BAB III
CONTOH SOAL FUNGSI KONTINUE SEDANG
No 1
Tentukan limit-limit berikut jika ada, jika ada berikan alasannya.

(a).

(b).
Jawab:
(a). Akan diperoleh seperti berikut

(b). Karena,

maka:

sehingga,

Nomor 2
Diberikan fungsi f dengan

Tentukan nilai a sedemikian sehingga f kontinu di x = a

Jawab:
Diperoleh:
1.

2.

3.

139
Agar f kontinu di x = a maka haruslah

Nomor 3
Diketahui fungsi f sebagai berikut:

Periksa kekontinuan f di:


(a) x = 2
(b) x = 3

Jawab:
(a) Di x = 2 diperoleh:

f(2) = 4

Karena hasil limit di atas tidak sama dengan hasil dari f(2) maka f tak kontinu di x
=2

(b) Di x = 3 diperoleh:

Karena hasil yang diperoleh dari perhitungan limit di atas sama dengan hasil dari
f(3) maka f kontinu di x = 3

Nomor 4
Diketahui fungsi-fungsi f dan g yang memenuhi sebagai berikut:

Tentukan:

Jawab:
Dengan menggunakan hukum-hukum limit, akan diperoleh sebagai berikut.

140
sehingga,

Nomor 5
Jika ada, tentukan limitnya; jika tidak ada, berikan alasannya.

(a)

(b) dengan

Jawab:
(a) Akan diperoleh seperti berikut.

(b) Akan diperoleh:

akan dicari limit kiri dan limit kanan.


Limit kiri:

Limit kanan:

Karena limit kiri tidak sama dengan limit kanan maka tidak ada.

Nomor 6
Tanpa menggunakan aturan l'Hopital, maka hitunglah.

(a)

(b)

141
Jawab:
(a) Akan diperoleh seperti di bawah ini.

(b) Akan diperoleh.

No 7 .tentukan limit-limit berikut jika ada, jika tidak ada maka berikan alasannya.
1.limx→2x2−3x+2x−2
2.limx→0100|x|

Jawab:
1. Diperoleh
limx→2x2−3x+2x−2=limx→2(x−2)(x−1)x−2=limx→2(x−1)=1

2. Diperoleh
Karena
|x|={x;x≥0−x;x<0
maka:
limx→0+100|x|=limx→0+100x=+∞
limx→0−100|x|=limx→0−100−x=+∞
Sehingga:
limx→0100|x|=+∞
NO 8

Diberikan fungsi f sebagai berikut:


f(x)={x2;x≤a2x+3;x>a
Tentukan nilai a sedemikian sehingga f kontinu di x = a

Jawab:
Diperoleh:
f(a)=a2
limx→a+f(x)=limx→a+(2x+3)=2a+3
limx→a−f(x)=limx→a−x2=a2
Agar f kontinu di x = a maka haruslah
a2=2a+3⇔a2−2a−3=0⇔(a−3)(a+1)⇔a=3;a=−1

No 9

142
Tentukan limit berikut ini jika ada:
limx→25(2001+x−25√ x −5)

Jawab:
limx→25(2001+x−25√ x −5)=limx→252001+limx→25(x−25)√ x −5.√ x +5√ x
+5
=2001+limx→25(x−25)(√ x +5)x−25

=2001+limx→25√ x +5=2001+5+5=2011
NO 10
Hitunglah limit-limit berikut jika ada. Jika tidak ada, jelaskan alasannya.
a) limx→1(x11+2009)

Jawab:
limx→1(x11+2009)=1+2009=2010

b) limx→1√ x−1

Jawab:
limx→1√ x−1 tidak mempunyai limit karena √ x−1 tidak terdefinisi di x < 1.

c) limx→−2+4+x−x22+x

Jawab:
limx→−2+4+x−x22+x=limx→−2+(3−2x+2−x)=−∞

d) limx→2√ 2−x

Jawab:
Misalkan f(x)=√ 2−x , maka f terdefinisi bila 2 - x >= 0 atau x<= 0. Dengan kata
lain f tidak terdefinisi di x > 2 sehingga limx→2+√ 2−x tidak ada. Akibatnya
limx→2+√ 2−x tidak ada.

143
BAB IV
CONTOH SOAL SULIT
Soal No. 1
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:
a) f(x) = 3x4 + 2x2 − 5x
b) f(x) = 2x3 + 7x
Pembahasan
Rumus turunan fungsi aljabar bentuk axn

Sehingga:
a) f(x) = 3x4 + 2x2 − 5x
f ‘(x) = 4⋅3x4− 1 + 2⋅2x2−1 − 5x1-1
f ‘(x) = 12x3 + 4x1 − 5x0
f ‘(x) = 12x3 + 4x − 5
b) f(x) = 2x3 + 7x
f ‘(x) = 6x2 + 7
Soal No. 2
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:
a) f(x) = 10x
b) f(x) = 8
c) f(x) = 12
Pembahasan
a) f(x) = 10x
f(x) = 10x1
f ‘(x) = 10x1−1
f ‘(x) = 10x0
f ‘(x) = 10

b) f(x) = 8
f(x) = 8x0
f ‘(x) = 0⋅ 8x0−1
f ‘(x) = 0

c) f(x) = 12
f ‘(x) = 0
Soal No. 3
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:

144
a) f(x) = 5(2x2 + 4x)
b) f(x) = (2x + 3)(5x + 4)
Pembahasan
Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:
a) f(x) = 5(2x2 + 4x)
f(x) = 10x2 + 20x
f ‘ (x) = 20x + 20
b) f(x) = (2x + 3)(5x + 4)
Urai terlebih dahulu hingga menjadi
f (x) = 10x2 + 8x + 15x + 12
f (x) = 10x2 + 13x + 12
Sehingga
f ‘ (x) = 20x + 13
Soal No. 4
Tentukan turunan dari fungsi-fungsi berikut
a)
b)

c)
Pembahasan
a)

b)

c)

Soal No. 5
Tentukan turunan dari fungsi-fungsi berikut, nyatakan hasil akhir dalam bentuk
akar
a)
b)
c)
Pembahasan

145
a)

b)

c)

Soal No. 6
Dengan menggunakan rumus turunan hasil kali fungsi berikut ini

Tentukan turunan untuk f(x) = (x2 + 2x + 3)(4x + 5)


Pembahasan
Misal :
u = (x2 + 2x + 3)
v = (4x + 5)
maka
u ‘ = 2x + 2
v‘=4
sehingga penerapan rumus di atas menjadi

Soal No. 7
Diketahui

146
Jika f ‘(x) menyatakan turunan pertama f(x), maka f(0) + 2f ‘ (0) =…
A. − 10
B. − 9
C. − 7
D. − 5
E. − 3
(Soal UN 2008)
Pembahasan
Untuk x = 0 maka nilai f(x) adalah

Berikutnya menentukan turunan f (x) yang berbentuk hasil bagi fungsi

Misal:
u = x2 + 3 -> u’ = 2x
v = 2x + 1 -> v’ = 2
Sehingga

Untuk nilai x = 0 langsung bisa dimasukkan saja seperti ini

Sehingga f(0) + 2f’ (0) = 3 + 2(−6) = − 9


NO 8
Carilah turunan pertama dari y = (3x+1)/(4x-3)
Penyelesaian:
y = (4x+3)/(2x-5)
misal:
u = 4x + 3 → u’ = 4
v = 2x – 5 → v’ = 2

Jika y = uv, maka


y’ = (u′ v – uv′)/v2
y’ = (4(4x+ 3) – (2x – 5)2)/(2x-5)2
y’ = ((16x+ 12) – (4x – 10))/(2x+5)2
y’ = (4x+22)/(5x+6)2

147
Contoh Soal 9 :
Carilah turunan pertama dari y = (3x2+4x+1)/(4x2+2x-3)
Penyelesaian:
y = (3x2+4x+1)/(4x2+2x-3)
misalkan:
u = 3x2+4x+1 → u’ = 6x + 4
v = 4x2+2x-3 → v’ = 8x + 2

Jika y = uv, maka


y’ = (u′ v – uv′)/v2
y’ = ((6x+4)(4x2+2x-3) – ((3x2+4x+1)(8x+2))/(4x2+2x-3)2
y’ = ((16x3 +12x2+18x+16x2+8x-12) – (24x3+32x2+8x+6x2+8x+2))/ (4x2+2x-3)2
y’ = ((16x3+ 28x2+26x-12) – (24x3+38x2+16x+2))/ (4x2+2x-3)2
y’ = (- 8x3-10x2-10x-14)/ (4x2+2x-3)2
y’ = – (8x3+10x2+10x+14)/(4x2+2x-3)2

Contoh Soal 10 :
Carilah turunan pertama dari y = (3x2+4)/(4x2+2x)
Penyelesaian:
y = (3x2+4)/(4x2+2x)
misalkan:
u = 3x2+4 → u’ = 6x
v = 4x2+2x → v’ = 8x + 2

Jika y = uv, maka


y’ = (u′ v – uv′)/v2
y’ = ((6x)(4x2+2x) – ((3x2+4)(8x+2))/(4x2+2x)2
y’ = ((24x3 +12x2) – (24x3+6x2+32x+8))/ (4x2+2x-3)2
y’ = (6x2+32x+8)/ (4x2+2x-3)2

148
BAB V

5.1 KESIMPULAN
Konsep fungsi adalah salah satu konsep paling mendasar dalam
matematika.Di dalam kalkulus konsep tersebut memegang peranan yang amat
luas.
Sebuah fungsi adalah aturan suatu padanan/kaitan antara dua himpunan
tidak kosong dinamakan Daerah Asal (Domain/Daerah Definisi) dan Daerah Hasil
(Range/Nilai Fungsi/Tujuan).
Konsep limit mempunyai peranan yang sangat penting di dalam kalkulus
dan berbagai bidang matematika.Oleh karena itu, konsep ini sangat perlu untuk
dipahami. Meskipun pada awalnya konsep limit sukar untuk dipahami, tetapi
dengan sedikit bantuan cara numeris kemudian konsep ini bisa dimengerti.

