Intan Maulidina
ABSTRAK
Itik Cihateup adalah golongan unggas air dan hewan homoiterm yang dapat
menyesuaikan suhu tubuh mereka dengan lingkungannya. Proses penyesuaian tersebut
berdampak terhadap kondisi milio internalnya. Pemeliharaan itik dengan minim air (tanpa
kolam untuk membasahi tubuhnya) menjadi pemicu utama sulit mengatur suhu tubuhnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari kondisi hematologik itik Cihateup
dalam kondisi minim air menggunakan Fructooligosaccharide (FOS). Penelitian ini
dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2015. Penelitian ini bertempat di kandang
percobaan Laboratorium Produksi Ternak Unggas Universitas Padjadjaran. Parameter yang
diamati pada penelitian ini adalah kondisi hematologik yang meliputi Hemoglobin (Hb),
Eritrosit, Leukosit, dan Hematokrit itik Cihateup. Penelitian ini dengan cara metode
eksperimen menggunakan polinomial orthogonal dengan uji kontras orthogonal. Empat puluh
delapan Itik Cihateup diberi empat perlakuan secara acak. Keempat perlakuan K = 0, FA =
50μL, FB = 75 μL, dan FC = 100 μL. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata
kondisi Hematologik itik Cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) yaitu
kadar hemoglobin berkisar antara 8,55-9,4 g / dL, jumlah eritrosit berkisar 220,6667-
222,8333, jumlah leukosit berkisar 82,5-116,4667, dan nilai hematokrit 43,50-46,67. Semua
perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap Hemoglobin, Leukosit, dan
Hematokrit, kecuali pada eritrosit (P> 0,05). Level pemberian FOS yang optimal yaitu 50μL.
Kata kunci : Itik Cihateup, Homoiterm, Stress Panas, Hematologik, Fructooligosacchaide (FOS)
ABSTRACT
Cihateup duck is classified as waterfowl and homoiterm animal that can adjust their
body temperature to its environment. That adjustment process had an impact to its internal
milieu condition. The duck maintenance with a minimum water (without a pool to wet the
body) is the major reason why the duck becoming hard to adjust their body heat in the raising
process. This research has an objective to know the impact of hematologic condition of
Cihateup duck in a condition with a minimum of water using the Fructooligosaccharide (FOS)
treatment. This research took time from October – December 2015. The research was located
in The Laboratory of Poultry Production, Padjadjaran University. The observed parameters
on this research were hematologic condition which include Haemoglobin (Hb), Erythrocytes,
Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina
Leukocytes, and Hematocrit of Cihateup duck. This research was written with the
experimental method using the orthogonal polynomial and orthogonal test contrast. Forty
eight Cihateup ducks that were experimented were given four treatment with a randomize
condition. The four treatments were K = 0, FA = 50µL, FB = 75 µL, and FC = 100 µL. The
result of this research showed that the average Hematologic condition of Cihateup duck on the
grower phase who was given Fructooligosaccharide (FOS) had a haemoglobin number ranged
between 8,55-9,4 g/dL, erythrocytes number ranged 220,6667-222,8333, leukocytes number
ranged 82,5-116,4667, and hematocrit number ranged 43,50-46,67. All treatment shows
effect on Haemoglobin, Leukocytes, and Hematocrit, significantly (P<0,05), except on
Erythrocyte (P>0,05). Level of Fructooligosaccharide (FOS) the optimum that is 50μL.
Key words : Cihateup duck, Heat Stress, Homoitherm, Haematological, Fructooligosaccharide (FOS)
PENDAHULUAN
Itik adalah golongan unggas air dan itik merupakan hewan homoiterm yang bisa
menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke dalam hewan berdarah
panas, itik dapat melakukan aktivitas pada suhu lingkungan berbeda akibat dari kemampuan
mengatur suhu tubuhnya. Walaupun itik termasuk hewan homoiterm, namun memerlukan
proses penyesuaian fisiologik yang berdampak terhadap kondisi milio internalnya.
Pemeliharaan itik dengan minim air (tanpa disediakan kolam untuk membasahi
tubuhnya) menjadi salah satu pemicu utama sulitnya ternak itik tersebut dalam mengatur
panas tubuhnya.Diketahui bahwa panas tubuh tidak hanya berasal dari lingkungannya, tetapi
juga berasal dari panas metabolisme.
