Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecemasan ini merupakan respon emosi tanpa objek terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Hal
tersebut salah satu pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara
langsung. Kecemasan dalam kehidupan sehari-hari dapat memberikan motivasi untuk
mencapai sesuatu dan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup.
Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan dalam memelihara keseimbangan.
Kecemasan terjadi akibat dari ancaman terhadap harga diri atau identitas diri yang sangat
mendasar bagi keberadaaan individu. Pada manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan
gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah atau resah),
maupun respon fisiologis tertentu.
Kecemasan bersifat kompleks dan merupakan keadaan suasana hati yang berorientasi
pada masa yang akan datang dengan ditandai dengan adanya kekhawatiran karena tidak
dapat memprediksi atau mengontrol kejadian yang akan datang (Barlow dan Durand,
2006). Kecemasan sangat mengganggu homeostasis dan fungsi individu, karena itu perlu
segera dihilangkan dengan berbagai macam cara penyesuaian (Maramis, 2005).
Kecemasan merupakan gangguan mental terbesar. Diperkirakan 20% dari populasi
dunia menderita kecemasan (Gail, 2002) dan sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas
(Haryadi, 2007). Mahasiswa pun tidak luput dari kecemasan. Salah satu yang menjadi
stresor dalam kehidupan mahasiswa adalah tuntutan dalam pendidikan. Mahasiswa tidak
hanya dituntut untuk memperoleh nilai yang baik, tetapi juga untuk memahami,
mendalami, dan mampu mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Perubahan
lingkungan belajar juga menjadi salah satu. 2 faktor pencetus kecemasan pada mahasiswa.
Dalam menyelesaikan kecemasan tiap individu tergantung dengan pola koping yang
dimiliki oleh tiap individu tersebut sehingga akan menimbulkan tingkatan kecemasan dan
respon kecemasan yang berbeda-beda pula.

1
B. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar kecemasan
2. Mengetahui proses keperawatan pada klien dengan kecemasan dari pengkajian sampai
dengan evaluasi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Pengertian Menurut Para Ahli
a. Sigmound Freud menyatakan bahwa ketegangan atau kecemasan yang terjadi pada
diri individu tanpa tujuan atau objek, tidak disadari dan berkaitan dengan
kehilangan self image.
b. Sulivan menyatakan bahwa kecemasan timbul karena adanya ancaman terhadap
self esteem oleh orang terdekat. Pada orang dewasa kecemasan terjadi bila pretige
dan dignity diri terancam oleh orang lain.
c. Peplau menyatakan bahwa kecemasan dapat mempengaruhi hubungan
interpersonal. Disamping itu kecemasan merupakan respon terhadap bahaya yang
tidak diketahui dan terjadi bila ada hambatan pemenuhan kebutuhan.

Jadi, kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan adanya bahaya yang
mengancam dan memungkinkan seseorang melakukan tindakan untuk mengatasi
ancaman. Kecemasan berkaitan dengan perasaan tidak pasti /tidak berdaya, keadaan
emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

2. Teori-teori kecemasan
Teori-teori kecemasan antara lain :
a. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik
psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk
mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan
menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan,
maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami
sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep
psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul
pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali.
Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon
terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan
3
berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan
dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam
ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah
kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar,
dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan
dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa,
yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress
psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo,
1988).
b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus
khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi
untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi,
sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di
inginkan.
c. Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar
individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.
d. Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya
konflik dalam keluarga.
e. Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses
fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau
keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan
sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).

3. Klasifikasi Tingkat Kecemasan


Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Townsend, 1996).
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

4
pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk
belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
b. Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi
pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan
pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan
yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah
dan menangis.
c. Kecemasan berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak
dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan
untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada
tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau
belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk
menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini
adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan
inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak,
menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

5
4. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan
a. Kardio vaskuler
Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat,
tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.
b. Respirasi
Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
c. Kulit
Perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa
terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
d. Gastro intestinal
Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea,
diare.
e. Neuromuskuler
Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang,
wajah tegang, gerakan lambat.

5. Respon Psikologis terhadap Kecemasan


a. Perilaku
Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri,
menghindar.
b. Kognitif
Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung,
lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang
berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.
c. Afektif
Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan
lain-lain.

