Anda di halaman 1dari 6

Urgensi Pemberian Imunisasi DPT Lengkap dan Rutin Guna

Mencegah Bahaya Difteri, Pertusis, dan Tetanus


Diesta Maylitadara
Prodi S-1 Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
diestamaylitadara@gmail.com

Abstract. Vaccination is one of the important things that parents with children have to know.
There are still so many parents in Indonesia who do not understand the importance of giving the
vaccination so that they don't give a routine and complete vaccination to their children. It makes
the children are easier the get some diseases. Because of the minimum of socialization and detail
explanation about the kinds of vaccinations itself, it makes the parents out there worried and
thinks that it is haram and dangerous for their children to be vaccinated. There are several kinds
of vaccinations with their doses to be given to the children. One kind of vaccination which is
important to be given to the children is DPT; it should be given in five times. Children who have
already got DPT vaccination, they still should be given the booster for every ten years. DPT is
really important to protect the children's body from several diseases that caused death, like,
diphtheria, pertussis, and tetanus which are familiar in Indonesia. Diphtheria, pertussis, and
tetanus are harmful diseases that can infect the human body easily. The implementation of
vaccination in Indonesia can increase the life expectancy of the Indonesian people, especially the
children.

Keyword: vaccination, DPT, diphtheria, pertussis, tetanus

1. PENDAHULUAN
Pada era globalisasi saat ini, Indonesia masih sering menghadapi Kejadian Luar Biasa
(KLB) yang disebabkan oleh wabah penyakit yang terjadi di beberapa daerah dalam jangka waktu
tertentu. Salah satu penyebabnya adalah belum semua masyarakat Indonesia menyadari betapa
pentingnya pemberian imunisasi secara lengkap dan tepat. Imunisasi sendiri berasal dari kata
“imun” yang berarti kebal atau resisten, sehingga imunisasi dapat diartikan sebagai suatu usaha
untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit yang
menyebabkan orang tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami penyakit ringan saat terpajan
penyakit tersebut (Kementerian Kesehatan & Indonesia, 2015).
Dari sekian banyak jenis imunisasi, imunisasi DPT adalah salah satu jenis imunisasi yang
sering dilalaikan oleh kebanyakan orang karena harus diberikan kepada anak sampai lima kali
yaitu saat anak berusia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12-18 bulan, dan imunisasi DPT yang terakhir
diberikan kepada anak ketika berusia 4 – 6 tahun. Imunisasi DPT merupakan suatu jenis
imunisasi yang diberikan kepada anak untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus.
Pada beberapa daerah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sedang menghadapi
wabah difteri. Pada tahun 2011 – 2015, Indonesia menjadi negara dengan insiden difteri tertinggi
ke- 2 di dunia, dan selama tahun 2017, terdapat 30 provinsi di Indonesia dengan status Kejadian
Luar Biasa (KLB) karena penyakit difteri (Arnita, 2007). Hal ini disebabkan karena tidak semua
masyarakat Indonesia melakukan imunisasi DPT. Sedangkan, seseorang yang tidak menerima
imunisasi DPT akan memiliki risiko lima kali lebih besar terinfeksi difteri jika dibandingkan
dengan orang yang telah menerima imunisasi difteri (Rahmawati & Umbul, 2014). Selain itu,
kematian pada bayi baru lahir di Indonesia yang disebabkan karena penyakit TN (Tetanus
Neonatrium) jumlahnya cukup tinggi, yaitu 6,7% (Isbagio, 2004).
Difteri adalah suatu penyakit infeksi terhadap bakteri basil gram positif yang memiliki
nama latin Corynebacterium diphteriae. Difteri menjadi salah satu penyakit infeksi yang paling
ditakuti terutama jika terjadi pada anak – anak. (Arnita, 2007)
Pertusis atau sering dikenal dengan istilah whooping cough merupakan suatu penyakit
infeksi pada bagian saluran pernapasan (tractus respiratory) yang secara klasik disebabkan oleh
Bordetella pertussis. Pertusis termasuk kedalam penyakit menular dan dapat menular melalui
droplet yang mengandung Bordetella pertussis dari pasien yang batuk.
Sedangkan, tetanus adalah suatu penyakit yang dapat ditandai dengan spasme otot secara
periodic dan berat. Tetanus sendiri sering dikenal dengan penyakit “Seven Day Disease”.
Tetanus disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. (Purba, 2008)
Peneliti memilih imunisasi DPT karena imunisasi DPT menjadi salah satu jenis imunisasi
dasar yang diwajibkan oleh pemerintah Indonesia namun, masih banyak masyarakat Indonesia
yang melalaikan imunisasi DPT ini. Salah satu faktor lalainya masyarakat Indonesia terhadap
imunisasi DPT adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai imunisasi
DPT. Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk lebih memberikan pandangan dan meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemberian imunisasi DPT secara lengkap dan sesuai
prosedur.
2. METODE
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan
pendekatan kualitatif dan metode penelitian deskriptif.
Wawancara merupakan proses untuk memperoleh keterangan dengan tanya jawab sambil
bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau informan dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). (Nazir, 1999)
Sedangkan, metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang tidak
menggunakan pengolahan data berupa angka (kuantitatif). Menurut Nazir (1988: 63) dalam Buku
Contoh Metode Penelitian, “Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-
sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.”.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada riset dengan metode mewawancarai dua orang dokter muda di Rumah Sakit
Moewardi, Surakarta yaitu sdr. Peter Darmaatmaja Setiabudi, S.Ked dan sdr. Peter Yustian
Atmaja, S.Ked dapat diketahui mengenai gambaran ketaatan imunisasi atau vaksinasi terutama
oleh masyarakat di Surakarta, prosedur pemberian imunisasi DPT yang tepat dan lengkap,
gambaran dan bahaya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus, serta hubungan dari pemberian
imunisasi DPT terhadap menurunnya risiko terkena penyakit difteri, pertusis, dan tetanus.
Menurut kedua narasumber, masyarakat Indonesia khususnya masyarakat di Surakarta