5.2 SARAN

Menyadari bahwa kami penyusun masih jauh dari kata sempurna,


kedepannya kami akan membahas lebih fokus dan detail, dalam menjelaskan
tentang makalah Matematika Dasar yang lebih banyak, lengkap dan juga dari
berbagai sumber ilmu. Kami selaku penulis mengharap pembaca dapat memberi
kritik dan sarannya atas hasil kerja kami sekian dan terimakasih.

149
BAB VI
BARISAN DAN DERET

150
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................2


DAFTAR ISI
.............................................................................................3

BAB I : BARISAN DAN DERET ...........................................................4


1.1 Barisan dan Deret Aritmatika .....................................................................5
1.2 Barisan dan Deret Geometri ......................................................................7
1.3 Deret Geometri Tak Hingga .......................................................................9

BAB II : Soal Kategori Mudah Dan Jawabannya


.................................23
BAB III : Soal Kategori Sedang Dan Jawabannya
.................................27
BAB IV : Soal Kategori Sukar Dan
Jawabannya....................................32
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................41

151
BAB I

BARISAN DAN DERET


A. Barisan dan Deret
1. Pengantar
Masalah barisan sebenarnya sudah sejak zaman Yunani kuno muncul sebagai salah satu
masalah yang menarik perhatian. Sejak 2400 tahun yang lalu konsep barisan yang kita
kenal dalam matematika mulai banyak dibicarakan orang, yaitu sejak seorang ahli filsafat
Yunani yang bernama Zeno mengemukakan suatu krisis dalam matematika. Krisis
matematika itu dikenal sebagai paradoks Zeno, yaitu sebagai berikut:

”Seorang pelari yang harus menempuh suatu jarak tertentu dengan cara melampaui
setengah dari setiap jarak yang ditempuh, sebagai akibatnya pelari ini tidak akan sampai
pada
ujung

1 3 dari
2 4 jarak

yang akan ditempuhnya”. o

Permasalahan paradoks Zeno baru dapat diatasi dengan diketemukannya masalah


barisan, terutama barisan tak hingga.

Sselain masalah barisan ada pula cerita yang berkaitan dengan konsep deret dalam
matematika. Ada suatu cerita tentang seorang hamba yang meminta kepada rajanya
untuk diberi beras dengan cara meletakkan 1 butir beras pada kotak pertama sebuah
papan carur. Kemudian meletakkan 2 butir pada kotak kedua, 4 butir pada kotak ketiga,
dan seterusnya, sehingga setiap kotak selanjutnya harus diisi dengan beras sebanyak
kuadrat dari jumlah beras yang ada pada kotak sebelumnya. Ternyata beras seluruh
negeri tidak cukup untuk memenuhi permintaan hamba ini. Uraian di atas, pada
dasarnya merupakan salah satu ...... barisan dan deret yang kita kenal dalam
matematika. Konsep barisan dan deret akan selalu terkait dengan bilangan-bilangan dan
aturan-aturan tertentu yang menghubungkan bilangan-bilangan tersebut.

152
2. Barisan

Tentunya dalam kesempatan lain kita telah menjumpai sebarisan bilangan, dan biasanya
kita diminta untuk dapat menentukan suku-suku berikutnya. Persoalan

semacam ini kita jumpai ketika kita mengikuti tes psikologi, test intelegency quetion (IQ),
tes kemampuan umum (TKU), tes potensi akademik (TPA), atau tes-tes psikologi untuk
bidang-bidang keahlian tertentu, yaitu pada bagian tes seri (Tes Barisan dan Deret).

Sebagai contoh dalam TKU, yaitu tes untuk para siswa SMA yang ingin meneruskan ke
perguruan tinggi diminta untuk menentukan dua suku berikutnya yang mungkin dari
setiap barisan di bawah ini, dan memberikan suatu aturan yang dapat dipakai untuk
menyusun barisan itu.

(a) 1, 3, 5, 7, ...
(b) 500, 400, 320, 256, ...
(c) 1, 2, 6, 24, 120, ...
(d) 2, 5, 10, 17, ...

(e) 1, , , , ...
Barisan-barisan semacam itu serimgkali muncul dalam kehidupan seharihari. Anda
mungkin pernah menjumpai sebagian dari barisan seperti (a). Misalnya ketika mencari
rumah yang bernomor 11 mungkin Anda menerka bahwa rumah yang dicari itu ada pada
sisi lain dari jalan tersebut. Barisan yang (b) memberikan gambaranhanya suatu speda
motor dalam puluhan ribu rupiah yang disusutkan 20% per tahun.

Barisan semacam ini sering pula muncul dalam permasalahan matematika. Pada
hakekatnya unsur-unsur (u) atau suku-suku (s) barisan adalah nilai-nilai dari suatu fungsi
u (fungsi s) yang daerah asalnya (domain f-nya) adalah himpunan bilangan asli A = { 1,
2, 3, ...}. Dalam hal ini kita mempunyai pemetaan (fungsi) dari himpunan A = { 1, 2, 3,
...} ke himpunan unsur-unsur pada barisan. Aturan yang menghubungkan daerah asal
(domain f) ke daerah hasil (range f) merupakan suatu rumus untuk barisan tersebut.

153
Untuk fungsi u yang berkaitan dengan barisan (a) yaitu rumus yang mungkin adalah u(n)
= 2n – 1. Rumus atau aturan fungsi ini menghasilkan suku ke-n dari barisan tersebut.
Rumus tersebut biasanya adalah un = 2n – 1 dengan n A =

{1, 2, 3, ...}.

Barisan bilangan (a) 1, 3, 5, 7, ... mempunyai suku (urutan) pertama u1 = 1, suku kedua u2
= 3, suku ketiga u3 = 5, dan seterusnya sampai pada suku ke-n un = 2n – 1. Dari contoh ini
terlihat adanya korespondensi satu-satu antara bilangan asli n ke suku ke-n atau un dari
barisan tersebut.

1 , 2 , 3 , . . . n

u1 = (2 x 1) – 1 u2 = (2 x 2) – 1 u3 = (2 x 3) – 1 un = 2n - 1
=1 =3 =5

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa barisan dapat disebut pula sebagai fungsi dari
bilangan asli. Dalam hal ini ada bererapa cara untuk menyatakan suatu barisan, yaitu:

(1) {u1, u2, u3, ..., un} atau


{s1, s2, s3, ..., sn} dengan n bilangan asli.

(2) {un} dengan n A = {1, 2, 3, ...}.


(3) f : n un dengan n A = {1, 2, 3, ...}.

Contoh
Carilah rumus untuk suku ke-n dari barisan yang empat suku pertamanya adalah
(a) 1, 4, 7, 10, ...
(b) 3, 9, 27, 81, ...
(c) -2, 2, -2, 2, ...

154
Penyelesaian:
(a) Selisih dua suku yang berurutan ialah 3, maka un = 3n -3.
(b) Perpangkatan dari 3, sehingga un = 3n.
(c) (-1)1 = -1, (-1)2 = 1, dan seterusnya, sehingga un = 2 x (-1)n.

B. Barisan Aritmetika dan Deret Aritmetika

1. Barisan Aritmetika
Sekarang marilah kita perhatikan kembali beberapa contoh barisan bilangan berikut ini.

Contoh
(a) 1, 3, 5, 7, …
(b) 2, 6, 10, 14, …
(c) 100, 90, 80, 70, …
Jika kita perhatikan contoh (a), suku yang pertamanya u1 = 1, suku yang kedua u2
diperoleh dengan menambahkan 2 kepada u1, suku yang ketiga u3 diperoleh dengan
menambahkan 2 kepada u2, demikian seterusnya. Jadiselisih dari tiap suku yang berurutan
dari barisan ini adalah tetap, yaitu sebesar 2. Barisan seperti ini dinamakan barisan
aritmetika dan selisih yang tetap dari barisan itu disebut beda barisan. Contoh-contoh
(a), (b), dan (c) dari contoh 35 di atas adalah contoh-contoh dari barisan aritmatika.
u1, u2, u3, ..., un
ialah barisan aritmetika , jika berlaku u2 – u1, = u3, ...,
u2 = ... = un – un – 1 = konstanta.

Konstanta ini disebut beda, dan besarnya dinyatakan dengan b.

(a) 1, 3, 5, 7, … bedanya ialah 3 – 1 = 5 – 3 = … = 2


(b) 2, 6, 10, 14, … bedanya ialah 6 – 2 = 10 – 6 = 14 – 10 = 4
(c) 100, 90, 80, 70, … bedanya ialah 90 – 100 = 80 – 90 = … = - 10
Jadi, dari sajian diskusi di atas jelaslah, bahwa suatu barisan dinamakan barisan
aritmetika jika dan hanya jika selisih dua suku yang berurutan selalu tetap (definisi).

