Membangun Strategi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara Yang Dipimpin Oleh Sektor Parawisata

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi yang di gerakan oleh sektor pariwisata menjadi daya tarik
tersendiri bagi pemerintah di Negara maju dan Negara berkembang untuk memajukan
perekonomiannya. Menurut World Travel and Tourism Council (WTTC, 2017) industri
pariwisata memiliki dampak yang mengesankan pada perekonomian dunia. Sektor Ini
menciptakan 292 juta lapangan pekerjaan dan meningkatkan PDB global sebesar 10,2% pada
tahun 2016. Diperkirakan bahwa kontribusi industri pariwisata terhadap PDB global terus
meningkat dan akan menciptakan sekitar 380 juta lapangan pekerjaan baru pada tahun 2027.
Pemerintah di berbagai negara saat ini mencoba untuk mengatasi masalah ekonomi
makro seperti ketidakstabilan ekonomi, pertumbuhan yang rendah dan tingkat pengangguran
dengan mengalihkan subsidi ke sektor produktif (Sokhanvar, 2018) . Mereka menganggap
bahwa sektor pariwisata sebagai salah satu sektor produktif potensial yang memberikan
dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan pariwisata dapat mengarah
pada peningkatan pendapatan pemerintah dan pendapatan rumah tangga melalui berbagai
cara seperti perbaikan dalam neraca pembayaran dan bertambahnya jumlah lapangan
pekerjaan (Sokhanvar, 2018). Selain itu, Pariwisata dapat mendukung para pembuat
kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan peluang kerja,
pemasukan devisa, dan mempromosikan sektor transportasi, konstruksi, makanan / minuman
dan akomodasi. Selain itu, pembuat kebijakan dapat menggunakan pariwisata sebagai
instrumen untuk mengurangi kesenjangan dalam kesejahteraan regional, karena pariwisata
mengarah pada transfer pendapatan dari negara maju ke negara berkembang (Tugcu, 2014).
Sektor pariwisata di kawasan asia Dari tahun 1990 hingga 2012, mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan, dari 55,8 juta menjadi 233,6 juta. Hingga akhir 2013,
populasi wisatawan yang mengunjungi wilayah Asia Pacific tumbuh 7% per tahun, dan
pendapatan pariwisata mencapai 107,5 juta USD, tumbuh lebih cepat daripada daerah lain di
dunia (Fan & Hsu, 2014). Di indonesia Sektor pariwisata mendapatkan perhatian yang besar
dari pemerintah Indonesia, Pariwisata ditetapkan oleh pemerintah sebagai sektor unggulan
RKP 2018 bersama pertanian dan perikanan. Program pesona dan wonderful indonesia yang
menjadi brand untuk memperkenalkan pariwisata indonesia di kancah dunia internasional
terus digaungkan oleh pemerintah melalui berbagai berbagai media. Hasilnya Tercatat terjadi
peningkatan jumlah kunjungan turis mancanegara yang berkunjung ke indonesia dari
9.435411 pengunjung pada tahun 2014 meningkat sebanyak 15.806.191 pada tahun 2018
atau tumbuh sebesar 67,51% dalam jangka waktu 4 tahun. Kendati tujuan turis mancanegara
masih berfokus pada pariwisata bali yakni sekitar sekitar 38%, akan tetapi Peningkatan trend
positif tetap menjadi peluang besar bagi pemanfaatan pariwisata sebagai sektor yang
memimpin pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah indonesia termasuk Sulawesi tenggara.
Sulawesi tenggara merupakan wilayah yang memiliki potensi pariwisata menjanjikan
di bidang wisata maritim. Tercatat terdapat sekitar 651 pulau yang ada di wilayah sultra
dimana, 361 pulau diantaranya telah memiliki nama, 290 pulau belum memiliki nama dan
hanya 86 pulau yang berpenghuni. Selain itu juga, sultra masuk dalam salah satu dari 10
tujuan destinasi nasional pariwisata indonesia yakni di wakatobi. Telah banyak program
yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempromosikan pariwisata sultra di antara lain sail
wakatobi, maitewuna oleh pemda kab. Muna, halo sultra dan lain-lain. Hasilnya, Berdasarkan
data dinas pariwisata sultra terdapat kenaikan kunjungan wisata ke Sulawesi tenggara dari 1,9
juta pengunjung pada tahun 2017 menjadi 2,4 juta pada tahun 2018. Namun, Peningkatan
jumlah wisatawan ini tidak serta merta menjadikan pariwisata sebagai pengegrak
pertumbuhan ekonomi sultra dimana penggerak utama perekonomian sultra masih di kuasai
oleh sektor pertambangan dengan pertumbuhan 13% dan memberikan kontribusi 20,6% pada
