Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education


(RME)

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah


Metode Pembelajaran Matematika

Disusun oleh :

Mochammad Hadiansyah (201613500175)

Imelda Dhue Ego (201613500181)

Sanah (201613500182)

Universitas Indraprasta PGRI

Fakultas Teknik Matematika dan IPA


Program Studi Pendidikan Matematika

2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah Metode Pembelajaran Matematika tentang Model Pembelajaran Realistic
Mathematics Education ini dapat tersusun hingga selesai.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan kami, kami yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 25 Juni 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR………………………………………………………... ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….... 1

1. Latar Belakang ………………………………………………………... 1


2. Rumusan Masalah ………………………………………………….…. 2
3. Manfaat Penulisan ……………………………………………………… 2
4. Tujuan Penulisan ……………………….……………………………. 3

BAB II ISI ………………..………………………………………………….. 4

1. Pengertian Model Pembelajaran Realistic Mathematic Educatio.…… 4


2. Karakteristik Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)….. 7
3. Prinsip-Prinsip Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)… 11
4. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME)………………………………………………………………… 13
5. Peluang dan Tantangan Pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME)………………………………………………………………… 15
6. Langkah – Langkah Pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME)………………………………………………………………… 16
7. Hubungan antara Pendekatan Realistik dengan hasil belajar dan kemampuan
pemecahan masalah............................................................................. 22

BAB III KESIMPULAN………………………………………………… 26

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang


dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir siswa yang dapat
meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika. Pembelajaran
matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang mengandung dua jenis
kegiatan yang tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut adalah belajar dan mengajar.
Kedua aspek ini berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi
interaksi antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa, dan antara siswa
dengan lingkungan disaat pembelajaran matematika berlangsung.
Menurut Hans Freudental dalam Susanto(2013), matematika merupakan
aktifitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan
demikian, matematika merupakan cara berfikir logis yang dipresentasikan dalam
bilangan,ruang, dan bentuk dengan aturan-aturan yang telah ada yang tak lepas dari
aktifitas insani tersebut. Pada hakikatnya, matematika tidak terlepas dari kehidupan
sehari-hari, dalam arti matematika memiliki kegunaan yang praktis dalam kehidupan
sehari-hari.
Pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah sekarang ini pada umumnya
guru masih mendominasi kelas dengan metode mengajar yang konvensional, siswa
cenderung pasif. Guru mengajarkan konsep matematika dan siswa menerima bahan
jadi. Lebih parah lagi, mereka tidak menyadari tujuan belajar yang sebenarnya, tidak
mengetahui manfaat belajar bagi masa depan siswa nanti.

1
Untuk mengatasi masalah tersebut maka akan dilakukan penelitian untuk
meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME) dalam pembelajaran matematika.
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa masalah
yang dapat penulis rumuskan dan akan di bahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran Realistic Mathematics
Education / Pendidikan Matematika dalam Konsep dan Realitas ?
2. Apa saja karakteristik pembelajaran Realistic Mathematics Education ?
3. Apa saja prinsip-prinsip pembelajaran Realistic Mathematics Education ?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan pembelajaran Realistic Mathematics
Education?
5. Adakah peluang dan tantangan bagi model pembelajaran Realistic
Mathematics Education ?
6. Apa saja langkah yang harus ditempuh untuk menerapkan model
pembelajaran Realistic Mathematics Education?
7. Bagaimana hubungan antara Pendekatan Realistik dengan hasil belajar dan
kemampuan pemecahan masalah?

C. Manfaat
Manfaat dari Metode Pembelajaran Matematika yang berbasis realistik adalah
meningkatkan hasil belajar siswa selama proses belajar matematika melalui
pendekatan Realistic Mathematics Education sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman secara langsung dan lebih memahami konsep – konsep dalam belajar
matematika dengan menerapkan kedalam situasi dunia nyata, sehingga belajar
matematika lebih bermakna.

2
D. Tujuan
Tujuan dari Metode Pembelajaran Matematika yang berbasis realistik adalah
untuk mengetahui apakah melalui pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME) ini dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa .

3
BAB II

ISI

A. Pengertian Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education

Metode pendidikan matematika diharapkan dapat “mengena” dan tidak


“mengambang” atau realistis. Hal ini sesuai dengan ide yang dicetuskan oleh
Freudenthal Institute sejak tahun 1971, yaitu mengembangkan suatu pendekatan
teoretis terhadap pembelajaran matematika bermutu yang dikenal dengan RME
(Realistic Mathematics Education). RME merupakan metode yang dapat
memberikan pengertian mengenai proses pendidikan matematika sebagai proses
menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar
matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan.
Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education
(RME) mulai berkembang karena adanya keinginan meninjau kembali pendidikan
matematika di Belanda yang dirasakan kurang bermakna bagi pelajar. Gerakan ini
mula-mula diprakarsai oleh Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek
Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME yang ada sampai sekarang sebagian besar
ditentukan oleh pandangan Freudenthal (1977) tentang matematika. Menurut
pandangannya matematika harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan
pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian
dari nilai kemanusiaan. Selain memandang matematika sebagai subyek yang
ditransfer, Freudenthal menekankan ide matematika sebagai suatu kegiatan
kemanusiaan. Pelajaran matematika harus memberikan kesempatan kepada
pebelajar untuk “dibimbing” dan “menemukan kembali” matematika dengan
melakukannya. Artinya dalam pendidikan matematika dengan sasaran utama

4
matematika sebagai kegiatan dan bukan sistem tertutup. Jadi fokus pembelajaran
matematika harus pada kegiatan bermatematika atau “matematisasi”
(Freudental,1968).

Kemudian Treffers (1978, 1987) secara eksplisit merumuskan ide tersebut


dalam 2 tipe matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu matematisasi
horisontal dan vertikal. Pada matematisasi horizontal siswa diberi perkakas
matematika yang dapat menolongnya menyusun dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.Matematisasi vertikal di pihak lain merupakan proses
reorganisasi dalam sistem matematis, misalnya menemukan hubungan langsung
dari keterkaitan antar konsep-konsep dan strategi-strategi dan kemudian
menerapkan temuan tersebut. Jadi matematisasi horisontal bertolak dari ranah
nyata menuju ranah simbol, sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam ranah
simbol. Kedua bentuk matematisasi ini sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan
sama nilainya (Freudenthal, 1991).
Hal ini disebabkan oleh pemaknaan “realistik” yang berasal dari bahasa
Belanda “realiseren” yang artinya bukan berhubungan dengan kenyataan, tetapi
“membayangkan”. Kegiatan “membayangkan” ini ternyata akan lebih mudah
dilakukan apabila bertolak dari dunia nyata, tetapi tidak selamanya harus melalui
cara itu.
Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam
matematika dapat dibedakan menjadi empat yaitu, mekanistik, empiristik,
struturalistik, dan realistik.

Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisonal dan didasarkan pada


apa yang diketahui dari pengalamn sendiri (diawali dari yang lebih sederhana
sampai ke kompleks) dalam pendekatan ini siswa dianggap sebagai mesin.
Pendekatan empiristik adalah suatu pendekatan dimana konsep – konsep
matematika tidak diajarkan dan diharapkan siswa mampu menemukan melalui

5
matematika horizontal. Pendekatan mekanis dan empiris tidak banyak diajarkan di
lingkungan sekolah.
Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang menggunakan sistem
formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang yang perlu didahului
dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal.

Pendekatan realistik merupan pendekatan dengan menggunakan metode


matematisasi horizontal dan vertikal dan mendekatan ini sebagai pangkal tolak
pembelajaran.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


matematika realistik adalah metode pembelajaran matematika sekolah yang
dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik
awal pembelajaran. Selanjutnya siswa diberi kesempatan mengpalikasikan konsep
– konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari – hari atau dalam bidang
yang lainnya. Pembelajaran ini sengat berbeda dengan pembelajaran matematika
selama ini yang cenderung berorientasi kepada memberi informasi dan memakai
matematika yang siap pakai untuk memecahkan masalah.
Jadi pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) adalah pendekatan
pembelajaran yang menggunakan masalah realistik atau masalah sehari-hari
sebagai sumber inspirasi dalam pembentukan konsep atau dengan kata lain
pembelajaran matematika yang berlandaskan pada hal-hal nyata atau riil bagi
siswa.
Kata “realistik” sering disalahartikan sebagai “real-world”, yaitu dunia nyata.
Banyak pihak yang menganggap bahwa pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME) adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang
harus menggunakan masalah sehari-hari. Penggunaan kata “realistik” sebenarnya
berasal dari bahasa Belanda “zinch realistic” yang berarti “untuk dibayangkan”
atau “to imagine”. Penggunaan kata realistik tersebut tidak sekedar menunjukkan

6
adanya koneksi dengan dunia nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus
pendidikan matematika realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan
suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa .
Teori pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) sejalan dengan teori
belajar yang berkembang saat ini, seperti kontruktivisme dan pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching Learning, disingkat CTL).Namun, baik
pendekatan kontruktivisme maupun CTL mewakili teori belajar secara umum.
Jadi, RME (Realistic Mathematic Education) merupakan teori pembelajaran yang
dikembangkan khusus untuk matematika .

