Anda di halaman 1dari 12

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Logam Berat

Terdapat berbagai definisi logam berat yang sering digunakan. Duffus

(2002) mengumpulkan definisi berbagai definisi logam berat diantaranya

berdasarkan bobot jenis, berat atom, nomor atom, sifat kimia, dan toksisitas.

Definisi yang paling sering digunakan adalah berdasarkan bobot jenis dan berat

atom dimana suatu logam dapat dinyatakan sebagai logam berat jika memiliki

bobot jenis lebih besar dari 5 atau 6 g/cm3 dan berat atom lebih besar dari sodium.

Sumber cemaran logam berat pada makanan yaitu dari lingkungan

(tanah, air dan udara) yang tercemar. Beberapa logam berat secara alami terdapat

dalam lingkungan. Peningkatan kadar logam berat pada lingkungan disebabkan

oleh limbah kegiatan manusia seperti penambangan, pembakaran bahan bakar,

perindustrian dan kegiatan rumah tangga. Logam berat digunakan dalam industri

sebagai bahan baku, bahan tambahan maupun katalisator.

2.1.1 Timbal

Timbal atau yang lebih dikenal sebagai timah hitam memiliki nama

ilmiah Plumbum (Pb). Timbal termasuk golongan IV A dalam sistem periodik,

mempunyai nomor atom 82, berat molekul 207.18 dan berat jenis 11.34 pada suhu

20oC serta titik didih dan titik lebur masing-masing 1740oC dan 327oC. Timbal

bertekstur lunak mudah dibentuk dan merupakan penghatar listrik yang baik serta

tahan terhadap korosi dengan sifat ini timbal menjadi sangat popular dan

digunakan dibanyak industri elektronik dan listrik. Sumber utama timbal di alam
5

adalah batuan sulfide galena, PbS dan batuan karbonat. Menurut Gusnita (2012),

timbal banyak digunakan sebagai bahan dalam kemasan, saluran air, alat rumah

tangga dan hiasa, serta dalam bentuk oksida timbal digunakan sebagai pigmen

atau zat warna dalam industri kosmetik dan keramik.

Paparan timbal pada manusia dapat masuk melalui dua cara yaitu

pernafasan dan pencernaan. masuknya timbal melalui pernafasan berasal dari asap

buangan bahan bakar baik dari industri maupun kendaraan bermotor, sehingga

masyarakat perkotaan memiliki kemungkinan lebih tinggi terpapar timbal melalui

pernafasan dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. timbal yang masuk

melalui pencernaan bersumber dari bahan makanan atau air yang tercemar timbal.

pada anak-anak keracunan timbal dapat menyebabkan penurunan nilai iq dan

kerusakan otak, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan pusing, kehilangan

selera, anemia, gangguan tidur, lemah, tekanan darah tinggi dan keguguran pada

ibu hamil (gusnita 2012).

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor 23 tahun 2017 tentang batas maksimum cemaran

logam berat dalam pangan olahan, dimana batas maksimum cemaran logam Pb

pada ikan dan olahannya adalah sebesar 0,20 mg/kg(kecuali untuk ikan predator

olahan seperti cucut, tuna, marlin 0,40 mg/kg)

2.1.2 Merkuri

Merkuri (Hg) merupakan salah satu jenis logam berat yang memiliki

bobot jenis 13,6 g/cm3, nomor atom 80, dan bobot molekul 200.59. Merkuri

berbentuk cair pada suhu 25oC, berwarna perak dan memiliki titik didih 356,6oC.
6

Merkuri adalah bahan alami dan secara alami terdapat di alam dalam jumlah

sedikit. Di alam merkuri tersebar dikarang-karangan, tanah, air dan udara. Di alam

merkuri berbentuk logam, garam organic dan garam anorganik. Merkuri dalam

bentuk logam dan anorganik paling banyak ditemukan di alam.

Paparan merkuri pada manusia masuk melalui proses pernafasan,

makanan, dan penetrasi kulit. Sumber paparan merkuri pada manusia sebagain

besar berasal dari udara yang tercemar, proses amalgam emas atau produk

perikanan yang telah terkontaminasi merkuri organik (Bernhoft, 2012).

Merkuri masuk ke dalam rantai pangan melalui pencemaran

lingkungan. ATSDR (1999) menyatakan produk perikanan terutama ikan besar

memiliki potensi mengandung merkuri paling tinggi. Hal ini disebabkan

pencemaran merkuri pada pangan banyak ditemukan di perairan yang tecemar

limbah industri. Pencemaran perairan baik sungai maupun laut akan masuk ke

dalam tubuh ikan-ikan kecil dan terakumulasi dalam organnya, selanjutnya ikan-

ikan kecil tersebut berkemungkinan besar dimakan oleh hewan air lain yang lebih

besar. Hewan laut lain seperti moluska dan krustase dapat terkontaminasi dari air

atau sedimen yang tercemar merkuri. Merkuri juga dapat masuk ke tubuh hewan

laut melalui insang.