perekonomian Sulawesi tenggara (BPS Sultra, 2017). Sultra tidak bisa terus menerus
mengandalkan sektor pertambangan untuk pertumbuhan ekonomi karena peningkatan
pertumbuhan yang disumbang oleh sektor pertambangan juga ikut melahirkan peningkatan
kerusakan alam yang nilainya tidak terhingga. Thompson (2016) menemukan bahwa
sebagian besar proyek pertambangan skala kecil dan menengah merusak sumber daya alam,
terutama dalam situasi di mana proyek pertambangan tidak memiliki rencana mitigasi
lingkungan, atau prosedur untuk rehabilitasi pasca-tambang.
Untuk memajukan serta meningkatkan pendapatan di sektor pariwisata, diperlukan
sebuah perumusan strategi yang dapat meningkatkan peran serta sektor pariwisata dalam
memajukan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi tenggara. Makanan dan kulier merupakan
salah satu kata kunci yang menjadi daya tarik bagi wisatawan ketika berkunjung. Pengeluaran
untuk makanan adalah item utama dalam anggaran wisata yang mencakup sepertiga dari
pengeluaran pariwisata dan sumber utama untuk mendapatkan pendapatan pariwisata (Meler
& Cerovic, 2003). Pengembangan konsep pariwisata yang berbasis kuliner menjadi menarik
untuk di teliti Karena berpotensi menaikan produktivitas di sektor pariwisata.
Sulawesi tenggara merupakan salah satu daerah dengan populasi muslim mayoritas
yakni tercatat 95,8% pada tahun 2015 (BPS sultra 2015), sehingga baik itu kebudayaan, adat
istiadat, hingga yang menyangkut kuliner, tidak terlepas dari nilai-nilai keislaman dalam
artian kuliner tradisional Sulawesi tenggara tidak bertentangan denga konsep kuliner halal.
Untuk itu, Konsep makanan halal dan makanan tradisional dapat menjadi fokus strategi
pariwisata Sulawesi tenggara yang menjadikan kelompok muslim sebagai segmen pasar
sasaran. (Global Muslim Travel Index, 2016) mencatat bahwa segmen wisata perjalanan
muslim merupakan industry pariwisata yang paling cepat pertumbuhannya. Pada tahun 2015
jumlah pelancong iternasional muslim diperkirakan Sekitar 117 juta dan di estimasi akan
meningkat hingga 168 juta pelancong pada tahun 2020. Secara historis, layanan dan fasilitas
yang sering dikunjungi oleh wisatawan Muslim berbeda dari wisatawan konvensional dengan
ketersediaan masakan halal menjadi pilihan yang paling relevan dan paling dicari oleh
mereka (standar Dinar, 2012).
Dalam rangka menyusun strategi pariwisata yang berbasis kuliner tradisional dan
kuliner halal pemerintah lokal dalam hal ini tuan rumah dari destinasi wisata harus
memahami dengan jelas tentang konsep makanan halal serta budaya kuliner lokal dan
kecakapan untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya inti dari wisata kuliner.
Sumber daya wisata kuliner dapat dikategorikan ke dalam empat kelas yang berbeda oleh
Ignatov dan Smith (2006) dan Smith dan Xiao (2008) yakni pertama, kategori fasilitas,
mengacu pada bangunan dan penggunaan lahan yang terhubung dengan persiapan makanan,
produksi, dan distribusi. Kedua kategori kegiatan, melibatkan konsumsi makanan seperti
makan di restoran, tur melalui distrik makanan dan peluang pendidikan seperti kelas
memasak. Ketiga kategori acara, yang dianggap sebagai aspek yang paling terlihat dari wisata
kuliner, termasuk pertunjukan makanan dan festival makanan. Dan ke empat kategori
organisasi, terdiri dari mereka yang melayani wisatawan kuliner dan mendukung
pengembangan pasar pariwisata kuliner. Kategori ini mencakup restoran, sistem sertifikasi,
sistem klasifikasi penjaminan kualitas dan asosiasi wisata kuliner.
Telah banyak penelitian yang membahas tentang kuliner halal dan kuliner tradisional,
namun penelitian tersebut masih sebatas pada penelitian teoritis (Oktadiana, Pierce & Chon,
2016) serta penelitian tentang bagaimana perspektif islam tentang konsep pariwisata (Ryan,
2016). Oleh karena itu, masih perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana
merancang strategi dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi dengan melibatkan
sektor pariwisata sebagai domain sektor dengan konsep kuliner halal dan kuliner tradisional
sebagai daya dorong peningkatan pendapatan sektor parawiasta Sulawesi tenggara.