B. Karakteristik Pendekatan Realistic Mathematic Education


(RME)

Pembelajaran Matematika Realistis mencerminkan pandangan matematika


tertentu mengenai bagaimana anak belajar matematika dan bagiamana matematika
harus diajarkan. Pandangan ini tercermin dalam enam karakteristik yaitu : kegiatan,
nyata, bertahap, saling menjalin, interaksi, dan bimbingan.
1. Kegiatan
Peserta didik harus diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam proses
pengembangan seluruh perangkat perkakas dan wawasan matematis sendiri. Dalam
hal ini peserta didik dihadapkan dalam situasi masalah yang memungkinkan ia
membentuk bagian – bagian masalah tersebut dan dikembangkan secara bertahan

2. Nyata (kontekstual)
Matematika realistis harus memungkinkan peserta didik dapat menerapkan
pemahaman matematika dan perkakas /alat matematikannya untuk memecahkan
masalah. Hanya dalam pemecahan masalah peserta didik dapat mengembangkan alat
matematis dan pemahaman matematis.

7
3. Bertahap
Belajar matematika artinya peserta didik harus melalui berbagai tahapan
pemahaman, yaitu dari kemampuan menemukan pemecahan informal yang
berhubungan dengan konteks, menuju penciptaan berbagai tahap hubungan langsung
dan pembuatan bagan.

4. Saling menjalin (keterkaitan)


Hal ini ditemukan pada setiap jalur matematika, misalnya antar topik – topik
seperti kesadaran akan bilangan, mental aritmetika, perkiraan (estimasi) dan
algoritma.

5. Interaksi
Dalam matematika realistik belajar matematika dipandang sebagai kegiatan sosial.
Pendidikan harus dapat memberikan kesempatan bagi para peserta didik untuk saling
berbagi dan strategi dan penemuan mereka. Dengan mendengarkan apa yang
ditemukan orang lain dan mendiskusikan temuan ini, peserta didik mendapat ide
untuk memperbaiki strateginya.

6. Bimbingan
Pengajar maupun program pendidikan mempunyai peranan terpenting dalam
mengarahkan peserta didik untuk memperoleh pengetahuan. Mereka mengendalikan
proses pembelajaran yang lentur untuk menunjukkan apa yang harus dipelajari untuk
menghindarkan pemahaman semu melalui proses hafalan.

Sementara menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik


mempunyai beberapa karakteristik dan komponen sebagai berikut.

1. The use of context (menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran


matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah

8
dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual
bagi siswa.
2. Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model),
artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam
bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke
tingkat abstrak.
3. Students constribution (menggunakan kontribusi siswa), artinya
pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan
gagasan siswa.
4. Interactivity (interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun
oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan
lingkungan dan sebagainya.
5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya
topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan
pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) secara garis besar


memiliki lima karakteristik. Menurut Treffers dan Van den Heuvel-Panhuizen,
karakteristik RME adalah penggunaan konteks, penggunaan model, penggunaan
hasil konstruksi siswa, interaktivitas dan keterkaitan (intertwinment) dan
dijelaskan sebagai berikut :

1. Penggunaan Konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal
pembelajaran.konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa
dalam bentuk penggunaan alat peraga atau situasi lain selama hal tersebut
bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa.

9
Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk
melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan.Hasil eksplorasi siswa tidak
hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang
diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi
penyelesaian masalah yang bisa digunakan. Manfaat lain penggunaan konteks
diawal pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan
siswa dalam belajar matematika.

2. Penggunaan Model (matematisasi)


Dalam pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), model
digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif.Penggunaan model
berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan matematika tingkat konkrit
menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

3. Pemanfaatan Hasil Kontruksi Siswa


Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak
diberikan kepada siswa sebagai produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu
konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam pendekatan Realistic
Mathematic Education (RME) siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.
Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan
masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil
kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan
pengembangan konsep matematika.
Karakteristik ini tidak hanya bermanfaat dalam membantu siswa
memahami konsep matematika, tetapi juga sekaligus mengembangkan
aktivitas dan kreativitas siswa.

