Anda di halaman 1dari 8

A.

PASAL 114 UU NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

1. Review pasal 114 dan 199

 Dalam pasal 114 uu no 36 tahun 2009 menyatakan bahwa “Setiap orang yang

memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib

mencantumkan peringatan kesehatan”

 Dalam pasal 199 UU no 36 tahun 2009 menyatakan bahwa “Setiap orang

yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan

kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114

dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendan paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

 Terdapat ketidakonsistenan antara pasal 199 dan penjelasan pada pasal 114,

dimana pada penjelasan disebutkan bahwa “peringatan kesehatan” dalam

ketentuan ini adalah tulisan yang jelas dan mudah terbaca dan dapat disertai

gambar atau bentuk lainnya. Pernyataan ini dapat kita terjemahkan bahwa

peringatan kesehatan bisa tidak disertai oleh gambar, sedangkan pada pasal

199 yang menjelaskan tentang pidana dicantumkan secara jelas bahwa ketika

peringatan kesehatan tidak disertai gambar akan dikategorikan sebagai

pelanggaran terhadap UU no 36 pasal 114 tahun 2009.


2. Faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan :

 Kepentingan produsen rokok

 Pengetahuan konsumen tentang bahaya merokok

 Pembuat kebijakan dalam hal ini DPR bidang kesehatan

 Analis kesehatan

3. Dampak Implementasi Kebijakan

 Ketika implementasi kebijakan yang terdapat pada pasal 144 dan 199 masih

belum konsisten, maka akan melahirkan penafsiran ganda bagi pihak

produsen rokok, ambiguitas ini akan memberikan kesempatan kepada pihak

produsen rokok untuk tidak menggunakan gambar sebagai peringatan

kesehatan karena dalam penjelasannya gambar hanya merupakan opsi dari

implementasi kebijakan pasal 114.

B. PASAL 115 UU NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

1. Review pasal 115

 Dalam pasal 115 dinyatakan bahwa Kawasan tanpa rokok antara lain:

a. fasilitas pelayanan kesehatan;

b. tempat proses belajar mengajar;

c. tempat anak bermain;

d. tempat ibadah;
e. angkutan umum;

f. tempat kerja; dan

g. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

 Penjelasan pasal 115 : Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat

lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok.

 Dalam pasal 116 berbunyai Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa

rokok di wilayahnya.

saya berpendapat bahwa kata "dapat" dalam penjelasan Pasal 115 UU

Kesehatan berimplikasi tiadanya proporsionalitas dalam pengaturan tentang "tempat

khusus merokok" yang mengakomodasikan antara kepentingan perokok untuk

merokok dan kepentingan publik untuk terhindar dari ancaman bahaya terhadap

kesehatan dan demi meningkatnya derajat kesehatan. Hal tersebut karena merokok

merupakan perbuatan, yang secara hukum legal atau diizinkan, sehingga dengan kata

"dapat" tersebut berarti pemerintah boleh mengadakan atau tidak mengadakan

"tempat khusus untuk merokok". "Hal itu akan dapat menghilangkan kesempatan

bagi para perokok untuk merokok manakala pemerintah dalam implementasinya

benar-benar tidak mengadakan 'tempat khusus untuk merokok' di tempat kerja, di

tempat umum, dan di tempat lainnya. Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan

yang mengatur tempat-tempat yang dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok. Pasal

115 UU Kesehatan itu menyebutkan kawasan tanpa rokok yakni fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah,

angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum lainnya. Penetapan kawasan tanpa

rokok itu wajib dilakukan oleh pemerintah daerah. Sementara, Penjelasan Pasal 115

ayat (1) UU Kesehatan itu menyebutkan khusus untuk tempat kerja, tempat umum,

dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. Adanya kata

"dapat" dalam pasal tersebut dinilai tidak memberikan kepastian hukum dan

berimplikasi terhadap tidak adanya jaminan perlindungan hak konstitusional

seseorang dalam merokok.

2. Faktor yang mempengaruhi Implementasi kebijakan

 Perokok aktif sebagai subjek dari pasal 115

 Perokok pasif sebagai individu yang di lindungi oleh pasal 115

 Penyedia layanan seperi kantor atau penyedia layanan lainnya

C. PASAL 34 UNDANG UNDANG NO 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH

SAKIT

1. Review

 Pasal 34 ayat 1 dalam UU rumah sakit yang menyatakan bahwa keharusan kepala

rumah sakit adalah seorang tenaga medis. Bunyi lengkap ayat tersebut adalah

“Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan

dan keahlian dibidang perumahsakitan”.


 peraturan pemerintah (PP) nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan. Pada

bab 2 tentang jenis tenaga kesehatan pasal 2 poin 2, bahwa tenaga medis meliputi

dokter dan dokter gigi. Pada PP tersebut, tenaga kesehatan dibagi menjadi

beberapa yaitu tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga

kesehatan masyarakat dan lain-lain. Hal itu menafsirkan bahwa farmasi, perawat,

bidan, ahli kesehatan masyarakat merupakan non medis.

 Kata “tenaga medis” pada pasal 34 ayat 1 jika di padukan dengan PP nomor 32

tahun 1996 akan membuat penafsiran bahwa yang menjadi kepala rumah sakit

haruslah seorang dengan gelar dokter atau dokter gigi .Tugas seorang kepala

rumah sakit bukanlah untuk melakukan pelayanan fungsional melainkan adalah

bagaimana memanage rumah sakit tersebut agar dapat melayani seluruh

kebutuhan pengguna layanan dan kemampuan seperti itu tidak dimiliki oleh

dokter dan dokter gigi. Dalam pendidikan tenaga kesehatan juga mempunyai

kurikulum tentang kepemimpinan serta manajemen kesehatan sehingga dalam

hal kepemimpinan baik “tenaga medis” ataupun “tenaga kesehatan non medis”

yang diterangkan pada PP no 32 tahun 1996 memiliki kapabilitas yang sama

dalam hal kepemimpinan di sebuah rumah sakit.

2. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

a. Dokter dan dokter gigi sebagai tenaga medis


b. tenaga keperawatan, kefarmasian, serta tenaga kesehatan lain sebagai tenaga

kesehatan non medis

c. kurikulum pendidikan tenaga kesehatan non medis dan tenaga medis

d. kebijakan pemerintah daerah

3. Dampak Implementasi Kebijakan

Ketika kepala rumah sakit harus seorang dokter atau dokter gigi, di bebrapa

rumah sakit yang masih kekurangan tenaga medis seperti dokter dan dokter gigi,

ketika dibutuhkan pelayanan dokter namun dokter sedang sibuk mengurusi

manajemen rumah sakit, akan berdampak pada tidak terpenuhinya kebutuhan

pelayanan pasien di rumah sakit.


REVIEW UNDANG-UNDANG

KEBIJAKAN KESEHATAN

OLEH :

KELAS A1
JULIANA BACO
M.201801029

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANMANDALA WALUYA
KENDARI
2018

Anda mungkin juga menyukai