Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

UROLITHIASIS

Pembimbing :

dr. Yulfitra Soni, Sp.U

Oleh :

Archangela Luisa Keyko

406172102

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI – BOGOR

PERIODE 31 DESEMBER 2018 – 10 MARET 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :

UROLITHIASIS

Disusun Oleh :

Archangela Luisa Keyko

4016172102

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Bedah

RSUD Ciawi

Ciawi, Februari 2019

dr. Yulfitra Soni, Sp.U

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Urolithiasis“.
Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu dari syarat program
pendidikan profesi di bagian Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah
Ciawi.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebanyak-
banyaknya kepada dr. Yulfitra Soni, Sp.U selaku pembimbing dan semua pihak yang telah
membantu penulis selama proses penyusunan referat ini.

Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan dalam


penulisan referat ini. Demikian, penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri maupun pembacanya.

Ciawi, Februari 2019

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... 1

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... 2

KATA PENGANTAR ................................................................................................... 3

DAFTAR ISI.................................................................................................................. 4

BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................................... 5

1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 5

1.2. Pendahuluan ........................................................................................................ 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 7

2.1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih ................................................................ 7

2.2. Definisi dan Klasifikasi Urolithiasis ................................................................... 12

2.3. Epidemiologi Urolithiasis ................................................................................... 13

2.4. Etiologi Urolithiasis ............................................................................................ 15

2.5. Patogenesis dan Patofisiologi Urolithiasis .......................................................... 15

2.6. Komposisi Batu Saluran Kemih .......................................................................... 17

2.7. Tanda dan Gejala Urolithiasis ............................................................................. 20

2.8. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 22

2.9. Diagnosis Urolithiasis ......................................................................................... 25

2.10. Terapi .................................................................................................................. 26

2.11. Komplikasi .......................................................................................................... 31

2.12. Pencegahan .......................................................................................................... 31

BAB III : KESIMPULAN ............................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 34

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan

Batu saluran kemih atau urolithiasis merupakan masalah paling umum ketiga di
bagian urologi setelah infeksi saluran kemih dan gangguan prostat.1 Urolithiasis dapat
mengenai siapa saja di seluruh dunia, baik laki-laki maupun perempuan dengan perbandingan
laki- laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Secara epidemiologi, resiko terjadinya
urolithiasis lebih tinggi pada daerah barat (Eropa 5-9%, Canada 12% dan Amerika 13-15%)
dibandingkan dengan daerah timur (1-5%). Peningkatan prevalensi dan insidensi batu saluran
kemih terjadi di seluruh dunia, termasuk di negara berkembang. Di Amerika sendiri terjadi
peningkatan prevalensi dari 5,2% tahun 1994 menjadi 8.8% di tahun 2007-2010. Di Asia,
Iran mengalami peningkatan insidensi dari 138,4 menjadi 241 per 100.000 orang hanya
dalam 2 tahun.2

Gambar 1.1. Prevalensi Urolithiasis di Dunia

Urolithiasis dapat menyerang seluruh bagian saluran kemih dari ginjal hingga urethra.
Walaupun begitu batu ginjal lebih sering terjadi dibandingkan di daerah lainnya. Di Indonesia

5
sendiri, batu ginjal didapatkan pada 0,6% penduduk di Indonesia dengan prevalensi tertinggi
terjadi di Daerah Istimewa Jogjakarta sebanyak 1,2% dan terendah di Bangka Belitung
sebanyak 0,1%. Prevalensi batu ginjal meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan
kelompok tertinggi pada usia 55-64 tahun.3

Gejala yang paling mengganggu pada urolithiasis adalah kolik renal. Pasien
merasakan sakit yang sangat mengganggu secara tiba- tiba dan dapat dirasakan hingga ke
daerah selangkangan. Saat ini terdapat berbagai macam modalitas terapi untuk urolithiasis,
diantaranya shockwave lithotripsy (SWL), urethroscopy (URS) dan percutaneous
nephrolithotomy (PCNL).4

1.2. Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai batu saluran kemih,
jenis- jenisnya, diagnosis dan penatalaksanaan batu saluran kemih serta untuk meningkatkan
pengetahuan penulis mengenai batu saluran kemih.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih7

Sistem urinaria / sistem ekskretori adalah sistem organ yang memproduksi,


menyimpan dan mengalirkan urine. Sistem ini terdiri dari pelvikalises, ureter, buli-buli dan
uretra.

Gambar 2.1. Sistem Urinaria

7
2.1.1. Ginjal1,7

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Mempunyai sisi cekung pada bagian medial yang disebut hilus renalis. Ginjal
dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut kapsul fibrosa, yang
melekat pada parenkim ginjal. Di luar kapsula fibrosa terdapat jaringan lemak yang di
sebelah luarnya dibatasi oleh fasia Gerota. Rongga perirenal terletak diantara kapsula fibrosa
dan kapsula Gerota. Fasia Gerota berfungsi untuk menghambat perluasan perdarahan dari
parenkim ginjal, mencegah ekstravasasi urine saat trauma ginjal, menghambat penyebaran
infeksi dan menghambat metastasis tumor. Di luar fasia Gerota terdapat lemak retroperitoneal
yang terbungkus oleh peritoneum posterior. Diantara kapsula Gerota dan peritoneum disebut
rongga pararenal.