1.2.Perumusan Masalah
Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah pariwisata belum menjadi
sector unggulan penerimaan APBD Sulawesi tenggara yakni hanya sebesar……, disisi lain
bumi anoa memiliki banyak potensi pariwisata yang jika di maksimalkan diperkirakan akan
menjadi pemimpin pertumbuhan perekonomian Sulawesi tenggara. Pemerintah daerah telah
melakukan berbagai upaya peningkatkan pendapatan pariwisata melalui even, brand serta
strategi lainnya, namun penerimaan daerah melalui pariwisata belum membuahkan hasil yang
diimpikan. Untuk alasan tersebut, maka perlu dirumuskan sebuah model strategi yang dapat
di terapkan di Sulawesi tenggara, sehingga muncul pertanyaan bagaimana membangun
strategi pertumbuhan ekonomi yang dipimpin oleh sektor pariwisata dengan konsep kuliner
halal dan kuliner tradisional sebagai daya dorong pariwisata sulawesi tenggara?

1.3. Tujuan Khusus


Ada beberapa tujuan yang menjadi urgensi dalam penelitian ini yakni :
1. Menentukan beberapa alternative strategi pariwisata yang dapat meningkatkan jumlah
pengunjung wisata Sulawesi tenggara
2. Menetapkan strategi prioritas yang dapat meningkatkan jumlah pengunjung wisata
Sulawesi tenggara
3. Menentukan beberapa alternative strategi pariwisata yang dapat meningkatkan jumlah
Pemasukan bagi daerah.
4. Menetapkan strategi prioritas yang dapat meningkatkan jumlah Pemasukan bagi
daerah.
5. Membuat sebuah rencana strategis pengembangan pariwisata Sulawesi tenggara

1.4. Sasaran Penelitian


Yang menjadi sasaran penelitian ini adalah terbentuknya sebuah model rencana
strategis pertumbuhan ekonomi yang dipimpin oleh sektor pariwisata dengan konsep kuliner
halal dan kuliner tradisional sebagai daya dorong pariwisata sulawesi tenggara.

1.5. Lokasi Pelaksanaan Kegiatan


Pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan di empat destinasi wisata unggulan
Sulawesi tenggara yaitu di taman laut wakatobi di kabupaten wakatobi, pulau bokori di kota
kendari, pulau labengki di kabupaten konawe utara dan wisata meleura di kabupaten muna.

1.6. Target Luaran


Ada beberapa luaran yang ingin di capai dalam penelitian ini yaitu :
1. Sebuah model strategi pertumbuhan eknomi melalui sector pariwisata yang tepat
diterapkan pada destinasi pariwisata yang ada di Sulawesi tenggara
2. Jurnal ilmiah terindeks internasional
3. Proseding pada seminar internasional

1.7.Kontribusi bagi ilmu pengetahuan


Penelitian ini dapat menjadi referensi lanjutan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
di bidang parawisata
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Parawisata Halal
sebelum mendefinisikan tentang konsep parawisata halal, akan lebih baik jika
sebelumnya di paparkan mengenai parawisata itu sendiri. Menurut definisi UNWTO,
“Pariwisata terdiri dari kegiatan orang-orang yang bepergian ke dan tinggal di tempat-tempat
di luar lingkungan mereka yang biasa selama tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk
liburan, bisnis, dan tujuan lain” (Goeldner & Ritchie, 2006). Cook et al. (2014; p.3)
mendefinisikan Pariwisata sebagai "pergerakan sementara orang ke tujuan di luar tempat
kerja dan tempat tinggal mereka yang normal, kegiatan yang dilakukan selama mereka
tinggal di tujuan tersebut, dan fasilitas yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka".
Tercatat dari definisi sebelumnya bahwa pariwisata termasuk pergerakan orang (wisatawan)
yang mewakili sisi permintaan dan kegiatan / fasilitas untuk memenuhi kebutuhan wisatawan
(tujuan) yang mewakili sisi penawaran.
Undang – Undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan memisahkan
pengertian antara wisata dan pariwisata. Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari daya tarik wisata yang dikunjunginya dalam jangka
waktu sementara, dan Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
Terdapat dua terminology yang masih menjadi kerancuan antara pariwisata halal dan
pariwisata islami, beberapa peneliti menganggap bahwa pariwisata islami dan pariwisata
halal merupakan dua konsep yang sama misalnya, Battour, Battor, & Bhatti, 2013; Battour,
Ismail, & Battor, 2011; Battour, Ismail , Battor, & Awais, 2014; Battour, Ismail, & Battor,
2010; Henderson, 2009; Jafari & Scott, 2014; Stephenson, 2014; Zamani-Farahani &
Henderson, 2010). Meskipun istilah-istilah seperti pariwisata Islam dan pariwisata halal
digunakan secara bergantian oleh akademisi dan praktisi ketika mengacu pada pasar
perjalanan Muslim, beberapa penelitian telah membuat perbedaan antara kedua terminology
tersebut dan lebih suka menggunakan istilah pariwisata halal untuk merujuk ke pasar
perjalanan Muslim ( Battour & Ismail, 2016; El-Gohary, 2016; Henderson, 2010). Kedua
konsep tersebut memiliki dasar yang sama dari dimensi agama dengan menyetujui bahwa
semua kegiatan terkait pariwisata yang dilakukan oleh umat Islam dalam keadaan bepergian
harus sesuai dengan ajaran Islam. Namun, pariwisata Islam membatasi motivasi perjalanan
untuk tujuan yang religius dan lokasi wisata sebagian besar tertarik pada budaya Islam..
Sementara itu, pariwisata halal mencakup kegiatan pariwisata yang lebih luas dari wisatawan
Muslim, karena motivasi bepergian mungkin tidak sepenuhnya religius dan nasibnya juga
bisa menjadi negara non-Muslim.
Parawisata halal mengacu pada penyediaan produk dan layanan pariwisata yang
memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim dengan fasilitas ibadah dan persyaratan yang
sesuai dengan ajaran Islam (Mohsin, et, al 2016). Bon dan Hussain (2010) menggambarkan
bahwa pariwisata halal adalah subtipe dari wisata religius, yakni pariwisata yang dilakukan
oleh para pengikut Islam; yang menjalani hidup mereka dengan Hukum Syariah. Mengikuti
Hukum Syariah adalah cara untuk menjadi halal. "Halal" adalah kata Arab yang berarti,
"diperhitungkan" untuk umat Islam dan karena itu berkaitan dengan bentuk perilaku yang
disetujui dan diizinkan. Dengan demikian, pariwisata halal pada dasarnya berkaitan dengan
perjalanan wisata berorientasi Muslim, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan Muslim
sebagai wisatawan, di mana wisatawan mematuhi hukum Syariah yang difasilitasi oleh
penyelenggara pariwisata.