6. Tanda gejala ansietas


Klien datang ke pelayanan kesehatan atau ke psikiatri biasanya mengeluh trias ansietas,
yaitu :
a. rasa cemas hari depan tak menentu,

6
b. over aktifitas, dan
c. perasaan tegang dan takut.

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan


a. Faktor Internal
1) Pengalaman
Menurut Horney dalam Trismiati (2006), sumber-sumber ancaman yang dapat
menimbulkan kecemasan tersebut bersifat lebih umum. Penyebab kecemasan
menurut Horney, dapat berasal dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau
dapat terletak di dalam diri seseorang, misalnya seseorang yang memiliki
pengalaman dalam menjalani suatu tindakan maka dalam dirinya akan lebih
mampu beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.
2) Respon Terhadap Stimulus
Menurut Trismiati (2006), kemampuan seseorang menelaah rangsangan atau
besarnya rangsangan yang diterima akan mempengaruhi kecemasan yang
timbul.
3) Usia
Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak pengalamnnya
sehingga pengetahuannya semakin bertambah (Notoatmodjo, 2003). Karena
pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih siap dalam menghadapi
sesuatu.
4) Gender
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Myers (1983) dalam
Trismiati (2006) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan
ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif,
eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan
bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan.

b. Faktor Eksternal
1. Dukungan Keluarga
Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan seorang lebih siap dalam
menghadapi permasalahan, hal ini dinyatakan oleh Kasdu (2002).
2. Kondisi Lingkungan

7
Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih
kuat dalam menghadapi permasalahan, misalnya lingkungan pekerjaan atau
lingkungan bergaul yang tidak memberikan cerita negatif tentang efek negatif
suatu permasalahan menyebabkan seseorang lebih kuat dalam menghadapi
permasalahan, hal ini dinyatakan oleh.(Baso, 2000 : 6)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau
mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan.
a. Faktor predisposisi (stressor pendorong )
Stresor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat
berupa :
1) Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan
krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik antara id dan super ego atau antara keinginan dan kenyataan dapat
menimbulkan kecemasan pada individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan
yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena
pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon
individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan

8
neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas
neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

b. Faktor presipitasi ( stresor pencetus )


Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan tombulnya kecemaskan. Stresor presipitasi kecemasan dikelompokan
menjadi 2 bagian :
1) Ancaman terhadap integritas fisik ( ketidakamampuan fisiologi) antara lain :
a) Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi firus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a) Sumber internal : Kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan
ditempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal : Kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial,budaya.

c. Perilaku
Cemas dapat diekspresikan secara langsung seperti perubahan fisiologis tubuh dan
perilaku itu sendiri, atau dalam kondisi tak langsung seperti mekanisme koping
sebagai pertahanan melawan kecemasan.
1) Respon fisiologis
Secara fisiologis respons tubuh terhadap kecemasan adalah dengan
mengaktifkan system saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis). Respon
parasimpatis yang bertentangan dengan respon tubuh dan respon simpatis yang
mengaktifkan proses tubuh. Respon simpatis lebih menonjol untuk
mengaplikasikan tubuh mengatasi situasi emergency melalui reaksi “fight” and
“flight”.
2) Respon psikologis

9
Kecamasan tinggi akan mempengaruhi kordinasi dan gerak reflex. Kecemasan
dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan dengan
orang lain.
3) Respon kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses maupun isi
berpikir. Misalnya tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah
lupa dan bingung.
4) Respon afektif
Klien mengekspresikan kecemasan dalam bentuk kebingungan dan curiga
berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan tersebut.

d. Mekanisme Koping
Ketidakmampuan mengatasi stres secara konstruksi menyebabkan terjadinya
perilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi
cemas apabila cemas itu sudah berat / menghebat. Cemas ringan sering di atasi
tanpa pemikira. Dua jenis mekanisme koping :
1) Orientasi tugas atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin
dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi
kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif untuk mengatasi
masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
2) Orientasi ego atau reaksi yang berorientasi pada ego. Mekanisme ini sering
digunakan untuk melindungi diri sendiri sehingga disebut mekanisme
pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi
masalah secara realita.
Untuk menilai mekanisme koping klien apakah adaptif atau tidak hal-hal yang perlu
dievaluasi antara lain :
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme koping klien
2) Pengaruh tingkat penggunaan mekanisme koping diri tersebut terhadap
disorganisasi kepribadian.
3) Pengaruh penggunaan mekanisme koping terhadap kemajuan kesehatan klien
4) Alasan klien menggunakan mekanisme koping.

