Anda di halaman 1dari 22

.

Penyakit ginjal kron


a. Definisi
Penyakit ginjal kronis (CKD, juga disebut ginjal kegagalan) adalah suatu kondisi dimana
ginjkehilangan kemampuan untuk membuang kotoran dan air berlebihan dari aliran darah. (
www.uptodate.com / pasien ).
Penyakit ginjal kronis adalah seretetan sindrom klinis yang terjadi karena fungsi ginjal
mengalami gangguan (www.kidney.org).

b. Etiologi
1) Uropathy
Uropathy Obstruktif terjadi ketika air seni tidak dapat mengalir melalui ureter (tabung yang
membawa air seni dari ginjal ke kandung kemih). Urin punggung atas ke ginjal dan
menyebabkan menjadi bengkak.
a) Etiologi
(1) Batu saluran kemih
(2) Tumor saluran kemih
(3) Retroperitoneal fibrosis
(4) Pembesaran prostat
(5) Tumor dari organ terdekat
(6) Kanker usus
(7) Kanker serviks
(8) Kanker rahim
(9) Setiap kanker yang menyebar

b) Tanda dan gejala


Uropathy obstruktif dikelompokkan menurut apakah mempengaruhi satu atau kedua ginjal dan
apakah itu terjadi tiba-tiba atau jangka panjang:
(1) Urophaty Obstruktif kronis unilateral--uropathy jangka panjang yang mempengaruhi satu
ginjal
(2) Urophaty Obstruktif kronis unilateral-- uropathy jangka panjang yang mempengaruhi kedua
ginjal
(3) Urophaty Obstruktif akut unilateral
(4) Urophaty Obstruktif akut bilateral
Gejala obstruktif meliputi:
1. Nyeri pinggang
2. Infeksi saluran kemih
3. Demam
4. Kesulitan atau sakit saat kencing
5. Mual atau muntah
6. Gagal ginjal
7. Berat badan atau bengkak (edema)
8. Urin menurun
9. Darah dalam urin

2) Urolithiasis
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk di traktus
urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosgat, dan asam
urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti
sitratyang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup PH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada
pasien dehidrasi).(Brunner &suddarth, 2002:1460).
Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan ukurannya bervariasi
dari deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung
kemih yang berwarna orange.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu, mancakup infeksi, statis urin, status imbolitas
(drainase renal yang lambat dan perubahhan metabolismekalsium).
Untuk batu yang mengandung asam urat, struvit, atau sistin, maka pemeriksaan fisik dan kerja
metablik yang menyeluruh harus dilakukan berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh
batu-batu ini. Batu asam urat dapat dijumpai pada pasien gout. Batu struvit biasanya mengacu
pada batu infeksi, terbentuk dalam urin kaya amonia-alkalin persisten akibat UTI kronik. Batu
sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin suatu asam
amino) turunan. Pembentukan batu urinarius juga dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus dan
pada individu dengan ileostomi atau reseksi usus, karena individu ini mengabsorbsi oksalat
secara berlebihan. Beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan batu pada banyak pasien
mencakup antasida, diamox, vitamin D, laksatif, dan aspirasi dosis tinggi. Namun demikian
banyak pasien, mungkin tidak ditemukan penyebabnya.
Batu renal terjadi terutama pada dekade ketiga atau kelima kehidupan dan lebih banyak
menyerang pria dari pada wanita. Sekitar 50% pasien dengan batu ginjal tunggal akan
mengalami kembali episode ini dalam waktu 10 tahun. Batu terutama mengandung kalsium atau
magnesium dalam kombinasinya dengan fospat atau oksalat. Kebanyakan batu adalah radiopaq
dan dapat dideteksi melalui sinar
(1) Manifestasi klinis urolithiasis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi,
infeksi, dan edema. Ketika batu mengahmbat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter prksimal. Infeksi
(pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi
batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara
perlahan merusak unit fungsional(nefron) ginjal; sedangkan yang lainnya menyebabkan nyeri
luar biasa dan ketidaknyamannan.
a) Batu dipiala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus diarea
kstovertebral. Hematuria dan oiuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar
secara naterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria
mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area
kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalamiepisode kolik
renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrintestinal ini akibat dari
refleks renointestinal dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
b) Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik
yang menyebar ke paha dan genetalia. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya
sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kelmpok
gejala ini disebut kolik ureteral. Umumnya, pasien akan mengeluarka batu dengan diameter 0,5
sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau
dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan secara spontan.
c) Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan
dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher
kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka
kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan.

c. Patofisiologi
Batu saluran kemih merupakan hasil dari beberapa gangguan metabolisme, meskipun belum
diketahui secara pasti mekanismenya. Namun beberapa teori menyebutkan diantaranya teori inti
matriks, teori supersaturasi, teori presipitasi-kristalisasi, teori berkurangnya faktor penghambat.
Setiap orang mensekresi kristal lewat urine setiap waktu, namun hanya kurang dari 10 % yang
membentuk batu. Supersaturasi filtrat diduga sebagai faktor utama terbentuknya batu, sedangkan
faktor lain yang dapat membantu yaitu keasaman dan kebasaan batu, stasis urine, konsentrasi
urine, substansi lain dalam urine (seperti : pyrophospat, sitrat dll). Sedangkan materi batunya
sendiri bisa terbentuk dari kalsium, phospat, oksalat, asam urat, struvit dan kristal sistin. Batu
kalsium banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh batu saluran kemih,
kandungan batu jenis ini terdir atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua
unsur itu. Batu asam urat merupakan 5-10 % dari seluruh BSK yang merupakan hasil
metabolisme purine.
Batu struvit disebut juga batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya
infeksi saluran kemih, kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau
‘urea splitter’, yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi basa. Batu
struvit biasanya mengandung magnesium, amonium dan sulfat. Batu sistin masih sangat jarang
ditemui di Indonesia, berasal dari kristal sistin akibat adanya defek tubular renal yang herediter
(Purnomo, 2000). Apabila karena suatu sebab, partikel pembentuk batu meningkat maka kondisi
ini akan memudahkan terjadinya supersaturasi, sebagai contoh pada seseorang yang mengalami
immobilisasi yang lama maka akan terjadi perpindahan kalsium dari tulang, akibatnya kadar
kalsium serum akan meningkat sehingga meningkat pula yang harus dikeluarkan melalui urine.
Dari sini apabila intake cairan tidak adekuat atau seseorang mengalami dehidrasi, maka
supersaturasi akan terjadi dan kemungkinan terjadinya batu kalsium sangat besar. pH urine juga
dapat membantu terjadinya batu atau sebaliknya, batu asam urat dan sistin cenderung terbentuk
pada suasana urine yang bersifat asam, sedangkan batu struvit dan kalsium fosfat dapat terbentuk
pada suasana urine basa, adapun batu kalsium oksalat tidak dipengaruhi oleh pH urine.