Dalam kepercayaan seorang muslim, berpergian atau pariwisata merupakan hal yang
dianjurkan. Hal ini dimaksudkan agar orang-orang islam dapat melihat dengan jelas tanda-
tanda kebesaran Allah SWT ketika berpergian. Hal ini diterangkan dalam Al-Quran Surat
Al-Mulk Ayat 15

Artinya: Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan.

dan Surat An-Naml Ayat 69

Artinya :Katakanlah: “Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu perhatikanlah bagaimana
akibat orang-orang yang berdosa.

Bagi umat Islam, ada kewajiban tertentu yang ditetapkan oleh Islam untuk diikuti saat
bepergian (atau dalam kehidupan sehari-hari mereka). Misalnya, dalam konteks makanan ada
kategorisasi tegas antara Haram (secara harfiah berarti tidak diizinkan) dan makanan Halal
(berarti diizinkan). Produk makanan haram dilarang bagi umat Islam untuk dikonsumsi dan
merupakan barang-barang seperti bangkai, babi, alkohol dan daging binatang yang tidak
disembelih dengan cara Islam (Yousaf, 2016).
Menurut Sheikh Yusuf al-Qaradawi, istilah Halal didefinisikan sebagai " Apa yang
diizinkan, sehubungan dengan yang tidak ada batasannya, dan perbuatan yang diijinkan oleh
pemberi hukum, Allah, ”(Al-Qaradawi, 2013; hal). Oleh karena itu, istilah Halal berarti
'diizinkan' menurut ajaran Islam (hukum Syariah). Halal juga merupakan salah satu dari lima
tindakan (al-ahkam al-khamsah) yang mengkategorikan moralitas tindakan manusia dalam
Islam, yang lain adalah Fard (wajib), Mustahabb (direkomendasikan), Makruh (tidak
disukai), dan Haram (dilarang) (Faruki, 1966). Dari perspektif Islam, Halal seperti yang
didefinisikan di atas mengacu pada praktik atau aktivitas apa pun dalam pariwisata yang
'diizinkan' menurut ajaran Islam.
Aspek yang paling penting dari bepergian untuk umat Islam adalah ketersediaan
masakan halal (standar Dinar, 2012). Dari semua makanan, daging adalah subjek perhatian
khusus bagi umat Islam. Ini karena ajaran Islam tentang penyembelihan daging bervariasi
secara signifikan dibandingkan dengan cara tradisional (Henderson, 2016a, 2016b). Praktek
ini termasuk 'memilih pembuluh darah jugularis, arteri karotid dan batang tenggorokan
dengan pisau setajam pisau dalam satu sapuan' bersamaan mengucapkan ungkapan
Bismillah-Al-lahu-Akbar, yang berarti dalam nama Allah SWT, menguras semua darah dari
bangkai hewan (Harvey, 2010, hal. 11).

Anda mungkin juga menyukai