4. Interaktivitas

10
Interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa
dengan sarana pendukung lainnya merupakan hal yang mendasar dalam
pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).Secara eksplisit bentuk-
bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak
setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari
bentuk-bentuk informal siswa.

5. Keterkaitan (intertwinment)
Konsep-konsep matematika tidak bersifat parsial, namun banyak
konsep matematika yang memiliki keterkaitan karena matematika bukanlah
sekumpulan domain (Bilangan, Geometri, Aljabar, Statistik, dan sebagainya)
yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu sistem yang terbentuk dari
hubungan antara domain tersebut. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika
tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah satu sama lain.

C. Prinsip-Prinsip Pendekatan Realistic Mathematic Education


(RME)

Ada tiga prinsip dalam pembelajaran matematika realistic yaitu guided


reinvention and progressive mathematizing, didactical phenomenology dan self –
developed models. Adapun ketiga prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Guided Reinvention and Progresive Mathematizing (penemuan kembali
terbimbing/pematikaan progresif)
Prinsip ini menghendaki bahwa dalam pembelajaran matematika realistic, dari
masalah konstektual yang diberikan oleh guru diawal pembelajaran, kemudian
dalam menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi bimbingan terbatas,
sehingga siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-
sifat dan rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep,prinsip,sifat-sifat

11
dan rumus-rumus itu ditemukan. Prinsip ini mengacu pada pandangan
konstruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer
atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru, melainkan dari siswa sendiri.
2. Didactical Phenomenology (fenomena pembelajaran)
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran, yang
menghendaki bahwa di dalam menentukan masalah konstektual untuk digunakan
dalam pembelajaran dengan pendekatan metode pembelajaran matematika
realistic di dasarkan atas dua alasan, yaitu: a) untuk mengungkap berbagai
macam aplikasi suatu topic yang harus diantisipasi dalam pembelajaran, b) untuk
dipertimbangkan pantas tidaknya masalah konstektual itu digunakan sebagai
poin-poin untuk suatu proses pematematikaan progresif. Dari penjabaran pada
pentingnya masalah konstektual untuk memperkenalkan topic-topik matematika
kepada siswa.
3. Self Development Models (model-model dibangun sendiri)
Menurut prinsip ini, model-model yang dibangun berfungsi sebagai suatu
jembatan pengetahuan informal dan formal dalam matematika. Dalam
pemecahan konstektual siswa diberi kebebasan untuk menemukan sendiri model
matematika terkait dengan masalah konteksual yang dipecahka. Sebagai
konsekuensinya sangat dimungkinkan muncul berbagai model matematika yang
dibangun siswa. Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin masih mirip
dengan masalah konstekstualnya. Ini merupakan suatu langkah lanjutan dari
penemuan ulang dan sekaligus menunjukkan bahwa sifat bottom up (dari bawah
ke atas) mulai terjadi. Model-model tersebut diharapkan untuk mampu mengubah
kepada bentuk matematika yang formal.

Menurut Suherman dalam Susanto (2013;206) dalam pembelajaran


matematika pendekatan Realistic Mathematic Education menganut prinsip-prinsip
sebagai berikut :

12
 Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks
 Pengembangan model-model, situasi,skema, dan simbol-simbol.
 Sumbangan dari para siswa, sehingga dapat membuat pelajaran menjadi
konstruktif dan produktif
 Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika
 Intertwining (membuat jalinan) antartopik-antartopik bahasan

D. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Realistic Mathematic


Education (RME)
1. Kelebihan dari pendekatan Realistic Mathematic Education
a. Untuk siswa
1) Siswa lebih mudah menyelesaikan masalah dikaitkan dengan masalah-
masalah dalam kehidupan nyata.
2) Siswa dapat menyelesaikan secara informal sebelum menggunakan secara
formal sehingga mendorong siswa untuk belajar di dalam kehidupan
nyata.
3) Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan lebih aktif.
4) Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang
tidak tampak karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa
tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
5) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena sikap belajar siswa
ada nilainya
6) Melatih keberanian siswa karena siswa harus menjelaskan jawabannya
7) Melatih siswa untuk terbiasa berfikir dan mengemukakan pendapat.
8) Pendidikan berbudi pekerti, misalnya: saling kerja sama dan menghormati
teman yang sedang berbicara.

