Chapter ll-1 PDF
Chapter ll-1 PDF
TINJAUAN PUSTAKA
jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan
merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan juga
dikatakan sebagai suatu cara seseorang atau sekelompok orang atau keluarga memilih
Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber zat
pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan untuk
kerja, serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola
makan sehari-hari yang seimbang dan aman, berguna untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal (Almatsier, S. dkk. 2011).
beberapa faktor ataupun kondisi setempat, yang dapat dibagi dalam tiga kelompok
yaitu pertama adalah faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan
bahan pangan. Termasuk di sini faktor geografi, iklim, kesuburan tanah berkaitan
transportasi, distribusi, dan persediaan suatu daerah. Kedua, adalah faktor-faktor dan
adat kebiasaan yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio-ekonomi dan adat
Ketiga, hal yang dapat berpengaruh di sini adalah bantuan atau subsidi terhadap
Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah : kebiasaan
kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam, dan sebagainya. Sejak
lapar, dan selera, juga mendapat tempat sebagai lambang yaitu lambang
bercampur membentuk suatu ramuan yang kompak yang dapat disebut pola konsumsi
pangan mereka sehari-hari. Termasuk dalam sumber pengetahuan dalam memilih dan
mengolah pangan adalah : sistem sosial keluarga secara turun temurun, proses
sosialisasi dan interaksi anggota keluarga dengan media massa. Kedua, aspek aset
dan akses masyarakat terhadap pangan mereka sehari-hari. Unsur aset dan akses
terhadap pangan adalah berkenaan dengan pemilikan dan peluang upaya yang dapat
dimanfaatkan oleh keluarga guna melakukan budidaya tanaman pangan dan atau
sumber nafkah yang menghasilkan bahan pangan atau natura (uang). Ketiga,
pengaruh tokoh panutan atau yang berpengaruh. Pengaruh tokoh panutan terutama
berkenaan dengan hubungan bapak anak, jika keluarga yang memperoleh pangan atau
nafkah berupa uang kontan melalui usaha tani majikan (Santoso dan Ranti, 2004).
mempengaruhi kebiasaan makan, selera, dan daya terima anak akan suatu makanan.
Oleh karena itu, di lingkungan anak hidup terutama keluarga perlu pembiasaan
makan anak yang memperhatikan kesehatan dan gizi (Santoso dan Ranti, 2004).
Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka
pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan makanan yang hanya
dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau
tidak, sehingga kebutuhan gizi energi dan zat gizi masyarakat dan anggota keluarga
tidak tercukupi. Menurut Suhardjo (1989), bila ibu rumah tangga memiliki
pengetahuan gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang
2. Pendidikan ibu
Pendidikan ibu sangat menentukan dalam pilihan makanan dan jenis makanan yang
makanan yang tersedia. Hal ini dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan zat gizi
pada anak tinggi bila pendidikan ibu tinggi (Depkes RI, 2000).
makanan.Tingkat pendapatan ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli dengan
tambahan untuk makanan sedangkan orang kaya jauh lebih rendah (Agoes, 2003).
(2003) mengatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan
kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin
pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia
untuk suatu keluarga besar, mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya
setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah
pangan, diketahui bahwa keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan
dengan jumlah anak sedikit. Lebih lanjut dikatakan bahwa keluarga dengan konsumsi
pangan yang kurang, anak balitanya lebih sering menderita gizi kurang. Menurut
Hurlock 1998 dalam Gabriel 2008, jumlah anggota keluarga dikelompokkan menjadi
tiga yaitu (1) kelompok kecil 3-4 orang, (2) kelompok sedang 5-6 orang dan
Masihul, yang meneliti gambaran pola makan dan status gizi anak balita berdasarkan
karakteristik keluarga menunjukkan bahwa pola makan anak balita yang baik
berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein ditemukan pada keluarga kecil
(≤4 orang), pendapatan keluarga tinggi dan pengetahuan gizi ibu baik, sementara pola
makan anak balita yang kurang ditemukan pada keluarga besar (≥7 orang) dan
pengetahuan gizi ibu kurang. Demikian juga pada anak balita yang mempunyai status
gizi normal ditemukan pada keluarga kecil (≤4 orang), pendapatan keluarga tinggi
dan pengetahuan gizi ibu baik. Sementara anak balita yang gizi kurang, pendek dan
kurus ditemukan pada keluarga besar (≥7 orang) dan pengetahuan gizi ibu kurang.
Anak balita yang memiliki status gizi normal ditemukan pada keluarga yang
konsumsi energi dan protein baik. Sementara gizi kurang, pendek dan kurus pada
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling baik bagi bayi dan balita
hingga berumur dua tahun, dan dianjurkan memberikan secara ekslusif selama enam
bulan pertama. Secara berangsur sesudah berusia enam bulan bayi diberikan makanan
lumat, makanan lembek dan makanan biasa guna untuk mengembangkan kemampuan
tekstur dan rasa, sehingga dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi
dimetabolisme.
balita, oleh karena itu makanan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan gizi
makanan yang baik yaitu beragam, jumlah yang cukup, bergizi dan seimbang
(Depkes RI,2002).
adalah umur, berat badan, keadaan mulut sebagai alat penerima makanan, kebiasaan
makan, kesukaan dan ketidaksukaan, akseptabilitas dari makanan dan toleransi anak
umumnya tidak akan terjadi kekeliruan dalam mengatur makanan untuk balita. Pada
kelamin, berat badan, aktivitas, jumlah yang cukup, bergizi dan seimbang. Guna
sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat (Uripi, 2004).
