Anda di halaman 1dari 14

DISASTER PLAN MANAGEMENT

BENCANA BANJIR DI KECAMATAN JATINEGARA


KAMPUNG MELAYU

Salim

NIM: 030.11.266

Pembimbing: dr. Gita Tarigan, MPH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PERIODE 5 NOVEMBER 2018- 12 JANUARI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA
1. Pendahuluan
Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang
ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir merupakan ancaman alam yang paling
sering terjadi dan paling banyak merugikan. Sungai-sungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini
mengalami peningkatan. Bencana banjir termasuk bencana alam yang pasti terjadi pada
setiap datangnya musim penghujan, seperti yang terjadi di daerah kampung melayu. Banjir
disebabkan oleh alam atau ulah manusia sendiri. Banjir juga bisa disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu faktor hujan, faktor hancurnya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS). Banjir
adakalanya terjadi dengan waktu yang cepat dengan waktu genangan yang cepat pula, tetapi
adakalanya banjir terjadi dengan waktu yang lama dengan waktu genangan yang lama pula.
Banjir bisa terjadi karena curah hujan yang tinggi, luapan dari sungai, tanggul sungai yang
jebol, luapan air laut pasang, tersumbatnya saluran drainase atau bendungan yang runtuh.
Banjir berkembang menjadi bencana jika sudah mengganggu kehidupan manusia dan bahkan
mengancam keselamatannya. Penanganan bahaya banjir bisa dilakukan dengan cara
structural dan non structural.
2. Profil Kecamatan Jatinegara

Letak Geografis Wilayah :


 1060 49’ 35"BT
 060 10’ 37"LS

Luas Wilayah : 10.64 km2.

Batas Wilayah :
 Sebelah Utara : Kecamatan Mataram dan Pulo Gedung
 Sebelah Selatan : Kecamatan Tebet
 Sebelah Timur : Kecamatan Kramat Jati
 Sebelah Barat : Kecamatan Duren Sawit (Klender dan Pondok Bambu)

Luas Tiap Kelurahan :


No Kelurahan Luas Wilayah (Km2)
1 Kelurahan Bidara Cina 1,26
Kelurahan Cipinang
2 1,67
Cempedek
Kelurahan Cipinang Besar
3 1,63
Selatan
4 Kelurahan Cipinang Muara 2,90
Kelurahan Cipinang Besar
5 1,15
Utara
6 Kelurahan Rawa Bunga 0,88
7 Kelurahan Balimester 0,67
8 Kelurahan Kp. Melayu 0,48

Demografi :
Hasil Registrasi : 263.706 jiwa

Pertumbuhan penduduk sebesar 0.17% per tahun

3. Hazzard Mapping
Daerah-daerah dengan resiko tinggi terhadap ancaman banjir tersebar di seluruh wilayah DKI
Jakarta. Berikut data 2014 yang menunjukkan daerah-daerah rawan banjir di DKI Jakarta:

Berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan/banjir dapat dikategorikan dalam tiga kategori:
(a) Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem
pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia;
(b) Banjir yang disebabkan oleh meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut
maupun meningginya gelombang laut akibat badai; dan
(c) Banjir akibat kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, tanggul dan
bangunan pengendali banjir .

4. Vulnerability
 Kerentanan dari Aspek Lingkungan
Peningkatan curah hujan lokal, debit air sungai meningkat namun banyaknya penyempitan badan
sungai, tergolong kawasan industrial dan tingginya laju pembangunan dan pemukiman penduduk
sehingga daerah penyerapan air tanah menurun, rendahnya pemeliharaan saluran dan kanal,
rendahnya kesadaran membuang sampah pada tempatnya, luapan beberapa sungai besar yang
mengalir ke tengah kota, kerusakan lingkungan pada daerah hulu serta pertumbuhan pemukiman
di pinggiran kali semakin tak terkendali.