155
Sekarang kita akan mencari rumus umum suku ke-n dari barisan aritmetika, yaitu
sbb:

Jika suku pertama barisan aritmetika u1 dinamakan a, maka didapat


u1 = a

u2 - u1 = b u2 = u1 + b = a + b u3 – u2 = b u3 = u 2 + b
= (a + b) + b = a + 2b u4 – u3 = b u4 = u3 + b = (a + 2b) + b = a + 3b
dan seterusnya, sehingga didapat barisan aritmetika dalam bentuk:
a , a + b , a + 2b , a + 3b , …, a (n – 1)b
Dari sini kita dapatkan bentuk umum rumus suku ke-n barisan aritmetika, yaitu: un = a +
(n – 1)b

Contoh
Carilah suku ke-100 dari barisan aritmetika 2, 5, 8, 11, …

Penyelesaian:
Di sini: a = 2 b = u2 – u1 = 5 – 2 = 3
n = 100 un = a + (n – 1)b un = 2 + (100 –
1)3 = 2 + (99 x 3) = 299

Contoh
Diketahui barisan aritmetika 1, 3, 5, 7, …. un = 225. Tentukan banyaknya suku (n).

Penyelesaian:

a = 1, b = 2, un = 225
un = a (n – 1)b

225 = 1 + (n – 1)2 = 1 + 2n - 2

156
226 = 2n n = 113 Jadi banyaknya suku ada
113.

Contoh

Si Dadap berhasil lulus ujian saringan masuk PT (Perguruan Tinggi).


Sebagai mahasiswa, mulai 1 Januari 2008 ia menerima uang saku sebesar Rp. 500.000,00
untuk satu triwulan. Uang saku ini diberikan setiap permulaan triwulan. Untuk setiap
triwulan berikutnya uang saku yang diterimanya dinaikkan sebesar Rp.

25.000. Berapa besar uang saku yang akan diterima si Dadap pada awal tahun 2011?

Penyelesaian:
Triwulan ke-1: u1 = a = Rp. 500.000,00 Triwulan
ke-2: u2 = a + b = Rp. 525.000,00, dst Jadi b =
25.000.
Pada awal tahun 2011 telah dipakai kuliah selama 3 tahun atau 12 triwulan, berarti: u12 =
a + (12 – 1)b

= 500.000 + (11 x 25.000)


= 775.000
Jadi besarnya uang yang akan diterima si Dadap pada awal tahun 2011 adalah Rp.
775.000,00.

157
2. Deret Aritmetika
Diceritakan tentang seorang matematikawan besar (Prince of Mathematics) Carl
Friedrich Gauss (1777 – 1855), bahwa dalam masa kecilnya di sekolah dasar guru minta
para peserta didiknya menjumlahkan seratus bilangan besar yang merupakan suku-suku
berurutan dalam barisan aritmetika, dan guru itu mengharapkan supaya suasana kelas
tenang. Gauss memberi jawaban hanya dalam beberapa detik. Di sini kita pakai cara yang
sama untuk mendapatkan jumlah 100 bilangan asli yang pertama, yaitu sbb:
J100 = S100 = 1 + 2 + … + 99 + 100

J100 = S100 = 100 + 99 + … + 2 + 1 +

2J100 = 101 + 102 + … + 101 + 101 = 100 x 101

J100 = 5050

Bentuk 1 + 2 + 3 + … + 100 adalah suatu contoh deret aritmetika. Jumlah deret aritmetika
ini adalah 5050.

Jika kita perhatikan ternyata, bahwa deret aritmetika adalah julah sukusuku barisan
aritmetika (definisi). Jika barisan aritmetikanya dinyatakan dalam bentuk:
a , a + b , a + 2b , … , a + (n – 1)b maka
deret aritmetikanya adalah:

a + (a + b) + (a + 2b) + … + [a + (n – 1)b]
dan dinotasikan dengan Jn (jumlah n buah suku pertama barisan aritmetika) atau Sn

(sum).

Bagaimanakah rumus umum jumlah n suku dari deret aritmetika? Jika J n (Sn) adalah
notasi untuk menyatakan jumlah n suku pertama suatu deret aritmetika, maka

Jn = a + (a + b) + (a + 2b) + … + [a + (n – 1)b]

Jn = [a + (n – 1)b] + [a + (n – 2)b] + [a + (n – 3)b] + … + n +

2Jn = [2a + (n – 1)b] + [2a + (n – 1)b] + [2a + (n – 1)b] + … + [2a + (n – 1)b]

2Jn = n [2a + (n – 1)b]

158
Jn = n [2a + (n – 1)b]
Karena Un = a + (n – 1)b, maka

Jn = n [a + Un]
Jadi jumlah n suku deret aritmetika adalah

Jn = n [2a + (n – 1)b] atau Jn = n [a +


Un]
Sebagai tambahan, pandang deret aritmetika berikut ini.

Jn = a + (a + b) + (a + 2b) + … + [a + (n – 2)b] + [a + (n – 1)b]

Jn - 1 = a + (a + b) + (a + 2b) + … + [a + (n – 2)b] -

Jn - Jn - 1 = a + (n – 1)b = Un
Jadi suku ke-n (urutan ke-n): Un = Jn - Jn – 1.

Ingat bahwa barisan aritmetika a , a + b ,


a + 2b , … , a + (n – 1)b

dapat juga ditulis dalam bentuk:

u1 , u2 , u3 , … , un.

Contoh
Carilah jumlah 25 suku yang pertama dari deret aritmetika
44 + 40 + 36 + 32 + ….

Penyelesaian:
Di sini a = 44, b = 40 – 44 = -4 dan n = 25

159
Jn = n [2a + (n – 1)b]

J25 = x 25 [2 x 44 + (25 – 1)(-4)]

= x 25 [88 + 24(-4)]

= -100

Contoh
Carilah jumlah semua bilangan asli antara 1 dan 100 yang habis dibagi 3.
Penyelesaian:
Di sini a = 3, b = 3 dan Un = 99
Terlebih dulu dicari nilai n
Un = a + (n – 1)b
99 = 3 + (n – 1) 3
n = 33

Jn = n (a + Un)

= x 33 (3 + 99)
= 1683.

Contoh
Dari soal contoh 38 di atas, berapa lamakah si Dadap menyelesaikan kuliahnya apabila
selama ia kuliah telah menerima uang saku sebesar Rp.

23.450.000,00?

Penyelesaian:

160
Uang yang diterima si Dadap selama kuliah Rp. 23.450.000,00 merupakan jumlah deret
uang masing-masing triwulan.

Jn = n [2a + (n – 1)b]

23.450.000 = n [2 x 500.000 + (n – 1) 25.000]

23.450.000 = 500.000 n + 12.500 n2 – 12.500 n n2

+ 39 n – 1876 = 0

(n – 28)(n + 67) = 0

n = 28 triwulan atau 7 tahun

Jadi, si dadap menyelesaikan kuliahnya selama 7 tahun.

C. Barisan Geometri dan Deret Geometri


1. Barisan Geometri
Sekarang marilah kita perhatikan beberapa barisan dalam contoh berikut ini.

Contoh
(a) 1, 2, 4, 8, …
(b) 27, -9, 3, -1, …
(c) -1, 1, -1, 1, …

Untuk contoh (a) ternyata tiap suku-sukunya diperoleh dengan cara mengalikan suku
sebelumnya oleh 2. Ternyata pula bahwa hasil bagi tiap suku dengan suku sebelumnya
selalu tetap, yaitu sama dengan 2. Bagaimana dengan contoh (b) dan contoh (c)? Barisan-
barisan seperti contoh 42 ini disebut barisan geometri.
U1, u2, u3, …, un
Dinamakan barisan geometri, apabila

161
u2 u3 un

u1 u2 un 1 = konstanta.
Konstanta ini dinamakan rasio, pembanding, nisbah atau pembagi dan dinyatakan dengan
huruf r atau p.

2 4 8

(a) Untuk 1, 2, 4, 8, … rasionya ialah 1 2 4 2
4 3 1 1

(b) Untuk 27, -9, 3, -1, … rasionya 27 9 3 3

1 1 1
 1
(c) Untuk -1, 1, -1, 1, … rasionya 1 1 1
Dari penjelasan di atas, dapatlah kita simpulkan, bahwa suatu barisan dinamakan barisan
geometri jika dan hanya jika hasil bagi tiap suku dengan suku sebelumnya selalu tetap
(definisi). Hasi bagi yang tetap ini disebut rasio dan disingkat dengan r.

Bagaimanakah bentuk umum suku ke-n dari barisan geometri? Misal suku pertama dari
barisan geometri, yaitu u1 dinyatakan dengan a, maka kita dapatkan:
u2
r 2 u = u1r = ar,
u1

u3
a 3 u = u2r = ar . r =
u2

u4
a 4 ar2, u = u3r = ar2.
u

r = ar3, 3

dan seterusnya, sehingga didapat barisan geometri dalam bentuk baku (standar), yaitu:

a, ar, ar2, ar3, …, arn-1.

Perhatikan bahwa urutan ke-n merupakan bentuk umum rumus suku ke-n barisan
geometri, yaitu

162
Un = arn-1.

Contoh
Diketahui barisan geometri dengan u1 = 64 dan u4 = 1. Carilah rasionya dan tentukan
lima suku pertama dari barisan tersebut.