Batu yang berada dan terbentuk di tubuli ginjal kemudian dapat berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal (Ignatavicius, 1995). Batu
yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk
rusa sehingga disebut batu stoghorn (Purnomo, 2000). Batu yang besar dan menyumbat saluran
kemih akan menyebabkan obstruksi sehingga menimbulkan hidronefrosis atau kaliektasis.
Peningkatan tekanan akibat obstruksi menyebabkan ischemia arteri renalis diantara korteks
renalis dan medulla dan terjadi pelebaran tubulus sehingga dapat menimbulkan kegagalan ginjal.
Obstruksi yang tidak teratasi akan menyebabkan urin stasis yang menjadi predisposisi terjadinya
infeksi sehingga menambah kerusakan ginjal yang ada.
Sebagian urin dapat mengalir kembali ke tubulus renalis masuk ke vena dan tubulus getah bening
yang bekerja sebagai mekanisme kompensasi guna mencegah kerusakan ginjal. Ginjal yang tidak
menderita mengambil alih eliminasi produk sisa yang banyak. Karena obstruksi yang
berkepanjangan, ginjal yang tidak menderita membesar dan dapat berfungsi seefektif seperti
kedua buah ginjal seperti sebelum terjadi obstruksi. Obstruksi kedua belah ginjal berdampak
kepada kegagalan ginjal. Hidronefrosis bisa timbul tanpa gejala selama ginjal berfungsi adekuat
dan urin masih bisa mengalir. Adanya obstruksi dan infeksi akan menimbulkan nyeri koliks,
nyeri tumpul (dull pain), mual, muntah dan perkembangan hidronefrosis yang berlangsung
lamban dapat menimbulkan nyeri ketok pada pinggang. Kadang-kadang dijumpai hematuri
akibat kerusakan epitel.

Batu yang keluar dari pelvis ginjal dapat menyumbat ureter yang akan menimbulkan rasa nyeri
kolik pada pinggir abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke daerah genetalia dan paha yang
disebabkan oleh peningkatan aktivitas kegiatan peristaltik dari otot polos pada ureter yang
berusaha melepaskan obstruksi dan mendorong urin untuk berlalu. Mual dan muntah seringkali
menyertai obstruksi ureter akut disebabkan oleh reaksi reflek terhadap nyeri dan biasanya dapat
diredakan setelah nyeri mereda. Ginjal yang berdilatasi besar dapat mendesak lambung dan
menyebabkan gejala gastrointestinal yang berkesinambungan. Bila fungsi ginjal sangat
terganggu, mual dan muntah merupakan ancaman gajala uremia. Karena adanya sumbatan atau
obstruksi pada ureter maka fungsi ginjal untuk membuang sisa-sisa metabolism terhambat
sehingga mengakibatkan fungsi ginjal berkurang dan akan mengakibatkan penyakit ginjal
kronik.
d. Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis
1) Sering buang air kecil , terutama di malam hari (nokturia);
2) Pembengkakan pada kaki dan bengkak di sekitar mata (retensi cairan);
3) Tekanan darah tinggi;
4) Kelelahan dan kelemahan (dari anemia atau akumulasi dari produk sisa di dalam tubuh);
5) Hilangnya nafsu makan, mual dan muntah ;
6) Gatal, mudah memar, dan kulit pucat (anemia);
7) Sesak napas dari akumulasi cairan di paru-paru;
8) Mati rasa pada kaki atau tangan (neuropati perifer), tidur terganggu , diubah status mental (
ensefalopati dari akumulasi produk limbah atau racun uremic), dan sindrom kaki gelisah ;
9) Dada nyeri akibat perikarditis (peradangan di sekitar jantung);
10) Pendarahan (karena miskin pembekuan darah);
11) Rasa sakit dan patah tulang, dan
12) Penurunan minat seksual dan disfungsi ereksi

e. Dampak masalah struktur/pola fungsi system tubuh


Sebagai penyakit ginjal kronis (CKD) berlangsung, komplikasi berikut dapat mengembangkan:
1) Sistem urinaria : perubahan pola berkemih
2) Sistem pencernaan : mual, muntah diare
3) Obstruksi Ginjal
4) Perdarahan
5) Infeksi
6) Hidronefrosis
7) ESRD
f. Pemeriksaan diagnostik
(a) Ranilogi
Di tunjukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi.
(b) Foto polos abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan
besar ginjal dan apakah ada batu atau bstruksi lain. Fto polos disertai tomogram memberi
keterangan yang lebih baik.
(c) USG ginjal
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proximal, kandung kemih serta prostat. Selain itu dapat
menunjukan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagian atas.
(d) Renogram
Menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan
(e) Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan urine (volume, warna, sedimen, berat, jenis, kreatinin, protein).
2) Pemeriksaan darah rutin (BUN/kreatinin, hitung darah lengkap, sel darah merah, natrium
serum, kalium, magnesium fosfat, protein, osmolaritas serum).

g. Penatalaksanaan.
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu,
mencegah kerusakan nefrn, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obtruksi yang terjadi.
1. Therapi
a) Pengurangan nyeri. Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk
mengurangi nyerisampai penyebabnyadapat dihilangkan. Morfin atau meperiden diberikan untuk
mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air panas atau air hangat di area
panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita
gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan
tekanan hidrstatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke
bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi knsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin
dan menjaminhaluaran urin yang besar.

b) Terapi nutrisi dan medikasi terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal.
Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan
bahan utama pembentuk batu efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih jauh
meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien batu renal harus minum paling sedikit 8
gelas air sehari untuk mempertahankan urin encer, kecuali dikontraindikasikan.

2. pembedahan
a) Pelarutan batu. Infus cairan kemolitik pembuat basa dan pembuat asam untuk melarutkan batu
dapat dilakukan sebagai alternatif penanganan untuk pasien kurang beresik terhadap terapi lain,
dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu mudah larut. Nefrostomi perkuatan
dilakukan, dan cairan pengirigasi yang hangat dialirkan secara terus menerus ke batu. Cairan
pengirigasi memasuki duktus klektikus ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi. Tekanan
didalam piala ginjal dipantau selam prosedur.

b) Pembedahan nefrostomi Selang nefrostomi dimasukkan langsung ke dalam ginjal untuk


pengalihan aliran urin temporer atau permanen secara percutan atau melalui luka insisi. Sebuah
selang tunggal atau selang nefrostomi sirkuler atau U-loop yang dapat tertahan sendiri dapat
digunakan. Drainase nefrostomi diperlukan utuk drainase cairan dari ginjal sesudah pembedahan,
memelihara atau memulihkan drainase dan memintas obstruksi dalam ureter atau traktus
urinarius inferior. Selang nefrostomi dihubungkan ke sebuah system drainase tertutup atau alat
uostomi.

h. Diet
Diet memainkan peran penting dalam mencegah penyakit ginjal kronis (CKD). Sebuah diet yang
sehat akan menurunkan jumlah kolesterol dalam darah Anda dan menjaga tekanan darah pada
tingkat yang sehat.

