Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

Ekowisata

Pada saat ini, ekowisata telah berkembang. Wisata ini tidak hanya sekedar

untuk melakukan pengamatan burung, menunggang kuda, penelusuran jejak

dihutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan

penduduk lokal. Ekowisata merupakan suatu perpaduan dan berbagai minat yang

tumbuh dari ke prihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Ekowisata

tidak dapat di pisahkan dengan konservasi. Oleh karenanya, ekowisata disebut

sebagai bentuk perjalanan wisata yang bertanggungjawab (Marpaung, 2002).

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip

konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan

strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdaya guna

dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih

alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya

(Fandeli dan Mukhlison, 2000).

Untuk mengusahakan ekowisata disuatu tempaat, yang perlu dikenali

adalah keadaan alam (keindahan dan daya tarik) yang spesifik atau unik dari

obyek-obyek wisata yang bersangkutan, prasarana yang tersedia (lancer/ tidak

lancer, nyaman/tidak nyaman, sudah lengkap, masih harus diadakan, atau

dilengkapkan), tersedianya sumberdaya manusia (yang terlatih maupun yang

dapat dilatih), tingkat pendidikan dan budaya masyarakatnya (Saleh, 2000).


Konsep Ekowisata (Wisata Alam)

Menurut Suwantoro (2002), wisata alam adalah bentuk kegiatan yang

memanfaatkanpotensi sumber daya alam dan tata lingkungan. Sedangkan obyek

wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi dan berdayatarik bagi

wisatawan serta ditujukan untuk pembinaan cinta alam baik dalam kegiatan alam

maupun setelah pembudidayaan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa wisata alam

merupakan pemanfaatan sumber daya alam yang ditata dengan baik sehingga

dapat menimbulkan rasa senang, rasa indah, nyaman dan bersih dengan

menggunakan konservasi sumber daya alam sertalingkungan sebagai daya

tariknya.Pendapat diatas lebih dirincikan oleh Robby (2001), yang menyatakan

bahwa wisata alam adalah suatu kegiatan perjalanan yang dilaksanakan pada

tempat- tempat yang berhubungan dengan alam seperti : gunung, rimba/hutan,

gua, lembah, sungai, pesisir, laut, air terjun, danau, lembah sempit (canyon) dan

lain sebagainya.

Salah satu bentuk kegiatan wisata alam yang berkembang saat ini adalah

ekowisata. Ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan

terjemahan yang seharusnya dari ekoturisme. Menurut Fandeli dan Mukhlison

(2000), pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke

waktu. Namun pada hakikatnya ekowisata dapat diartikan sebagai bentuk wisata

yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area),

memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi

masyarakat.

Ekowisata dapat dipahami sebagai perjalanan yang di sengaja ke kawasan-

kawasan alamiah untuk memahami budaya dan sejarah lingkungan tersebut sambil
menjaga agar keutuhan kawasan tidak berubah dan menghasilkan peluang untuk

pendapatan masyarakat sekitarnya sehingga mereka merasakan manfaat dari

upaya pelestarian sumber daya alam (Astriani, 2008).

Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam

yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan

partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial- budaya.

Ekowisata menitik beratkan pada tiga hal utama yaitu keberlangsungan alam atau

ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam

kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi

akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman

alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Hakim, 2004).

Sejalan dengan beberapa pendapat diatas Wiratno, et al (2004), juga

memberikan pengertian kepada ekowisata sebagai kegiatan perjalanan ke daerah-

daerah yang masih alami dengan kepedulian terhadap lingkungan hidup dan

masyarakat sekitar. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para peminat-peminat

khusus terhadap kawasan pelestarian alam dan bersifat tidak massal. Kegiatan ini

bisa dilakukan di tempat-tempat terbuka yang relatif belum terjamah atau

tercemar dengan tujuan khusus untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati

pemandangan dengan tumbuhan-tumbuhan satwa liarnya (termasuk potensi

kawasan berupa ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan

jenistumbuhan dan satwa liar) juga semua manifestasi kebudayaan yang ada

(termasuk tatanan lingkungan sosial budaya) baik dari masa lampau maupun masa

kini di tempat-tempat tersebut dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.


Potensi Ekowisata

Pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan

oleh baik-buruknya lingkungan. Tanpa lingkungan yang baik, tidak mungkin

pariwisata berkembang dengan baik karena dalam industri pariwisata, lingkungan

itulah yang sebenarnya dijual sehingga mutu lingkungan harus diperhatikan.

