Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

DI SUSUN OLEH :
1. WIDYANINGRUM D.S (201702049)
2. YAYANG RIDHO S (201702050)
3. YUNI DWI LESTARI (201702051)
4. ZELVIA LUPITASARI (201702052)
5. SYAMSU YOGA M (2017020 )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN
2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya kami
dapat mengerjakan tugas kelompok makalah “Benigna Prostat Hiperplasia” dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolonganNya mungkin kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik, meskipun kami juga menyadari segala kekurangannya yang ada didalam makalah
ini.
Makalah ini kami susun berdasarkan beberapa sumber yang kami peroleh, kami berusaha
menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan semuanya yang telah memberikan
sumbang sarannya untuk penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan pada tugas makalah-makalah
berikutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin

Madiun, Juni 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria
yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasiasebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas
usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia diatas 80 tahun.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary
tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi
(storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran
miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi,
dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat
kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak
semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH.
Penderita yang mengalami BPH biasanya mengalami hambatan pada saluran air seni atau
uretra di dekat pintu masuk kandung kemih seolah-olah tercekik, karena itu secara otomatis
pengeluaran air seni terganggu. Penderita sering kencing, terutama pada malam hari, bahkan
ada kalanya tidak dapat ditahan. Bila jepitan pada uretra meningkat, keluarnya air seni akan
makin sulit dan pancaran air seni melemah, bahkan dapat mendadak berhenti. Akibatnya,
timbul rasa nyeri hebat pada perut. Keadaan ini selanjutnya dapat menimbulkan infeksi pada
kandung kemih. Kalau sudah terjadi infeksi, aliran air seni berhenti, untuk mengeluarkan air
kencing harus menggunakan kateter, yang akibatnya penderita akan mengalami rasa sakit.
Jika lebih parah lagi maka dilakukan pemotongan pada kelenjar prostat.

B. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian Benigna Prostat Hiperplasia
b. Untuk mengetahui penyebab Benigna Prostat Hiperplasia
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala Benigna Prostat Hiperplasia
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Benigna Prostat Hiperplasia
f. Untuk mengetahui komplikasi dari Benigna Prostat Hiperplasia
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Benigna Prostat Hiperplasia
C. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari Benigna Prostat Hiperplasia?
b. Apa saja penyebab dari Benigna Prostat Hiperplasia?
c. Apa saja tanda dan gejala Benigna Prostat Hiperplasia?
d. Bagaimana patofisiologinya?
e. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Benigna Prostat Hiperplasia?
f. Apa saja komplikasi dari Benigna Prostat Hiperplasia?
g. Bagaimana penatalaksanaannya?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker,
(Corwin, 2000).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang dominan
adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Benigna Prostat Hiperplapsia adalah pemebesaran kelenjar prostat pada pria yang
menyebabkan penyumbatan aliran urin yang disebabkan oelh berbagai factor.

B. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat
kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua.
Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bilaperubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya
sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90
tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011)
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesis yang diduga
menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut
Purnomo (2011) meliputi :

1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

C. Tanda dan gejala


Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran,
miksi lemah. Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang
(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda
infeksi atau urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid.
Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan tekanan intra abdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang
tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,
kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa
tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis
dan volume residual yang besar.

 Tahapan Perkembangan Penyakit BPH


Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong
(2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang
dari 50 ml
2. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan
batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.
3. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat
tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

D. Patofisiologi
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila
perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomi
yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan
hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT) dalam
sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang
menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa
protein.
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg
disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau
aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi
prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor (b-
FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang
lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini
difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma
karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan
mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran
awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi
pada prostat yang membesar.
Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum
puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang
tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter,
Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit
urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai
complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan
spingter.
Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa
pada prostat yang membesar.
Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap
berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme
infektif.
Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli,
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.
Etimologi