Gambar 2.2. Ginjal

Secara anatomis, ginjal terbagi menjadi korteks, medulla ginjal dan sistem
pelvikalises. Unit fungsional pada ginjal adalah nephron, sebuah tubulus yang mempunya
fungsi sekretori dan ekskretori. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus proksimalis,
Loop of Henle, Tubulus Kontortus distalis dan duktus kolegentes. Darah yang membawa sisa
hasil metabolisme tubuh difiltrasi di glomerulus, dan sebagian di reabsorbsi pada bagian
tubulus ginjal. Saat diujung tubulus kontortus distalis, isinya dikosongkan menuju papilla

8
pyramid dan menuju calyx minor. Sistem pelvikalises ginjal terdiri dari kaliks minor,
infundibulum, kaliks major dan pielum / pelvis renalis.

Gambar 2.3. Nephron Ginjal

Arteri dan Vena renalis merupakan pembuluh darah yang memperdarahi ginjal. Arteri
renalis langsung berasal dari aorta abdominalis. Ginjal mendapatkan persarafan lewat pleksus
renalis dan perasarafan parasimpatetik.

Fungsi ginjal berupa filtrasi sisa metabolisme toksin dan darah, mempertahankan
homeostasis carian dan elektrolit. Selan itu, ginjal juga mengatur metabolisme Kalsium dan
vitamin D, juga menghasilkan beberapa hormone dengan tenang seperti eritropoietin, renin,
dan prostaglandin.

2.1.2. Ureter1,7

Panjang ureter pada dewasa kurang lebih 30 cm, berbeda-beda setiap orangnya.
Dindingnya terdiri dari mukos ayang dilapisis sel transistional, otot polos sirkuler dan otot
polos longitudinal.Terdapat tempat penyempitan pada ureter :

-
Pelvic-Ureter Junction
-
Arteri iliaka di rongga pelvis
-
Saat ureter masuk ke buli- buli

9
Ureter dapat dibagi menjadi 2, pars abdominalis yang terdiri dari pelvis renalis hingga vasa
iliaca. Sedangkan pars pelvika membentang dari vasa iliaka sampai buli-buli. Persarafan pada
ureter merupakan persarafan autonomic simpatis dan parasimpatis.

Gambar 2.4. Ureter

2.1.3. Buli- Buli1,7

Buli- buli atau vesica urinaria, merupakan organ berongga yang terdiri dari 3 lapis
otot detrusor. Mempunyai kapasitas volume kurang lebih 300-450 mL. Pada buli-buli
terdapat trigone, sebuah struktur muscular yang dibatasi oleh kedua ureter dan urethra.

Pada saat buli kosong, buli terletak di belakang simfisis pubis dan jika penuh, maka akan
terletak di atas simfisis buli. Buli yang penuh akan merangsang saraf aferen pada medulla
spinalis S2-4, dan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan
relaksasi sphincter uretra sehingga terjadi proses miksi.

10
Gambar 2.5. Vesica Urinaria

2.1.4. Uretra

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin dari buli- buli ke luar melalui proses
miksi. Panjangnya pada laki- laki sekitar 20cm, sedangkan pada wanita berukuran kurang
lebih 3-5 cm. Uretra dapat dibagi menjadi urera anterior dan uretra posterior. Sphincter
uretra interna terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, sedangkan sphincter uretra
eksterna terletak pada perbatasan ureter anterior dan posterior. Sphincter ini merupakan otot
polos yang dipersarafi sistem saraf simpatik.

Uretra posterior terdiri dari pars prostatika dan pars membranosa. Uretra pars anterior adalah
bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongious penis, terdiri dari pars bulbosa, pars
pendularis, fossa navikularis dan meatus uretra eksterna.

11
Gambar 2.6. Urethra

2.2. Definisi dan Klasifikasi Urolithiasis

Urolithiasis atau batu saluran kemih adalah keadaan dimana terdapat batu pada
saluran kemih yang meliputi ginjal, ureter, vesica urinaria dan urethra. Klasifikasi urolithiasis
dapat berdasarkan etiologi, komposisi batu, dan lokasi anatomis. Penamaan batu dinamai
sesuai dengan lokasi anatomis tempat ditemukannya batu tersebut. Jika batu tersebut
ditemukan di ginjal, maka akan disebut batu ginjal (nephrolithiasis). Begitu pula jika batu
ditemukan di ureter (ureterolithiasis), vesica urinaria (vesicolithiasis) maupun di urethra
(urethrolithiasis).1,6

Berdasarkan aetiology, batu pada saluran kemih dapat dibedakan menjadi batu
infeksi, non-infeksi, genetic dan karena obat.6