Salah satu upaya pengaturan panas yang dilakukan ternak itik melalui panting dan
urinasi berlebihan. Dalam proses panting, panas dikeluarkan dalam bentuk uap air. Proses
seperti ini merupakan proses adaptasi dengan lingkungannya dan sering disebut dengan
homeostasis. Panting dan urinasi yang berlebihan sangat merugikan ternak itik karena secara
langsung mempengaruhi cairan ekstraselular (darah).Di dalam cairan ekstraselular
mengandung mineral maupun mikromolekul yang bertindak sebagai kation dan anion cairan
tubuh.Pengeluaran cairan ini secara berlebihan secara langsung berdampak terhadap profil
sel-sel darah.
FOS sebagai Zat Additive dapat menanggulangi dampak negative dari cekaman
panas.Fructooligosaccharide (FOS) bisa memperbaiki pencernaan, meningkatkan imunitas,
dan sebagai antioksidan untuk mencegah atau menurunkan radikal bebas, serta mengurangi
dampak stress.Diketahui bahwa FOS bertindak sebagai neurotransmitter untuk memberikan
rasa nyaman bagi ternak.
Sejauh ini belum banyak publikasi hasil-hasil penelitian mengenai pengaruh
pemberian fructooligosaccharide (FOS) dalam kondisi minim air terhadap kondisi
Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina
hematologik pada itik cihateup.Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji penelitian
tersebut.
METODE
a. Ekstraksi FOS
Tabel 2. Signifikansi Kadar Hemoglobin Itik pada level pemberian FOS yang berbeda
No. Perlakuan Rata-rata Signifikansi
1 K 8,55 a
2 FB 9,32 b
3 FC 9,38 b
4 FA 9,40 b
Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda sangat nyata
(P<0,05)
Data pengamatan pada Tabel 6, tampak bahwa rata-rata kadar hemoglobin itik
cihateup fase grower tanpa perlakuan dan yang diberi perlakuan berbeda sangat nyata
(P<0,05). Kadar Hb Itik Cihateup tanpa pemberian FOS berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah
yaitu 8,55 g/dL dibandingkan, dengan kelompok itik yang diberi perlakuan. Kelompok-
kelompok itik yang diberi FOS dengan berbagai level yang berbeda, tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata.
Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina
Pemeliharaan itik dengan cara minim air maka ternak akan menyebabkan stress
sehingga akan meningkatkan penggunaan asam amino menjadi energi. Dengan demikian
sintesis hemoglobin menjadi turun. Seperti diketahui bahwa pemberian FOS akan
meningkatkan hemoglobin, karena FOS dapat mening katkan enzim proteolitik. Efisiensi
asam amino didalam usus akan meningkat, maka dari itu ketika hemoglobin meningkat maka
pembentukan sel-sel darah merah (eritropoesis) meningkat.
Produksi hemoglobin dipengaruhi oleh kadar besi (Fe) dalam tubuh karena Fe
merupakan komponen penting dalam pembentukan molekul heme. Fe diangkut oleh
transferin ke mitokondria, tempat dimana heme di sintesis. Jika tidak terdapat transferin
dalam jumlah cukup, maka kegagalan pengangkutan Fe menuju eritoblas dapat
menyebabkan anemia hipokromik yang berat, yaitu penurunan jumlah eritrosit yang
mengandung lebih sedikit hemoglobin (Guyton, 1997). Gangguan dalam pembentukan
eritrosit dapat mempengaruhi kadar hemoglobin itik. Hal ini sesuai pernyataan (Wardhana
dkk., 2001), bahwa pengaruh kadar hemoglobin dapat disebabkan oleh kerusakan
eritrosit, penurunan produksi eritrosit dan dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran eritrosit.
Natalia (2008), menyatakan kadar hemoglobin berjalan sejajar dengan jumlah eritrosit.
Kadar Hb kelompok itik yang sedang mengalami stress minim air maupun panas
dengan tanpa pemberian FOS berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok itik yang diberi tambahan FOS, merupakan indikasi meningkatnya laju
perombakan asam amino methionine menjadi suksenil co-A. Proses perombakan ini
meningkat sebagai manifestasi penyediaan energi melalui jalur gluconeogenesis. Menurut
Kegley dan Spears (1995) peningkatan gluconeogenesis bagi ternak yang stress meelibatkan
perombakan asam-asam amino antara lain methionine sebagai sumber energi. Hasil
penelitian lain melaporkan bahwa dalam siklus krebs methionine dirombak menjadi suksenil
Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina
co-A. diketahui bahwa methionine merupakan prekusor utama sintesis Hb (Christiansen dkk.,
2007).
