Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

BRONKOPNEUMONIA

A. Pengertian Bronkopneumonia
Bronkhopneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada jaringan paru
atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus bagian atas selama
beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur dan benda asing lainnya. (Dep. Kes. 1993 : Halaman 106).
Bronkopneumonia adalah Radang dinding bronkus kecil disertai atelektasis daerah
percabangannya (Muda, 1999).
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi
konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).
Jadi bronkopneumonia adalah radang paru dalam satu atau lebih area dalam bronki
dan meluas ke parenkim paru.

B. Klasifikasi Pneumonia
1. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa
berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme
penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau
kalangan orang tua
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti
ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri
umum penyebab hospital acquired pneumonia.
3. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang
ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi
anatominya saja.
4. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya,
kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.
(Reeves, 2001)
C. Etiologi
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti :
Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif
seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta
kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti
pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

D. Tanda dan Gejala


1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan
atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati
E. Pathofisiologi
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui
saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke
alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau
bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara
progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi dalam
empat (4) tahap, antara lain :
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada perabaan
banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat masuk ke dalam
alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi)
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah fibrinosa,
lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan mengandung eksudat
fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi di dalam
alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan dapat berubah
menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur
semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231- 232).
F. Pathway

G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah
 Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya
jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
 Pemeriksaan sputum
 Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas
untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
 Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra
M. Nettina, 2001 : 684)
 Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
 Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
2. Pemeriksaan Radiologi
 Rontgenogram Thoraks
 Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal
atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan
haemofilus. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
 Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh
benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)

H. Komplikasi
a. Atelektasis : Pengembangan paru yang tidak sempurna.
b. Emfisema : Terdapatnya pus pada rongga pleura.
c. Abses paru : pengumpulan pus pada jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sistomik
e. Endokarditis : peradangan pada endokardium.
f. Meningitis : Peradangan pada selaput otak.

I. Penatalaksanaan
a. Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
b. Terapi oksigen (O2)
c. Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian bronkodilator.
d. Istirahat yang cukup
e. Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500 mg/ hari
atau tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN.
1) Identitas.
2) Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
klien sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan
cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan
diare atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan
kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan
dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan
yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau
banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang
tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
3) Pemeriksaan persistem.
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, klien sulit bernapas, pernapasan cuping hidung, ronki,
wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris,
pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah
terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret.
c. Sistem pencernaan.
klien malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah.
d. Sistem eliminasi.
klien menderita diare, atau dehidrasi,
e. Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau
malas minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit
kering, .
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
4) Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m3 dengan
pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi dan fungsi
paru-paru untuk preparat langsung; biakan dan test resistensi dapat
menentukan/mencari etiologinya. Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
Pada punksi misalnya dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar.
Foto roentgen (chest x ray) dilakukan untuk melihat :
 Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.
 Luas daerah paru yang terkena.
 Evaluasi pengobatan
Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau
beberapa lobur.
Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan produksi mukus pada paru dan ketidak efektifan batuk.
b. Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infeksi virus.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran oksigen.
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang
berlebihan dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan produksi mukus pada paru dan ketidak efektifan batuk.

Tujuan : Bersihkan jalan nafas, pola nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran
gas efektif dengan kriteria pernafsan spontan suara nafas Vesikuler, frekuensi pernafasan
normal. Tidak sesak dan tidak sianosis, batuk spontan, AGD normal (Pa O2 80 – 100 dan
CO2 35 – 45).

Intervensi
1) Lakukan Auskultasi Suara 2 – 4 Jam
R/ mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan manifestainya pada suara nafas.
2) Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki.
R/ penurunan diafragma dapat membantu ekspansi paru lebih maximal.
3) Latih dan anjurkan klien untuk batuk efektif
R/ batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mengeluarkan benda asing dari
saluran nafas dengan baik dan benar.
4) Ubah posisi klien sesering mungkin tiap 2 jam
R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus dapat mengakibatkan akumulasi sekret
dan cairan pada lobus yang berada di bagian bawah.
5) Lakukan suction bila perlu
R/ peningkatan mucus/lendir di saluran nafas dapat menyumbat jalan nafas.
6) Monitor tanda vital tiap 4 jam
R/ peningkatan frekwensi nafas mengindikasikan tingkat keparahan.
7) Lakukan kolaborasi pemberian O2
R/ kebutuhan oksigen yang masuk ke tubuh dapat dibantu dengan tambahan oksigen
yang diberikan.
8) Lakukan pemijatan dinding dada dan perut serta pemberian nebulizer.
R/ getaran dan pemijatan membantu melepaskan sekret yang menempel pada dinding
saluran nafas, nebulizer merangsang batuk efektif klien.
9) Berikan obat ekspektoran, broncodilator, mukolitik dan pemeriksaan penunjang.
R/ pelebaran saluran nafas, sekret yang mudah keluar akan mempermudah klien
bernafas, deteksi sejauh mana kebutuhan O2 dapat diberikan dengan pemeriksaan
penunjang.

b. Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infeksi virus

Tujuan : Suhu tubuh dan tanda vital dalam batas normal dengan kriteria suhu tubuh
normal 36 – 37o C.

Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh tiap 2-4 Jam
R/ perubahan suhu tubuh dapat mengetahui adanya infeksi
2) Berikan kompres hangat
R/ kompres hangat menurunkan panas dengan cara konduksi yaitu kontak langsung
dengan obyek.
3) Berikan antipiretik, analgetik sesuai program dokter
R/ menurunkan panas di pusat hepotalamus.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan


pengeluaran oksigen

Tujuan : klien mampu meningkatkan aktivitas fisiknya dengan kriteria mampu


melaksanakan aktifitas ringan dan mampu mempertahankan gerak.
Intervensi
1) Rencanakan periode istirahat sering pada klien untuk penghematan energi.
R/ istirahat yang cukup dapat mengembalikan tenaga klien secara bertahap dan
mencegah pengeluaran yang berlebihan.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa stress
R/ Lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman pada klien.
3) Ubah posisi secara bertahap dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
R/ membantu mobilisasi secara bertahap

d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang


berlebihan dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.

Tujuan : volume cairan tubuh seimbang antara intake dan output dengan kriteria
kebutuhan cairan terpenuhi, urine normal, turgor kulit baik dan membran mukosa lembab,
tidak demam.

Intervensi :
1) Tingkatkan frekwensi pemasukan cairan melalui oral
R/ Membantu mengencerkan sekresi pernafasan dan mencegah status cairan tubuh
2) Monitor pengeluaran urine tiap 8 jam
R/ mengetahui perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran cairan.
3) Berikan cairan infus sesuai program dokter
R/ memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
4) Kolaborasi tentang pemberian antipiretik
R/ mencegah timbulnya demam
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC
Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan
Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC
Rcevers,Chalene. J et all.2000.Keperawatan medical Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.Vol 1.Jakarta : EGC
Soeparma, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta :Balai
Penerbit FKUI
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC
Zul Dahlan .2000.Ilmu Penyakit Dalam Edisi III. Jakarta : Balai penerbit FK UL

Anda mungkin juga menyukai