12
Gambar 2.7. Batu Saluran Kemih berdasarkan Aetiologi

Berdasarkan komposisi batu tersebut, batu yang terdapat pada saluran kemih dapat
disebabkan oleh berbagai macam komponen. Contohnya batu struvite, yang memiliki
komposisi Magnesium Ammonium Sulfate.6

Gambar 2.8. Batu Saluran Kemih berdasarkan komposisi

13
2.3. Epidemiologi Urolithiasis

Urolithiasis lebih sering terjadi pada daerah Barat dibandingkan daerah Timur. Laki-
laki lebih sering terkena batu saluran kemih dibandingkan perempuan dengan perbandingan
ratio 2:1. Berdasarkan lokasi anatomis, batu saluran kemih lebih sering terjadi di ginjal,
diikuti oleh batu ureter, ureterovesical junction, pelvicureteric junction, vesical dan urethra.
Berdasarkan komposisi batunya, batu yang terbuat dari Kalisum Oksalat / Kalsium Fosfat
lebih sering terjadi dibandingkan batu asam urat / batu struvite.1,2,4,14

Gambar 2.9. Perbandingan lokasi kejadian urolithiasis

Gambar 2.10. Frekuensi tipe batu saluran kemih

14
2.4. Etiologi Urolithiasis

Urolithiasis disebabkan oleh adanya batu pada saluran kemih. Batu ini merupakan
agregasi dari kristalin dengan komponen lain seperti Kalsium Oksalat, Kalsium Fosfat, Asam
Urat.1,12 Terbentuknya batu ini dapat disebabkan oleh infeksi, non infeksi, genetic ataupun
dari efek samping obat-obatan.6 Terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik yang memudahkan
seseorang terkena batu saluran kemih:7

 Faktor Intrinsik
 Herediter / keturunan
 Umur : paling sering terjadi pada usia 30-50 tahun
 Jenis kelamin : laki-laki 3x lebih banyak dibandingkan perempuan
 Faktor Ekstrinsik
 Geografi : Daerah stone belt memiliki angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi
 Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya mineral kalsium pada air
yang diminum meningkatkan insiden batu saluran kemih
 Pekerjaan : Lebih sering ditemukan pada pekerjaan yang lebih banyak duduk
/ kurang aktivitas / sedentary life

2.5. Patogenesis dan Patofisiologi Urolithiasis

Terbentuknya batu merupakan serangkaian kejadian yang kompleks, dimulai dari


pertumbuhan kristal hingga akhirnya terbentuk batu. Terdapat faktor- faktor yang mendukung
dan ada juga faktor yang menghambat pembentukan batu pada saluran kemih. Rendahnya
volume urine, pH urine yang rendah, kadar sitrat yang rendah akan mendukung pembentukan
batu saluran kemih. Selain itu faktor genetic, metabolik, lingkungan juga mempengaruhi
terbentuknya batu dengan memuudahkan kristalisasi garam yang terbentuk dalam tubulus
ginjal. Normalnya kristal ini dapat dibersihkan dengan urin sehinga terjadi crystalluria.
Tetapi terkadang terdapat pencetus yang menyebabkan agregasi sehingga kristal menepel
pada dinding epitel dan menyebabkan terbentuknya batu.8

Faktor penghambat menghambat kemungkinan pertumbuhan batu walaupun sudah


terjadi supersaturasi urine. Sebagai contoh, sitrat, adalah penghambat potent dalam
perkembangan batu. Sitrat mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan Kalsium

15
sehingga menurunkan supersaturasi urine terhadap Kalsium. Selain sitrat, magnesium juga
dapat menghambat pembentukan batu.

Gambar 2.10. Pathogenesis pembentukan batu

Dapat disimpulkan pembentukan batu merupakan interaksi dari :8

 Konsentrasi solute yang melebihi solubilitasnya di urine


 Ketidakseimbangan modifiers (promoters dan inhibitors) dan kritalisasi di urine
 Kelainan epitel yang menyebabkan kristal dapat menempel dan berkembang menjadi
batu

Nukleasi merupakan pembentukan batu berasal dari kristal / benda asing yang terbenam
dalam urine yang supersaturasi. Setelah proses nukleasi, microcrystal tersebut dapat
berkembang secara epitaxial. Selanjutnya terdapat proses agregasi pada partikel tersebut
sehingga masing- masing Kristal dapat menepel satu sama lain dan membentuk partikel yang
lebih besar.1,8

16
2.6. Komposisi Batu Saluran Kemih

2.6.1. Batu Kalsium5,6,7

Terjadi akibat adanya kalsifikasi pada saluran kemih. 80-85% batu saluran kemih
adalah batu kalsium. Kandungan batu terdiri dari kalsium oksalat, kalsium fosfat ataupun
campuran keduanya. Terdapat faktor- faktor yang dapat menyebabkan terjadinya batu
kalsium :