Penyelesaian: Di
sini a = u1 = 64,

Dan un = arn-
1
u4 = 64

r3 1 = 64

r3

r3 =

Jadi, r =

Lima suku yang pertamanya adalah 64, 16, 4, 1, .

Contoh
Banyaknya penduduk kota Bandung pada tahun 2007 ada 3,2 juta orang. Setiap 10 tahun
penduduk kota Bandung bertambah dua kali lipat dari jumlah semula. Berapakah
banyaknya penduduk kota Bandung pada tahun 1947?

Penyelesaian:
Karena penduduk kota bandung tiap 10 tahun bukanlah dua kali lipat dari jumlah semula,
berarti r = 2. Dari tahun 1947 ke tahun 2007 = 60 tahun, ini sama dengan n

60tahun

= = 6.

10tahun

163
Pend pada tahun 2007 = 3,2 juta orang; sehingga U6 =
3,2 juta = 32 . 105.

Un = a rn-1

32 . 103 = a . 26 -
1
25 . 105 = a . 25

a = 105

Jadi penduduk kota Bandung pada tahun 1947 = 100.000 orang.

2. Deret Geometri
Seperti halnya deret aritmetika, bahwa suatu deret geometri adalah jumlah suku-
suku dari suatu barisan geometri (definisi). Jika barisan geometrinya dinyatakan dalam
bentuk baku, yaitu
a, ar, ar2, ar3, …, arn - 1

Maka deret geometrinya adalah


a + ar + ar2, ar3 + … + arn – 1

Misalkan Jn (Sn) adalah notasi yang kita pakai untuk menyatakan jumlah n suku
pertama suatu barisan geometri, maka

Jn = a + ar + ar2 + ar3 + … + arn – 1

r Jn = ar + ar2 + ar3 + … + arn – 1 + arn -

(1 – r) Jn = a - arn
a ar n
Jn =
1 r

a (1 r n )
Jn = , (r 1)
1 r

a( r n 1)
Jn =
r 1
, berlaku jika r > 1.

164
Bentuk terakhir ini sering pula disebut rumus untuk jumlah n suku
pertama deret geometri.

Contoh 45
Carilah jumlah tujuh buah suku dari deret geometri

4 + 2 + 1 + 0,5 + …

Penyelesaian:
2 1
Di sini, a = 4, r = 4 2 dan n = 7

a(1 r n )

Jn =

1r

7
1
4 (1 )
J7 = 2
1
1
2
J7 = 7,94 (dibulatkan sampai 3 angka signifikan)

Contoh
Seutas tali dibagi menjadi 6 bagian dengan ukuran panjang membentuk deret geometri;
jika bagian yang paling pendek 3 cm dan yang terpanjang 96 cm, tentukanlah ukuran
panjang tali tersebut.

Penyelesaian:
Di sini, Un = 96, a = 3 dan n = 6
Sehingga kita dapatkan
Un = arn

- 1 96 =

165
3 r5 r5 =

32 r = 2

Karena r > 1, maka berlaku

a(r n 1)

Jn = r 1

J6 =

J6 =

J6 = 189
Jadi ukuran panjang tali tersebut adalah 189 cm.

3. Deret Geometri Tak Hingga


Deret geometri tak hingga adalah salah satu bentuk istimewa dari deret geometri yang
baru saja kita diskusikan. Keistimewaannya terletak pada banyak unsur-unsurnya yaitu
banyaknya tak terhingga. Karenanya didefinisikan bahwa deret geometri tak hingga
adalah suatu deret geometri yang banyak unsur-unsur atau sukusukunya tak hingga.
Sebagai akibatnya tentu saja rumus umum jumlah n suku barisan geometri tak hingga
berbeda dengan rumus umum jumlah n suku deret geometri. Adapun bentuk umum deret
geometri tak hingga dapat ditulis dalam bentuk berikut (akibat dari bentuk baku deret
geometri) a + ar + ar2 + ar3 + …
Sekarang kita akan menentukan rumus umum jumlah n suku geometri tak hingga
tersebut. Sebelumnya kita perhatikan kembali rumus umum jumlah n suku deret geometri
a(1 r n )

Jn =

1r

Jika n , maka

166
Jadi, rumus umum jumlah n suku deret geometri adalah a

Jn = untuk r < 1 atau -1 < r < 1.


1 r

Contoh
Hitunglah jumlah sampai tak hingga dari deret geometri 4 – 2 + 1 - …
Penyelesaian:

Dari deret geometri yang diketahui, tampak bahwa

2 1
a = 4 dan r = 4 2 , sehingga kita dapatkan
a
J =
1 r
4
J =
1 Contoh 48
1 ( )
2 Sebuah bola dijatuhkan dari ketinggian 1 meter. Setiap kali
sesudah jatuh mengenai lantai, bola itu dipantulkan lagi dan
J = .

167
mencapai ketinggian dari tinggi

sebelumnya. Tentukan panjang seluruh jalan yang dilalui bola itu sampai berhenti.

J = J 1 + J2 = 4 + 3 = 7
Jadi, panjang seluruh jalan yang dilalui bola itu sampai berhenti adalah 7 meter.

168
KESIMPULAN

1. Barisan
Suku-suku (unsur-unsur) suatu barisan dapat ditentukan dengan suatu rumus.

Misal Un = 2n – 1 dengan n bilangan asli menghasilkan barisan 1, 3, 5, 7, …

2. Barisan Aritmetika
Dalam barisan aritmetika: u2 – u1 = u3 – u2 = … = un – un -1 = b (beda).

Suku ke-n barisan aritmetika: a, (a + b), a + 2b, … ialah


Un = a + (n – 1)b.

3. Deret Aritmetika
Deret baku ialah a + (a + b) + (a + 2b) + … +[a + (n – 1)b].

Jumlah n suku pertama Jn = Sn = n {2a + (n – 1)b}

= n(a + un)

4. Barisan Geometri
u2 u3 un
...
Dalam barisan geometri: u 1 u2 un 1 = r (rasio).

Suku ke-n dari barisan geometri a, ar, ar2, ar3, … ialah un = arn – 1.

169
5. Deret Geometri a (1 r n )
Deret baku ialah: a + ar + ar + … +
2 ,r 1 arn – 1.
1 r

Jumlah n suku pertama Jn = Sn a( r n 1)


,r>1
r 1
a
Jumlah sampai tak hingga Jn = Sn jika - 1 < r < 1.
1 r

170
BAB II

SOAL MUDAH

1. Sebuah barisan aritmatika memiliki jumlah suku ganjil. Jika suku pertamanyanya
4 atau suku terakhirnya adalah 20, berapa suku tengahnya ?

Pembahasan
a=4
Un = 20
a+Un 4+20
Ut= = = 12
2 2

2. Banyak kursi pada baris pertama di gedung kesenian ada 22 buah. Banyak kursi
pada baris di belakangnya 3 buah lebih banyak dari kursi pada baris di
depannya. Banyak kursi pada baris kedua puluh adalah...

Pembahasan:
Bila dituliskan, maka bentuk barisan aritmatika kursi di gedung itu adalah: 22,
25, 28, ...
Ditanyakan: banyak kursi pada baris ke-20.
Un = a + (n-1)b
U20 = 22 + (20-1)3
= 22 + 19.3
= 22 + 57
= 79

3. Suku pertama barisan aritmatika adalah 4 dan bedanya adalah 3, suku ke-10
barisan aritmatika tersebut adalah….
Penyelesaian:
Diketahui:
a=4
b=3
Jawab:
Un = a + (n-1) b
U10 = 4 +(10-1)3
= 4 + (9) 3

171
= 31

4. Diketahui suku aritmatika : 5, 8, 11…..


Tentukan nilai suku ke-12 !
Penyelesaian:
Diketahui:
a=5
b = 8-5 = 3
Ditanya: suku ke 12?
Jawab:
Un = a + (n-1)b
U12 = 5 + (12-1)3
= 5 + (11) 3
= 38

5. Diketahui barisan aritmatika 8, 11, 14,.., 128, 131, 134. Suku tengahnya adalah….
Penyelesaian:
Diketahui:
a=8
Un = 134
Ditanya : Suku tengah?
Ut = 1/2 (a+Un)
Ut = 1/2 (8 + 134)
Ut = 1/2 (142) = 71

6. Sebuah barisan aritmatika memiliki jumlah suku ganjil. Jika suku pertamanyanya
6 atau suku terakhirnya adalah 20, berapa suku tengahnya ?

Pembahasan
a=6
Un = 20
a+Un 6+20
Ut= 2
= 2
= 13

7. Sebuah barisan aritmatika memiliki jumlah suku ganjil. Jika suku pertamanyanya
4 atau suku terakhirnya adalah 30, berapa suku tengahnya ?

