Anda di halaman 1dari 6

BAB I

DEFINISI

Biaya pelayanan kesehatan setiap tahun cenderung meningkat meski


ternyata sering tidak diikuti dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan,
peningkatan biaya pelayanan kesehatan sudah tentu mendorong upaya
pengendalian biaya (cost containment), seperti yang saat ini telah dilakukan
dengan sistem pembiayaan INA-CBG oleh Kementerian Kesehatan dimana
didalamnya termasuk upaya menjaga mutu melalui penerapan clinical pathways
Clinical Pathway merupakan suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu
yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan
standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan
hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.Suatu
alat untuk mendapatkan perawatan yang terkoordinasi dan hasil yang prima dalam
suatu rentang waktu tertentu dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.
Suatu metodologi untuk suatu pembuatan keputusan yang saling menguntungkan
dan pengorganisasian pelayanan untuk suatu kelompok pasien dalam suatu jangka
waktu tertentu . Suatu rancangan penatalaksanaan multi disiplin klinis terbaik
untuk suatu kelompok pasien dengan diagnosis tertentu yang dapat membantu
koordinasi dan memberikan kualitas pelayanan yang prima. Suatu alat audit untuk
manajemen dan klinis, dimulai sejak kegiatan pasien saat mendaftar dan berakhir
saat pasien dinyatakan sembuh dan boleh pulang ke rumah. Ia menyatukan
rencana pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan dengan terapi lain seperti
terapi; gizi, fisioterapi dan kejiwaaan. Clinical Pathway bukan merupakan
standar pelayanan atau pengganti penilaian klinis atau pengganti perintah dokter,
melainkan suatu dokumen yang terintegrasi untuk memudahkan proses perawatan
pasien dan mengefektifkan pelayanan klinis dan finansial dengan menggabungkan
pendekatan tim dan klinis

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Clinical Pathway dikembangkan oleh tim multidisiplin yang terlibat aktif


dalam tata kelola pasien. Menurut Hill, komponen utama dalam CP adalah
timeline, kategori pelayanan atau aktivitas dan intervensi yang dilakukan, kriteria
luaaran/outcome jangka menengah dan panjang serta pencatatan variasi yang ada.
Penyusunan CP bukanlah sesuatu yang mudah. Terdapat beberapa tahap
penyusunan CP, yaitu:
1. Menentukan Topik
2. Menunjuk Koordinator (Penasehat Multidisiplin)
3. Menetapkan Pemain Kunci
4. Kunjungan Lapangan
5. Pencarian Literatur
6. Melaksanakan Customer Focus Group
7. Telaah Pedoman Praktik Klinis (PPK)
8. Analisis Casemix
9. Menetapkan Desain Clinical Pathway
10. Pengukuran Proses dan Outcome
11. Sosialisasi dan Edukasi
12. Evaluasi
Tahap pertama penyusunan CP adalah menentukan topik. Topik dipilih
berdasarkan beberapa kategori diantaranya high volume, high cost, high risk dan
problem prone. Pemilihan topik juga dapat berdasarkan pada data klaim INA-
CBG’s yang besar gapnya atau berdasarkan pada data penyakit 10 besar di
fasilitas kesehatan terkait. Tahap Kedua adalah menunjuk koordinator yang
menjadi penasihat multidisiplin. Tahap ketiga, menetapkan pemain kunci yaitu
siapa saja yang akan terlibat dalam pelayanan pasien tersebut mulai dari dokter
penanggung jawab pelayanan, perawat, laborat, farmasi, gizi, rehabilitasi dan
sebagainya. Tahap Keempat, melakukan “kunjungan lapangan”. Pada tahap ini
dapat dilakukan bench marking ke RS acuan yang telah terlebih dahulu

2
menerapkan CP agar didapatkan gambaran. Selanjutnya, dilakukan pencarian
literatur mengenai ilmu terkini yang digunakan dalam pelayanan penyakit sesuai
dengan topik yang telah dipilih. Tahap keenam dapat dilakukan Customer Focus
Group atau diskusi dengan para pasien/”mantan” pasien.
Secara garis besar, tujuan disusunnya standar pelayanan kedokteran adalah
memberikan jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan kedokteran
yang berdasarkan pada nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien;
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran yang diberikan
oleh dokter dan dokter gigi. Menurut Permenkes no. 1438 tahun 2010 tentang
standar pelayanan kedokteran, Standar pelayanan kedokteran meliputi Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar prosedur operasional (SPO).
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran merupakan standar pelayanan
kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi profesi sedangkan
SPO dibuat oleh fasilitas pelayanan kesehatan.
Panduan Praktik Klinis dibuat oleh perhimpunan profesi yang disesuaikan
dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang ada. Panduan Praktik
Klinis akan menjadi acuan bagi setiap dokter yang memberikan pelayanan
kesehatan perorangan yang mencakup lingkup pelayanan promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif agar substansi pelayanan kesehatan yang diberikan
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Panduan Praktik Klinis harus memuat
sekurang-kurangnya mengenai:
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik
4. Kriteria diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis banding
7. Pemeriksaan penunjang
8. Terapi/Tata laksana
9. Edukasi
10. Prognosis