13
b. Untuk Guru
1) Membantu Guru dalam pemahaman masalah
2) Guru dapat mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa terhadap konsep
masalah yang ada.
3) Guru dapat mengaitkan topik dengan masalah kehidupan sehari-hari.
4) Guru hanya sebagai fasilitator belajar dan mampu membangun pengajaran
yang interaktif.
5) Guru ditantang untuk mempelajari bahan.
6) Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.

2. Kekurangan dari pendekatan Realistic Mathematic Education


a. Untuk Siswa
1) Siswa yang mempunyai kecerdasan dibawah rata – rata memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran
2) Metode Pembelajaran matematika realistik memperlukan partisipasi siswa
secara aktif baik fisik maupun mental, maka akan membuat sulit bagi
siswa yang pasif
3) Siswa yang pandai kadang tidak sabar menanti jawabannya terhadap
teman yang belum selesai
b. Untuk Guru
1) Upaya penerapan Pembelajaran matematika realistik membutuhkan
perubahan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah
untuk dipraktekan dan juga diperlukan waktu yang lama.
2) Belum ada pedoman penilaian

14
E. Peluang dan Tantangan Pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME)
1. Peluang Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
Model pembelajaran Realistic Mathematics Education diadaptasi
menjadi Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang cocok
digunakan untuk K13 maupun untuk menyelaraskan dengan paradigma baru
dunia pendidikan dewasa ini, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk
merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental
profesional yang berorientasi pada global mindset. Fokus pembelajarannya
adalah pada ‘mempelajari cara belajar’ (learning how to learn) dan bukan
hanya semata pada mempelajari substansi mata pelajaran. Sedangkan
pendekatan, strategi dan metoda pembelajarannya adalah mengacu pada
konsep konstruktivisme yang mendorong dan menghargai usaha belajar
siswa.Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan terjadinya
pembelajaran berbasis masalah.
Model pembelajaran Realistic Mathematics Education memiliki
peluang besar bagi semua jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA
bahkan perguruan tinggi. Mengapa? Karena siswa membutuhkan tujuan,
manfaat dan pengaplikasian yang riil dari materi matematika yang Ia pelajari
dengan kehidupan sehari – hari.

2. Tantangan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)


a. Para siswa tidak dapat menghubungkan konsep – konsep matematika di
sekolah dengan pengalaman mereka sehari – hari.
b. Pembelajaran Matematika yang terlalu formal kurang mengaitkan dengan
makna
c. Kurangnya aplikasi dari konsep pembelajaran matematika
d. Kurangnya perhatian guru terhadap penalaran dan pemecahan masalah

15
F. Langkah – Langkah Pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME)

Soedjadi (2001 : 3) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika realistik


juga diperlukan upaya “ mengaktifkan siswa” . Upaya itu dapat diwujudkan dengan
cara:
1. Mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar
2. Mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense peserta didik.
Salah satu kemungkinan adalah dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk
dapat menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya.
Salah satu upaya guru untuk merealisasikan pernyataan diatas adalah menetapkan
langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan prinsip dan karakteristik PMR
(Pembelajaran Matematika Realistik).

Langkah – langkah pengaplikasian proses belajar mengajar di kelas bisa


dilakukan dengan cara berikut, yaitu :

1. Pendahuluan

a) memulai pengajaran dengan mengajukan soal yang riil bagi siswa sesuai
dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya. Sehingga terlibat dalam
pembelajaran secara bermakna.
b) Permasalahan yang diberikan guru tentu harus diarahkan dengan tujuan yang
ingin di capai dalam pembelajaran tersebut.
2. Pengembangan
a) siswa mengembangkan model – model simbolik secara informal terhadap
persoalan atau masalah yang diajukan
b) pengajaran berlansung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan
alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya,
mengatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain

16
3. Penutup / penerapan
a) Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang di tempuh atau setiap hasil
penelitian.

Sebagai ilustrasi berikut ini contoh soal dengan menggunakan kelima


karakteristik RME untuk mengajarkan konsep pembagian di Sekolah Dasar pada usia
8 atau 9 tahun. Guru mengenalkan masalah yang konteksnya real yaitu: Pedagang
telur.

Ibu membeli telur sebanyak 84 butir untuk membuat kue lebaran. Enam telur
akan dibungkus pada satu kantong plastik. Berapa banyak kantong plastik yang
dibutuhkan?

Ilustrasinya adalah sebagai berikut:

Guru menggambarkan petunjuk berupa sketsa kantong plastik sebagai


model pada papan tulis.