Didalam pengembangan pariwisata, asas pengelolaan lingkungan untuk

melestarikan dan kemampuan lingkungan untuk mendukung pembangunan yang

terlanjutkan bukanlah merupakan hal yang abstrak, melainkan benar-benar konkrit

dan sering mempunyai efek jangka pendek (Astriani, 2008).

Pariwisata sedang dikembangkan dengan giat di Indonesia. Pariwisata di

banyak tempat menunjukkan peningkatan yang tajam, terutama pariwisata domestik.

Pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat peka terhadap

kerusakan lingkungan. Pariwisata tidak akan berkembang tanpa lingkungan yang

baik. Pengembangan ekowisata harus memperhatikan terjaga mutu lingkungan, sebab

dalam industri pariwisata lingkungan itulah yang sebenarnya dijual (Ahmad, 1999).

Potensi kawasan ekowisata di Indonesia sangat besar. Objek tersebut tersebar

di darat (dalam kawasan hutan konservasi) maupun di laut (dalam bentuk taman

nasional laut). Kajian atas sembilan kawasan konservasi di Indonesia, dilakukan oleh

Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan bekerjasama

dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan RAKATA pada tahun

2000 memperlihatkan tidak saja keunikan tetapi juga keragaman objek merupakan

potensi besar pengembangan ekowisata. Hampir semua objek dan daya tarik wisata

(ODTW) tersebut sudah beroperasi dan banyak menarik wisatawan

(Damanik dan Weber, 2006).


Konsep Strategi Pengembangan Objek Wisata

Menurut Yoeti (2008) pengembangan adalah usaha atau cara untuk

memajukan serta mengembangkan sesuatu yang sudah ada. Pengembangan

pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata selalu akan diperhitungkan dengan

keuntungan dan manfaat bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Pengembangan

pariwisata harus sesuai dengan perencanaan yang matang sehingga bermanfaat

baik bagi masyarakat, baik juga dari segi ekonomi, sosial dan juga budaya.

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (2003)

menyatakan bahwa secara konseptual ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu

konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung

upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sehingga memberikan manfaat ekonomi

kepada masyarakat dan pemerintah setempat. Berdasarkan segi pengelolaannya

ekowisata dapat didefinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang

bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat

berdasarkan kaidah alam yang secara ekonomi berkelanjutan dan mendukung

upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) serta meningkatkan

kesejahteraan masyarakat setempat.

Fandeli (2001)menyebutkan ada delapan prinsip pengembangan ekowisata

yaitu:

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktifitas wisatawan terhadap alam

dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan

karakter alam dan budaya setempat.


2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat

setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses ini dapat dilakukan langsung

di alam.

3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan

untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan pelestarian dapat

menerima langsung penghasilan atau pendapatan Retribusi dapat digunakan

secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas

kawasan pelestarian alam

4. Prinsip masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam

merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam

pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif.

5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi

masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga

kelestarian kawasan alam.

6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk

pengembangan fasilitas atau utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan

alam.

7. Daya dukung Lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya

dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun

mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang

membatasinya.

8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap Negara. Apabila suatu

kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja


wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh Negara atau Pemerintah

daerah setempat.

Strategi yang dipilih untuk menyusun rencana proyek ekowisata

seharusnya mampu menghasilkan model partisipasi masyarakat sejelas mungkin.

Partisipasi masyarakat setempat sejak awal perencanaan, penyusun rencana itu

sendiri, pelaksanaan proyek, pengelolaan dan pembagian hasilnya merupakan hal

yang mutlak sehingga harus ditegaskan dalam draft rencana. Partisipasi untuk

memberdayakan masyarakat untuk menjadi salah satu penentu tahapan-tahapan

(Suhandi, 2001).

Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari bagian pembangunan kehutanan

karena selain elemen pemerintah, masyarakat dikawasan ekowisata juga memiliki

peranan besar, karena dengan mengikutsertakan masyarakat dalam ekowisata akan

memberikan dampak positif. Dari segi lingkungan dan ekonomi, jika masyarakat

lokal tidak dilibatkan, sumberdaya dipastikan akan rusak dan nilai jual kawasan

beserta investasinya akan hilang. Selain itu munculnya partisipasi masyarakat

tradisional dalam mempelajari, mendiskusikan dan membuat strategi untuk

mengontrol atau memperoleh kontrol dalam proses pembuatan keputusan dalam

pembangunan, dianggap sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan pariwisata

yang selama ini terjadi, namun sebelum benar-benar memberdayakan masyarakat

lokal dalam ekowisata, penting untuk dilakukan sosialisasi tentang konsep

ekowisata yang sesuai, sekaligus pendampingan terhadap masyarakat dalam

merancang ekowisata di wilayahnya (Fandeli, 2001).