Penuaan

Perubahan keseimbangan

Testosterone + esterogen Mesenkim sinus

uragenital

Mitrotrouma ; trauma, Produksi Testosteron

Ejakulasi, infeksi Kebangkitan

Stimulasi sel stroma yg BPH Berproliferasi

Dipengaruhi GH

Pre operasi Post Operasi

Terjadi kompresi utera TRUP.Prostatektomi

Resistensi leher V.U dan Kerusakan Penekanan serabut Trauma bekas Folley cateter

Daerah V.U urogenital serabut syaraf insisi

Obstruksi oleh

Ketebalan otot Dekstrusor jendolan darah

(Fase kompensasi) Nyeri post OP

Terbentuknya sakula/trabekula Defisit perawatan Gangguan rasa Resiko

Diri nyaman nyeri injuri

Kelemahan otot dekstrusor pendarahan

Kemampuan fungsi V.U Penurunan pertahanan

tubuh
Refluk urin Residu Urine

Berlebihan

Media pertumbuhan kuman Resiko terjadi infeksi

Hidronnefrosis

Gangguan eliminasi urine


E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007)
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
1. Laboratorium
a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin
berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman
terhadap beberapa antimikroba.
b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit
yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit kadar ureum dan
kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status
metabolic.
c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10
ng/ml, hitunglah prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama
dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila
nila PSA > 10 ng/ml.

2. Radiologis/pencitraan
a. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-
buli yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga
dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat,
serta osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.
b. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh
kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata
kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit
yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau
sakulasi buli-buli.
c. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan
volum buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau
tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.
F. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid.
Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

G. Penatalaksanaan
1. Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
a. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor
alfa sepertialfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif
segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia
prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian lama.
b. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).
c. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai
dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan
terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
d. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita
dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan
pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan
memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita
BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi
untukmengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa
blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/
dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo
(2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa
reduktase, fitofarmaka
1. Penghambat adrenergenik alfa
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau
yang lebih selektif alfa (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis
tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik
karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak
kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak
ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat
sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan
tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-
gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam
1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul
adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan
ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti antikolinergenik,
antidepresan, transquilizer, dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot
kandung kemih dan sfingter uretra.
2. Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa
bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih
diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit 28 % dari
keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal
ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat
ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
3. Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus. Efeknya diharapkan
terjadi setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS

Tn. M dirawat di ruang WK.C RSUD Dr. Soedono dengan diagnosa medis BPH post open prostatectomy.
TTV: TD: 140/90 mmHg, N: 86x/ menit, RR: 18x/ menit, S: 36,40C. Terpasang kateter urine tampak
kemerahan serta keruh dan ada sedikit stosel, terpasang infuse RL 20 tpm, terpasang drainase. Klien
mengatakan nyeri pada luka bekas operasi post open prostatectomy bagian bawah perut, nyeri saat BAK,
neyri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6, terus-menerus . Tampak ada luka post open prostatectomy
didaerah suprapubic dengan panjang luka ± 5cm, dan terdapat ± 5 jahitan, luka bersih, tampak
kemerahan, tidak ada pus, tidak bengkak.

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Insisi bedah Nyeri akut

 pasien mengatakan nyeri


pada luka post op pada
bagian bawah perut
 pasien mengatakan nyeri
saat BAK
 pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk tusuk
DO:

TTV: TD: 140/90 mmHg

N : 86x/menit

RR: 18x/menit

S : 36,4C
DS: Luka post op Resiko infeksi

 pasien mengatakan nyeri


pada luka post op pada
bagian bawah perut
DO:

 luka bersih, tampak


kemerahan, tidak ada
pus, tidak bengkak.