 Kerentanan dari Aspek Sosial


1. Tingkat kepadatan penduduk
Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk maka semakin rentan terhadap bencana banjir.
Berdasarkan data pemprov, terdapat 263.706 jiwa penduduk di Kecamatan Jatinegara, dengan
luas wilayah 10.64 km2.
2. Tingkat laju pertumbuhan penduduk
Semakin tinggi tingkat laju pertumbuhan penduduk, maka semakin rentan terhadap bencana
banjir. Pada 2012, laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Jatinegara sebesar 0.17% Ideal laju
pertumbuhan penduduk adalah <1%.
3. Persentase jumlah lansia dan balita
Semakin banyak jumlah penduduk usia tua dan balita, maka semakin rentan terhadap bencana
banjir.
4. Kurangnya pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana, rendahnya pendidikan, corak
budaya individualisme, tingkat kesehatan masyarakat yang rendah akan mempertinggi tingkat
kerentanan.
 Kerentanan dari Aspek Ekonomi
Semakin banyak rumah tangga miskin, maka semakin rentan terhadap bencana banjir.

5. Capacity
Kapasitas Fisik
1. Jarak menuju tempat pengungsian
Jarak penduduk untuk mencapai tempat pengungsian ketika terjadi bencana.
2. Fasilitas kesehatan
Jumlah fasilitas kesehatan di suatu wilayah.
Kapasitas Sosial
1. Keberadaan organisasi
Tingkat keberadaan organisasi kemasyarakatan yang berhubungan dengan penanggulangan
bencana di masyarakat.
2. Kekerabatan penduduk dalam upaya penanggulangan bencana
Tingkat kekerabatan penduduk dalam masyarakat sebagai upaya penanggulangan bencana.
Kapasitas Sumber Daya Masyarakat
1. Keterlibatan masyarakat dalam sosialisasi kebencanaan
Tingkat keterlibatan masyarakat didalam diskusi/sosialisasi kebencanaan.
2. Keterlibatan masyarakat dalam pelatihan persiapan sebelum terjadi bencana. Intensitas warga
dalam mengikuti pelatihan persiapan bencana.
Kapasitas Ekonomi
1. Rata-rata pendapatan masyarakat dalam waktu satu bulan
Tingkat pendapatan masyarakat dalam satu bulan.
2. Kepemilikan asuransi jiwa
Tingkat kepemilikan asuransi jiwa.
6. Disaster Plan Management

Penanganan bencana berdasar siklus bencana berikut:

Kegiatan dalam Siklus Penanggulangan Banjir


Siklus Kegiatan
• Upaya - upaya Struktural

PENCEGAHAN - Upaya di dalam badan Sungai ( In-Stream)

( Prevention) - Upaya di luar badan Sungai ( Off- Stream)

• Upaya - upaya Non-Struktural

- Upaya Pencegahan Banjir Jangka Panjang

- Upaya Pengelolaan Keadaan Darurat Banjir dalam Jangka Pendek

• Pemberitahuan dan Penyebaran Informasi Prakiraan Banjir

PENANGANAN • Reaksi Cepat dan Bantuan Penanganan Darurat Banjir

( Intervention/ Response) • Perlawanan terhadap Banjir

PEMULIHAN • Bantuan Segera Kebutuhan Hidup Sehari-hari dan Perbaikan

( Recovery Sarana dan Prasarana

- Pembersihan dan Rekonstruksi Pasca Banjir

- Rehabilitasi dan Pemulihan Kondisi Fisik dan Non-Fisik

• Penilaian Kerusakan/Kerugian dan Asuransi Bencana Banjir

• Kajian Penyebab Terjadinya Bencana Banjir

PRA BENCANA

Pencegahan:

1. Menyusun peraturan dan menertibkan daerah bantaran sungai


2. Membangun, meningkatkan, memperbaiki atau normalisasi, dan memelihara sungai,
tampungan air dan drainase beserta peralatan dan fasilitas penunjangnya
3. Menegakkan hukum terhadap pelanggaran pengelolaan daerah aliran sungai
4. Membuat sumur resapan
5. Merevisi tata ruang propinsi maupun kota secara terkoordinasi dan terintegrasi
6. Mengendalikan perkembangan lingkungan dan pengembangan daerah hulu
7. Membuat penampungan air berteknologi tinggi
8. Menerapkan pengelolaan sungai terpadu berdasarkan satuan wilayah sungai (SWS) dan
memberdayakan kelembagaan pengelolaan SWS
9. Membangun fasilitas pengolah limbah dan sampah
10. Mereboisasi kota dan daerah hulu

Mitigasi:
1. Membuat peta rawan bencana
2. Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi.