Siswa mulai bekerja dalam suatu group 3 atau 4 orang. Guru berjalan keliling
kelas bertanya seadanya tentang proses memecahkan masalah. Siswa senang sekali
akan proses belajar seperti ini. Setelah sekitar 10 menit, guru mengakhiri bagian
pelajaran ini.Siswa di minta untuk menunjukkan dan menjelaskan solusinya dalam
diskusi yang interaktif. Anak hanya menyalin sketsa yang ada di papan tulis
sebanyak yang ia butuhkan untuk mengantongi.

Siswa lain, ima, memulai dengan cara yang sama, tetapi setelah menggambar
dua sketsa kantong plastik, ia mengubah ke sketsa yang lebih representatif: segi
empat dengan angka 6. Setelah menggambar dua kantong plastik, dia sadar bahwa isi
dari lima kantong plastik sama dengan 30 butir telur. Jadi melalui 30 ke 60 dan 72

17
serta 78. Dan akhirnya ia menambahkan tiga telur pada kantong plastik yang
terakhir

Siswa ke tiga, Riza, mempunyai jawaban yang lebih jauh dalam matematisasi
masalah. Meskipun dia mulai dengan menggambar kantong plastik sebagai model,
namun ia segera menggunakan konsep perkalian yang ia baru pelajari pada pelajaran
yang lalu. Ia tulis 6 x 6 = 36 dan didobelkannya 36 ke 72 ditambahkannya 2 kantong
plastik tadi untuk mendapatkan kapasitas 84. Selesai.

Jika kita lihat ketiga macam solusi (dan tentunya banyak solusi lain) kita catat
adanya suatu perbedaan level ‘real’ matematika pada soal ‘real-world’ ini. Banyak
guru akan mendebat bahwa jawaban pertama tidak ada matematikanya sama sekali.
Tetapi visualisasi dan skematisasi (contoh informal matematika) adalah alat yang
sangat penting dan berguna dalam matematisasi. Solusi ketiga, terkaitnya antara
konsep perkalian dengan konsep baru yaitu pembagian, membuat matematika
lebih jelas.

Berdasarkan pengertian dan karakteristiknya, implementasi pendekatan Realistic


Mathematic Education (RME) pada pembelajaran matematika terdapat langkah-
langkah sebagai berikut :

1. Memahami masalah kontekstual


Pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada
siswa.Selanjutnya guru meminta siswa untuk memahami masalah itu terlebih
dahulu.Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada
langkah ini adalah penggunaan konteks.Penggunaan konteks dunia nyata terlihat
pada penyajian masalah kontekstual sebagai titik tolak aktivitas pembelajaran
siswa.

18
2. Menjelaskan masalah kontekstual
Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah
kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi
petunjuk dan pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk
memahami masalah.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah
ini adalah interaktivitas, yaitu terjadinya interaksi antara guru dengan siswa
maupun siswa dengan siswa. Sedangkan prinsip bimbingan setidaknya telah
muncul ketika guru mencoba memberi arahan kepada siswa dalam memahami
masalah.

3. Menyelesaikan masalah kontekstual


Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara
individual atau kelompok berdasar kemampuannya memanfaatkan petunjuk-
petunjuk yang telah disediakan.Siswa mempunyai kebebasan menggunakan
caranya sendiri. Dalam proses memecahkan masalah, sesungguhnya siswa
dipancing atau diarahkan untuk berfikir menemukan dan mengkonstruksi
pengetahuan untuk dirinya.
Pada tahap ini dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan
seperlunya kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan.Karakteristik
yang dapat dimunculkan adalah penggunaan model.Dalam menyelesaikan
masalah siswa mempunyai kebebasan membangun model atas masalah tersebut.

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban


Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban dengan pasangannya.Diskusi ini adalah wahana bagi
sepasang siswa mendiskusikan jawaban masing-masing.Dari diskusi ini
diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati oleh kedua siswa.Selanjutnya
guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban yang

19
dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap ini guru menunjuk atau memberikan
kesempatan kepada pasangan siswa untuk mengemukakan jawaban yang
dimilikinya ke muka kelas dan mendorong siswa yang lain untuk mencermati dan
menanggapi jawaban yang muncul dimuka kelas.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada tahap ini
adalah interaktivitas dan pemanfaatan hasil konstruksi siswa.Interaktivitas dapat
terjadi antara siswa dengan siswa juga antara guru dengan siswa.Dalam diskusi
ini konstruksi siswa berguna dalam pemecahan masalah.

5. Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah dibangun
bersama. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
muncul adalah interaktivitas serta pemanfaatan hasil konstruksi siswa.

Selain itu, guru dapat pula mengorganisir penyampaian materi dengan membuat Ice
Berg / Gunung Es. Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

20
Dalam pembelajaran materi pembagian, guru memberikan permasalahan konkrit
dalam konteks dunia nyata melalui ilustrasi dengan bantuan strawberry (bisa diganti
dengan permen atau barang lain apabila strawberry sulit dicari). Permasalahan konkrit
misalnya guru memiliki dua belas buah strawberry ingin di berikan kepada empat
siswa sama banyak, berapa banyak strawberry yang diterima setiap anak? Untuk
menyelesaikan, guru membawa dua belas strawberry kemudian memanggil empat
orang perwakilan siswa (pilihlah siswa yang pasif agar menimbulkan percaya diri
bagi siswa). Tugaskan siswa untuk membagi rata dua belas strawberry bagi mereka
berempat.

21
Dengan berbagai cara dua belas strawberry dibagi untuk mereka berempat dengan
hasil tiga buah strawberry bagi setiap anak. Setelah itu guru mulai membangun
pengetahuan siswa, dengan submateri pembagian merupakan pengurangan berulang,
yaitu :

Maka, secara formal dan matematis 12 : 4 = 3.

G. Hubungan antara Pendekatan Realistik dengan hasil belajar dan


kemampuan pemecahan masalah
1. Hubungan antara Pendekatan Realistik dengan kemampuan pemecahan
masalah.
Belajar melalui pendekatan pemecahan masalah ditujukan kepada pengembangan
generalisasi-generalisasi yang akan membantu individu untuk memecahkan masalah-
masalah yang ditemukannya. Proses pemecahan masalah menghasilkan lebih banyak
prinsip yang dapat membantu pemecahan masalah selanjutnya. Pemecahan terhadap

22
suatu masalah biasanya dilakukan dengan mempelajari prinsip-prinsip kemudian
menerapkannya ke dalam pemecahan masalah tersebut.
Kemampuan pemecahan masalah dengan pendekatan realistik matematika perlu
diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman menemukan kembali objek-objek
matematika dengan bimbingan guru. Dalam hal ini siswa mengidentifikasi masalah
realistik yang konstektual harus ditransfer ke dalam masalah bentuk matematika
untuk dipahami lebih lanjut melalui penskemaan, perumusan, pemvisualisasian, siswa
mencoba menemukan kesamaan dan hubungan masalah dan mentransfernya ke dalam
bentuk model matematika informal atau formal peranan guruadalah membantu
memberikan gambaran model-model matematika yang cocok untuk
mempresentasekan masalah tersebut.
Untuk memecahkan masalah-masalah matematika, kepada siswa harus diawali
dengan masalah konstektual, yaitu masalah realistik (dunia nyata), atau setidak-
tidaknya masalah yang dapat dikhayalkan atau dibayangkan sebagai sesuatu yang
nyata. Hal ini dengan mempertimbangkan dua aspek yaitu kecocokan penggunaan
konteks dalam pembelajaran, dan kecocokan dampak dalam proses penemuan
kembali model matematika dari masalah konstektual tersebut.
Selain itu diarahkan untuk menyelesaikan model matematika (informal atau
formal) dari masalah konstektual dengan menggunakan konsep, operasi, dan prinsip
matematika yang berlaku dan dipahami siswa secara benar untuk mendapatkan
jawaban yang benar pula. Pada akhirnya siswa merumuskan dan menggeneralisasikan
jawaban masalah dengan membandingkan jawaban dengan konteks dan kondisi
masalah. Dengan bantuan guru, siswa menunjukkan keterkaitan konsep, operasi, dan
prinsip matematika yang digunakan dan menggeneralisasikannya.
Jadi dalam memecahkan masalah dengan menggunakan pendekatan realistik,
siswa sendiri mengembangkan model-model pemecahan atau pemecahan masalah
konstektual. Model-model yang dikembangkan sendiri oleh siswa berfungsi
menjembatani jurang antara pengetahuan matematika informal dan pengetahuan
matematika formal dari siswa. Siswa mengembangkan model dari masalah

23
konstektual dengan menggunakan model matematika yang telah diketahuinya.
Dimulai dengan menyelesaikan masalah konstektual dari situasi nyata yang
siswa,sudah kenal, kemudian menemukan model dan masalah tersebut, dan
selanjutnya diikuti dengan menemukan model untuk masalah tersebut dan akhirnya
mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk pcngetahuan matematika yang
formal.