3
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan

Dalam penerapannya, Panduan Praktik Klinis perlu dikaji dan dijabarkan


oleh pihak Rumah Sakit menjadi suatu standar yang telah disesuaikan dengan
saranan, prasarana, dan peralatan yang dimiliki sehingga Standar atau Pedoman
Pelayanan Medis/Klinis tersebut dapat diimplementasikan. Dokter dalam
menjalankan tugas dan memberikan pelayanan medis harus sesuai dengan standar
tersebut. Dalam hal ini, panduan praktik klinis dapat dianalogikan dengan Standar
atau Pedoman Pelayanan Medik/Klinis.

4
BAB III
TATA LAKSANA

Penyusunan Clinical Pathway:


1. Membentuk tim penyusun Clinical Pathway yang terdiri dari staf multidisiplin
dari semua tingkat dan jenis pelayanan dari 5 kasus yang terpilih. Tim bertugas
untuk menentukan dan melaksanakan langkah-langkah penyusunan Clinical
Pathway.
2. Identifikasi key players untuk mengetahu siapa saja yang terlibat dalam
penanganan kasus atau kelompok pasien yang telah ditetapkan dan untuk
merencanakan focus group dengan key players bersama dengan pelanggan
internal dan eksternal.
3. Site visit di instalasi rawat inap, rawat jalan, penunjang, dsb yang bersangkutan
untuk mengenal praktik yang sekarang berlangsung, menilai sistem pelayanan
yang ada, dan memperkuat alasan mengapa.
4. Studi literatur untuk menggali pertanyaan klinis yang perlu dijawab dalam
pengambilan keputusan klinis dan untuk menilai tingkat dan kekuatan evidens.
5. Diskusi kelompok terarah untuk mengenal kebutuhan pelanggan (internal dan
eksternal) dan menyesuaikan dengan kemampuan RS dalam memenuhi
kebutuhan tersebut serta mengenal kesenjangan antara harapan pelanggan dan
pelayanan yang diterima.
6. Susun pedoman klinik dengan mempertimbangkan hasil site visit, hasil studi
lliteratur (berbasis evidens) dan hasil focus group discussion.
7. Analisis bauran kasus untuk menyediakan informasi penting baik pada pre dan
post penerapan pathway. Meliputi : length of stay, biaya per kasus, obat-obatan
yang digunakan, tes diagnosis yang dilakukan, intervensi yang dilakukan,
praktisi klinis yang terlibat dan komplikasi.
8. Menetapkan sistem pengukuran proses dan outcome.
9. Mendisain dokumentasi Clinical Pathway.

5
BAB IV
DOKUMENTASI

Setelah clinical pathway tersusun, perlu dilakukan uji coba sebelum


akhirnya diimplementasikan di rumah sakit. Saat uji coba dilakukan penilaian
secara periodik kelengkapan pengisian data dan diikuti dengan pelatihan kepada
para staf untuk menggunakan clinical pathway tersebut. Lebih lanjut, perlu juga
dilakukan analisis variasi dan penelusuran mengapa praktek dilapangan berbeda
dari yang direkomendasikan dalam clinical pathway.
Hasil analisis digunakan untuk: mengidentifikasi variasi umum dalam
pelayanan, memberi sinyal kepada staf akan adanya pasien yang tidak mencapai
perkembangan yang diharapkan, memperbaiki clinical pathway dengan
menyetujui perubahan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang dapat diteliti lebih
lanjut. Hasil analisis variasi dapat menetapkan jenis variasi yang dapat dicegah
dan yang tidak dapat dicegah untuk kemudian menetapkan solusi bagi variasi
yang dapat dicegah (variasi yang tidak dapat dicegah dapat berasal dari penyakit
penyerta yang menyebabkan pelayanan menjadi kompleks bagi seorang individu).

Anda mungkin juga menyukai