Kebutuhan energi protein balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata
perhari yang dianjurkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
2.4.1 Energi
Energi dibutuhkan oleh tubuh yang berasal dari zat gizi yang merupakan
sumber utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Energi yang diperlukan tubuh ini
kalori, 1 (satu) gram lemak menghasilkan 9 kalori dan 1 (satu) gram protein
yaitu : (1) Energi untuk kebutuhan fisiologis minimal tubuh dalam keadaan basal,
(2) Energi untuk melakukan kerja luar yaitu energi yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan atau aktivitas fisik, (3) Energi untuk menutup pengaruh makanan yaitu
banyaknya energi yang digunakan untuk mencerna atau mengangkut makanan dalam
tubuh.
Kebutuhan energi balita sehat dapat dihitung berdasarkan usia dan berat
badan. Kebutuhan energi dalam sehari pada balita usia 1-3 tahun adalah 100 kalori
per kilogram berat badan, sedangkan pada anak prasekolah kebutuhan energi dalam
sehari 4-6 tahun adalah 90 kalori per kilogram berat badan (Sulistijiani,dkk 2001).
2.4.2 Protein
merupakan bagian kedua terbesar tubuh setelah air. Protein juga merupakan bagian
penting dari bahan-bahan pengatur seperti enzim, hormon, dan plasma darah.
Jaringan ini harus senantiasa diganti dan diperbaiki. Protein fungsi utamanya adalah
membentuk jaringan baru dan memperbaiki jaringan yang rusak. Pada anak balita
yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan lebih banyak
protein, sedangkan pada orang dewasa hanya untuk memelihara jaringan. Jadi bila
pemeliharaan, protein digunakan sebagai zat energi, bila zat energi utama berupa
karbohidrat dan lemak kurang dalam makanan sehari-hari (Almatsier, S. dkk, 2011).
protein relatif lebih besar dari pada orang dewasa. Menurut Persagi (1992),
badan sedangkan pada balita sehat pra sekolah (>3-4 tahun) dalam sehari 2 gram per
orang yang diakibatkan oleh konsumsi dan penyerapan zat besi makanan. Dengan
menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah
seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau tidak (Riyadi,
2001).
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi
di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara
efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
Menurut Gibson (1998) diikuti oleh Almatsier, S. dkk (2011), penilaian status
penilaian antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan klinik yang berguna untuk
menetapkan status kesehatan perorangan atau kelompok orang yang dipengaruhi oleh
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian
pengukuran variasi dari dimensi fisik dan komposisi kasar tubuh manusia pada
tingkat usia dan status gizi yang berbeda. Sedangkan menurut Lee dan Nieman
(2007) Penilaian antropometri adalah pengukuran besar tubuh, berat badan, dan
proporsi. Hasil yang diperoleh dari antropometri dapat merupakan indikator sensitif
dari kesehatan, perkembangan, dan pertumbuhan bayi dan anak, dapat digunakan
untuk mengevaluasi status gizi apakah berupa obesitas yang disebabkan oleh gizi
komposisi kasar tubuh. Penilaian dilakukan terhadap berat badan (BB), panjang
badan (PB) atau tinggi badan (TB), lingkar kepala, lingkar lengan atas (LLA atau
penilaian yaitu berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut panjang
badan atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB), panjang badan atau tinggi badan
menurut Umur (PB/U atau TB/U), dan indeks yang baru diperkenalkan oleh WHO
(2005) yaitu indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Dalam menggunakan
dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake
dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh
(otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang
mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah
makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat
badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi
Indeks TB/U disamping memberikan status gizi masa lampau, juga lebih erat
kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam Supariasa, dkk.
(2001).
c). Indeks berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan (BB/PB-TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
batas. Penentuan ambang batas yang paling umum digunakan saat ini adalah dengan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Metode survei
Menurut Unicef (1998) gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa
dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula
pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan
secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat,
Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga
karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering
diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak
yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah,
sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah
terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara
konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi.
Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan
penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah
infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Penyakit infeksi bisa berkontribusi terhadap
kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat menyebabkan diare, tuberculosis, dan
beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa menyebabkan anemia dan parasit pada
sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh
ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, kurangnya
sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai merupakan tiga
faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga
serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan,
ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena
penyakit dan kekurangan gizi (Unicef, 1998) Sedangkan penyebab mendasar atau
akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk
adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita
(Soekirman, 2000).
Masyarakat
Krisis
Akar Masalah ekonomi,politik
dan sosial
Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dicapai dalam penelitian ini, maka
Pengetahuan gizi ibu, pola makan, tingkat konsumsi energi, protein dan pola