Pembahasan
a=4
Un = 30
a+Un 4+30
Ut= 2
= 2
= 17

172
8. Suku pertama barisan aritmatika adalah 2 dan bedanya adalah 1, suku ke-8
barisan aritmatika tersebut adalah….
Penyelesaian:
Diketahui:
a=2
b=1
Jawab:
Un = a + (n-1) b
U8 = 2 +(8-1)1
= 2 + (7) 1
= 14

9. Suku pertama barisan aritmatika adalah 3 dan bedanya adalah 2, suku ke-12
barisan aritmatika tersebut adalah….
Penyelesaian:
Diketahui:
a=3
b=2
Jawab:
Un = a + (n-1) b
U12 = 3 +(12-1)2
= 3 + (11) 2
= 25

10. Suku pertama barisan aritmatika adalah 5 dan bedanya adalah 4, suku ke-18
barisan aritmatika tersebut adalah….
Penyelesaian:
Diketahui:
a=5
b=4
Jawab:
Un = a + (n-1) b
U18 = 5 +(18-1)4
= 5+ (17) 4
= 73

173
BAB III

SOAL SEDANG
1. 3.Suku ke-15 dari barisan: 2, 5, 8, 11, 14, … adalah…

Pembahasan:
Barisan di atas merupakan suatu barisan aritmatika karena juga memiliki beda
yang sangat konstan.
Suku pertama = a= U1= 2
Beda = b =U2 – U1= 5–2 adalah 3
Suku ke-15 = U15
Un = a + (n – 1) b
U15 = 2 + (15 – 1) 3
= 2 + 14 . 3
= 2 + 42
= 44

2. Suku ke-45 dari barisan bilangan: 3, 7, 11, 15, 19, …ialah…


Pembahasan:
Barisan di atas merupakan barisan aritmatika, karena juga banyak memiliki beda
yang sama.
Suku pertama = a = 3
Beda = b = U2 – U1 = 7–3 adalah 4
Un = a + (n – 1) b
U45 = 3 + (45 – 1) 4
= 3 + 44 . 4
= 3 + 176
= 179

3. Suku ke-50 dari barisan bilangan: 20, 17, 14, 11, 8, … adalah…

Pembahasan:
Barisan di atas merupakan suatu barisan aritmatika, karena juga banyak
memiliki beda yang sama.
Suku pertama = a = 20
Beda =b= U2 – U1 = 17 – 20 adalah -3
Un = a + (n – 1) b
U50 = 20 + (50 – 1) -3
= 20 + 49 . (-3)
= 20 + (-147)
= -127

174
4. Rumus suku ke-n barisan aritmatika 94, 90, 86, 82, … adalah…

Pembahasan:
Suku pertama = a = 94
Beda = b = 90 – 94 adalah -4
suku ke-n ialah Un = a +(n-1) b
= 94 + (n-1) -4
= 94 + (-4n) + 4
= 94 + 4 – 4n
= 98 – 4n

5. Suku ke-55 dari barisan bilangan: 3, 7, 11, 15, 19, ... adalah...

Pembahasan:

Barisan di atas adalah barisan aritmatika, karena memiliki beda yang sama.

Suku pertama = a = 3

Beda = b = U2 – U1 = 7 – 3 = 4

Un = a + (n – 1) b

U45 = 3 + (55 – 1) 4
= 3 + 54 . 4
= 3 + 216
= 219

6. Jumlah 9 suku dari 1 + 2 + 4 + 8 + 16 + ... adalah...

Pembahasan:
Deret di atas adalah deret geometri, karena memiliki rasio yang sama
Suku pertama = a = 1

Rasio =

175
7. Diketahui suatu barisan aritmatika suku pertamanya adalah 4 dan suku ke-20
adalah 61 Tentukan beda barisan aritmatika tersebut!
Penyelesaian:

Diketahui:

a=4

U20 = 61

Jawab :

Un = a + (n-1) b

U20 = 4 + (20-1) b

61 = 4 + (19)b

61-4 = 19b

U20 = 61

Un = a + (n-1) b

U20 = 4 +(20-1) b

61 = 4 + (20-1) b

61 – 4 = 19b

57 = 19b

b = 57/19 = 3

8. Diketahui 10 + 12 + 14 +……+ U10


a. Tentukan suku ke-10

b. Jumlah sepuluh suku pertama (U10)

Jawab:

a. Suku ke-10

176
Un = a + (n-1)b

U10 = 10 + (10-1) 2

= 10 + (9) 2

= 10 + 18

= 28

b. Jumlah sepuluh suku pertama

Sn = n/2 (a + Un)

S10 = 10/2 (10 + 28)

S10 = 5 x 38 = 190

9. Rumus suku ke-n dari barisan bilangan 64, 32, 16, 8, ... adalah...

Pembahasan:
Barisan di atas adalah barisan geometri, karena memiliki rasio yang sama
Suku pertama = a = 64

10. Diketahui barisan bilangan 2, 4, 8, 16, ...


Rumus suku ke-n barisan tersebut adalah...

Pembahasan:
Barisan tersebut adalah barisan geometri:

177
Suku pertama = a = 2

178
BAB IV

SOAL KATEGORI SUKAR

1.Diketahui U2 + U4 = 12 dan U3 + U5 = 16, maka suku ke-7 barisan itu adalah

Dari penjumlahan suku ke-2 dan ke-4 :

(1) U2 +U4 = 12

⇒ (a + b) + (a + 3b) = 12

⇒ 2 a + 4b = 12

⇒ a + 2b = 6

Dari penjumlahan suku ke-3 dan ke-5 :

(2) U3 + U5 = 16

⇒ (a + 2b) + (a + 4b) = 16

⇒ 2a + 6b = 16

⇒ a + 3b = 8

Langkah berikutnya, kita akan melakukan substitusi persamaa 1 ke persamaan 2:

a + 2b = 6

a = 6 – 2b.... substitusi ke persamaan (2)

Persamaan (2):

a + 3b = 8

⇒ 6 – 2b + 3b = 8

⇒6+b=8

⇒b=2

179
Karena b = 2, maka a = 6 – 2(2) = 6 – 4 = 2.

Jadi, suku pertama barisan itu adalah 2 dan suku ke-7 barisan aritmatika tersebut
adalah :

U7 = a + 6b

⇒ U7 = 2 + 6(2) ⇒ U7 = 14

2. Dalam sebuah barisan aritmatika diketahui suku kedua adalah 5 dan suku kelima
adalah 14. Maka berapakah jumlah 10 suku pertama dari barisan aritmatika tersebut?

Suku Kedua :

⇒ U2 = 5

⇒a+b=5

⇒ a = 5 - b...(Persamaan 1)

Suku Kelima :

⇒ U5 = 14

⇒ a + 4b = 14...(Persamaan 2)

Substitusi Persamaan 1 ke Persamaan 2

⇒ a + 4b = 14

⇒ 5 - b + 4b = 14

⇒ 3b = 9

⇒b=3

Jadi a = 5 -b

⇒a=5-3=2

Jumlah 10 suku pertama:

⇒ Sn= n2 (a+Un)

⇒ S10= 102 (a+U10)

180
⇒ S10= 5 (a + a + 9b)

⇒ S10= 5 (2 + 2 + 9.3)

⇒ S10= 155

3. Diketahui suatu suku ke-4 dan suku ke-9 dari deret aritmatika adalah 16 dan 51.
Jumlah 25 suku pertama adalah ...

Rumus suku ke-n :

Un = a + (n - 1)b

Suku ke-4 :

⇒ U4 = 16 ⇒ a + 3b = 16 ......(Persamaan 1)

Suku ke-9 :

⇒ U9 = 51 ⇒ a + 8b = 51 ......(Persamaan 2)

Lakukan penngurangan Persamaan(2) dengan Persamaan(1) :

a + 8b = 51

a + 3b = 16

___________ _

5b = 35

b=7

Masukkan nilai b ke Persamaan (1):

⇒ a + 3b = 16

⇒ a + 3(7) = 16

⇒ a + 21 = 16

⇒ a = 16 -21

⇒ a = -5

Jumlah 25 suku pertama:

181
⇒ Sn= n2 (a+Un)

⇒ S25 = 252 (a + U25)

⇒ S25 = 252 (a + a + 24b )

⇒ S25 = 252 (-5 - 5 + 24(7) )

⇒ S25 = 252 (-10 + 168 )

⇒ S25 = 252 158

S25 = 1975

4. Diketahui jumlah 3 bilangan genap berurutan 114.Jumlah bilangan terbesar dan


terkecil adalah....

Dari soal di atas, bilangan genap berurutan pasti akan memiliki nilai beda sama dengan
2.

Lalu dari bilangan genap berturut-turut, dapat kita misalkan U1, U2, U3

Dari soal diketahui tiga bilangan genap berurutan bernilai 114, dapat kita maknai
sebagai :

U1 + U2 + U3 = 114

Suku ke-1 adalah :

⇒ U1 = a + (1 - 1) 2

⇒ U1 = a

Suku ke-2:

⇒ U2 = a + (n - 1) b

⇒ U2 = a + (2 - 1) 2

⇒ U2 = a + 2

Suku ke-3:

182
⇒ U3 = a + (n - 1) b

⇒ U3 = a + (3 - 1) 2

⇒ U3 = a + 4

Lalu jumlahkan ketiga suku tersebut :

U1 + U2 + U3 = 114

⇒ a + a + 2 + a + 4 = 114

⇒ 3a + 6 = 114

⇒ 3a = 114 - 6

⇒ 3a = 108

⇒ a = 36

Jadi suku ke-2 adalah :

⇒ U2 = a + 2

⇒ U2 = 36 + 2

⇒ U2 = 38

Jadi suku ke-3 adalah :

⇒ U2 = a + 4

⇒ U2 = 36 + 4

⇒ U2 = 40

183
5. Banyak kursi pada baris pertama di gedung kesenian ada 22 buah. Banyak kursi pada
baris di belakangnya 3 buah lebih banyak dari kursi pada baris di depannya. Banyak kursi
pada baris kedua puluh adalah...