Intervensi keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan NIC
keperawatan selama ….x
Definisi : Sensori dan Pain management
24 jam, diharapkan
pengalaman emosional
- lakukan pengkajian nyeri
yang tidak Kriteria hasil :
secara komprehensif
menyenangkan yang
 mampu termasuk
timbul dari kerusakan
mengontrol nyeri lokasi,karakteristik,durasi,fr
jaringan aktual atau
( tahu penyebab ekuensi, kualitas dan faktor
potensial, muncul tiba-
nyeri, mampu presipitasi
tiba atau lambat - observasi reaksi nonverbal
menggunakan
dengan intensitas dan ketidaknyamanan
teknik
- gunakan teknik komunikasi
ringan sampai berat
nonfarmakologi
terapeutik untuk
dengan akhir yang bisa
untuk
mengetahu pengalaman
diantisipasi atau diduga
mengurangi
nyeri pasien
dan berlangsung
nyeri, mencari - kaji kultur yang
kurang dari 6 bulan.
bantuan) mempengaruhi respon nyeri
 melaporkan - evaluasi pengalaman nyeri
bahwa nyeri masa lampau
- evaluasi bersama pasien
berkurang
dan tim kesehatan laim
dengan
tentang ketidakefektifan
menggunakan
kontrol nyeri masa lampau
manajemen
- bantu pasien dan keluarga
nyeri
untuk mencari dan
 mampu
menerima dukungan
mengenali
nyeri( skala, - kontrol lingkungan yang
intensitas, dapat mempengaruhi nyeri
frekuensi, dan seperti suhu
tanda nyeri) ruangan,pencahayaan dan
 menyatakan rasa
kebisingan
nyaman setelah - kurangi faktor presipitasi
nyeri berkurang nyeri
- pilih dan lakukan
penanganan
nyeri( farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal
- kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
- ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
- berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
- evaluasi keefektifan
konterol nyeri
- tingkatkan istirahat
- kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
- monitor penerimaan pasien
tentang mamjemen nyeri
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Nic
keperawatan selama … x
Definisi : Peningkatan Infection control ( kontrol infeksi)
24 jam, klien
resiko masuknya
- bersihkan lingkungan
menunjukan
organisme patogen
setelah dipakai pasien lain
Kriteria hasil: - pertahankan teknik sosial
- batasi pengunjung bila
 klien bebas dari perlu
- instruksikan pada
tanda dan gejala
pengunjung untuk mencuci
infeksi
 mendeskripsikan tangan saat berkunjung dan
proses penularan setelah berkunjung
penyakit, faktor meninggalkan pasien
- gunakan sabun antimikrobia
yang
untuk cuci tangan
mempengaruhi
- cuci tangan setiap sebelum
penularan serta
dan sesudah tindakan
penatalaksanaan
keperawatan
nya - gunakan baju,sarung tangan
 menunjukkan
sebagai alat pelindung
kemampuanuntu - pertahankan lingkungan
k mencegsh aseptik selama pemasangan
timbulnya infeksi alat
 jumlah leukosit - ganti letak iv perifer dan
dalam batas line central dan dressing
normal sesuai dengan petunjuk
 menunjukkan
umum
perilaku sehat - gunakan kateter intermitten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
- tingkatkan intake nutrisi
berikan terapi antibiotik bila
perlu infection
protection( proteksi
terhadap infeksi)
- monitor tanda dan gejala
infeksisistemik dan lokal
- monitor hitung
granulosit,WBC
- monitor kerentanan
terhadap infeksi
- batasi pengunjung
- pertahankan teknik isolasi
kepada pasien
- berikan perawatan pada
area epidema
- inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
- inspeksi kondidi luka/insisi
bedah
- ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
- ajarkan cara menghindari
infeksi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
 BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH
merupakan kondisi patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan
Bare, 2002).
 Etiologi :
 Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
 Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
 Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi
stroma dan epitel.
 Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat
 Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
 Tanda dan gejala
1. Gejala iritatif meliputi : Peningkatan frekuensi berkemih, Nokturia
(terbangun pada malam hari untuk miksi), Perasaan ingin miksi yang
sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi), Nyeri pada saat miksi
(disuria)

2. Gejala obstruktif meliputi : Pancaran urin melemah, Rasa tidak puas


sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik, Kalau mau
miksi harus menunggu lama
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

B. SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya reverensi yang
ada hubungannya dengan judul makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M; Maas, M; Moorhead, S. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby:
Philadelphia
Mansjoer, A, et all, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapis, Jakarta
McCloskey, J dan Bulechek, G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby:
Philadelphia
Nanda (2000), Nursing Diagnosis: Prinsip-Prinsip dan Clasification, 2001-2002, Philadelphia,
USA.
Smeltzer, S.C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Vol 2, EGC,
Jakarta
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Amin, Huda dan Hardhi Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi: Revisi. Jilid: 2

Anda mungkin juga menyukai