Merkuri organik adalah bentuk paling beracun bagi manusia. Merkuri

organik dalam bentuk metil merkuri beracun bagi sistem syaraf baik sensoris

maupun motorik dengan gejala paraesthesia, kepekaan menurun, penglihatan

menyempit, myeri, lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia, tremor, sulit bicara

serta gangguan mental (Alfian 2006). Keracunan merkuri anorganik dikenal


7

dengan istilah “hatter’s shakes” (topi bergoyang) dengan gejala tremor yang dapat

menyerang otot muka, jari dan tangan dan apabila berkelanjutan dapat

menyebabkan kesulitan bicara dan berjalan serta kehilangan keseimbangan.

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor 23 tahun 2017 tentang batas maksimum cemaran

logam berat dalam pangan olahan, dimana batas maksimum cemaran logam Hg

pada ikan dan olahannya adalah sebesar 0,06 mg/kg(kecuali untuk ikan predator

olahan seperti cucut, tuna, marlin 0,40mg/kg)

2.1.3 Cadmium

Kadmium memiliki nomor atom 48, berat jenis 8.6 g/cm3, titik lebur

320.9oC, titik didih 765oC dan berat atom 112.4. Cadmium berwarna putih

keperakan. Keberadaan kadmium di alam bercampur logam lain seperti seng (Zn)

dan timbal (Pb). Menurut ASTDR (2012), kadmium banyak digunakan pada

industri diantaranya baterai (83%), pigmen (8%), pelapis dan palating (7%),

pensabil plastic (1.2%), lainnya (0.8%). Masuknya kadmium dalam tubuh

manusia dapat melalui pernapasan dan pencernaan. Masuknya kadmium melalui

pernafasan biasanya dari emisi industri yang menggunakan kadmium sebagai

bahan baku atau bahan tambahannya sehingga yang paling mungkin terpapar

adalah pekerja indusri tersebut dan masyarakat sekitarnya.

Pencemaran kadmium pada makanan dan minuman berasal dari air dan

tanah. ASTDR (2012) menyatakan sumber utama kadmium di Amerika serikat

adalah bahan makanan terutama sayuran daun, kentang, kacang, kedelai dan biji

bunga matahari.
8

Kadmium merupakan salah satu logam berat yang beracun. Keracunan

kadmium menyebabkan efek akur pada paru-paru, hati, ginjal dan testis,

Toksisitas kadmium tergantung pada rute paparan, kuantitas dan tingkat

pemaparan. Paparan kadmium melalui sistem pencernaan menargetkan ginjal

sebagai organ utama.

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor 23 tahun 2017 tentang batas maksimum cemaran

logam berat dalam pangan olahan, dimana batas maksimum cemaran logam Cd

pada ikan dan olahannya adalah sebesar 0,10 mg/kg(kecuali untuk ikan predator

olahan seperti cucut, tuna, marlin 0,30 mg/kg)

2.1.4 Timah

Timah merupakan logam lembut berwarna putih keperakan dan tidak

larut dalam air. Timah memiliki nama latin Stannum (Sn) dengan nomer atom 50,

berat atom 118.710, berat jenis 7.365 g/cm3, titik lebur 231.93oC dan titik diidih

260.2oC. Timah digunakan sebagai bahan pelapis pada kaleng makanan, minuman

dan aerosol. Menurut ATSDR (2005), timah terdapat dalam bentuk organik dan

nonorganik. Timah yang bergabung dengan senyawa karbon menjadi timah

organik biasa digunakan dalam pembuatan plastik, kemasan makanan, pipa

plastik, pestisida, cat, pengawet kayu dan pengusir tikus. Timah dalam bentuk

anorganik terbentuk jika timah bergabung dengan senyawa sulfur, klorin atau

oksigen.

Paparan timah ke dalam tubuh manusia dapat melalui tiga cara yaitu

melalui pernafasan, pencernaan dan kontak langsung dengan kulit. Sumber timah
9

yang mengontaminasi ikan dan produk perikanan berasal dari pencemaran

lingkungan perairan dari proses penambangan, peleburan dan industri-industri

yang menggunakan timah sebagai bahan baku maupun bahan penolong.

Kontaminasi logam berat timah dalam makanan juga dapat berasal dari makanan

kaleng, dimana timah digunakan sebagai bahan pelapis baja untuk mencegah

terjadiya korosi pada baja. Timah organik akan menyebabkan iritasi kulit dan

mata, iritasi pernafasan, masalah pencernaan, dan masalah syaraf jika terpapar

dalam jumlah besar.