Bila dituliskan, maka bentuk barisan aritmatika kursi di gedung itu adalah: 22, 25, 28, ...

Ditanyakan: banyak kursi pada baris ke-20. Jadi kita diminta mencari U20

Un = a + (n-1)b

U20 = 22 + (20-1)3

= 22 + 19.3

= 22 + 57

= 79

6. Dari barisan aritmatika diketahui suku ke-7 = 22 dan suku ke-11 = 34. Jumlah 18 suku
pertama adalah...

U7 = 22

a + (7-1)b = 22

a + 6b = 22 ...... (persamaan pertama)

U11 = 34

a + (11-1)b = 34

a + 10b = 34 .... (persamaan dua)

Selanjutnya persamaan satu dan persamaan dua kita kurangkan:

Lalu kita ambil persamaan pertama untuk mencari nilai a:

a + 6b = 22 (kita ganti b dengan 3, karena hasil b = 3)

184
a + 6(3) = 22

a + 18 = 22

a = 22-18

a =4

Selanjutnya kita masukkan a = 4 dan b = 3 pada rumus jumlah suku atau Sn untuk
mencari jumlah 18 suku pertama:

Sn = n/2 (2a + (n-1)b)

S18 = 18/2 (2.4 + (18-1)3)

= 9 (8 + 17.3)

= 9 (8 + 51)

= 9. 59

= 531

7. Diketahui deret aritmatika dengan rumus Sn = 2n^2 + 3n. Beda deret aritmatika
tersebut adalah...

Beda dapat dicari dengan mengurangkan jumlah 2 suku (S2) dengan jumlah 1 suku (S1)

Sn = 2n^2 + 3n

S2 = 2.2^2 + 3.2

= 2.4 + 6

=8+6

= 14

Sn = 2n^2 + 3n

S1 = 2.1^2 + 3.1

185
= 2.1 + 3

=2+3

=5

beda = b = S2-S1

= 14 - 5

=9

8. Suatu tumpukan batu bata terdiri atas 15 lapis. Banyak batu bata pada lapis paling
atas ada 10 buah, tepat di bawahnya ada 12 buah, di bawahnya lagi ada 14, dan
seterusnya. Banyak batu bata pada lapisan paling bawah ada...

Pada soal diketahui tumpukan ada 15 lapis, ini berarti jumlah n ada 15, n = 15

Batu bata pada lapis paling atas berjumlah 10, ini berarti U15 = 10

Batu bata pada lapis di bawahnya ada 12, ini berarti U14 = 12

Batu bata pada lapis di bawahnya lagi ada 14, ini berarti U13 = 14

Ditanyakan: jumlah batu bata pada lapisan paling bawah, ini berarti kita diminta mencari
suku pertama atau a

U15 = 10

U14 = 12

Beda = b = U15-U14 = 10-12 = -2

Kita jabarkan U15

U15 = 10

Un = a + (n-1)b

a + (15-1).-2 = 10

a + 14.(-2) = 10

a + (-28) = 10

186
a = 10 + 28

a = 38

9. Dalam ruang pertunjukkan, di baris paling depan tersedia 18 kursi. Baris di


belakangnya selalu tersedia 1 kursi lebih banyak daripada baris di depannya. Jika dalam
ruang itu terdapat 12 baris, banyak kursi seluruhnya adalah... buah.

Pada soal diketahui:

Baris pertama jumlah kursi 18 = U1 = a = 18

Baris di belakang 1 lebih banyak = beda = b = 1

Ditanyakan: jumlah seluruh kursi dalam 1 gedung = Sn = S12 (karena ada 12 baris)

Sn = n/2 (2a + (n-1)b)

S12 = 12/2 (2.18 + (12-1).1)

= 6 (36 + 11.1)

= 6 (36 + 11)

= 6.47

= 282

10. Banyaknya bilangan di antara 101 dan 1000 yang habis dibagi 3 adalah…

Bilangan antara 101 dan 1000 yang habis dibagi 3 adalah : 102,105,108,….,999

Berarti : a = 102 , b = 3 dan Un =999

Un = a + ( n-1 ) b

999 = 102 + (n-1) 3

(n-1) = (999-102)/3

187
(n-1) = 897/3

(n-1)=299

n = 299+1

n = 300

Jadi Banyaknya bilangan di antara 101 dan 1000 yang habis dibagi 3 adalah 300

188
Daftar Pustaka

Abdul Kodir, dkk. (1979). Matematika untuk SMA. Jakarta: Depdikbud.

Andi Hakim Nasution, dkk. (1994). Matematika 2 untuk Sekolah Menengah Umum.
Jakarta: Balai Pustaka.

Bunarso Tanuatmodjo, dkk. (1977). Matematika Jilid 1. Bandung: BPG Tertulis.


Depdikbud.

Depdiknas. (2002). Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Direktorat


Jenderal Pendidikan Dasar Menengah.

Irving M. Copi. (1973). Symbolik Logic. Fourth edition. New York: Macmilan Publishing
Co. Inc.

Karso. (2003). Pengantar Dasar Matematika, cetakan keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka Depdiknas

Lilik Hendrajaya dan Ismail (1975). Matematika untuk SLA & Sederajat. Bandung:
Ganeca Science Book Leries.

Oesman Arif. (1978). Logika Simbol (Logika Modern). Jakarta, Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Ruseffendi, E.T. (1979). Dasar-dasar Matematika Modern untuk Guru, Edisi ketiga.
Bandung : Tarsito

Robert Sharvy. (1970). Logic on Outline. Totowa, New Jersey : Little field, Adam & Co.

Stephen, W. J. dan Gallagher, S. A. (2003). Problem Based Learning. [online]. Tersedia


http://www. Score rims h. 12 Ca.vs/ problem html.

Wahyudin. (1984). Pengantar Sistem Matematika. Bandung : Epsilon Grup.

Tim (1979). Matematika Untuk SMA. Jakarta : Depdikbud.

189
BAB VII

VEKTOR

190
BAB I
KONSEP DASAR

1.1 Sejarah Vektor

Josiah Willard Gibbs (11 Februari 1839 – 28 April 1903) ialah fisikawan
matematika Amerika Serikat yang menyumbang banyak pada pendirian
teoretis termodinamika kimia. Sebagai matematikawan dan fisikawan, ia
adalah penemu analisis vektor. ia adalah orang pertama di Amerika
Serikat yang menerima PhD dalam teknik mesin (Yale). ia adalah salah
satu fisikawan teoretis di Amerika dan barangkali salah satu kimiawan
teoretis awal. Gelar Gibbs Professorship of Physics and
Chemistry dinamai menurut namanya.
Dilahirkan dan meninggal di New Haven, Connecticut,
wisudawan Universitas Yale, dan belajar di Paris, Berlin, dan Heidelberg.
Ia ditawari jabatan guru besar dalam fisika matematika di University of
Yale, penunjukan pertama di AS, dalam sebuah posisi tanpa gaji selama
10 tahun.

1.2 Pengertian Vektor


Vektor adalah sebuah besaran yang memiliki arah. Vektor juga dapat
digambarkan sebagai panah yang menunjukan arah vektor dan panjang
garisnya disebut juga
Besar Vektor.
Jika vektor berawal dari titik A dan berakhir di titik B bisa ditulis dengan
sebuah huruf kecil yang diatasnya terdapat tanda garis/ panah seperti
atau atau bisa juga :

191
 Pengantar Vektor (Geometris)

Vektor bisa disajikan secara geometris sebagai ruas garis berarah atau
panah dalam ruang berdimensi-2 atau ruang berdimensi-3. Arah panah
menentukan arah vektor, dan panjang panah menentukan panjang vektor.
Ekor dari panah tersebut disebut titik pangkal vektor, dan ujung panah
disebut titik ujung vektor. Vektor dilambangkan huruf kecil cetak tebal
(misalnya a, b, v, w, dsb). Ketika mendiskusikan vektor, semua bilangan
riil disebut skalat, dan dilambangkan huruf kecil cetak miring (misalnya,
a, b, k, m, dsb). Jika titik pangkal suatu vektor v adalah A, dan titik
ujungnya adalah B, maka dituliskan v  AB .

1.3 Vektor dalam Ruang berdimensi ^2


Vektor-vektor yang panjang dan arahnya sama disebut ekuivalen atau
dapat dipandang sama (walaupun terletak dalam posisi berbeda). Jika v
dan w ekuivalen maka dituliskan

v = w.

Definisi

Jika v dan w adalah dua vektor sebarang, maka jumlah v+w adalah vektor
yang ditentukan sebagai berikut: Letakkan vektor w sedemikian sehingga
titik pangkalnya bertautan dengan titik ujung vektor v. Vektor v+w
disajikan oleh panah dari titik pangkal v hingga ke titik ujung w. Berikut
ilustrasinya :

192
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa v+w = w+v dan jumlah dua
vektor tersebut adalah diagonal dari jajargenjang yang ditentukan oleh v
dan w dengan kedua titik pangkalnya sama.