Hindari makan makanan yang tinggi lemak jenuh karena ini akan meningkatkan kadar kolesterol
sosis Makanan yang tinggi lemak jenuh meliputi:
1. daging
2. dan potongan daging lemak
3. mentega
4. jenis mentega yang sering digunakan dalam masakan India
5. lemak babi
6. krim
7. keju keras
8. kue dan biskuit
9. makanan yang mengandung kelapa, atau kelapa sawit
Makan beberapa makanan yang tinggi lemak tak jenuh dapat membantu menurunkan kadar
kolesterol .
Makanan yang tinggi lemak tak jenuh meliputi:
1. ikan berminyak
2. alpukat
3. kacang-kacangan dan biji
4. bunga matahari
5. minyak zaitun

C. konsep asuhan keperawatan


Proses keperawatan meliputi lima tahap yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksannan
dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al, 1986). Tahap pengkajian merupakan dasar
utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu yang meliputi :
Pengumpulan data
(a) Identitas penderita
Meliputi nama, umur (penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30 sampai 50 tahun),
jenis kelamin (BSK banyak ditemukan pada pria dengan perbandingan 3 kali lebih banyak dari
wanita), alamat, agama/kepercayaan, pendidikan, suku/bangsa (beberapa daerah menunjukkan
angka kejadian BSK yang lebih tinggi dari daerah lain), pekerjaan (BSK sering dijumpai pada
orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life) (Purnomo,
2000).
(b) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama yang sering terjadi pada klien batu ginjal adalah nyeri pinggang akibat adanya
batu pada ginjal, berat ringannya nyeri tergantung lokasi dan besarnya batu, dapat pula terjadi
nyeri kolik/kolik renal yang menjalar ke testis pada pria dan kandung kemih pada wanita. Klien
dapat juga mengalami gangguan saluran gastrointestinal dan perubahan dalam eliminasi urine
(Ignatavicius, 1995).
(c) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin berhubungan
dengan BSK, antara lain infeksi saaluran kemih, hiperparatiroidisme, penyakit inflamasi usus,
gout, keadaan-keadaan yang mengakibatkan hiperkalsemia, immobilisasi lama dan dehidrasi
(Carpenito, 1995).
(d) Riwayat penyakit keluarga
Beberapa penyakit atau kelainan yang sifatnya herediter dapat menjadi penyebab terjadinya batu
ginjal antara lain riwayat keluarga dengan renal tubular acidosis (RTA), cystinuria, Xanthinuria
dan dehidroxynadeninuria (Munver & Preminger, 2001).
(e) Riwayat psikososial
Klien dapat mengalami masalah kecemasan tentang kondisi yang dialami, juga berkenaan
dengan rasa nyeri, dapat juga mengekspresikan masalah tentang kekambuhan dan dampak pada
pekerjaan serta aktifitas harian lainnya (Engram, 1998).

(f) Pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Klien biasanya tinggal pada lingkungan dengan temperatur panas dan lingkungan dengan kadar
mineral kalsium yang tinggi pada air (Purnomo, 1999). Terdapat riwayat penggunaan alkohol,
obat-obatan seperti antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinol dan sebagainya.
Aktifitas olah raga biasanya tidak pernah dilakukan (Doenges, 1999).

2) Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya asupan dengan diet tinggi purin, kalsium oksalat dan fosfat. Terdapat juga
ketidakcukupan intake cairan. Klien BSK dapat mengalami mual/muntah, nyeri tekan abdomen
(Doenges, 1999).
3) Pola eliminasi
Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya obstruksi sebelumnya sehingga
dapat mengalami penurunan haluaran urine, kandung kemih terasa penuh, rasa terbakar saat
berkemih, sering berkemih dan adanya diare (Doenges, 1999).
4) Pola istirahat - tidur
Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri timbul pada malam hari atau saat
istirahat (Marsorie & Susan, 1984).
5) Pola aktifitas
Adanya riwayat keterbatasan aktifitas, pekerjaan monoton ataupun immobilisasi sehubungan
dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis) (Doenges,
1999).
6) Pola hubungan dan peran
Didapatkan riwayat klien tentang peran dalam keluarga dan masyarakat, interaksi dengan
keluarga dan orang lain serta hubungan kerja, adakah perubahan atau gangguan (Carpenito,
1999).

7) Pola persepsi dan konsep diri


Klien dapat melaporkan adanya perasaan gugup atau kecemasan yang dirasakan sebagai akibat
kurangnya pengetahuan tentang kondisi, diagnosa dan tindakan/operasi (Engram, 1998).
8) Pola kognitif-peseptual
Didapatkan adanya keluhan nyeri, nyeri dapat akut ataupun kolik tergantung lokasi batu
(Doenges, 1999).

9) Pola reproduksi seksual


Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah perubahan dalam hubungan seksual karena
perubahan kondisi yang dialami (Engram, 1998).
10) Pola koping dan penanganan stress
Dikaji tentang mekanisme klien terhadap stress, penyebab stress yang mungkin diketahui,
bagaimana mengambil keputusan (Carpenito, 1999).
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana praktik religius klien (type, frekwensi), dengan apa (siapa) klien mendapat sumber
kekuatan atau makna (Carpenito, 1999).