1. Hiperkalsiuri : kadar kalsium urine >250-300 mg/24 jam. Terdapat 3 macam


penyebab hiperkalsiuri :
- Hiperkalsiuri absorptive : peningkatan absorbsi Kalsium melalui usus
- Hiperkalsiuri renal : gangguan reabsorbsi kalsium lewat tubulus ginjal
- Hiiperkalsiuri resorptif : peningkatan resorpsi kalsium tulang, bisa terjadi pada
hiperparatiroidisme primer / tumor paratiroid
2. Hiperoksaluri : Ekskresi oksalat urine >45 gram / hari. Terdapat 2 sumber utama
oxalate urin pada manusia : produksi endogenous oksalat dan absorpsi exogenous
oksalat. Hiperoksaluria primer adalah penyakit genetik autosomal resesive yang
menyebabkan overproduksi oksalat di liver akibat defek pada metabolism
glyxoxylate. Selain itu, hiperoksaluria banyak dijumpai pada pasien yang
mengalami gangguan usus sehabis pembedahan usus dan pada pasien yang banyak
mengkonsumsi makanan kaya oksalat : teh, kopi instan, soft drink, kokoa, arbei,
sayuran hijau (bayam)
3. Hiperurikosuria : Kadar asam urat di urine yang >850 mg/24 jam. Berlebihnya
asam urat ini sebagai inti terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di
urine berasal dari makanan yang mengandung banyak purin / berasal dari
metabolisme endogen
4. Hipositraturia : Kadar sitrat <325 mg/dL. Kadar sitrat di tubuh sangat dipengaruhi
oleh keseimbangan asam basa. Acidosis dan hypokalemia meningkatkan
kebutuhan sitrat sebagai sumber bikarbonat sehingga kadar sitrat akan turun.
Sehingga, konsentrasi asam basa sistemik, level potassium dan pH urine
mempunyai resiko pada pembentukan batu. Hipositraturi dapat terjadi pada
asidosis tubulus ginjal, sindrom malabsobsi atau penggunaan thiazide dalam
jangka waktu lama

17
5. Hipomagnesuria : Magnesium bertujuan menghambat timbulnya batu kalsium.
Penyebab tersering hipomagnesuria adalah inflamasi usus (inflammatory bowel
disease) dan gangguan absorbsi

2.6.2. Batu Non-Kalsium5,6,7

 Struvite
Batu Struvite terbuat dari magnesium, ammonium dan phosphate, sering
ditemukan pada perempuan dan cepat berulang. Batu Struvite sering sekali
bermanifestasis sebagai batu staghorn.
Batu Struvite adalah batu yang disebabkan oleh infeksi, karena dibentuk oleh
adanya infeksi pada saluran kemih. Terutama infeksi yang berkaitan dengan
organisme yang menguraikan urea seperti Proteus, Pseudomonas, Povidencia,
Klebsiella, Staphylococci dan Mycoplasma.
 Asam Urat
Batu asam urat meliputi <5% seluruh batu saluran kemih dan biasanya terjadi
pada laki-laki. Penyakit gout, mieloproliferatif, pasien dengan terapi anti
kanker mempunyai insidensi terbentuknya batu asam urat lebih tinggi. Pada
pasien batu asam urat biasanya memiliki kadar intake purin yang tinggi,
dehidrasi dengan kadar pH urin <5,5. Terapi ditujukan untuk mempertahankan
volume urin >2L/hari dan pH urin >6. Alkalinisasi menggunakan oral sodium
bicarbonate, potassium bicarbonate/ potassium citrate merupakan terapi tetap
pada batu asam urat. Selain itu mengurangi konsumsi purin dan pemberian
allopurinol dapat menurunkan eksresi asam urat.
 Batu Sistin
1-2% batu saluran kemih adalah batu sistin dengan puncak insiden pada
dekade 2-3. Batu sistin terbentuk karena adanya kelainan metabolisme yang
menyebabkan kelainan dalam absorbsi mucosa dan ginjal dalam mengabsorbsi
dibasic asam amino (sistin, ornithine, lysine dan arginine). Hal ini disebabkan
adanya defek pada kromosom 2p.16 dam 19q13.1.
 Batu Xanthine
Batu Xanthine disebabkan oleh defisiensi kongenital enzyme xanthine
dehydrogenase. Enzyme ini berfungsi untuk mengkatalisis oksidasi

18
hypoxanthine menjadi xanthine dan xanthine menjadi asam urat. Batu
Xanthine bersifat radiolucent dan berwarna kuning-kecoklatan.
 Indinavir
Pasien Acquired Immunodeficiency Syndrome menggunakan terapi protease
inhibitor, yang salah contohnya adalah Indinavir. Indinavir adalah obat
protease inhibitor yang paling sering menyebabkan terbentuknya batu
radiolucent (6%).