3. Memperbaharui rencana kegawatdaruratan dengan informasi, penyuluhan dan pelatihan


penyelamatan dan tanggap darurat yang melibatkan masyarakat.
4. Membuat peta daerah genangan banjir, daftar sarana kesehatan dan tenaga kesehatan,
jumlah lansia, balita dan ibu hamil daerah setempat serta buat penilaian skala resiko
bencana.
5. Sosialisasi dan pelatihan prosedur tetap penanggulangan dan kesiapsiagaan banjir
6. Mendirikan Posko banjir di wilayah RT/ RW
7. Penyebarluasan peraturan perundang-undangan atau informasi-informasi, baik dari
Pemerintah maupun pemerintah daerah, berkaitan dengan masalah banjir
8. Penyebarluasan informasi daerah rawan banjir, ancaman/bahaya, dan tindakan yang harus
diambil oleh masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana
9. Pemantauan lokasi-lokasi rawan (kritis) secara terus-menerus
10. Optimasi pengoperasian prasarana dan sarana pengendali banjir
11. Persiapan evakuasi ke lokasi yang lebih aman
12. Penyediaan peralatan berat (backhoe, excavator, truk, buldozer, dan lain-lain) dan
disiapsiagakan pada lokasi yang strategis, sehingga sewaktu-waktu mudah dimobilisasi;
13. Penyiapan peralatan dan kelengkapan evakuasi, seperti: speed boat, perahu, pelampung,
dan lain-lain.
Kesiapsiagaan
1. Peningkatan kesiapsiagaan organisasi dan manajemen pengendalian banjir dengan
menyiapkan dukungan sumber daya yang diperlukan dan berorientasi kepada
pemotivasian individu dalam masyarakat setempat agar selalu siap sedia mengendalikan
ancaman/bahaya
2. Penyediaan bahan-bahan banjiran untuk keadaan darurat, seperti: karung plastik,
bronjong kawat, dan material-material pengisinya (pasir, batu ,dan lain-lain), dan
disediakan pada lokasi-lokasi yang diperkirakan rawan/kritis
3. Peramalan banjir dapat dilakukan dengan cara:
 analisa hubungan hujan dengan banjir (rainfall – runoff relationship),
 metode perambatan banjir (flood routing),
 metode lainnya.
4. Simak informasi terkini melalui TV, radio, atau peringatan tim warga tentang curah hujan
dan kondisi air.
5. Menyediakan cadangan pangan dan sandang serta peralatan darurat banjir lainnya, antara
lain radio baterai, senter, korek gas, dan lilin.
6. Siapkan bahan makanan mudah saji dan persediaan air bersih.
7. Siapkan obat-obatan darurat.
8. Amankan dokumen penting.