Vektor yang panjangnya nol disebut vektor nol dan dinyatakan dengan 0.
Didefinisikan bahwa 0+v = v+0 = v untuk sebarang vektor v. Vektor nol
mempunyai sebarang arah yang sesuai dengan keadaannya. Jika v adalah
sebarang vektor tak-nol, maka –v (yaitu negatif dari v) adalah vektor yang
besarnya sama dengan v tetapi arahnya terbalik. Vektor –v ini mempunyai
sifat v+(-v) = 0. Didefinisikan pula -0 = 0.

Definisi :

Jika v dan w adalah dua vektor sebarang, maka selisih w dari v


didefinisikan sebagai

v-w = v+(-w)

Definisi :

Jika v adalah suatu vektor tak-nol dan k adalah suatu skalar tak-nol, maka
hasil kali kv adalah vektor yang panjangnya kali panjang v dan arahnya
sama dengan arah v jika k > 0 dan berlawanan dengan arah v jika k < 0.
Didefinisikan kv = 0 jika k = 0 atau v = 0.

Vektor kv tersebut disebut penggandaan skalar dari v. Vektor-vektor yang


merupakan penggandaan skalar satu sama lain adalah sejajar. Begitu pula
sebaliknya.

 Vektor-vektor dalam sistem Koordinat

Anggap v adalah sebarang vektor pada bidang dan asumsikan bahwa v


diletakkan sehingga titik pangkalnya berada pada titik asal sistem
koordinat segi empat. Misalkan titik ujung v adalah titik (v1 , v2 ) dalam
ruang berdimensi-2. Koordinat dari titik ujung v tersebut disebut
komponen v dan ditulis

v = (v1 , v2 )

Dengan memperhatikan hal diatas maka jika vektor-vektor yang ekuivalen


diletakkan sehingga titik pangkalnya berada di titik asal, maka jelas bahwa

193
titik ujungnya harus berhimpit. Jadi vektor-vektor tersebut mempunyai
komponen yang sama.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dua vektor v = (v1 , v2 ) dan w = (w1 , w2 )


dikatakan ekuivalen jika dan hanya jika v1  w1 dan v2  w2 . Operasi
penjumlahan vektor dan perkalian vektor dengan skalar mudah dilakukan
dalam bentuk komponen.

Berikut ilustrasi untuk penjumlahan vektor dan perkalian vektor dengan


skalar.

Penjumlahan vektor

Perkalian vektor dengan skalar

Berdasarkan gambar tersebut, Jika v = (v1 , v2 ) dan w = (w1 , w2 ) didapat v+w


= (v1  w1 , v2  w2 ) dan kv = (kv1 , kv2 ) . Lalu, karena v-w = v+(-1)w, maka

194
berdasarkan operasi penjumlahan dan perkalian skalar diatas, didapat v-w
= (v1  w1 , v2  w2 )

1.4 Vektor dalam ruang berdimensi ^3.


Sistem koordinat segi empat dalam ruang berdimensi-3 memiliki tiga
sumbu koordinat yang saling tegak lurus, diberi nama sumbu x, y dan z.
Setiap pasangan koordinat menentukan suatu bidang yang disebut bidang
koordinat, yaitu bidang-xy, bidang-xz dan bidang-yz. Untuk setiap titik P
dalam ruang berdimensi-3 diberikan tiga pasangan terurut (x, y, z) yang
disebut koordinat titik P. Berikut contoh penyusunan titik-titik yang
koordinatnya adalah (4, 5, 6) dan (-3, 2, -4)

Sistem koordinat dalam ruang berdimensi-3 mempunyai dua kategori,


yaitu sistem tangan-kiri dan tangan-kanan. Berikut ilustrasinya.

Dalam pembahasan disini hanya akan digunakan sistem tangan-kanan.

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, mengenai komponen suatu vektor


dalam ruang berdimensi-2, maka didapat pula pernyataan untuk komponen
untuk vektor-vektor dalam ruang berdimensi-3 sebagai berikut

195
v = (v1 , v2 , v3 ) dan w = ( w1 , w2 , w3 )

Dua vektor v dan w ekuivalen jika dan hanya jika v1  w1 , v2  w2 dan


v3  w3

v+w = (v1  w1 , v2  w2 , v3  w3 )

kv = (kv1 , kv2 , kv3 ) dan

v-w = (v1  w1 , v2  w2 , v3  w3 )

Contoh: Jika v = (1, -3, 2) dan w = (4, 2, 1), maka

v+w = (5, -1, 3) 2v = (2, -6, 4) -w = (-4, -2, -1) dan v-w = (-3, -5, 1)

Kadang suatu vektor titik pangkalnya tidak berada dititik asal. Jika vektor
P1 P2 mempunyai titik pangkal P1 ( x1 , y1 , z1 ) dan titik ujung P2 ( x2 , y2 , z2 ) ,
maka

1 2  ( x2  x1 , y2  y1 , z2  z1 )
PP

Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Vektor PP
1 2
adalah selisih vektor OP2 dan vektor OP1 , sehingga

1 2  OP2  OP1  ( x2 , y2 , z2 )  ( x1 , y1 , z1 )  ( x2  x1 , y2  y1 , z2  z1 )
PP

196
Jadi komponen P1 P2 diperoleh dengan pengurangan koordinat titik
pangkal dari koordinat titik ujung.

1.5 Vektor Ortogonal


Vektor Ortogonal merupakan vektor-vektor yang tegak lurus. Berdasar
teorema (b) di atas; jika u dan v adalah vektor tak-nol, maka =
Jika dan hanya jika u . v = 0, artinya u dan v saling tegak lurus
(orthogonal), dituliskan .

Contoh : Tunjukkan bahwa dalam vektor tak-nol n = (a,b) tegak lurus


dengan garis

.
Penyelesaian. Misal dan titik yang berbeda garis,
maka

Sedemikian sehingga vektor = .

--
(*)
(*) dapat juga dinyatakan atau
, maka benar bahwa n dan saling tegak lurus.

Proyeksi Ortogonal
Perhatikan gambar berikut :

197
Dimana
Vektor w1 sejajar dengan a, vektor w2 tegak lurus dengan a, dan
.
Selanjutnya, vektor w1 disebut proyeksi orthogonal dari u pada a atau
komponen vektor dari u yang sejajar dengan a, dinyatakan dengan Proya
u. karena , maka . Vektor w2 disebut
komponen vektor u yang orthogonal terhadap a.

Teorema Anggap u dan a adalah vektor-vektor dalam R2 atau R3, a≠0,


maka:

Komponen vektor dari u yang sejajar dengan a :

Komponen vektor dari u yang ortogonal dengan a :

Panjang komponen vektor u yang sejajar vektor a bisa diperoleh dari

Sehingga akan menghasilkan

198
Jika 𝜃 menyatakan sudut yang dibentuk oleh u dan a, maka 𝐮 ∙ 𝐚 =
‖𝐮‖‖a‖ cos θ sehingga persamaan diatas dapat ditulis sebagai

Berikut adalah contoh penggunaan metode vektor untuk menurunkan suatu


rumus yaitu rumus jarak dari suatu titik pada bidang ke suatu garis.

Contoh
Cari rumus jarak D dimana D adalah jarak antara titik 𝑃0 (𝑥0 , 𝑦0 )
dan garis 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐 = 0.

Penyelesaiaan.
Misalkan titik 𝑄(𝑥1 , 𝑦1 ) adalah sebarang titik pada garis tersebut dan
letakkan
vektor 𝐧 = (𝑎, 𝑏) sedemikian sehingga titik pangkalnya ada di Q.
Karena vektor n tegak lurus garis 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐 = 0 maka jarak D sama
dengan panjang proyeksi orthogonal ⃑⃑⃑⃑⃑⃑⃑
𝑄𝑃0 pada n, perhatikan gambar
berikut

Dengan menggunakan persamaan sebelumnya diperoleh,

199
Dimana

Sehingga diperoleh

Karena titik 𝑄(𝑥1 , 𝑦1 ) terletak pada garis tersebut sehingga

Dengan mensubstitusikan persamaan ini maka diperoleh rumus

200
BAB II
SOAL KATEGORI MUDAH

1). Diketahui vektor . Jika vektor u ⃗


tegak lurus pada v ⃗ maka nilai a adalah...

Penyelesaian :

2). Diketahui vektor-


vektor . Sudut antara vektor
u ⃗ dan v ⃗ adalah ...

Penyelesaian :
Soal ini dapat kita kerjakan dengan rumus perkalian skalar, misalnya
vektor a dan vektor b, maka perkalian skalarnya:
Misal, sudut antara u ⃗ dan v ⃗ adalah α, maka:

201
3). Vektor yang merupakan proyeksi vektor (3, 1, -1) pada (2, 5, 1) adalah
...

Penyelesaian :
Rumus untuk mencari proyeksi vektor a ⃗ dan b ⃗ adalah:

4). Nilai p agar vektor pi + 2j – 6k dan 4i – 3j + k saling tegak lurus


adalah ...

Penyelesaian :
Agar saling tegak lurus maka hasil kali kedua vektor tersebut haruslah nol.
( pi + 2j – 6k ) . ( 4i – 3j + k ) = 0
p(4) + 2 (-3) + (-6)(1) = 0
4p – 6 – 6 = 0
4p – 12 = 0
4p = 12
p=3

5). Diketahui vektor-


vektor . Sudut antara vektor
u ⃗ dan v ⃗ adalah ...