Gambar 2.11. Komposisi Batu Saluran Kemih

19
2.7. Tanda dan Gejala Urolithiasis5,7

A. Nyeri
Keluhan yang paling sering dirasakan adalah nyeri, baik nyeri kolik maupun nyeri
non kolik. Biasanya nyeri kolik disebabkan oleh adanya batu pada ureter yang
menyebabkan obstruksi sehingga terjadi peregangan ureter. Sedangkan nyeri non-
kolik biasanya disebabkan oleh distensi kapsula ginjal.
Referred pain dapat membedakan nyeri yang disebabkan batu ureter dan batu
ginjal. Pada batu ginjal, nyeri dirasakan pada bagian punggug dan nyeri
kostovertebral. Sedangkan jika nyeri ureter, nyerinya dapat menyebar ke nervus
ilioinguinal dan bagian genital dari nervus genitofemoral.
 Renal Calyx

Nyeri tumpul pada pinggang dengan intensitas sedang-berat. Terkadang dapat


asimtomatik.

 Renal Pelvis

Batu dengan diameter > 1 cm sering menghambat ureteropevic junction dan


menyebabkan nyeri hebat pada sudut kostovertebral. Obstruksi pada bagian
renal pelvis dapat menyebabkan hidronefrosis.

 Ureter Proximal dan Middle


Batu pada ureter menyebabkan nyeri tajam pada sudut kostovertebral / nyeri
pinggang. Nyeri yang dirimbulkan bersifat hilang timbul (kolik) akibat
peristalsis. Selama batu bertahan pada tempat yang menyumbat, nyeri kolik
akan terus berulang hingga batu bergeser. Terkadang batu bisa menetap dan
menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter. Pada ureter atas, menyebar
ke daerah lumbar dan pinggang samping. Sedankan pada ureter tengah sering
menyebabkan nyeri pada daerah abdomen tengah hingga ke bawah
 Distal Ureter
Batu pada distal ureter dapat menyebar ke daerah selangkangan / testis pada
laki- laki dan labia majora pada perempuan
 Batu Kandung Kemih

20
Nyeri yang dihasilkan bersamaan dengan gangguan aliran urine. Aliran urine
yang tadinya lancar akan berhenti secara tiba-tiba dan menetes. Jika berpindah
posisi, aliran urine akan dapat keluar karena letak batu yang berpindah.
 Batu Urethra
Batu urethra merupakan batu yang berasal dari ureter / kandung kemih yang
terbawa hingga uretra dan menyangkut ditempat yang lebar (pars prostatika,
permulaan pars bubosa dan di fossa navikularis). Miksi bisa terhenti secara
tiba- tiba, menjadi menetes dan nyeri.

Gambar 2.12. Nyeri pada batu saluran kemih

B. Hematuria
Pemeriksaan urinalysis lengkap dapat membantu menegakkan diagnosis batu
saluran kemih dengan mengecek hematuria, crystalluria dan pH urin. Terkadang
didapatkan gross hematuria / urine berwarna teh.
C. Keluhan Tambahan

Keluhan lainnya dapat berupa urgensi, frekuensi, nausea dan muntah

D. Infeksi
Magnesium Ammonium Phosphate (struvite) sama dengan batu infeksi dan sering
dihubungkan dengan infeksi Proteus, Pseudomonas, Providencia, Klebsiella dan
Staphylococcus.

21
2.8. Pemeriksaan Penunjang

Ada berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengakkan
diagnosis batu saluran kemih. Diantaranya:

A. Urinalisa
Urinalisa ditujukan untuk melihat adanya micro / macrohematuria, volume
urine, pH, Kalsium, Kreatinin, Sodium, Fosfat, Oxalate, Sitrat, Asam Urat dan
level sistin urin. Terkadang pH urine indikatif untuk tipe batu tertentu. pH asam
mengindikasikan batu asam urat dan batu sistin. Sedangkan pH basa mendukung
pembentukan batu Struvite dan batu Kalsium Fosfat.9 Adanya nanah dalam
urinalisa menandakan adanya infeksi. Jika terdapat nanah dengan pH basa makan
kemungkinan terdapat batu struvite. Sedangkan jika nanah ditemukan bersama
dengan pH asam, maka kemungkinan terdapat batu asam urat, batu sistin /
xanthine.9
Pada pemeriksaan mikroskopis urine, peningkatan sel darah putih
mengindikasikan adanya infeksi. Sedangkan peingkatan sel darah merah
menandakan adanya hematuria. Beberapa jenis batu juga dapat ditemukan pada
pemeriksaan mikroskopis urine.9

Stones Morphology
Calcium Oxalate Monohydrate Crystal Dumbbell shaped
Calcium Oxalate Dihydrate Crystal Tetrahedral / Bipyramidal
Calcium Phosphate Narrow and elongated
Struvite Rectangular prism
Uric Acid Yellow / Reddish Brown Diamond
Shaped Crystals (Rhomboidal) / needle
Cystine Stone Hexagonal
2,8-Dihydroxyadenine Brown colored spherical crystals