SAAT TERJADI BENCANA


Tanggap Darurat:
1. Mendata lokasi dan jumlah korban bencana.
2. Pencarian dan penyelamatan korban bencana
3. Pelayanan kesehatan darurat kepada korban bencana
4. Pengoperasian sistem peringatan banjir (flood warning system), pemberitahuan dini
kepada masyarakat tentang kondisi cuaca
5. Mengevakuasi dan mengungsikan penduduk ke daerah aman, sesuai yang telah
direncanakan
6. Menempatkan petugas pada pos-pos pengamatan, penyelenggaraan piket banjir di
setiap posko
7. Memberikan bantuan pangan, pakaian, dan peralatan kebutuhan lainnya, serta
pelayanan
8. Pemantauan tinggi muka air dan debit air pada setiap titik pantau.
9. Melaporkan hasil pemantauan pada saat mencapai tingkat siaga kepada dinas/instasi
terkait, untuk kemudian diinformasikan kepada masyarakat sesuai dengan Standar
Prosedur Operasional Banjir.
10. Gawar/Pemberitaan Banjir (Pemberitaan)  dilakukan dengan sirine, kentongan,
dan/atau sarana sejenis lainnya dari masing-masing pos pengamatan berdasarkan
informasi dari posko banjir.
PASCA BENCANA
Rehabilitatif
Fase rehabilitasi umumnya berlangsung selama 1 bulan dan diikuti fase rekontruksi
selama 6 bulan.Tahapan pada fase ini adalah,
a. inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana sumber daya air, kerusakan
lingkungan, korban jiwa, dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan;
b. merencanakan dan melaksanakan program pemulihan, berupa: rehabilitasi, rekonstruksi atau
pembangunan baru sarana dan prasarana sumber daya air; dan memperbaiki prasarana dan
pelayanan dasar fisik, pendidikan, kesehatan, kejiwaan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan,
lingkungan, prasarana transportasi, penyusunan kebijakan dan pembaharuan struktur
penanggulangan bencana di pemerintahan.

Rekonstruksi
Fase ini meliputi pembangunan prasarana dan pelayanan dasar fisik, umum, pendidikan,
kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan, pembaharuan rencana tata ruang
wilayah, sistem pemerintahan dan lainnya yang memperhitungkan faktor risiko bencana.

PENGAWASAN

Salah satu tugas dinas dan/atau badan hukum yang mengelola wilayah sungai adalah
melaksanakan pengendalian banjir. Agar tugas tersebut dapat terlaksana sebagaimana mestinya,
maka diperlukan pengawasan oleh BPBD provinsi (atau Satkorlak) dan BPBD kabupaten/kota
(Satlak) yang meliputi:
o pengawasan terhadap dampak dari banjir
o pengawasan terhadap upaya penanggulangannya.

KELEMBAGAAN

Pengaturan pengendalian banjir di suatu wilayah sungai diselenggarakan oleh


Pemerintah, pemerintah daerah, atau badan hukum sesuai kewenangan masing-masing, yang
pelaksanaannya dikoordinasikan oleh BNPB, BPBD provinsi (atau Satkorlak), dan BPBD
kabupaten/kota (Satlak).

ORGANISASI

Pengendalian banjir merupakan sebagian tugas yang diemban oleh pengelola sumber
daya air wilayah sungai. Untuk melaksanakan tugas tersebut, di dalam struktur organisasi
pengelola sumber daya air wilayah sungai terdapat unit yang menangani pengendalian banjir.
Tugas-tugas unit yang menangani pengendalian banjir adalah:
a. Melaksanakan pengumpulan data, pembuatan peta banjir, penyusunan rencana teknis
pengendalian banjir;
b. Melaksanakan analisis hidrologi dan penyebab banjir;
c. Melaksanakan penyusunan prioritas penanganan daerah rawan banjir;
d. Melaksanakan pengendalian bahaya banjir, meliputi tindakan darurat pengendalian dan
penanggulangan banjir;
e. Menyusun dan mengoperasikan sistem peramalan dan peringatan dini banjir;
f. Melaksanakan persiapan, penyusunan, dan penetapan pengaturan dan petunjuk teknis
pengendalian banjir; dan
g. Menyiapkan rencana kebutuhan bahan untuk penanggulangan banjir.

SUMBER DAYA PENDUKUNG


Personil
a. Kelompok tenaga ahli
Tenaga ahli yang diperlukan adalah tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi di bidang
sumber daya air, antara lain: bidang hidrologi, klimatologi, hidrolika, sipil, elektro mekanis,
hidrogeologi, geologi teknik, dan tenaga ahli lainnya yang berhubungan dengan masalah banjir.
b. Kelompok tenaga lapangan
Dalam pelaksanaan pengendalian banjir, dibutuhkan petugas lapangan dalam jumlah
cukup, utamanya untuk kegiatan pemantauan dan tindakan turun tangan.