saat ini sudah mulai banyak yang taat melakukan imunisasi. Namun, presentasenya belum 100%
karena banyak faktor, utamanya adalah faktor kesalahpahaman masyarakat yang masih mengira
bahwa imunisasi adalah suatu tindakan yang haram, tidak berguna, dan membahayakan bagi
anak. Sdr. Peter Yustian Atmajaya bahkan menyebutkan di Kecamatan Jenawi dan Kecamatan
Jatiyoso terdapat beberapa kelompok orang yang antivaksin.
Imunisasi DPT adalah suatu tindakan pemberian vaksin DPT. Vaksin DPT sendiri
merupakan vaksin kombinasi yang diberikan untuk mencegah tiga penyakit yaitu penyakit difteri,
pertusis, dan tetanus. Vaksin DPT ini berisi tiga bakteri yang telah dilemahkan atau dalam
kondisi inaktif dan berada dalam sediaan vial. Vaksin DPT disimpan di dalam cold box, bukan di
freezer.
Kedua narasumber menjelaskan bahwa sebelum melakukan imunisasi, vaksin DPT harus
benar – benar diperiksa kelayakannya seperti tanggal kadaluarsa, tidak menggumpal, tidak
berubah warna, tidak terdapat endapan, segel masih utuh, dan VVM masih baik. Selain
memastikan vaksin DPT dalam kondisi baik, sebelum melakukan imunisasi DPT juga harus
memastikan pasien dalam kondisi sehat (tidak sedang demam). Setelah sudah memastikan
kondisi vaksin DPT dan kondisi pasien, vaksin DPT diberikan dengan teknik intramuskular di
anterolateral paha pasien dengan dosis 0,5 mL. Sebelum menginjeksi vaksin, area tubuh yang
akan diinjeksi harus dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol, dan setelah diinjeksi
harus dilakukan message. Setelah semua prosedur dilakukan, orang tua si anak harus diberikan
edukasi mengenai efek samping yang mungkin timbul dan apa saja yang harus dilakukan.
Efek samping yang terjadi setelah pemberian vaksin biasa dikenal dengan istilah kejadian
ikutan pasca-imunisasi (KIPI) atau adverse event following immunization (AEFI). KIPI ini pada
umumnya terjadi karena reaksi suntikan (bengkak, merah, timbulnya rasa sakit pada area
suntikan), dan induksi vaksin (reaksi vaksin) yang telah diprediksi sebelumnya seperti demam.
KIPI juga dapat disebabkan oleh karena kesalahan prosedur (program)/teknik pelaksanaan
(programmatic error) yang dapat dicegah apabila pemberian vaksin sudah sesuai dengan
prosedur seperti yang telah dijelaskan di atas.
Ketidaktaatan masyarakat dalam melakukan imunisasi DPT dapat meningkatkan risiko
terkena difteri, pertusis, dan tetanus yang dapat berakhir pada penyakit yang lebih berat hingga
menyebabkan kematian. Pada penyakit difteri, apabila tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan gagal jantung, gagal ginjal, dan sumbatan jalan napas yang terjadi secara terus –
menerus dapat mengakibatkan gangguan airway dan sudden death. Pada penyakit pertusis, dapat
mengakibatkan gagal napas dan sepsis. Sedangkan, pada penyakit tetanus dapat mengakibatkan
gagal napas sebagai penyebab paling sering kematian.
Penyakit difteri, pertusis, dan tetanus merupakan penyakit yang dengan cara sepele atau
mudah menginfeksi manusia. Pada penyakit difteri dan pertusis yang merupakan air-borne
disease, dimana infeksinya berasal dari bakteri penderita yang kontak langsung dengan orang –
orang di sekitarnya hanya melalui udara. Sedangkan tetanus, dapat terjadi karena peralatan yang
berkarat ataupun karena luka yang dalam dan kotor sehingga kondisinya anaerob dan
memungkinkan bakteri clostridium tetani tumbuh. Dari pengalaman kedua dokter muda tersebut,
penyakit pertusis termasuk ke dalam penyakit yang jarang ditemukan.
Dilihat dari mudahnya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus menginfeksi manusia dan
bahaya – bahaya yang dihadapi dari penyakit – penyakit tersebut sampai berdampak pada
kematian, seharusnya masyarakat dapat lebih sadar akan pentingnya imunisasi DPT yang
dilakukan pada anak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tiga pemberian pertama pada usia 2
bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Pemberian yang ke-4 adalah pada usia 18 bulan, dan pemberian yang
terakhir pada usia 5 tahun. Dosis yang diberikan yakni satu kali suntikan setiap jadwal imunisasi.
Setelahnya, dianjurkan untuk melakukan booster Tdap (imunisasi ulang Tetanus Difteri dan
Pertusis) setiap 10 tahun.
4. SIMPULAN
Masih terdapat beberapa kelompok masyarakat yang menutup diri dan tidak
melaksanakan imunisasi. Setiap imunisasi memiliki efek samping yang ditimbulkan, tidak
terkecuali pada imunisasi DPT. Efek samping yang sudah diprediksi pasti akan terjadi namun
hanya sesaat dan tidak berbahaya. Sedangkan, efek samping yang tidak diinginkan dapat
dihindari dengan pelaksaan prosedur imunisasi DPT yang tepat dan penuh perhatian. Imunisasi
DPT merupakan salah satu imunisasi yang sangat penting dilakukan guna memberikan kekebalan
tubuh terhadap penyakit – penyakit yang dengan mudah menginfeksi manusia namun, dapat
memberikan dampak yang berbahaya hingga berujung pada kematian seperti penyakit difteri,
pertusis, dan tetanus.
5. SARAN
Dilihat dari dampak dan proses infeksi penyakit difteri, pertusis, dan tetanus, alangkah
baiknya apabila seluruh kelompok masyarakat di Indonesia lebih menyadari dan memahami
pentingnya melaksanakan imunisasi yang lengkap dan tepat, terutama imunisasi DPT. Setelah
menyadari dan memahami pentingnya imunisasi tersebut, diharapkan masyarakat Indonesia dapat
melakukan imunisasi, khususnya imunisasi DPT secara rutin sesuai prosedur yang berlaku.
Sehingga, presentase masyarakat Indonesia yang melakukan imunisasi dapat 100% dan
meningkatkan angka harapan hidup masyarakat Indonesia.
Selain itu, bagi para pelaksana kesehatan, sebaiknya dapat melakukan prosedur imunisasi,
khususnya imunisasi DPT dengan tepat dan penuh perhatian untuk menghindari efek samping
yang tidak diinginkan. Para pelaksana kesehatan juga diharapkan dapat memberikan edukasi dan
penjelasan terhadap pasien mengenai efek samping yang mungkin terjadi, dan pentingnya
imunisasi.
6. DAFTAR PUSTAKA
- BUKU
Kementerian Kesehatan, & Indonesia, R. (2015). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. In
Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat r Jenderal. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun. https://doi.org/351.077 Ind r
Satgas Imunisasi PP IDAI. 2011. Panduan Imunisasi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