Tabel 2.1. Morfologi batu saluran kemih pada mikroskop urine

22
Gambar 2.13. Morfologi batu saluran kemih

B. Pemeriksaan Serum Darah


Pemeriksaan Serum Darah dapat dilakukan untuk melakukan pemeriksaan kadar
urea, asam urat, kreatinin, Sodium, Potassium, Bikarbonat, Albumin, Kalsium,
Magensium dan Fosfat sebagai indikator fungsi ginjal dan penyebab metabolik
yang mendasari.9
C. Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen dapat digunakan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu jenis Kalsium Oksalat dan Kalsium
Fosfat bersifat radio-opak sehingga dapat dilihat pada foto polos abdomen.
Sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen.7

Gambar 2.14. Karakteristik X-Ray Batu Saluran Kemih

23
D. Pielografi Intravena
Penggunaan Pielografi Intravena (IVP) dapat mendeteksi nephrolithiasis dan
anatomi saluran kemih bagian atas. Pemeriksaan ini menggunakan kontras yang
dimasukkan secara intravena, yang secara otomatis akan diekskresikan oleh ginjal.
Sehingga kita bisa mendapatkan hasil struktur, fungsi saluran kemih dan melihat
apakah ada batu di tempat tersebut. Walaupun begitu penggunaan IVP tidak dapat
digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal, alergi kontras, wanita hamil dan
pasien dalam pengobatan metformin.7,9
E. Ultrasonografi
USG dapat dilakukan pada pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap
pielografi intravena. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifitas
sebanyak 45% dan 94% pada batu ureter. Sedangkan pada batu ginjal didapatkan
sensitivitass 45% dengan spesifisitas sebanyak 88%.6,7
F. CT-Scan
Non-Contrast CT Scan saat ini merupakan modalitas utama pada pasien dengan
akut renal kolik. Keuntungaan penggunaan pemeriksaan ini adalah lebih cepat dan
lebih murah dibandingkan intravenous pyelogram. Selain itu CT scan dapat
melihat semua jenis batu, kecuali batu yang disebabkan oleh Indinavir, obat
antiretroviral.12 Houndsfield Unit dapat memperkirakan tipe batu, diamter dan
densitas batu tersebut. Pada batu Kalsium Oksalat Monohidrat, biasa didapatkan
HU > 1000, sedangkan pada batu asam urat sering didapatkan HU <500.1
Sensitivitas pemeriksaan ini 95-100% dengan spesifisitas 94-96%.

24
Gambar 2.15. Perbandingan pemeriksaan penunjang pada batu saluran
kemih

2.9. Diagnosis Urolithiasis11

Diagnosis urolithiasis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang baik radiologik, laboratorium maupun pemeriksaan lain untuk
melihat kemungkinan obstruksi, infeksi dan gangguan faal ginjal. Pada pemeriksaan
radiologik dapat dilihat batu radiopak atau radiolusen (umumya batu asam urat murni).

25
Walaupun batu radiopak sudah terlihat dengan pemeriksaan foto polos, pada keadaan
khusus batu terletak di depan bayangan tulang sehingga luput dari pengamatan. Begitu juga
pada foto batu radiolusen, batu tidak terlihat. Sehingga foto polos sering diperlukan bersama
dengan pielografi intravena, dan melihat defek pengisian kontras tersebut.

Gambar 2.16. Alur tatalaksana batu kalsium oksalat

2.10. Terapi

Terdapat banyak pilihan terapi yang dapat dilakukan untuk pengobatan urolithiasis.
Beberapa batu bisa dilakukan terapi secara konservatif, sedangkan beberapa lagi harus
dilakukan pembuangan batu secara aktif.

Adapun indikasi untuk pembuangan batu ginjal secara aktif :6

 Pertumbuhan batu
 Batu pada pasien dengan resiko tinggi pembentukan batu
 Obstruksi yang disebabkan oleh batu
 Infeksi
 Batu yang menyebabkan simtom (nyeri / hematuria)
 Batu >15mm
26
 Batu <15mm jika tidak dapat dilakukan observasi
 Referensi pasien
 Komorbiditas
 Keadaan social pasien (secara profesi / sering berpergian)

Sedangkan indikasi untuk pembuangan batu ureter secara aktif :6

 Batu dengan kemungkinan kecil untuk mengalami pasase spontan


 Nyeri persisten walaupun sudah diberikan analgesic yang adekuat
 Obstruksi persistent
 Insufisiensi Renal (Gagal ginjal, obstruksi bilateral)

Berikut terapi- terapi yang dapat dilakukan pada pasien dengan urolithiasis :

A. Terapi Konservatif / Observasi


Batu ginjal yang berukuran 4-5 mm memiliki kemungkinan 40-50% untuk keluar
dari saluran kemih dengan sendirinya Sedangkan pada batu ureter berukuran
kurang dari 4mm memiliki kemungkinan 95% keluar secara spontan. Terapi
Ekspulsi / Medical Expulsive Therapy membantu agar batu dapat keluar dari
saluran kemih secara spontan. Obat yang dapat digunakan berupa alpha-blocker,
Non steroidal anti-inflammatory medication dengan atau tanpa steroid dosis
rendah.1