2. Hubungan antara Pendekatan Realistik dengan hasil belajar.


Hasil belajar siswa langsung dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan realitas
internal, Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yang akan dibahas
dalam pembahasan ini hanya faktor siswa, guru, sebagai berikut:
a. Siswa
1) Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi
belajar mengajar. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa tidak hanya
mendengar sejumlah teori-teori secara pasif, melainkan siswa harus aktif dan
sungguh-sungguh dalam semua kegiatan pembelajaran, seperti mendengar, menulis,
tanya jawab, diskusi, praktik dan lain-lain. aktivitas selama pembelajaran matematika
realistik adalah mendengarkan, memperhatikan penjelasan guru atau teman
kelompok, mencatat pertanyaan guru, mengerjakan, mendiskusikan pertanyaan guru
melalui LKS, menyajikan hasil diskusi kelompok, menanggapi jawaban hasil diskusi
kelompok lain, merangkum materi pelajaran, menulis/mengerjakan PR atau kuis, dan
perilaku yang tidak relevan dengan pembelajaran (Sardiman, 2000: 34).

2) Respon Siswa
Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan proses
pembelajaran adalah siswa. Faktor diri siswa yang berpengaruh terhadap proses
pembelajaran tersebut antara lain adalah perhatian, bakat, minat, intelegensi dan
motivasi untuk belajar (Slamet, 2003: 55). Motivasi dipandang sebagai suatu proses

24
dalam diri siswa yang menyebabkan munculnya tingkah laku ke arah tujuan yang
diharapkan. Motivasi dibedakan atas motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi instrinsik adalah motivasi yang berasaI dari dalam diri siswa. Sedangkan
motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri siswa.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, (Sahabuddin 1999:63)
mengemukakan bahwa apabila seorang siswa memiliki motivasi tinggi dalam belajar
matematika, maka ia akan mempelajari matematika dengan sungguh-sungguh
sehingga ia mempunyai pengertian yang lebih mendalam dan dengan mudah
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan, siswa yang
motivasi belajarnya rendah akan menimbulkan kegagalan dalam belajamya.
Berdasarkan uarain di atas, maka dapat disimnpuJkan bahwa seorang siswa
yang mempunyai motivasi tinggi dalam belajar matematika akan memberikan respon
positif dan sebaliknya sisvra yang motivasi belajar rendah akan memberikan respon
negatif yang diwujudkan dalam sikap atau pendapat yang diberikan terhadap proses
pembelajaran yang sedang berlangsung.

b. Guru
Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Guru
merupakan peIaksana pembelajaran rill kelas, sebab guru yang mampu mengelola
proses belajar akan mempengaruhi mutu pelajaran. Penguasaan materi dan cara
penyampaiannya merupakan syarat mutlak bagi seorang guru. Seorang guru yang
tidak menguasai materi matematika dengan baik, tidak mungkin ia dapat mengajar
matematika dengan baik. Demikian juga seorang guru yang tidak menguasai berbagai
cara penyampaian dapat menimbulkan kesulitan siswa dalarn memahami matematika
(Sardiman, 2000:87).
Dari uraian di atas, dalarn kegiatan pengembangan perangkat ini kondisi guru
adalah kemarnpuan guru dalam mengelola pembelajaran matematika realistik yang
meliputi pendahuluan, kegiatan inti, penutup.

25
BAB III

KESIMPULAN

Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menerapkan


agar pembelajaran bertitik tolak pada hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan
keterampilan berdiskusi, dan berargumentasi dengan teman sekelas.Sehingga mereka
dapat menemukan sendiri, dan pada akhirnya menggunakan matematika dalam
menyelesaikan masalah baik secara individu maupun secara kelompok. Tidak ada
satupun model pembelajaran yang diangap paling baik diantara model- model
pembelajaran yang lain. Tiap model pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu
dengan segala kelebihan dan kelemahan masing- masing. Suatu model pembelajaran
jika digunakan sesuai situasi dan kondisi pasti akan jadi model pembelajaran yang
baik

26
DAFTAR PUSTAKA

Lefudin. 2017. Belajar & Pembelajaran Edisi 1 Cetakan 2. Yogyakarta :


Deepublish

http://rioishikwa.blogspot.com/2012/12/model-pembelajaran-realistic

http://www.babla.co.id

http://kbbi.web.id

http://chyrun.com/pendekatan-realistic-mathematic-education

27

Anda mungkin juga menyukai