SARANA DAN PRASARANA


Peralatan dan bahan dalam rangka pengendalian banjir terdiri dari:
 peralatan hidrologi dan hidrometri (antara lain: peralatan klimatologi, AWLR, ARR,
extensometer);
 peralatan komunikasi (antara lain: radio komunikasi, telepon, faksimili);
 alat-alat berat dan transportasi (antara lain: bulldozer, excavator, truk);
 perlengkapan kerja penunjang (antara lain: sekop, gergaji, cangkul, pompa air);
 perlengkapan untuk evakuasi (antara lain: tenda darurat, perahu karet, dapur umum, obat
obatan);
 bahan banjiran (a.l. karung plastik, bronjong kawat, bambu, dolken kayu).

DANA
Dalam pengendalian banjir, diperlukan alokasi dana yang diupayakan selalu tersedia.
Dana yang diperlukan tersebut harus dialokasikan sebagai dana cadangan yang bersumber dari
APBN, APBD, atau sumber dana lainnya. Dana cadangan disediakan sesuai ketentuan yang
berlaku.

KOORDINASI
Lembaga Koordinasi
Berkaitan dengan pengendalian banjir, lembaga koordinasi yang ada adalah Tim
Penanggulangan Bencana Alam. Pada tingkat nasional adalah Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), pada tingkat provinsi adalah BPBD provinsi (jika belum dibentuk dikoordinir
oleh Satkorlak PB), dan pada tingkat kabupaten/kota adalah BPBD kabupaten/kota (jika tidak
dibentuk dikoordinir oleh Satlak PB).
Obyek yang dikoordinasikan dalam pengendalian serta penanggulangan banjir dapat dipisahkan
menjadi tahapan sebelum banjir, saat banjir, dan sesudah banjir.
Sebelum Banjir
a. Perencanaan rute evakuasi dan tempat penampungan penduduk.
b. Perencanaan program penyelamatan dan pertolongan kepada masyarakat.
c. Perencanaan rute pengiriman material penanggulangan pada tempat-tempat kritis.
d. Perencanaan rute pengiriman logistik kepada masyarakat.
e. Perencanaan jenis dan jumlah bahan serta peralatan banjiran.
f. Penyiapan sarana dan prasarana pendukung serta Sumberdaya Manusia.
Saat Banjir
a. Evakuasian penduduk sesuai dengan prosedur.
b. Memberikan bantuan kepada penduduk.
Sesudah Banjir
a. Pemulihan kembali pemukiman penduduk, prasarana umum, bangunan pengendali banjir,
dan lain-lain.
b. Pengembalian penduduk ke tempat semula.
c. Pengamatan, pendataan kerugian dan kerusakan banjir.
Mekanisme Koordinasi
Koordinasi dalam pengendalian banjir dilakukan secara bertahap melalui BPBD
kabupaten (Satlak PB), BPBA, dan BNPB. Dalam forum koordinasi tersebut, dilakukan
musyawarah untuk memutuskan sesuatu yang sebelumnya mendengarkan pendapat dari anggota
yang mewakili instansi terkait.
Sistem Pelaporan
Dinas/Instansi/Badan hukum pengelola wilayah sungai melaporkan hal-hal sebagai berikut:
a. Karakteristik banjir (antara lain: hidrologi banjir, peta daerah rawan banjir, banjir
bandang);
b. Kejadian banjir (antara lain: waktu, lokasi, lama dan luas genangan banjir);
c. Kerugian akibat banjir (antara lain: korban jiwa, harta benda, sosial ekonomi);
d. Kerusakan (antara lain: sarana dan prasarana, permukiman, pertanian, perikanan,
lingkungan);
e. Penanggulangan darurat; dan
f. Usulan program pemulihan secara menyeluruh.
Laporan tersebut di atas disampaikan kepada Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri sesuai
dengan jenis dan tingkatannya.

Anda mungkin juga menyukai