(g) Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik pada klien dengan kasus urologi atau penyakit ginjal dilakukan berdasarkan
data/informasi yang diperoleh saat melakukan pengkajian tentang riwayat penyakit. Pemeriksaan
meliputi sistem urinari disertai review sistem yang lain dan status umum.
1) Keadaan umum
Meliputi tingkat kesadaran, ada tidaknya defisit konsentrasi, tingkat kelemahan (keadaan
penyakit) dan ada tidaknya perubahan berat badan (Black, l993). Tanda vital dapat meningkat
menyertai nyeri, suhu dan nadi meningkat mungkin karena infeksi serta tekanan darah dapat
turun apabila nyeri sampai mengakibatkan shock (Ignatavicius, l995).
2) Ginjal, ureter, buli-buli dan uretra
Pemeriksaan ini dilakukan bersama dengan pemeriksaan abdomen yang lain dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi : dengan posisi duduk atau supine dilihat adanya pembesaran di daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas; asimetris ataukah adanya perubahan warna kulit. Pembesaran pada daerah
ini dapat disebabkan karena hidronefrosis atau tumor pada retroperitonium.
Auscultasi : dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta atau arteri renal untuk
memeriksa adanya ‘bruit’. Adanya bruit di atas arteri renal dapat disebabkan oleh gangguan
aliran pada pembuluh darah seperti stenosis atau aneurisma arteri renal.
Palpasi : palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan,
tangan kiri diletakkan di sudut kosta-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan
kanan meraba dari depan dengan sedikit menekan ke bawah (pada ginjal kanan), bagian bawah
dapat teraba pada orang yang kurus. Adanya pembesaran pada ginjal seperti tumor, kista atau
hidronefrosis biasa teraba dan terasa nyeri. Ureter tidak dapat dipalpasi, tetapi bila terjadi spasme
pada otot-ototnya akan menghasilkan nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah, menjalar ke
skrotum atau labia. Adanya distensi buli-buli akan teraba pada area di atas simphisis atau
setinggi umbilikus, yang disebabkan adanya obstruksi pada leher buli-buli.
Perkusi : dengan memberikan ketokan pada sudut kostavertebra, adanya pembesaran ginjal
karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan terasa nyeri ketok. Pada buli-buli diketahui adanya
distensi karena retensi urine dan terdengar redup, dapat diketahui batas atas buli-buli serta
adanya tumor/massa.
Inspeksi pada daerah meatus dan sekitarnya, diketahui adanya discharge; darah; mukus atau
drainase purulen. Kulit dan membran mukosa dilihat adanya lesi, rash atau kelainan pada penis
atau scrotum; labia atau vagina. Iritasi pada uretra biasanya dilaporkan dengan adanya rasa tidak
nyaman saat klien miksi.
3) Sistem integumen
Diperiksa adanya perubahan warna; pucat dapat menandakan adanya anemia defisiensi
erythropoetin, kuning kemungkinan karena adanya deposit carotene – like substance akibat
kegagalan ekskresi ginjal. Kulit kering dapat mengindikasikan adanya gagal ginjal kronik atau
kekurangan cairan, adanya ptekie menandakan adanya perdarahan, adanya deposit kristal pada
kulit merupakan tanda kegagalan ginjal yang berlangsung lama (Black, l993).
4) Sistem respirasi
Dalam beberapa keadaaan, kualitas pernafasan menggambarkan status cairan klien atau
keseimbangan asam basa. Pada gagal ginjal pernafasan mungkin berbau urine atau 'fruit-flavored
gum' yang menandakan adanya tosin dalam darah (Black, 1993).
5) Sistem kardiovaskuler
Pemantauan sistem kardiovaskuler dapat digunakan untuk mengetahui status keseimbangan
cairan dan elektrolit dan yang spesifik dengan urinary tract adalah pemeriksaan tekanan darah.
Hipertensi dapat ditemukan pada beberapa penyakit ginjal dan mungkin adanya overload cairan
atau gangguan sistem renin-angiotensin (Black, 1993).
6) Sistem muskuloskeletal
Diperiksa pergerakan klien selama pemeriksaan untuk menentukan tonus otot tubuh secara
keseluruhan dan menentukan kemampuan fisik klien mengontrol eliminasi urine, otot yang
spesifik pada proses ini adalah otot perineal dan abdomen. Klien dianjurkan untuk
mengencangkan (kontraksi) otot tersebut yang dapat diketahui dengan cara palpasi (Black,
1993).

7) Sistem neurologi
Disfungsi ginjal dapat berpengaruh pada sistem persyarafan. Pada gagal ginjal kronik
peningkatan kalsium akan menyebabkan tetani, penurunan kalsium akan menyebabkan
kelemahan atau penumpukan toksin. Karena spinkter ani dan spinkter urinari berasal dari cabang
persyarafan yang sama maka pada pemeriksaan bila salah satu utuh maka spinkter yang lain juga
demikian. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memasukan jari ke dalam anus, jari akan terasa
terjepit pada saat diberikan rangsangan nyeri pada penis akibat berkontraksinya spinkter ani
eksterna dan otot bulbokavernosa, hal ini menandakan reflek pada S2 dan S4 intak (Black,
1993).
(h) Pemeriksaan diagnostik
1) Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum menunjukkan SDM,
SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin
asam (meningkatkan magnesium, fosfat amonium atau batu kalsium fosfat).
2) Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin mungkin meningkat.
3) Kultur urine : mungkin menunjukkan ISK (Staphilococcus aureus, proteus, klebseila,
pseudomonas).
4) Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit.
5) BUN/kreatinin serum dan urine : abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder
tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
6) Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar
bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
7) Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi/septikemia.
8) SDM : biasanya normal
9) Hb/Ht : abnormal bila klien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong presipitasi
pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/gagal ginjal).
10) Hormon paratiroid : mungkin meningkat jika ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorpsi
kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).
11) Foto ronsen KUB : menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
12) IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk
kalkuli.
13) Sistouterkopi : visualisasi langsung kandung kemih dapat menunjukkan batu dan atau efek
obstruksi (Doenges, 1999).
b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain:

(a) Nyeri berhubungan dengan meningkatnya kontraksi ureter, trauma jaringan, terbentuknya
edema.
(b) Gangguan Pola eliminasi BAK berhubungan dengan iritasi ginjal atau ureter, obstruksi
mekanik, implamasi, stimulasi kandung kencing oleh batu.
(c) Resiko defisit cairan berhubungan dengan neusea, muntah
(d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan impormasi yg salah.

a) Rencana asuhan keperawatan


(1) nyeri berhubungan dengan meningkatnya kontraksi ureter, trauma jaringan, terbentuknya
edema.
Tujuan : Rasa nyaman nyeri teratasi.
Intervensi
(a) Amati & catat lokasi, durasi, intensitas penyebaran nyeri.
(b) Jelaskan penyebab nyeri.
(c) Lakukan gate kontrol pada punggung.
(d) Ajarkan teknik relaksasi.
(e) Beri intake cairan 3000 ml – 4000 ml / hari.
(f) Kolaborasi pemberian obat-obatan.

(2) Gangguan Pola eliminasi BAK berhubungan dengan iritasi ginjal atau ureter, obstruksi
mekanik, implamasi, stimulasi kandung kencing oleh batu.
Tujuan : Gangguan pola eliminasi teratasi.
Intervensi

(a) Monitor intake / out put.


(b) Amati BAK
(c) Siapkan urine laboratorium.
(d) Observasi keadaan kandung kemih.
(e) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium.

(3) Resiko defisit cairan berhubungan dengan neusea, muntah.


Tujuan : Tidak terjadi defisit cairan.
Intervensi
(a) Amati dan catat kelainan spt muntah.
(b) Monitor tanda vital.
(c) Beri diet sesuai program.
(d) Kolaborasi pemberian cairan intra vena

(4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan impormasi yg salah.


