Anda di halaman 1dari 5

Jama’ah shalat Jumat yang semoga dirahmati oleh Allah,

Kita bersyukur pada Allah atas nikmat dan karunia yang telah Allah berikan pada kita.
Lebih-lebih Allah memberikan tiga nikmat yang utama sebagaimana disebutkan oleh
Wahb bin Al-Munabbih yaitu nikmat Islam, kesehatan dan kecukupan. Tanpa tiga
nikmat tersebut, kita akan sulit beramal.

Moga dengan nikmat yang kita peroleh tadi semakin meningkatkan ketakwaan kita
pada Allah Ta’ala.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula pada keluarga dan sahabatnya
serta yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir zaman.

Jama’ah shalat Jumat yang semoga dirahmati oleh Allah,

Ada sebuah perkataan yang disimpulkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali dalam Lathaif
Al-Ma’arif dan Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim dari
tafsir surat Al-Lail, juga kaedah ini disampaikan oleh ulama lainnya. Mereka berkata,

‫س ِيئَةَ َب ْعدَهَا‬
َّ ‫س ِيئ َ ِة ال‬ ِ َ‫ َو ِإ َّن ِم ْن َجز‬،‫سنَةَ َب ْعدَهَا‬
َّ ‫اء ال‬ َ ‫سنَ ِة ال َح‬ ِ ‫ِإ َّن ِم ْن ث َ َوا‬
َ ‫ب ال َح‬

“Sesungguhnya di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya. Dan di antara


balasan dari amalan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”

Berarti tanda suatu amalan itu diterima adalah kalau dilanjutkan dengan kebaikan
selanjutnya dan tanda suatu amalan tidak diterima (dinilai jelek) adalah jika
dilanjutkan dengan kejelekan selanjutnya.

Untuk bulan Ramadhan, jika amalan di bulan tersebut diterima, berarti setelah
Ramadhan diikuti dengan kebaikan. Tanda amalan tersebut tidak diterima adalah jika
setelah Ramadhan malah yang ada kejelekan atau amalan kebaikan malah jadi hilang.
Jama’ah shalat Jumat yang semoga dirahmati oleh Allah,

Dari penjelasan di atas, kami akan menjelaskan suatu kenyataan. Kita akan temukan 7
kenyataan yang menunjukkan keadaan kebanyakan kaum muslimin setelah
Ramadhan.

Kenyataan pertama:

Malas mengerjakan shalat lima waktu, lebih-lebih lagi untuk shalat Shubuh
karena ba’da Ramadhan tidak lagi punya kebiasaan makan sahur.

Padahal shalat adalah suatu kewajiban yang mesti diperhatikan. Karena tegaknya
bangunan Islam dilihat dari apakaha shalat lima waktu didirikan ataukah tidak. Dari
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َّ ‫سولُهُ َو ِإقَ ِام ال‬


ِ‫صالَة‬ َ ‫َّللاُ َوأ َ َّن ُم َح َّمدًا‬
ُ ‫ع ْبدُهُ َو َر‬ َّ َّ‫ش َهادَةِ أ َ ْن الَ ِإلَهَ ِإال‬
َ ‫علَى خ َْم ٍس‬ َ ‫اإل ْسالَ ُم‬
ِ ‫ى‬ َ ‫بُ ِن‬
َ‫ضان‬
َ ‫ص ْو ِم َر َم‬ َ ‫ت َو‬ ِ ‫ج ْال َب ْي‬ َّ ‫اء‬
ِ ‫الز َكاةِ َو َح‬ ِ َ ‫َو ِإيت‬

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah
melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah;
menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa
Ramadhan.” (HR. Bukhari, no. 8; Muslim, no. 16)

Kalau shalat tidak ada, hancurlah bangunan Islam. Sehingga kalau shalat benar-benar
diperhatikan berarti tegaklah bangunan Islam.

Terkhusus lagi shalat Shubuh jika dijaga dengan baik, maka akan terselamatkan dari
sifat kemunafikan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

‫ َولَ ْو َي ْعلَ ُمونَ َما ِفي ِه َما ألَت َ ْو ُه َما‬، ‫َاء‬


ِ ‫صالَ ِة الفَ ْج ِر َوال ِعش‬ َ ‫صالَة ٌ أثْقَ َل‬
َ ‫علَى ال ُمنَا ِفقِينَ ِم ْن‬ َ ‫لَي‬
َ ‫ْس‬
ً ‫َولَ ْو َحبْوا‬
“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Shubuh dan
shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut,
tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari, no. 657).

