2 mg/dl
4. Ibu Hamil Wanita dalam keadaan hamil
B. Pengobatan TB MDR
g. Jika terbukti resisten terhadap kuinolon, maka paduan standar disesuaikan sebagai
berikut:
h. Jika terbukti resisten terhadap kanamisin dan kuinolon (TB XDR), atau pasien TB-
MDR/ HIV memerlukan penatalaksanaan khusus yang akan dibahas dalam bab VII.
3. Pemberian obat
a. Pada fase awal : Obat per oral ditelan setiap hari (7 hari dalam 1 minggu), Suntikan
diberikan 5 (lima) hari dalam seminggu (senin – jumat)
b. Pada fase lanjutan : Obat per oral ditelan selama 6 (enam) hari dalam seminggu
(hari minggu pasien tidak minum obat)
c. Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan.
d. Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
menganut prinsip DOT = Directly Observed Treatment, dengan PMO diutamakan
adalah tenaga kesehatan atau kader kesehatan terlatih.
e. Piridoxin (vit. B6) ditambahkan pada pasien yang mendapat sikloserin, dengan
dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin.
f. Berdasar sifat farmakokinetiknya pirazinamid, etambutol dan fluoroquinolon
diberikan sebagai dosis tunggal. Sedang etionamid, sikloserin dan PAS dapat
diberikan sebagai dosis terbagi untuk mengurangi efek samping.
4. Dosis OAT
a. Dosis OAT ditetapkan oleh TAK dan diberikan berdasarkan berat badan pasien.
Penentuan dosis dapat dilihat tabel 5.
b. Obat TB MDR akan disediakan dalam bentuk paket (disiapkan oleh petugas farmasi
fasyankes Pusat Rujukan PMDT untuk 1 bulan mulai dari awal sampai akhir
pengobatan sesuai dosis yang telah dihitung oleh Tim Ahli Klinis. Jika pasien diobati
di fasyankes Pusat Rujukan PMDT maka paket obat yang sudah disiapkan untuk 1
bulan tersebut akan di simpan di Poli DOTS Plus fasyankes Pusat Rujukan PMDT.
c. Jika pasien meneruskan pengobatan di fasyankes sub rujukan/ satelit PMDT maka
paket obat akan diambil oleh petugas farmasi fasyankes sub rujukan/ satelit PMDT
dari unit farmasi fasyankes Pusat Rujukan PMDT setiap 3 bulan sesuai ketentuan
yang berlaku. Pasien tidak diijinkan untuk menyimpan obat.
d. Perhitungan dosis OAT dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini.
a) Pasien mendapat obat oral setiap hari, 7 hari seminggu (Senin s/d Minggu). Suntikan
diberikan 5 hari dalam seminggu (Senin sd Jum’at). Pasien menelan obat di hadapan
petugas kesehatan/PMO.
b) Seminggu sekali pasien diupayakan bertemu dokter di fasyankes untuk berkonsultasi
dan pemeriksaan fisik.
c) Pasien yang diobati di Fasyankes satelit akan berkonsultasi dengan dokter di fasilitas
rujukan minimal sekali dalam sebulan (jadwal kedatangan disesuaikan dengan
jadwal pemeriksaan dahak atau pemeriksaan laboratorium lain).
d) Dokter fasyankes satelit memastikan:
Pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan TB MDR untuk pemeriksaan dahak follow
up sekali setiap bulan. Tim PMDT fasyankes rujukan akan mengirim sampel
dahak ke laboratorium rujukan. Pasien mungkin juga dirujuk ke laboratorium
penunjang untuk pemeriksaan rutin lain yang diperlukan.
Upayakan agar spesimen dahak atau pemeriksaan lain diambil diambil di poli TB
MDR untuk lebih mempermudah pasien dan mengurangi risiko penularan.
Mencatat perjalanan penyakit pasien dan melaporkan kepada TAK di pusat
rujukan bila ada keadaan/kejadian khusus.
b.Tahap lanjutan
1. Tahap lanjutan adalah tahap pengobatan setelah selesai pengobatan tahap awal dan
pemberian suntikan dihentikan.
2. Konsultasi dengan dokter dilakukan minimal sekali setiap bulan.
3. Pasien yang berobat di fasyankes satelit akan mengunjungi fasyankes Pusat Rujukan
PMDT setiap 2 bulan untuk berkonsultasi dengan dokter (sesuai dengan jadwal
pemeriksaan dahak dan biakan).
4. Obat tetap disimpan fasyankes, pasien minum obat setiap hari dibawah pengawasan
petugas kesehatan yang bertindak sebagai PMO.
5. Indikasi perpanjangan pengobatan sampai dengan 24 bulan berdasar adanya kasus
kronik dengan kerusakan paru yang luas.
Lama pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan paling
sedikit 18 bulan setelah terjadi konversi biakan
3. Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas kesehatan yang menangani
pasien, dan juga oleh pasien dan keluarga.
4. Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat dalam formulir
efek samping pengobatan.
b. Tempat penatalaksanaan efek samping
1. Fasyankes pelaksana PMDT menjadi tempat penatalaksanaan efek samping
setelah penanganan efek samping ringan atau sedang harus segera dirujuk ke
fasyankes pusat rujukan/ sub rujukan PMDT.