Tujuan : Klien akan membuka diri meminta informasi.
Intervensi
(a) Beri penjelasan tentang proses penyakitnya.
(b) Jelaskan pentingnya intake cairan 3000 – 4000 ml/hr.
(c) Jelaskan tentang pengaturan diet.
(d) Diskusikan bersama klien/keluarganya tentang aturan Terapih & jenis makanan.
(e) Anjurkan klien melakukan aktivitas secara teratur

. Penyakit ginjal kronis


a. Definisi
Penyakit ginjal kronis (CKD, juga disebut ginjal kegagalan) adalah suatu kondisi dimana ginjal
kehilangan kemampuan untuk membuang kotoran dan air berlebihan dari aliran darah. (
www.uptodate.com / pasien ).
Penyakit ginjal kronis adalah seretetan sindrom klinis yang terjadi karena fungsi ginjal
mengalami gangguan (www.kidney.org).

b. Etiologi
1) Uropathy
Uropathy Obstruktif terjadi ketika air seni tidak dapat mengalir melalui ureter (tabung yang
membawa air seni dari ginjal ke kandung kemih). Urin punggung atas ke ginjal dan
menyebabkan menjadi bengkak.
a) Etiologi
(1) Batu saluran kemih
(2) Tumor saluran kemih
(3) Retroperitoneal fibrosis
(4) Pembesaran prostat
(5) Tumor dari organ terdekat
(6) Kanker usus
(7) Kanker serviks
(8) Kanker rahim
(9) Setiap kanker yang menyebar

b) Tanda dan gejala


Uropathy obstruktif dikelompokkan menurut apakah mempengaruhi satu atau kedua ginjal dan
apakah itu terjadi tiba-tiba atau jangka panjang:
(1) Urophaty Obstruktif kronis unilateral--uropathy jangka panjang yang mempengaruhi satu
ginjal
(2) Urophaty Obstruktif kronis unilateral-- uropathy jangka panjang yang mempengaruhi kedua
ginjal
(3) Urophaty Obstruktif akut unilateral
(4) Urophaty Obstruktif akut bilateral
Gejala obstruktif meliputi:
1. Nyeri pinggang
2. Infeksi saluran kemih
3. Demam
4. Kesulitan atau sakit saat kencing
5. Mual atau muntah
6. Gagal ginjal
7. Berat badan atau bengkak (edema)
8. Urin menurun
9. Darah dalam urin

2) Urolithiasis
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk di traktus
urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosgat, dan asam
urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti
sitratyang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup PH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada
pasien dehidrasi).(Brunner &suddarth, 2002:1460).
Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan ukurannya bervariasi
dari deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung
kemih yang berwarna orange.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu, mancakup infeksi, statis urin, status imbolitas
(drainase renal yang lambat dan perubahhan metabolismekalsium).
Untuk batu yang mengandung asam urat, struvit, atau sistin, maka pemeriksaan fisik dan kerja
metablik yang menyeluruh harus dilakukan berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh
batu-batu ini. Batu asam urat dapat dijumpai pada pasien gout. Batu struvit biasanya mengacu
pada batu infeksi, terbentuk dalam urin kaya amonia-alkalin persisten akibat UTI kronik. Batu
sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin suatu asam
amino) turunan. Pembentukan batu urinarius juga dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus dan
pada individu dengan ileostomi atau reseksi usus, karena individu ini mengabsorbsi oksalat
secara berlebihan. Beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan batu pada banyak pasien
mencakup antasida, diamox, vitamin D, laksatif, dan aspirasi dosis tinggi. Namun demikian
banyak pasien, mungkin tidak ditemukan penyebabnya.
Batu renal terjadi terutama pada dekade ketiga atau kelima kehidupan dan lebih banyak
menyerang pria dari pada wanita. Sekitar 50% pasien dengan batu ginjal tunggal akan
mengalami kembali episode ini dalam waktu 10 tahun. Batu terutama mengandung kalsium atau
magnesium dalam kombinasinya dengan fospat atau oksalat. Kebanyakan batu adalah radiopaq
dan dapat dideteksi melalui sinar
(1) Manifestasi klinis urolithiasis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi,
infeksi, dan edema. Ketika batu mengahmbat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter prksimal. Infeksi
(pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi
batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara
perlahan merusak unit fungsional(nefron) ginjal; sedangkan yang lainnya menyebabkan nyeri
luar biasa dan ketidaknyamannan.
a) Batu dipiala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus diarea
kstovertebral. Hematuria dan oiuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar
secara naterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria
mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area
kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalamiepisode kolik
renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrintestinal ini akibat dari
refleks renointestinal dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
b) Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik
yang menyebar ke paha dan genetalia. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya
sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kelmpok
gejala ini disebut kolik ureteral. Umumnya, pasien akan mengeluarka batu dengan diameter 0,5
sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau
dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan secara spontan.
c) Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan
dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher
kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka
kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan.

c. Patofisiologi
Batu saluran kemih merupakan hasil dari beberapa gangguan metabolisme, meskipun belum
diketahui secara pasti mekanismenya. Namun beberapa teori menyebutkan diantaranya teori inti
matriks, teori supersaturasi, teori presipitasi-kristalisasi, teori berkurangnya faktor penghambat.
Setiap orang mensekresi kristal lewat urine setiap waktu, namun hanya kurang dari 10 % yang
membentuk batu. Supersaturasi filtrat diduga sebagai faktor utama terbentuknya batu, sedangkan
faktor lain yang dapat membantu yaitu keasaman dan kebasaan batu, stasis urine, konsentrasi
urine, substansi lain dalam urine (seperti : pyrophospat, sitrat dll). Sedangkan materi batunya
sendiri bisa terbentuk dari kalsium, phospat, oksalat, asam urat, struvit dan kristal sistin. Batu
kalsium banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh batu saluran kemih,
kandungan batu jenis ini terdir atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua
unsur itu. Batu asam urat merupakan 5-10 % dari seluruh BSK yang merupakan hasil
metabolisme purine.
Batu struvit disebut juga batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya
infeksi saluran kemih, kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau
‘urea splitter’, yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi basa. Batu
struvit biasanya mengandung magnesium, amonium dan sulfat. Batu sistin masih sangat jarang
ditemui di Indonesia, berasal dari kristal sistin akibat adanya defek tubular renal yang herediter
(Purnomo, 2000). Apabila karena suatu sebab, partikel pembentuk batu meningkat maka kondisi
ini akan memudahkan terjadinya supersaturasi, sebagai contoh pada seseorang yang mengalami
immobilisasi yang lama maka akan terjadi perpindahan kalsium dari tulang, akibatnya kadar
kalsium serum akan meningkat sehingga meningkat pula yang harus dikeluarkan melalui urine.
Dari sini apabila intake cairan tidak adekuat atau seseorang mengalami dehidrasi, maka
supersaturasi akan terjadi dan kemungkinan terjadinya batu kalsium sangat besar. pH urine juga
dapat membantu terjadinya batu atau sebaliknya, batu asam urat dan sistin cenderung terbentuk
pada suasana urine yang bersifat asam, sedangkan batu struvit dan kalsium fosfat dapat terbentuk
pada suasana urine basa, adapun batu kalsium oksalat tidak dipengaruhi oleh pH urine.