Kenyataan kedua:

Masjid mulai sepi bahkan tidak sedikit yang tidak ada kumandang azan.
Parahnya lagi setelah Ramadhan, ada masjid yang hanya menjadi sarang
kotoran hewan (cicak, dll)

Perhatikanlah bahwa shalat berjama’ah itu sangat ditekankan sekali bagi kaum pria.
Yang buta saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menyuruhnya berjama’ah di
masjid.

Ceritanya ada seorang laki-laki buta mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak memiliki orang yang
menuntunku ke masjid’. Kemudian pria ini meminta pada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam agar diberi keringanan untuk shalat di rumah. Pada mulanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammemberi dia keringanan. Namun, tatkala dia hendak
berpaling, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya lagi lantas berkata,

‫صالَ ِة‬
َّ ‫ه َْل ت َ ْس َم ُع النِدَا َء بِال‬

“Apakah engkau mendengar azan ketika shalat?”

Laki-laki buta tersebut menjawab, “Iya.”

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

ْ‫فَأ َ ِجب‬

“Penuhilah panggilan azan tersebut.” (HR. Muslim, no. 653)

Lihatlah laki-laki yang buta saja tetap diwajibkan shalat berjama’ah. Bagaimana
dengan kita dalam keadaan sehat badan dan penglihatan pun masih normal?
Kenyataan ketiga:

Shalat malam sudah enggan, padahal di bulan Ramadhan kita menjadi orang
yang gemar shalat tarawih.

Harusnya setelah Ramadhan menjadi orang yang semangat terus menjaga shalat
malam atau giat melakukan shalat tahajud (shalat malam setelah bangun tidur).

Coba perhatikan ada orang yang tidurnya sampai Shubuh itu tiba, ia tidak bangun
untuk shalat malam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencelanya ketika itu dengan
mengatakan,

‫ان َبا َل ِفى أُذُنَ ْي ِه‬


ُ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ذَ ِل َك ال‬

“Demikianlah setan telah mengincingi kedua telinganya.” (HR. An-Nasa’i, no. 1609;
Ibnu Majah, no. 1330. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targib wa At-Tarhib no.
640 mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Untungnya setan adalah makhluk ghaib yang kencingnya pun tidak bisa kita lihat.
Bayangkan jika kencing itu diwujudkan seperti kencing anak-anak kita?

Juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela pula orang yang dahulu rajin shalat
malam, namun sekarang ia meninggalkannya.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata padaku,

‫ام اللَّ ْي ِل‬


َ َ‫ َكانَ يَقُو ُم اللَّ ْي َل فَت َ َر َك قِي‬، ‫ الَ ت َ ُك ْن ِمثْ َل فُالَ ٍن‬، ‫َّللا‬
ِ َّ َ‫ع ْبد‬
َ ‫يَا‬

“Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si A. Dulu dia biasa mengerjakan shalat
malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.” (HR. Bukhari, no. 1152)

Kenyataan keempat:
Puasa sunnah sudah tidak mau dikerjakan karena merasa cukup dengan puasa
wajib di bulan Ramadhan.

Padahal puasa Ramadhan perlu disempurnakan dengan puasa sunnah. Biar


kekurangan yang ada pada puasa wajib bisa ditutup dengan puasa sunnah. Salah satu
puasa yang bisa dilakukan adalah puasa Syawal sebanyak enam hari.

Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

ِ ‫ضانَ ث ُ َّم أَتْ َب َعهُ ِستًّا ِم ْن ش ََّوا ٍل َكانَ َك‬


‫ص َي ِام الدَّ ْه ِر‬ َ ‫ام َر َم‬
َ ‫ص‬َ ‫َم ْن‬

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan


Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164)

Puasa ini bisa dilakukan di awal, pertengahan atau di akhir. Puasa ini bisa pula
dilakukan berturut-turut atau tidak. Yang penting enam hari tersebut dikerjakan di
bulan Syawal.

Jama’ah shalat Jum’at yang semoga senantiasa mendapatkan berkah dari Allah,

Demikian khutbah pertama ini.

َ ‫أَقُ ْو ُل قَ ْو ِلي َهذَا أ َ ْستَ ْغ ِف ُر هللاَ ِلي َولَ ُك ْم َو ِل‬


َ ‫سائِ ِر ال ُم ْس ِل ِميْنَ ِإنَّهُ ُه َو ال‬
‫س ِم ْي ُع ال َع ِل ْي ُم‬

Khutbah Kedua

Sumber https://rumaysho.com/13903-khutbah-jumat-7-kenyataan-setelah-ramadhan.h
tml

Anda mungkin juga menyukai