Selain itu, strategi melibatkan peran serta masyarakat setempat juga

bertujuan untuk :
1. Menginformasikan kepada penduduk setempat tentang apa yang akan terjadi

dan menjaga dialog dengan mereka

2. Menghargai pendapat dan melibatkan masyarakat setempat dalam

pengambilan keputusan

3. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan tabiat pariwisata dan industry

pariwisata serta dampaknya terhadap daerah setempat

4. Mendorong hubungan antara wisatawan dan penduduk setempat

5. Melindungi masyarakat setempat dari dampak negative kegiatan pariwisata

(Gunawan, 1995).

Obyek dan Daya tarik Wisata

Menurut Marpaung (2002), obyek dan daya tarik wisata adalah suatu

bentukan dan/atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan serta dapat menarik

minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah/tempat tertentu.

Daya tarik yang tidak atau belum dikembangkan semata - mata hanya merupakan

sumberdaya potensial dan belum dapat disebut sebagai daya tarik wisata sampai

adanya suatu jenis pengembangan tertentu. Sedangkan Hamid (1996)

mendefenisikan obyek wisata sebagai segala sesuatu yang menarik dan telah

dikunjungi wisatawan sedangkan daya tarik adalah segala sesuatu yang menarik

namun belum tentu dikunjungi. Daya tarik tersebut masih memerlukan

pengelolaan dan pengembangan sehingga menjadi obyek wisata yang mampu

menarik kunjungan.
Menurut UU No.9 Tahun 1990 disebutkan bahwa obyek dan daya tarik

wisata terdiri dari :

a. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud

keadaan alam, serta flora dan fauna seperti : pemandangan alam, panorama

indah, hutan rimba.

b. Obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,

peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan alam, taman

rekreasi dan tempat hiburan.

c. Obyek dan daya tarik wisata minat khusus seperti : berburu, mendaki gunung,

gua, industri, kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat ibadah,

tempat ziarah dan lain – lain.

Selanjutnya dijelaskan bahwa pembangunan objek dan daya tarik wisata

dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola, dan membuat objek-objek baru

sebagai objek dan daya tarik wisata. Suwantoro (2002) menyatakan bahwa objek

wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi dan berdaya tarik bagi

wisatawan serta ditujukan untuk pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam

maupun setelah pembudidayaan. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa daya tarik

wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi

pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.


Analisis SWOT

Menurut Rangkuti (2006), menyatakan bahwa Analisis SWOT adalah

identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi

perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan

kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).

Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan

pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian,

perencanaan strategi harus menganalisa faktor-faktor strategi perusahaan

(kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang saat ini.

Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunity)

dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strenght) dan kelemahan

(weakness).

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dilakukan mengenai potensi dan strategi

pengembangan wisata alamyang berhubungan dengan penelitian ini antara lain

oleh Widiyanto (2008) yang berjudul Pengembangan Pariwisata Perdesaan (Suatu

Usulan Strategi Bagi Desa Wisata Ketingan. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui kondisi desa-desa wisata daerah penelitian berdasarkan

identifikasi potensi sehingga didapatkan strategi pengembangan yang akan

dilakukan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Alat

analisis yang dipakai adalah analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengembangan pariwisata pedesaan di desa wisata Ketingan masih mengandalkan

daya tarik alam, yaitu habitat burung kuntul dan blekok. Strategi yang hendaknya
dikembangkan adalah dengan meningkatkan pemasaran, kualitas SDM, kualitas

pelayanan, dan memelihara mutu apa yang menarik yang ditawarkan oleh objek

wisata tersebut, dukungan masyarakat sekitar lebih dioptimalkan, peranan

organisasi dan modal usaha.

Menurut Prayogo (2012) yang melakukan penelitian di objek wisata

pemandian Manigom di Desa Tiga Dolok, kecamatan Dolok Panribuan,

mengatakan bahwa potensi objek wisata yang dimiliki oleh kawasan pemandian

Manigom adalah berupa flora pegunungan Sumatera Utara, panorama alam yang

sangat indah, jalur tracking, areal camping ground, dan air terjun. Pemandian

Manigom memiliki potensi wisata alam yang layak dikembangkan dengan

persentasi 91,83%. Kawasan Pemandian Manigom memiliki daya tarik,

aksesibilitas, akomodasi serta sarana dan prasarana penunjang yang mendukung

sehingga layak untuk dikembangkan.

