Anda di halaman 1dari 4

1.

1 Latar Belakang

Teh adalah minuman yang mengandung tanin dan polifenol, merupakan sebuah infusi yang
terbuat dari hasil menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan
(Kusumaningrum, 2013). Menurut Ali (2016), menyatakan bahwa prinsip pengolahan teh yaitu
mengeringkan bagian lembaran dari tanaman berupa daun maupun kulit untuk mengurangi kadar
air pada bagian tersebut, kebanyakan teh berasal dari daun tanaman teh, tetapi ada juga daun
yang diolah menjadi teh berasal dari tanaman lain. Salah satu jenis tanaman yang daunnya dapat
dimanfaatkan untuk teh herbal adalah daun tin.

Ficus carica L.adalah tanaman di Indonesia yang disebut sebagai Tin, banyak diggunakan dalam
pengobatan (Wahyuni, 2016). Kandungan dari tanaman tin baik berupa daun, buah maupun
akarnya, yaitu antara lain: serat, vitamin A, C, kalsium, magnesium dan kalium yang sangat
diperlukan oleh tubuh serta kandungan flavonoid, phenolik dan beberapa senyawa bioaktif
seperti arabinose, β-amirin, βkaroten, glikosida, β-setosterol dan xanthol yang merupakan
senyawa antioksidan (Joseph, 2011).

Kandungan flavonoid dalam daun tin dilaporkan lebih tinggi dibanding buahnya sehingga lebih
potensial sebagai antioksidan (El-Shobaki, et al, 2010). Antioksidan yang terkandung dalam
flavonoid dilaporkan memperbaiki bioaktivitas Nitrit Oxide (NO) yang diproduksi oleh sel
endotel (Davide, 2010). Salah satu fungsi endotel yang penting adalah mensekresi Nitrit Oxide
(NO). NO ini mempunyai fungsi sebagai vasorelaksasi endotel sehingga mempunyai peran
penting dalam proses aterosklerosis (Baratawidjaja & Rengganis, 2009).

Daun tin diolah menjadi teh melalui proses pengeringan secara tradisional menggunakan metode
pemanasan dan angin – angin yaitu dijemur langsung dibawah sinar matahari. Tujuan
pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air agar perkembangan mikroorganisme dan
kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhabat atau bahkan terhenti. Dengan
demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama (Ratnasari, 2014).

Menurut penelitian yang dilakukan Sri dan Zaviera (2018) menyatakan dari segi karakteristik
pengeringan daun tin menggunakan tray dryer dilakukan pada suhu optimum sebesar 55℃
dengan laju dengan laju alir udara 1,9m/s didapatkan laju pengeringan (Rc) sebesar 0,0001907
gram H2O teruapkan/cm2.menit.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Suzery dan Lestari (2010) menyebutkan bahwa metode
ekstraksi secara maserasi pada suhu kamar lebih optimal dibandingkan dengan metode sokletasi
pada suhu 78oC. Namun waktu dari metode maserasi batch, tiga kali lebih lama daripada waktu
ekstraksi secara sokletasi dalam penelitiannya. Sedangkan produk ekstrak yang diperoleh hanya
17,7% lebih tinggi dari variasi lainnya.

Analisis kuantitatif flavonoid dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.


Spektrum serapan ultra violet dan serapan tampak merupakan cara tunggal yang paling
bermanfaat untuk mengidentifikasi struktur flavonoid (Markham, 1988). Flavonoid mengandung
sistem aromatis yang terkonjugasi dan dapat menunjukkan pita serapan kuat pada daerah UV-Vis
(Rohyami, 2008: 5).

Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika
energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, dan diemisikan sebagai fungsi dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang di absorbsi (Khopkar, 2008: 184).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mukhriani dkk (2015) menyatakan kadar flavonoid total
dari ekstrak etanol 70% sebesar 2,82 % dan ekstrak n-heksan sebesar 4,48 %.

Tanaman yang mengandung senyawa flavonoid dapat digunakan sebagai antikanker,


antioksidan, antiinflamasi, antialergi dan antihipertensi (Fauziah, 2010). Peran terpenting
flavonoid dari sayuran dan buah segar adalah mengurangi resiko terkena penyakit jantung dan
stroke (Safitri, 2004). Menurut Sarastani, (2002) kebanyakan sumber antioksidan alami adalah
tanaman yang mengandung senyawa fenol yang tersebar di seluruh bagian tanaman baik di kayu,
biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari.

Metode yang digunakan dalam mengisolasi senyawa metabolit sekunder dapat dilakukan dengan
cara maserasi, maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang
digunakan pada temperatur ruangan.Proses ini sangat menguntungkan dalamisolasi senyawa
bahan alam karena dengan perendaman sampel akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel
pada tumbuhan, akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit
sekunder yang ada dalam sitoplasma akanterlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa
akan sempuma karenadapat diaturlama perendaman yang dilakukan (Harborne, 1987).

Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam alam terhadap pelarut tersebut. Secara umum
pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa
organik bahan alam, karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder (Darwis,
2000)

Anda mungkin juga menyukai