Penyelesaian :

Soal ini dapat kita kerjakan dengan rumus perkalian skalar, misalnya
vektor a dan vektor b, maka perkalian skalarnya:

202
Misal, sudut antara u ⃗ dan v ⃗ adalah α, maka:

6). Jika besar sudut antara vektor p ⃗ dan vektor q ⃗ adalah 60 derajat,
panjang p ⃗ dan q ⃗ masing-masing 10 dan 6, maka panjang vektor p ⃗ - q ⃗
= ...

Penyelesaian :
Panjang vektor p ⃗ - q ⃗ adalah:

7). Diketahui titik A (5, 1, 3); B (2, -1, -1) dan C (4, 2, -4). Besar <ABC
adalah ...

Penyelesaian :
(AB) ̅ = (2 – 5, -1 – 1, -1 – 3) = (-3, -2, -4)
(CB) ̅ = (2 – 4, -1 – 2, -1 – (-4)) = (-2, -3, 3)

203
Besar <ABC adalah:

8). Jika besar sudut antara vektor p ⃗ dan vektor q ⃗ adalah 60 derajat,
panjang p ⃗ dan q ⃗ masing-masing 10 dan 6, maka panjang vektor p ⃗ - q ⃗
= ...

Penyelesaian :
Panjang vektor p ⃗ - q ⃗ adalah:

9). Agar kedua vektor segaris, haruslah


nilai x – y = ...

Penyelesaian :

204
(x, 4, 7) = k(6, y, 14)
(x, 4, 7) = (6k, yk, 14k)
x = 6k
4 = yk
7 = 14k
k = 7/14
k=½
Karena k = ½, maka x = 6k = 6.1/2 = 3, dan
yk = 4
y.1/2 = 4
y=4:½
y=8
Maka nilai x – y = 3 – 8 = -5

10). Diketahui titik A (5, 1, 3); B (2, -1, -1) dan C (4, 2, -4). Besar <ABC
adalah ...

Penyelesaian :
(AB) ̅ = (2 – 5, -1 – 1, -1 – 3) = (-3, -2, -4)
(CB) ̅ = (2 – 4, -1 – 2, -1 – (-4)) = (-2, -3, 3)
Besar <ABC adalah:

205
BAB III
SOAL KATEGORI SEDANG

1). Diketahui vektor


Proyeksi vektor orthogonal vektor a ⃗ pada vektor b ⃗ adalah ...

Penyelesaian :
Rumus untuk mencari proyeksi orthogonal vektor a ⃗ dan b ⃗ adalah:

2). Pada persegi panjang OACB, D adalah titik tengah OA dan P titik
potong CD dengan diagonal AB.

Penyelesaian :
Perhatikan persegi panjang OABC berikut:

CP : DP = 2 : 1

206
3). Agar kedua vektor segaris, haruslah
nilai x – y = ...

Penyelesaian :

(x, 4, 7) = k(6, y, 14)


(x, 4, 7) = (6k, yk, 14k)
x = 6k
4 = yk
7 = 14k
k = 7/14
k=½
Karena k = ½, maka x = 6k = 6.1/2 = 3, dan
yk = 4
y.1/2 = 4
y=4:½
y=8
Maka nilai x – y = 3 – 8 = -5

4). Diketahui titik A(1, -2, -8) dan titik B(3, -4, 0). Titik P terletak pada

perpanjangan AB sehingga Jika b ⃗ merupakan vektor posisi


titik P, maka p ⃗ = ...

Penyelesaian :

207
Mari kita ilustrasikan soal tersebut dalam gambar:

5). Jika besar sudut antara vektor p ⃗ dan vektor q ⃗ adalah 60 derajat,
panjang p ⃗ dan q ⃗ masing-masing 10 dan 6, maka panjang vektor p ⃗ - q ⃗
= ...

Penyelesaian :
Panjang vektor p ⃗ - q ⃗ adalah:

208
6).

Penyelesaian :

7).

Penyelesaian :

209
8). Diketahui titik A (5, 1, 3); B (2, -1, -1) dan C (4, 2, -4). Besar <ABC
adalah ...

Penyelesaian :
(AB) ̅ = (2 – 5, -1 – 1, -1 – 3) = (-3, -2, -4)
(CB) ̅ = (2 – 4, -1 – 2, -1 – (-4)) = (-2, -3, 3)
Besar <ABC adalah:

9). Jika maka tan θ


adalah ...

Penyelesaian :

210
tan θ = 3/4 , ingat segitiga siku-siku

10). Diketahui titik A (5, 1, 3); B (2, -1, -1) dan C (4, 2, -4). Besar <ABC
adalah ...

Penyelesaian :
(AB) ̅ = (2 – 5, -1 – 1, -1 – 3) = (-3, -2, -4)
(CB) ̅ = (2 – 4, -1 – 2, -1 – (-4)) = (-2, -3, 3)
Besar <ABC adalah:

211
BAB IV
SOAL KATEGORI SUKAR
1).

Penyelesaian :

2). Diketahui titik P (2, 7, 8) dan Q(-1, 1, -1). Titik R membagi PQ di


dalam dengan perbandingan 2 : 1 panjang (PR) ⃗ = ...

Penyelesaian :
Kita gambarkan soal di atas dalam ilustrasi berikut:

Vektor R = ( 2 . vektor Q + 1 . vektor P ) : (2 + 1)

212
= (2 ( -1, 1, -1 ) + 1 ( 2, 7, 8 )) : 3
= (( -2, 2, -2 ) + ( 2, 7, 8 )) : 3
= ( 0, 9, 6 ) : 3
= (0, 3, 2)
Maka, (PR) ⃗ = (2 – 0, 7 – 3, 8 – 2)
= (2, 4, 6)

3). Diketahui
vektor ⃗tegak lurus
terhadap v ⃗maka nilai a adalah ...

Penyelesaian :

(6 – 3a)3 + (4 – 9a) 9 + (-2 + 12a)(-12) = 0


(18 – 9a) + (36 – 81a) + (24 – 144a) = 0
18 + 36 + 24 -9a – 81a – 144a = 0
78 – 234a = 0
234a = 78
a = 78/234
a = 1/3

213
4). Diketahui titik A(2, 7, 8); B(-1, 1, -1); C(0, 3, 2). Jika (AB) ⃗ wakil u ⃗
dan (BC) ⃗ wakil v ⃗ maka proyeksi orthogonal vektor u ⃗ dan v ⃗ adalah ...

Penyelesaian :

Rumus untuk mencari proyeksi orthogonal vektor u ⃗ dan v ⃗ adalah:

Proyeksi orthogonal vektor u ⃗ dan v ⃗ adalah:

5). Diketahui vektor dengan 0 < a <


8. Nilai maksimum adalah ...

Penyelesaian :

214
(a – 6)(a – 1) = 0
a = 6 dan a = 1
- Untuk a = 6, maka:

- Untuk a = 1, maka:

6).

Penyelesaian :

215
7).

Penyelesaian :

8). Agar kedua vektor segaris, haruslah


nilai x – y = ...

Penyelesaian :

(x, 4, 7) = k(6, y, 14)


(x, 4, 7) = (6k, yk, 14k)
x = 6k
4 = yk
7 = 14k
k = 7/14
k=½
Karena k = ½, maka x = 6k = 6.1/2 = 3, dan
yk = 4
y.1/2 = 4
y=4:½
y=8
Maka nilai x – y = 3 – 8 = -5

216
9). Diketahui vektor
Proyeksi vektor orthogonal vektor a ⃗ pada vektor b ⃗ adalah ...

Penyelesaian :
Rumus untuk mencari proyeksi orthogonal vektor a ⃗ dan b ⃗ adalah:

10). Diketahui titik A(1, -2, -8) dan titik B(3, -4, 0). Titik P terletak pada

perpanjangan AB sehingga Jika b ⃗ merupakan vektor posisi


titik P, maka p ⃗ = ...

Penyelesaian :

217
Mari kita ilustrasikan soal tersebut dalam gambar:

218
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Vektor adalah besaran yang mempunyai besaran nilai dan arah. Untuk
menyelesaikan suatu vektor dapat dilakukan pada bidang datar atau bidang
koordinat kartesius XOY dengan menggambar ruas garis dengan anak
panah di salah satu ujungnya. Panjang ruas garis mewakili besar (panjang)
vektor dan anak panah mewakili arah vektor. Vektor disimbolkan dengan
huruf tebal atau dengan huruf yang digaris bawahi
Fungsi Vektor dalam duniawi! berkaitan dengan masalah transportasi,navi
gasi,
komputerisasi,dsb.Sedangkan dalam urusan keagamaan, vektor berperan u
ntuk menunjukkan kemuliaan Allah SWT. Serta menjadikan kita manusia
yang lebih baik lagi.

5.2 SARAN

Pembahasan tentang vektor ini bukan pembahasan singkat yang akan


selesai dalam sekali duduk. Masih ada banyak lagi yang belum dijelaskan
disini. Untuk itu, diharapkan kita mau mencari sumber-sumber lain diluar
sana untuk menambah pengetahuan kita tentang fungsi vektor dalam
segala aspeknya yang belum terjelaskan dalam makalah ini.

219
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/7302695/Laporan_MTK_-_Vektor_-
_Johan_Edwart

http://www.ajarhitung.com/2018/02/contoh-soal-dan-pembahasan-
tentang.html

https://www.studiobelajar.com/vektor/

https://rumus.co.id/vektor-matematika/#!

https://id.wikipedia.org/wiki/Josiah_Willard_Gibbs

220
221

Anda mungkin juga menyukai