Batu yang berada dan terbentuk di tubuli ginjal kemudian dapat berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal (Ignatavicius, 1995). Batu
yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk
rusa sehingga disebut batu stoghorn (Purnomo, 2000). Batu yang besar dan menyumbat saluran
kemih akan menyebabkan obstruksi sehingga menimbulkan hidronefrosis atau kaliektasis.
Peningkatan tekanan akibat obstruksi menyebabkan ischemia arteri renalis diantara korteks
renalis dan medulla dan terjadi pelebaran tubulus sehingga dapat menimbulkan kegagalan ginjal.
Obstruksi yang tidak teratasi akan menyebabkan urin stasis yang menjadi predisposisi terjadinya
infeksi sehingga menambah kerusakan ginjal yang ada.
Sebagian urin dapat mengalir kembali ke tubulus renalis masuk ke vena dan tubulus getah bening
yang bekerja sebagai mekanisme kompensasi guna mencegah kerusakan ginjal. Ginjal yang tidak
menderita mengambil alih eliminasi produk sisa yang banyak. Karena obstruksi yang
berkepanjangan, ginjal yang tidak menderita membesar dan dapat berfungsi seefektif seperti
kedua buah ginjal seperti sebelum terjadi obstruksi. Obstruksi kedua belah ginjal berdampak
kepada kegagalan ginjal. Hidronefrosis bisa timbul tanpa gejala selama ginjal berfungsi adekuat
dan urin masih bisa mengalir. Adanya obstruksi dan infeksi akan menimbulkan nyeri koliks,
nyeri tumpul (dull pain), mual, muntah dan perkembangan hidronefrosis yang berlangsung
lamban dapat menimbulkan nyeri ketok pada pinggang. Kadang-kadang dijumpai hematuri
akibat kerusakan epitel.

Batu yang keluar dari pelvis ginjal dapat menyumbat ureter yang akan menimbulkan rasa nyeri
kolik pada pinggir abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke daerah genetalia dan paha yang
disebabkan oleh peningkatan aktivitas kegiatan peristaltik dari otot polos pada ureter yang
berusaha melepaskan obstruksi dan mendorong urin untuk berlalu. Mual dan muntah seringkali
menyertai obstruksi ureter akut disebabkan oleh reaksi reflek terhadap nyeri dan biasanya dapat
diredakan setelah nyeri mereda. Ginjal yang berdilatasi besar dapat mendesak lambung dan
menyebabkan gejala gastrointestinal yang berkesinambungan. Bila fungsi ginjal sangat
terganggu, mual dan muntah merupakan ancaman gajala uremia. Karena adanya sumbatan atau
obstruksi pada ureter maka fungsi ginjal untuk membuang sisa-sisa metabolism terhambat
sehingga mengakibatkan fungsi ginjal berkurang dan akan mengakibatkan penyakit ginjal
kronik.
d. Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis
1) Sering buang air kecil , terutama di malam hari (nokturia);
2) Pembengkakan pada kaki dan bengkak di sekitar mata (retensi cairan);
3) Tekanan darah tinggi;
4) Kelelahan dan kelemahan (dari anemia atau akumulasi dari produk sisa di dalam tubuh);
5) Hilangnya nafsu makan, mual dan muntah ;
6) Gatal, mudah memar, dan kulit pucat (anemia);
7) Sesak napas dari akumulasi cairan di paru-paru;
8) Mati rasa pada kaki atau tangan (neuropati perifer), tidur terganggu , diubah status mental (
ensefalopati dari akumulasi produk limbah atau racun uremic), dan sindrom kaki gelisah ;
9) Dada nyeri akibat perikarditis (peradangan di sekitar jantung);
10) Pendarahan (karena miskin pembekuan darah);
11) Rasa sakit dan patah tulang, dan
12) Penurunan minat seksual dan disfungsi ereksi

e. Dampak masalah struktur/pola fungsi system tubuh


Sebagai penyakit ginjal kronis (CKD) berlangsung, komplikasi berikut dapat mengembangkan:
1) Sistem urinaria : perubahan pola berkemih
2) Sistem pencernaan : mual, muntah diare
3) Obstruksi Ginjal
4) Perdarahan
5) Infeksi
6) Hidronefrosis
7) ESRD
f. Pemeriksaan diagnostik
(a) Ranilogi
Di tunjukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi.
(b) Foto polos abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan
besar ginjal dan apakah ada batu atau bstruksi lain. Fto polos disertai tomogram memberi
keterangan yang lebih baik.
(c) USG ginjal
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proximal, kandung kemih serta prostat. Selain itu dapat
menunjukan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagian atas.
(d) Renogram
Menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan
(e) Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan urine (volume, warna, sedimen, berat, jenis, kreatinin, protein).
2) Pemeriksaan darah rutin (BUN/kreatinin, hitung darah lengkap, sel darah merah, natrium
serum, kalium, magnesium fosfat, protein, osmolaritas serum).

g. Penatalaksanaan.
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu,
mencegah kerusakan nefrn, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obtruksi yang terjadi.
1. Therapi
a) Pengurangan nyeri. Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk
mengurangi nyerisampai penyebabnyadapat dihilangkan. Morfin atau meperiden diberikan untuk
mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air panas atau air hangat di area
panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita
gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan
tekanan hidrstatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke
bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi knsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin
dan menjaminhaluaran urin yang besar.

b) Terapi nutrisi dan medikasi terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal.
Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan
bahan utama pembentuk batu efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih jauh
meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien batu renal harus minum paling sedikit 8
gelas air sehari untuk mempertahankan urin encer, kecuali dikontraindikasikan.
2. pembedahan
a) Pelarutan batu. Infus cairan kemolitik pembuat basa dan pembuat asam untuk melarutkan batu
dapat dilakukan sebagai alternatif penanganan untuk pasien kurang beresik terhadap terapi lain,
dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu mudah larut. Nefrostomi perkuatan
dilakukan, dan cairan pengirigasi yang hangat dialirkan secara terus menerus ke batu. Cairan
pengirigasi memasuki duktus klektikus ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi. Tekanan
didalam piala ginjal dipantau selam prosedur.

b) Pembedahan nefrostomi Selang nefrostomi dimasukkan langsung ke dalam ginjal untuk


pengalihan aliran urin temporer atau permanen secara percutan atau melalui luka insisi. Sebuah
selang tunggal atau selang nefrostomi sirkuler atau U-loop yang dapat tertahan sendiri dapat
digunakan. Drainase nefrostomi diperlukan utuk drainase cairan dari ginjal sesudah pembedahan,
memelihara atau memulihkan drainase dan memintas obstruksi dalam ureter atau traktus
urinarius inferior. Selang nefrostomi dihubungkan ke sebuah system drainase tertutup atau alat
uostomi.

h. Diet
Diet memainkan peran penting dalam mencegah penyakit ginjal kronis (CKD). Sebuah diet yang
sehat akan menurunkan jumlah kolesterol dalam darah Anda dan menjaga tekanan darah pada
tingkat yang sehat.