- JURNAL
Alfiansyah, G. (2015). PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA ( KLB ) DIFTERI
DI KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 Epidemiological Investigation of Diphtheria ’ s Outbreak
at Blitar District in. 4.
Arnita. (2007). Diagnosis Dan Tatalaksana. Majalah Farmacia, 7(1), 64.
Fitriansyah, A. (2018). The Description of Diphtheria Immunization History to Diphtheria Patients in
Surabaya at 2017. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(2), 103.
https://doi.org/10.20473/jbe.v6i22018.103-111
Immunise, A. P. (2016). Difteri, tetanus, dan pertussis (batuk rejan). Pemerintah Victoria: 1 Treasury
Place. Melbourne.
Isbagio, dkk. (2004). Pengaruh Status Imunisasi Difteri Pertusis Dan Tetanus Terhadap Respon
Kekebalan Difteri Dan Tetanus Pada Murid Kelas 1 Sekolah Dasar Di Kecamatan Cimandala.
Buletin Penelitian Kesehatan, 32(2), 62–72.
Purba, J. M. (2008). Digitized by USU digital library. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
(1), 1–12.
Rahmawati, A. I., & Umbul, C. (n.d.). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELENGKAPAN
IMUNISASI DASAR DI KELURAHAN KREMBANGAN UTARA Factors Affecting Completeness
Basic Immunization Village District of North Krembangan.
Sari, M. P., & Dkk. (2018). Gambaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada Anak yang Mendapatkan
Imunisasi Difteri Pertusis dan Tetanus di Puskesmas Seberang Padang Kota Padang. Kesehatan
Andalas, 7(3), 352–357.

Anda mungkin juga menyukai