B. Chemolysis
Terdapat 2 jenis chemolysis yang dapat dilakukan, secara oral dan secara
perkutan. Chemolysis perkutan sudah jarang digunakkan saat ini, tetapi untuk
menguraikan batu struvite yang membutuhkan asidifikasi dapat menggunakan
Suby’s G solution (10% hemiacidrin ; pH 3,5-4).9
Batu yang terbentuk oleh asam urat dapat diurai dengan oral chemolysis. Obat
diberikan secara oral dengan alkaline sitrat / sodium bikarbonat sehinga terjadi
alkalinisasi urine. Walaupun chemolysis lebih efektif jika dilakukan pada kadar
pH yang lebih tinggi, pH harus diatur menjadi 7,0-7,2. pH yang berlebih dapat
menyebabkan terbentuknya batu kalsium fosfat.9

27
C. Ekstrasi secara Ureteroscopic
Ekstraksi batu dengan menggunakan ureteroscopic mempunyai hasil yang baik
pada batu ureter. Batu dengan ukuran <6-8 mm dapat dipindahkan dari saluran
kemih secara intak.1 Penggunan stent tidaklah routine pada tindakan ureteroscopic.
Stent biasa digunakan pada pasien dengan faktor resiko tinggi untuk komplikasi
(trauma ureter, fragment residual, perdarahan, perforasi, infeksi saluran kemih)

- Laser Lithotripsy
Terapi ini dapat dilakukan untuk batu pada bagian manapun di saluran kemih.
Scope dimasukan secara paraurethral menuju ureter lalu menggunakan laser untuk
memfragmentasi batu. Keuntungan penggunaan laser lithotripsy adalah prosedur
ini mempunyai seluruh akses ke saluran kemih, dan bisa menangani batu
<20mm.10

D. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy


Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) sering digunakan untuk terapi
urolithiasis, terutama batu pada calyx atau pelvis ginjal yang berukuran 5-10mm.
Konsep dari pengobatan ini adalah dengan menggunakan gelombang shock untuk
mefragmetasi batu.1,10 Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
ESWL, diantaranya :6
 Ukuran, lokasi dan komposisi dari batu
 Kebiasaan hidup pasien
 Performansi dari SWL

Beberapa kontraindikasi ESWL adalah :6

 Kehamilan
 Perdarahan – harus di kompensasi paling cepat 24 jam dan 48 setelah
terapi
 Malformasi tulang skelet dan obesitas berat, mencegah batu sebagai target
 Defek anatomis pada distal batu

28
Gambar 2.7. Faktor yang tidak memungkinkan dilaakukan ESWL

E. Percutaneous Nephrolithotomy
Merupakan standard prosedur pada batu ginjal yang besar (>2,5 cm), yang resisten
terhadap SWL.1,6 Kontraindikasi pada tindakan ini berupa infeksi saluran kemih
yang belum diobati, suspek tumor pada daerah saluran kemih, kemungkinan tumor
ginjal malignant, kehamilan

Gambar 2.8. Percutaneous Nephrototomy

F. Laparoscopy dan Open Surgery


Laparoscopy atau Open Surgery dapat dilakukan bila shock wave lithotripsy,
ureterorenocopy dan percutaneous nephrolithotomy tidak berhasil.6

29
Gambar 2.9. Tatalaksana batu ginjal

30
Gambar 2.11. Tatalaksana batu Ureter

. 2.11. Komplikasi11

Komplikasi batu saluran kemih dapat berupa obstruksi, infeksi sekunder dan iritasi
yang berkepanjangan pada urothelium dapat menyebabkan karsinoma epidermoid.
Hidronefrosis terjadi akibat obstruksi, khususnya di ginjal dan ureter. Hidronefrosis
dapat berkembang menjadi pionefrosis dan bisa berakhir dengan kegagalan faal
ginjal. Pada batu urethra, dapat terjadi diverticulum uretra.

2.12. Pencegahan1,7

Umumnya 50% pasien mengalami episode urolithiasis rekuren dalam 5 tahun tanpa
intervensi profilaksis. Pada umumnya pencegahan dapat berupa :

- Menghindari dehidrasi dengan minum cukup 1,5 – 2 liter / 24 jam


- Diet untuk mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu
- Aktivitas harian yang cukup
- Pemberian medikamentosa