Hindari makan makanan yang tinggi lemak jenuh karena ini akan meningkatkan kadar kolesterol
sosis Makanan yang tinggi lemak jenuh meliputi:
1. daging
2. dan potongan daging lemak
3. mentega
4. jenis mentega yang sering digunakan dalam masakan India
5. lemak babi
6. krim
7. keju keras
8. kue dan biskuit
9. makanan yang mengandung kelapa, atau kelapa sawit
Makan beberapa makanan yang tinggi lemak tak jenuh dapat membantu menurunkan kadar
kolesterol .
Makanan yang tinggi lemak tak jenuh meliputi:
1. ikan berminyak
2. alpukat
3. kacang-kacangan dan biji
4. bunga matahari
5. minyak zaitun

C. konsep asuhan keperawatan


Proses keperawatan meliputi lima tahap yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksannan
dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al, 1986). Tahap pengkajian merupakan dasar
utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu yang meliputi :
Pengumpulan data
(a) Identitas penderita
Meliputi nama, umur (penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30 sampai 50 tahun),
jenis kelamin (BSK banyak ditemukan pada pria dengan perbandingan 3 kali lebih banyak dari
wanita), alamat, agama/kepercayaan, pendidikan, suku/bangsa (beberapa daerah menunjukkan
angka kejadian BSK yang lebih tinggi dari daerah lain), pekerjaan (BSK sering dijumpai pada
orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life) (Purnomo,
2000).
(b) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama yang sering terjadi pada klien batu ginjal adalah nyeri pinggang akibat adanya
batu pada ginjal, berat ringannya nyeri tergantung lokasi dan besarnya batu, dapat pula terjadi
nyeri kolik/kolik renal yang menjalar ke testis pada pria dan kandung kemih pada wanita. Klien
dapat juga mengalami gangguan saluran gastrointestinal dan perubahan dalam eliminasi urine
(Ignatavicius, 1995).
(c) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin berhubungan
dengan BSK, antara lain infeksi saaluran kemih, hiperparatiroidisme, penyakit inflamasi usus,
gout, keadaan-keadaan yang mengakibatkan hiperkalsemia, immobilisasi lama dan dehidrasi
(Carpenito, 1995).
(d) Riwayat penyakit keluarga
Beberapa penyakit atau kelainan yang sifatnya herediter dapat menjadi penyebab terjadinya batu
ginjal antara lain riwayat keluarga dengan renal tubular acidosis (RTA), cystinuria, Xanthinuria
dan dehidroxynadeninuria (Munver & Preminger, 2001).
(e) Riwayat psikososial
Klien dapat mengalami masalah kecemasan tentang kondisi yang dialami, juga berkenaan
dengan rasa nyeri, dapat juga mengekspresikan masalah tentang kekambuhan dan dampak pada
pekerjaan serta aktifitas harian lainnya (Engram, 1998).

(f) Pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Klien biasanya tinggal pada lingkungan dengan temperatur panas dan lingkungan dengan kadar
mineral kalsium yang tinggi pada air (Purnomo, 1999). Terdapat riwayat penggunaan alkohol,
obat-obatan seperti antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinol dan sebagainya.
Aktifitas olah raga biasanya tidak pernah dilakukan (Doenges, 1999).

2) Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya asupan dengan diet tinggi purin, kalsium oksalat dan fosfat. Terdapat juga
ketidakcukupan intake cairan. Klien BSK dapat mengalami mual/muntah, nyeri tekan abdomen
(Doenges, 1999).
3) Pola eliminasi
Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya obstruksi sebelumnya sehingga
dapat mengalami penurunan haluaran urine, kandung kemih terasa penuh, rasa terbakar saat
berkemih, sering berkemih dan adanya diare (Doenges, 1999).
4) Pola istirahat - tidur
Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri timbul pada malam hari atau saat
istirahat (Marsorie & Susan, 1984).
5) Pola aktifitas
Adanya riwayat keterbatasan aktifitas, pekerjaan monoton ataupun immobilisasi sehubungan
dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis) (Doenges,
1999).
6) Pola hubungan dan peran
Didapatkan riwayat klien tentang peran dalam keluarga dan masyarakat, interaksi dengan
keluarga dan orang lain serta hubungan kerja, adakah perubahan atau gangguan (Carpenito,
1999).

7) Pola persepsi dan konsep diri


Klien dapat melaporkan adanya perasaan gugup atau kecemasan yang dirasakan sebagai akibat
kurangnya pengetahuan tentang kondisi, diagnosa dan tindakan/operasi (Engram, 1998).
8) Pola kognitif-peseptual
Didapatkan adanya keluhan nyeri, nyeri dapat akut ataupun kolik tergantung lokasi batu
(Doenges, 1999).

9) Pola reproduksi seksual


Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah perubahan dalam hubungan seksual karena
perubahan kondisi yang dialami (Engram, 1998).
10) Pola koping dan penanganan stress
Dikaji tentang mekanisme klien terhadap stress, penyebab stress yang mungkin diketahui,
bagaimana mengambil keputusan (Carpenito, 1999).
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana praktik religius klien (type, frekwensi), dengan apa (siapa) klien mendapat sumber
kekuatan atau makna (Carpenito, 1999).