Hasil penelitian terdahulu yang dilaporkan oleh Kaume (2011) dikemukakan bahwa
FOS mampu meningkatkan laju anabolisme atau dapat mencegah aktifnya lintasan
gluconeogenesis.Berdasarkan fakta ini maka dapat dipastikan bahwa penurunan
gluconeogenesis sebagai dampak pemberian FOS, menyebabkan pemakaian methionine
sebagai sumber energy menjadi rendah, dengan demikian prekursor sintesis Hb tidak
berkurang.
b. Jumlah Eritrosit dan Hematokrit Itik Cihateup Fase Grower yang diberi FOS
Data hasil pengamatan jumlah eritrosit dan nilai hematokrit itik cihateup fase grower
yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 4. Signifikansi Nilai Hematokrit Itik Pada Level Pemberian FOSYang Berbeda
P Rata-rata Signifikansi
K 43,50 a
FA 46,50 b
FB 46,50 b
FC 46,67 b
Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda
sangat nyata (P<0,05).
Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina
bahwa kurangnya prekusor seperti zat besi dan asam amino yang membantu proses
pembentukan eritrosit akan menyebabkan penurunan jumlah eritrosit. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh gangguan penyerapan atau nilai gizi yang berkurang pada pakan yang
diberikan sehingga akan mempengaruhi organ yang berperan dalam produksi sel darah.
Efek dari gagalnya proses pembentukan eritrosit mengakibatkan bentuk makrosit yang
tidak teratur dan memiliki membran sangat tipis, besar, bentuknya oval berbeda dengan
bentuk normal yaitu lempeng cekung (Guyton, 1997). Hal ini berpengaruh dalam
pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh, bentuk makrosit pada itik yang tidak sempurna
akan mudah lisis yang mengakibatkan masa hidup eritrosit bertambah pendek. Selain itu
faktor yang mempengaruhi perbedaan jumlah eritrosit diantarannya yaitu umur, nutrisi,
volume darah, spesies, dan ketinggian tempat, musim, waktu pengambilan sampel, jenis
antikoagulan juga dapat mempengaruhi jumlah eritrosit (Jain, 1993; Swenson, 1997).
Tabel 6. Signifikansi Leukosit Itik Pada Level Pemberian FOS yang Berbeda
Perlakuan rata-rata Signifikansi
FB 82,50 b
FA 82,60 b
FC 83,33333 b
K 116,4667 a
Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda
sangat nyata (P<0,05).
DAFTAR PUSTAKA
Biester, H. E and L. H. Schwarte. 1965. Diseases of Poultry. 5th Ed. Iowa State University
Press.Ames. Iowa. United States of America. Hal 1382.
Guyton, A. C., and J. E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9.
Diterjemahkan oleh Irawati Setiawan. EGC. Jakarta.
Kaffi S., S. Hertini Rani, Zulfahmi, A. Mushawwir. 2010. Publikasi Penelitian Penggunaan
Fructooligosaccharide (FOS) Hasil Isolasi dari Kulit Pisang sebagai Prebiotik pada
Ternak Ruminansia. Politeknik Negeri Lampung. Lampung.
Kaume, Lydia, Gibert, William, Gadang, Vidya, Devareddy, Latha. 2011. Dietary
supplementation of Fructooligosaccharides Reduces Hepatic Steatosis Assosiated with
Insulin Ressistans in Obsese Zucker Rat. Funcional Food in Heals and Disease.
5:199-213
Kegley, E. B., and J. W. Spears. 1995. Immune Response, Glucose Metabolism, and
Performance of Stressed Feeder Calves Feeding Organic and Organic Chromium. J.
Anim. Sci., 73, 2721.
Kondisi Hematologik Itik Cihateup………………………………………………………..Intan Maulidina
Kusumawati, N., L. J. Bettysri, S. Siswa, Ratihdewanti dan Hariadi. 2003. Seleksi Bakteri Asam
Laktat Indigenous sebagai Galur Probiotik dengan Kemampuan Menurunkan Kolesterol.
Journal Mikrobiologi Indonesia. Vol. 8(2): 39-43.
Meyer, D. J., and J. W. Harvey. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and
Diagnosis. 3rd ed. Sauders. USA.
Natalia, R. D. 2008. Jumlah Eritrosit, Nilai Hematokrit dan Kadar Hemoglobin Ayam
Pedaging Umur 6 Minggu yang Diberi Suplemen Kunyit, Bawang Putih dan
Zink.Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Snoeyenbos, G. H. 1987. Interaction of gut microflora and multiplication of Salmonella and other
intestinal pathogens.Proceedings, North Central Veterinary Laboratory Diagnosticians
Conference, Urbana, III.
Swenson, 1997. Duke’s Phisiology of Domestic Animals. 9th Ed. Cornel university Press.
London.