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor 23 tahun 2017 tentang batas maksimum cemaran

logam berat dalam pangan olahan, dimana batas maksimum cemaran logam Sn

pada ikan dan olahannya adalah sebesar 250 ppm.

2.1.5 Arsen

Arsen merupakan elemen metalloid yang terkenal beracun. Arsen

memiliki nomer atom 33 dengan berat atom 74.92, berat jenis 5.727 g/cm3. Arsen

dalam bentuk padat pada suhu 615oC akan langsung tersublimasi menjadi gas

tanpa melalui fase cair. Di alam arsen secara alami terdapat pada bebatuan, tanah

dan air tanah. Aktivitas manusia seperti penambangan, peleburan logam, dan

pembakaran bahan bakar minyak menjadi sumber cemaran arsen. Arsen juga

digunakan pada pupuk, pengawet kayu, dan pestisida.

Arsen memiliki bentuk organik dan anorganik. WHO (2016)

menyatakan peningkatan kandungan arsen anorganik pada manusia paling besar

disebabkan kontaminasi pada air minum, air untuk preparasi makanan, dan air
10

yang digunakan untuk irigasi, sedangkan untuk arsen organik ditemukan pada

produk perikanan. Di Amerika menurut ATSDR (2007), sumber arsen paling

besar terdapat pada produk perikanan (terutama ikan dan kekerangan), beras,

jamur dan unggas.

Menurut WHO (2016), arsen memiliki efek akut berupa muntah, sakit

perut dan diare. Pada kasus yang lebih ekstrim arsen dapat menyebabkan keram

otot sampai dengan kematian. Paparan arsen anorganik dalam jangka panjang

ditandai dengan perubahan pigmen kulit, luka kulit dan hyperkeratosis dan pada

akhirnya menyebabkan kanker kulit.

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor 23 tahun 2017 tentang batas maksimum cemaran

logam berat dalam pangan olahan, dimana batas maksimum cemaran logam As

pada ikan dan olahannya adalah sebesar 0,25 mg/kg

2.2 Metode Analisis Logam Berat dalam Produk Ikan Kaleng

Untuk mengetahui kandungan logam berat dalam ikan kaleng dapat

dilakukan analisis dengan cara berikut :

2.2.1 Alat dan bahan

Alat yang diperlukan: Alu, ayakan, botol plastik, cawan porselin,

desikator, erlenmeyer (250 ml dan 500 ml), furnance, gelas kimia (50 ml dan 100

ml), hot plate, labu takar (25 ml, 50 ml, 100 ml dan 1000 ml), lumpang, oven,

pemanas listrik, pipet tetes, pipet volume (1 ml, 5 ml dan 10 ml), sendok plastik,
11

seperangkat alat spektrofotometri serapan atom (Atomic Absorption

Spectrophotometer), dan timbangan analitik.

Bahan yang digunakan berupa ikan kaleng berbagai merk, aquadest,

asam nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4), dan larutan standar untuk masing-

masing logam yang akan diteliti.

2.2.2 Penyiapan Sampel :

Sampel ikan kaleng dikeluarkan dari kaleng, kemudian dimasukkan ke

dalam cawan dan dipisahkan ikan dari sausnya. Lalu ikannya dihaluskan

menggunakan lumpang dan alu. Selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan untuk

ditimbang menggunakan timbangan. Sampel ditutup dengan aluminium foil, yang

2/3 bagiannya dibiarkan terbuka agar proses pengeringannya menjadi sempurna.

Setelah itu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 6000C selama 18 jam. Setelah

kering, sampel dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, dikeluarkan dan

digerus sampai halus seperti abu.

2.2.3 Pembuatan Larutan Standar/Baku

Dibuat larutan standar 10 ppb, 20 ppb, 30 ppb dan 50 ppb dari sediaan

stok primer 1000 ppm. Pertama, larutan stok 1000 ppm terlebih dahulu dijadikan

100 ppm dengan cara dipipet 10 ml dari larutan stok primer 1000 ppm dan

diencerkan dengan larutan HNO3 - Aquabidest (1:9) sampai 100 ml sehingga

konsentrasi menjadi 100 ppm. Kemudian dipipet 1 ml dari 100 ppm dan

diencerkan dengan larutan HNO3 - Aquabidest (1:9) sampai 100 ml sehingga

konsentrasi menjadi 1 ppm yang setara dengan 1000 ppb. Selanjutnya larutan

dengan konsentrasi 1000 ppb dimasukkan ke dalam alat SSA untuk dilakukan
12

pengenceran secara otomatis, sehingga konsentrasi masing-masing menjadi 10

ppb, 20 ppb, 30 ppb dan 50 ppb (Subair.2016).