(g) Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik pada klien dengan kasus urologi atau penyakit ginjal dilakukan berdasarkan
data/informasi yang diperoleh saat melakukan pengkajian tentang riwayat penyakit. Pemeriksaan
meliputi sistem urinari disertai review sistem yang lain dan status umum.
1) Keadaan umum
Meliputi tingkat kesadaran, ada tidaknya defisit konsentrasi, tingkat kelemahan (keadaan
penyakit) dan ada tidaknya perubahan berat badan (Black, l993). Tanda vital dapat meningkat
menyertai nyeri, suhu dan nadi meningkat mungkin karena infeksi serta tekanan darah dapat
turun apabila nyeri sampai mengakibatkan shock (Ignatavicius, l995).
2) Ginjal, ureter, buli-buli dan uretra
Pemeriksaan ini dilakukan bersama dengan pemeriksaan abdomen yang lain dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi : dengan posisi duduk atau supine dilihat adanya pembesaran di daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas; asimetris ataukah adanya perubahan warna kulit. Pembesaran pada daerah
ini dapat disebabkan karena hidronefrosis atau tumor pada retroperitonium.
Auscultasi : dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta atau arteri renal untuk
memeriksa adanya ‘bruit’. Adanya bruit di atas arteri renal dapat disebabkan oleh gangguan
aliran pada pembuluh darah seperti stenosis atau aneurisma arteri renal.
Palpasi : palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan,
tangan kiri diletakkan di sudut kosta-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan
kanan meraba dari depan dengan sedikit menekan ke bawah (pada ginjal kanan), bagian bawah
dapat teraba pada orang yang kurus. Adanya pembesaran pada ginjal seperti tumor, kista atau
hidronefrosis biasa teraba dan terasa nyeri. Ureter tidak dapat dipalpasi, tetapi bila terjadi spasme
pada otot-ototnya akan menghasilkan nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah, menjalar ke
skrotum atau labia. Adanya distensi buli-buli akan teraba pada area di atas simphisis atau
setinggi umbilikus, yang disebabkan adanya obstruksi pada leher buli-buli.
Perkusi : dengan memberikan ketokan pada sudut kostavertebra, adanya pembesaran ginjal
karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan terasa nyeri ketok. Pada buli-buli diketahui adanya
distensi karena retensi urine dan terdengar redup, dapat diketahui batas atas buli-buli serta
adanya tumor/massa.
Inspeksi pada daerah meatus dan sekitarnya, diketahui adanya discharge; darah; mukus atau
drainase purulen. Kulit dan membran mukosa dilihat adanya lesi, rash atau kelainan pada penis
atau scrotum; labia atau vagina. Iritasi pada uretra biasanya dilaporkan dengan adanya rasa tidak
nyaman saat klien miksi.
3) Sistem integumen
Diperiksa adanya perubahan warna; pucat dapat menandakan adanya anemia defisiensi
erythropoetin, kuning kemungkinan karena adanya deposit carotene – like substance akibat
kegagalan ekskresi ginjal. Kulit kering dapat mengindikasikan adanya gagal ginjal kronik atau
kekurangan cairan, adanya ptekie menandakan adanya perdarahan, adanya deposit kristal pada
kulit merupakan tanda kegagalan ginjal yang berlangsung lama (Black, l993).
4) Sistem respirasi
Dalam beberapa keadaaan, kualitas pernafasan menggambarkan status cairan klien atau
keseimbangan asam basa. Pada gagal ginjal pernafasan mungkin berbau urine atau 'fruit-flavored
gum' yang menandakan adanya tosin dalam darah (Black, 1993).
5) Sistem kardiovaskuler
Pemantauan sistem kardiovaskuler dapat digunakan untuk mengetahui status keseimbangan
cairan dan elektrolit dan yang spesifik dengan urinary tract adalah pemeriksaan tekanan darah.
Hipertensi dapat ditemukan pada beberapa penyakit ginjal dan mungkin adanya overload cairan
atau gangguan sistem renin-angiotensin (Black, 1993).
6) Sistem muskuloskeletal
Diperiksa pergerakan klien selama pemeriksaan untuk menentukan tonus otot tubuh secara
keseluruhan dan menentukan kemampuan fisik klien mengontrol eliminasi urine, otot yang
spesifik pada proses ini adalah otot perineal dan abdomen. Klien dianjurkan untuk
mengencangkan (kontraksi) otot tersebut yang dapat diketahui dengan cara palpasi (Black,
1993).
7) Sistem neurologi
Disfungsi ginjal dapat berpengaruh pada sistem persyarafan. Pada gagal ginjal kronik
peningkatan kalsium akan menyebabkan tetani, penurunan kalsium akan menyebabkan
kelemahan atau penumpukan toksin. Karena spinkter ani dan spinkter urinari berasal dari cabang
persyarafan yang sama maka pada pemeriksaan bila salah satu utuh maka spinkter yang lain juga
demikian. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memasukan jari ke dalam anus, jari akan terasa
terjepit pada saat diberikan rangsangan nyeri pada penis akibat berkontraksinya spinkter ani
eksterna dan otot bulbokavernosa, hal ini menandakan reflek pada S2 dan S4 intak (Black,
1993).
(h) Pemeriksaan diagnostik
1) Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum menunjukkan SDM,
SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin
asam (meningkatkan magnesium, fosfat amonium atau batu kalsium fosfat).
2) Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin mungkin meningkat.
3) Kultur urine : mungkin menunjukkan ISK (Staphilococcus aureus, proteus, klebseila,
pseudomonas).
4) Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit.
5) BUN/kreatinin serum dan urine : abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder
tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
6) Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar
bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
7) Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi/septikemia.
8) SDM : biasanya normal
9) Hb/Ht : abnormal bila klien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong presipitasi
pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/gagal ginjal).
10) Hormon paratiroid : mungkin meningkat jika ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorpsi
kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).
11) Foto ronsen KUB : menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
12) IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk
kalkuli.
13) Sistouterkopi : visualisasi langsung kandung kemih dapat menunjukkan batu dan atau efek
obstruksi (Doenges, 1999).

b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain:

(a) Nyeri berhubungan dengan meningkatnya kontraksi ureter, trauma jaringan, terbentuknya
edema.
(b) Gangguan Pola eliminasi BAK berhubungan dengan iritasi ginjal atau ureter, obstruksi
mekanik, implamasi, stimulasi kandung kencing oleh batu.
(c) Resiko defisit cairan berhubungan dengan neusea, muntah
(d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan impormasi yg salah.
a) Rencana asuhan keperawatan
(1) nyeri berhubungan dengan meningkatnya kontraksi ureter, trauma jaringan, terbentuknya
edema.
Tujuan : Rasa nyaman nyeri teratasi.
Intervensi
(a) Amati & catat lokasi, durasi, intensitas penyebaran nyeri.
(b) Jelaskan penyebab nyeri.
(c) Lakukan gate kontrol pada punggung.
(d) Ajarkan teknik relaksasi.
(e) Beri intake cairan 3000 ml – 4000 ml / hari.
(f) Kolaborasi pemberian obat-obatan.

(2) Gangguan Pola eliminasi BAK berhubungan dengan iritasi ginjal atau ureter, obstruksi
mekanik, implamasi, stimulasi kandung kencing oleh batu.
Tujuan : Gangguan pola eliminasi teratasi.
Intervensi

(a) Monitor intake / out put.


(b) Amati BAK
(c) Siapkan urine laboratorium.
(d) Observasi keadaan kandung kemih.
(e) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium.

(3) Resiko defisit cairan berhubungan dengan neusea, muntah.


Tujuan : Tidak terjadi defisit cairan.
Intervensi
(a) Amati dan catat kelainan spt muntah.
(b) Monitor tanda vital.
(c) Beri diet sesuai program.
(d) Kolaborasi pemberian cairan intra vena

(4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan impormasi yg salah.


Tujuan : Klien akan membuka diri meminta informasi.
Intervensi
(a) Beri penjelasan tentang proses penyakitnya.
(b) Jelaskan pentingnya intake cairan 3000 – 4000 ml/hr.
(c) Jelaskan tentang pengaturan diet.
(d) Diskusikan bersama klien/keluarganya tentang aturan Terapih & jenis makanan.
(e) Anjurkan klien melakukan aktivitas secara teratur

Anda mungkin juga menyukai