e. Sumber Koping

10
Sumber-sumber koping diantaranya :
1) Modal Ekonomi
2) Dukungan Sosial
3) Kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah
4) Mengadopsi strategi koping dari orang lain yang berhasil
5) Kayakinan /kepercayaan yang berasal dari budaya atau nilai-nilai dalam
masyarakat

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul antara lain :
a. Ansietas b.d :
 konflik yang tidak disadari tentang nilai-nilai yang pokok dan tujuan hidup.
 krisis situasional dan maturasional
 (nyata atau dirasakan) mengancam konsep diri
 (nyata atau dirasakan) mengancam kematian\
b. Ketakutan b.d :
 fobia yang spesifik
 berada dalam suatu tempat atau situasi dimana sulit untuk keluar dari keadaan
itu.
 perkara pelecehan terhadap diri sendiri di depan orang lain.
c. Koping individu tidak efektif b.d :
 ego yang tidak berkembang
 takut gagal
 tidak terpenuhinya kebutuhan ketergantungan
 krisis social
 sistem pendukung tidak adekuat

3. Intervensi Keperawatan
No Dx Intervensi Rasional

11
1 1 a. Pertahankan cara yang tenang, a. Pasien mengembangkan
tidak mengancam selama perasaan aman dengan
bekerja bersama klien kehadiran seorang perawat
yang tenang
b. Tenangkan pasien tentang b. Pasien mungkin takut terhadap
keselamatan dan hidupnya, kehadiran seseorang
keamanannya dengan yang dipercaya memberikan
kehadiran perawat secara fisik pasien rasa aman dan jaminan
dan jangan biarkan pasien keselamatan
sendirian.
c. Jaga agar lingkungan rendah c. Suatu stimulus dari lingkungan
stimulus (lampu yang redup, dapat meningkatkan level
sedikit orang, dekorasi ansietas
sederhana)
d. Gali bersama klien d. Pengenalan faktor pencetus
kemungkinan penyebab adalah faktor pertama dalam
terjadinya ansietas mengajarkan pasien untuk
memutus peningkatan ansietas
e. Ajarkan tanda dan gejala e. Pengetahuan tentang tanda dan
ansietas yang meningkat dan gejala, cara memutus progresi
cara memutus progresinya ansietas, atau latihan relaksasi
(Misalnya teknik relaksasi, dapat menurunkan ansietas
latihan nafas dalam, latihan
fisik, jalan cepat, jogging,
meditasi)
2 2 a. Tenangkan pasien tentang a. Pada keadaan panik pasien
keselamatan dan mungkin saja merasa takut
keamanannya terhadap kehidupannya
b. Gali persepsi klien tentang b. Penting sekali untuk mengerti
ancaman terhadap integritas persepsi klien terhadap objek
atau ancaman terhadap konsep atau situasi fobik supaya
diri membantu proses desensitisasi

12
c. Diskusikan situasi realistis c. Pasien harus menerima situasi
dengan pasien agar mengenali realitas (aspek yang tidak dapat
aspek yang dapat dan yang berubah) sebelum kerja
tidak dapat berubah penurunan ketakutan dapat
dilanjutkan
d. Libatkan pasien dalam d. Membiarkan pasien memilih
pengambilan keputusan yang akan memberikan control
berhubungan dengan seleksi tindakan dan menolong
alternative strategi koping meningkatkan harga diri
e. Dorong pasien untuk e. Pengungkapan perasaan dalam
menggali perasaan dasar yang suatu lingkungan yang tidak
mungkin memperberat mengancam akan menolong
ketakutan yang irasional pasien sampai kepada isu-isu
yang tak terpecahkan
3 3 a. Kaji tingkat ansietan klien a. Pengenalan faktor pencetus
adalah langkah pertama dalam
mengajarkan pasien untuk
memutuskan peningkatan
ansietas.
b. Dorong kemandirian dan b. Penguatan yang positif
berikan penguatan positif meningkatkan harga diri dan
untuk perilaku kemandirian mendorong pengulangan
yang ditampilkan perilaku yang diharapkan
c. Berikan jadwal kegiatan yang c. Struktur memberikan suatu rasa
struktur pada pasien termasuk aman untuk klien ansietas
yang cukup untuk
menyelesaikan perilaku ritual.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

14

Anda mungkin juga menyukai