2.2.4 Destruksi Sampel

Ketiga jenis sampel yang telah menjadi abu, masing-masing ditimbang

sebanyak 0,2 gram dan dimasukkan dalam gelas kimia, dan ditambahkan 10 ml

asam nitrat (HNO3). Selanjutnya dipanaskan di atas penangas pada suhu 1000-

1200C sampai buih yang terbentuk habis dan HNO3 hampir kering. Hasil

destruksi tersebut dimasukkan ke dalam labu takar, dan dicukupkan dengan

aquadest sampai tanda batas.

2.2.5 Penetapan kadar

Menurut Subair (2016), sampel yang telah didestruksi, kemudian

dianalisis kadarnya satu-persatu dengan menggunakan metode Spektrofotometri

Serapan Atom (SSA), kemudian akan terbaca konsentrasi dan absorban dari

masing-masing sampel tersebut. Selanjutnya dihitung konsentrasi yang diperolah

dari alat SSA, dengan menggunakan rumus :

(𝐷−𝐸)× 𝐹𝑝𝑉𝑎
Kadar Total Logam Uji = 𝑊

Dengan : D = konsentrasi sampel μg/l

E = konsentrasi blanko sampel μg/l dari hasil pembacaan SSA

W = berat sampel (g)

Va = volume akhir larutan sampel yang disiapkan

Fp = faktor pengenceran
13

2.2.6 Analisis data

Analisis data yang digunakan yaitu deskiptif untuk menguraikan atau

menjelaskan tentang hasil pengamatan, dan analisis analitik untuk mengolah dan

menguji pengukuran hasil secara kuantitatif.

2.3 Penelitian Yang Relevan

Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kandungan

logam berat dalam produk ikan kaleng. Diantaranya :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Maryam Anis Zubair (2016) tentang

Analisis Kandungan Logam Berat (Pb) dalam Produk Ikan Kaleng,

menunjukkan bahwa pada tiga merk ikan kaleng yang beredar di Kota

Gorontalo mengandung logam timbal (Pb) dan kadar logam Pb) masing-

masing adalah 0,44607 mg/kg merk A, 0,70015 mg/kg merk B dan 0,44985

mg/kg merk C dan telah melebihi ambang batas maksimum yang telah

ditetapkan SNI 7387 : 2009 yaitu 0,3 mg/kg

2. Penelitian yang dilakukan oleh Mu`tamirah (2018) tentang Kandungan

Logam Berat Timbal (Pb) dalam Ikan Kaleng di Kota Makasar,

menunjukkan bahwa dari 7 sampel yang diperiksa ada 2 sampel yang

mengandung logam berat Pb karena telah melebihi ambang batas

maksimum yang telah ditetapkan SNI 7387 : 2009 yaitu 0,3 mg/kg pada

ikan dan produk olahannya, dengan masing-masing nilainya yaitu 0,6941

mg/kg dan 0,4105 mg/kg. Sedangkan 5 sampel yang memenuhi syarat

dengan nilai sebesar 0,1278; 0,0247; 0,1779; 0,0514 dan 0,2226.


14

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa,

kandungan logam berat dalam produk ikan kaleng sangat berbahaya bagi manusia

dan lingkungan sekitarnya. Berbagai penyakit pada manusia akan muncul apabila

terjadi akumulasi logam berat dalam tubuh. Logam berat tersebut diantaranya

timah (Sn), timbale (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Merkuri (Hg) dan lain-lain.

keberadaan logam berat dalam ikan kaleng ini dapat berasal dari perairan yang

tercemar logam berat dan juga bisa berasal dari coating/pelapis kaleng.

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor 23 tahun 2017 tentang batas maksimum cemaran

logam berat dalam pangan olahan, dimana batas maksimum cemaran logam pada

ikan dan olahannya adalah sebesar 0,2 mg/kg (kecuali untuk ikan predator seperti

cucut, tuna, marlina, 0,4mg/kg) pada Pb; 0,06mg/kg (kecuali untuk ikan predator

seperti cucut, tuna, marlina, 0,40mg/kg) pada Hg; 0,10 (kecuali untuk ikan

predator seperti cucut, tuna, marlina, 0,30mg/kg) pada Cd; 250ppm pada Sn dan

0,25 mg/kg. Oleh karena itu sangat diperlukan analisis untuk mengetahui kadar

logam berat dalam produk ikan kaleng.


15

3.2 SARAN

Berdasarkan simpulan diatas maka beberapa hal yang dapat disarankan

penulis antara lain:

1. Bagi masyarakat, diharapkan jangan terlalu mengonsumsi makanan yang

siap saji apalagi dengan kemasan yang menggunakan kaleng.

2. Bagi Instansi terkait, seperti dinas kesehatan dan BPOM diharapkan lebih

meningkatkan pengawasan terhadap produk-produk yang beredar khususnya

pada produk ikan kaleng.

Anda mungkin juga menyukai