Penelitian selanjutnya dilakukan ole Muttaqin (2011) yang berjudul Kajian

potensi dan strategi pengembangan ekowisata dicagar alam pulau sempu

Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menilai kondisi Pulau Sempu, menilai potensi pariwisata dan menilai strategi

yang tepat untuk pengembangan ekowisata di kawasan Pulau Sempu. Penelitian

ini dilakukan dengan metode sirvei, metode pengumpulan data meliputi data

primer dan sekunder. Analisis data untuk menentukan strategi pengembangan

ekowisata di kawasan Cagar Alam Pulau Sempu digunakan Analisis SWOT dan

untuk menentukan keputusan terbaik dalam kriteria seleksi terhadap aspek

(Ekonomi, lingkungan dan sosial) untuk mendekati proses hirarki analisis (AHP),

adalah untuk menilai manfaat dari dampak positif dan pengembangan biaya
dampak negatif pariwisata berdasarkan stakeholder persepsi. Hasil analisis SWOT

dan AHP arahan yang dihasilkan Strategi pengembangan pariwisata adalah:untuk

mengevaluasi fungsi dan status kawasan.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Obyek wisata alam Air Terjun Teroh-teroh ini terletak di Desa Rumah

Galuh, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara

dengan ketinggian ± 435 mdpl. Desa Rumah Galuh berjarak 35 km dari

Kabupaten langkat, 18 km dari Kecamatan Sei Bingai. Dengan luas wilayah 1316

Ha.

Secara geografis kawasan wisata alam ini terletak diantara 03019’10”

sampai 03034’10” LU dan 98021’14” sampai 98031’30” BT. Keadaan iklim

bertemperatur sedang, suhu udara rata-rata 20-24°C. Kelembapan udara rata-rata

75 %dan curah hujan rata-rata 70 % mm/Tahun.

Secara administrasi Desa Rumah Galuh mempunyai batas-batas wilayah

sebagai berikut:

Sebelah Utara : Simpang Kuta Buluh, Kecamatan Sei Bingai

Sebelah Selatan : Desa Garunggang, Kecamatan Kuala

Sebelah Barat : Desa Rumah Kota-Paritbindu, Kecamatan Kuala

Sebelah Timur : Desa Belinteng, Kecamatan Sei Bingai

(Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2014).

Kependudukan dan Sosial Ekonomi Masyarakat

Desa Rumah Galuh memiliki jumlah penduduk sebanyak 2114 jiwa. Desa

Rumah Galuh terbagi atas 9 dusun yaitu Dusun Rumah Galuh 1, Dusun Rumah
Galuh 2, Dusun Rumah Galuh 3, Dusun Guru Benu, Dusun Deleng Pucuk, Dusun

Kuta Perira, Dusun Sampecita, Dusun Penusunan, Dusun Bangun jahe Desa

Rumah Galuh. Mata pencaharian masyarakat di Desa Rumah Galuh adalah

sebagai Pertanian (11,57%), Industri/Kerajinan (0,89%), PNS/ABRI (0,18%),

Perdagangan (1,17 %), Angkutan (0,24%), dan Buruh (0,65%) (Kecamatan Sei

Bingai, 2014).

Masyarakat di Desa Rumah Galuh ini didominasi menganut Agama Islam

dengan persentase (44,17%), agama Kristen Protestan (49,19%), agama Kristen

Katolik (3,82%), agama Hindu (0,05%), dan agama Budha (1,78%). Dan

Masyarakat Desa Rumah Galuh didominasi Suku Melayu (0,26%), Karo

(85,45%), Simalungun+Tapanuli (1,20%), Madina (0,16%), Jawa (8,79%). Desa

ini juga memiliki 9 rumah tempat ibadah yang terdiri dari 2 buah masjid, 6 buah

gereja Kristen Protestan, 1 buah mushola. Desa ini juga memiliki 2 prasarana dan

sarana pendidikan yang terdiri dari 1 gedung SD, 2 gedung SMP, desa/ kelurahan

(Kecamatan Sei Bingai, 2014).

Desa Rumah Galuh memiliki Obyek Wisata Alam yaitu Air Terjun Teroh-

teroh dengan ketinggian sekitar 5 meter. Lokasi wisata ini berada di areal hutan

Rakyatseluas sekitar ± 50 ha. Masyarakat di Desa Rumah Galuh memanfaatkan

Hutan sebagai tempat perkebunan seperti Kelapa, cengkeh, coklat, pinang, karet

dan kemiri.Lokasi ini dapat diakses dengan menggunakan angkutan umum

ataupun dengan kendaraan pribadi dengan waktu tempuh sekitar 1-3 jam dari kota

Medan (Kecamatan Sei Bingai, 2014).

Anda mungkin juga menyukai