31
Jenis Batu Faktor Penyebab Jenis Obat / Tindakan Mekanisme Kerja Obat
Timbulnya Batu
Kalsium Hiperkalsiuri Natrium Pelulosa Fosfat Mengikat Calsium dalam
Absorbtif usus = Absorbsi ↓
Thiazide ↑ Reabsorbsi Ca di
tubulus
Orthofosfat ↓ sintesis vitamin D
↑ Urine inhibitor
Hiperkalsiuri Renal Thiazid ↑ Reabsorbsi Ca di
tubulus
Hiperkalsiuri Paratiroidektomi ↓ Resorpsi Ca dari tulang
Resorptif
Hipositraturi Potassium Sitrat ↑ pH ↑ sitrat ↓ Ca
urine
Hipomagnesiuri Magnesium Sitrat ↑ Mg urine
Hiperurikosuri Allopurinol ↓ Urat
Potassium alkali ↑ pH
Hiperoksaluria Allopurinol ↓ Urat
Pyridoxine
Kalsium suplemen
MAP Infeksi Antibiotika Eradikasi infeksi
AHA (amino hydroxamic Urease inhibitor
acid)
Urat Dehidrasi Hidrasi cukup ↑pH
(pH urine ↓)S Potassium Alkali (Nat ↓Urat
Hiperurikosuri Bik)
Allopurinol

Tabel 2.16. Komposisi batu dan pencegahannya

32
BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Batu saluran kemih merupakan penyakit tersering ketiga di bidang urologi. Angka
kejadiannya terus meningkat, baik di negara maju maupun negara berkembang. Gejala yang
ditimbulkan dapat berupa nyeri yang bervariasi sifat dan lokasinya. Dari nyeri yang tumpul
hingga nyeri kolik, hanya di daerah pinggang atau bisa menyebar hingga ke daerah genitalia.
Batu pada batu saluran kemih disebabkan oleh banyak hal, dapat disebabkan infeksi maupun
karena adanya kelainan metabolik. Tatalaksana yang diberikan tergantung oleh letak, lokasi,
dan ukuran batu. Terapi dapat berupa konservatif, chemolysis, extracoroporeal shock wave
lipotripsy, percutaneous lithotomy, laparascopy dan open surgery.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. McAninch JW, Lue TF. Smith & Tanagho’s General Urology. 18th ed. US : McGraw-
Hill, 2013. p.260-290.
2. Alatab S, Pourmand G, Howairis M, et al. National Profiles of Urinary Calculi : A
Comparison Between Developing and Developed Worlds. IJKD. 2016;10:51-61.
Available From:
https://pdfs.semanticscholar.org/563b/641a71a29ad7f2563ced9939dede3abc43b5.pdf
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.. Riset Kesehatan Dasar. Kementrian
Kesehatan RI. 2013. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
4. Ahmad F, Nada MO, Fardi AB, et al. Epidemiology of urolithiasis with emphasis on
ultrasound detection : A retrospective analysis of 5731 cases in Saudi Arabia. Saudi
Journal of Kidney Diseases and Trasnplantation. 2015;26(2):386-391. Available from
:http://www.sjkdt.org/article.asp?issn=1319-
2442;year=2015;volume=26;issue=2;spage=386;epage=391;aulast=Ahmad
5. Pfau A, Knauf F. Update on Nephrolithiasis : Core Curriculum 2016. Am J Kidney
Dis 2016;68(6):973-985. Available from : https://www.ajkd.org/article/S0272-
6386(16)30254-2/pdf
6. Turk C, Neisus A, Petrik A, Seitz C, et al. EAU Guidelines on Urolithiasis. 2017.
European Association of Urology. Available from : https://uroweb.org/wp-
content/uploads/EAU-Guidelines-on-Urolithiasis_2017_10-05V2.pdf
7. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Satu, 2014. Hal : 87-
101
8. Jayaraman UC, Gurusamy A. Review on Uro-Lithiasis Pathophysiology and
Aesculapian Discussion. IOSR Journal of Pharmacy. 2018;8(2):30-42. Available from
: http://iosrphr.org/papers/vol8-issue2/E0802013042.pdf
9. Bawari J, Sah AN, Tawari D. Urolithiasis : An Update on Diagnostic Modalities and
Treatment Protocols. Indian J Pharm Sci. 2017;79(2):164-174. Available from :
https://www.researchgate.net/publication/316011633_Urolithiasis_An_Update_on_Di
agnostic_Modalities_and_Treatment_Protocols
10. Sewell J, Katz DJ, et al. Urolithiasis – Ten things every general practitioner should
know. AFP. 2017;46:9. Available from :

34
https://www.racgp.org.au/download/Documents/AFP/2017/September/AFP-2017-9-
Focus-Urolithiasis.pdf
11. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah-de jong. 4th ed. ECG. 2014
12. Brunicardi FC (editor). Schwartz’s Principles of Surgery, 10th ed. McGrawHill; 2015.
13. Raheem, O. A., Khandwala, Y. S., Sur, R. L., Ghani, K. R., & Denstedt, J. D. (2017).
Burden of Urolithiasis: Trends in Prevalence, Treatments, and Costs. European
Urology Focus, 3(1), 18–26. doi:10.1016/j.euf.2017.04.001
14. Nazzal L, Steinberg PL. Ferri’s Clinical Advisor 2019. US: Elsevier, 2019. p.1426-
1431.

35

Anda mungkin juga menyukai