204736
204736
BAB 1..............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................4
2.2. Etiologi..................................................................................................................................4
2.3. Epidemiologi.........................................................................................................................5
2.5. Patogenesis............................................................................................................................6
2.7. Diagnosa................................................................................................................................9
BAB III..........................................................................................................................................13
BAB IV..........................................................................................................................................15
4.1 Metodologi...........................................................................................................................15
BAB V...........................................................................................................................................19
HASIL PENELITIAN...................................................................................................................19
BAB VI..........................................................................................................................................22
PEMBAHASAN............................................................................................................................22
BAB VII.........................................................................................................................................26
7.1 Kesimpulan..........................................................................................................................26
7.2 Saran.....................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................28
2
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO (World Health Organization) sekitar 55.000 orang per tahun meninggal
akibat infeksi virus rabies, 95% diantaranya berasal dari Afrika dan wilayah Asia. Sebagian besar
korban sekitar 30-60% adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun dan 40% pada usia diatas 15
tahun. Sedangkan di Vietnam rata-rata 9000 kasus/tahun kasus kematian akibat rabies dan di
India 20.000 kasus/tahun, di Filipina kasus rabies sekitar 200-300 kasus/tahun dan di Indonesia
sendiri rata-rata kasus rabies sebesar 131 kasus/tahun. 5
3
lebih dari 99% kasus rabies pada manusia didunia disebabkan oleh gigitan anjing yang
terinfeksi. Salah satu strategi yang paling efektif untuk mencegah rabies adalah vaksinasi masal
pada populasi anjing. Namun, strategi vaksin ini dinilai kurang efektif jika tidak diiringi dengan
pengendalian terhadap pergerakan dari populasi anjing yaitu migrasi. Kebiasaan anjing jantan
yang mampu bermigrasi dengan cakupan wilayah yang lebih luas untuk mencari anjing betina
sebagai tingkah laku dari perkawinan akan meningkatkan resiko kontak dengan hewan tertular
rabies lainnya.6
Oleh sebab itu peneliti bertujuan untuk melihat tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai penyakit rabies dan pengetahuan masyarakat mengenai tindakan awal yang dapat
dilakuakn pada korban gigitan hewan serta sikap masyarakat terhadap penyakit rabies
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap masyarakat dan
pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies di wilayah kerja Puskesmas
Kubutambahan 1 khususnya di banjar pujuk.
4
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah mengidentifikasi:
1.3.1 Pelayanan
1.3.2 Pendidikan
Sebagai sumber refrensi dalam penelitian yang berhubungan dengan penyakit Rabies dan
meningkatkan wawasan dan kesadaran masyarakat mengenai rabies dan tatalaksana awal
yang dapat dilakuakn untuk mencegah penyakit rabies.
5
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat
akut serta menyerang susunan saraf pusat.1 Virus ini menyerang Hewan berdarah panas dan
manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke
manusia dan menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) hampir
100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan
melalui luka gigitan atau jilatan pada luka terbuka.2
2.2. Etiologi
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus Lyssa.
Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut dan pada
potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus tersusun dari ribonukleokapsid
dibagian tengah, memiliki membrane selubung (amplop) dibagian luarnya yang pada
permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada
membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang
180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm. Virus
peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol dan
klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu
600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau
pada suhu 40 C dapat tahan selama bebarapa tahun.3
7
Gambar 2.1. Gambar Struktur Virus Rabies
2.3. Epidemiologi
Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak.
Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia
ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies.4 Rabies bisa terjadi
disetiap musim atau iklim, dan kasus rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks
atau ras. Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon, serigala dan
kelelawar. Penyebaran rabies melalui serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New York.
Kelelawar penghisap darah, yang menggigit ternak merupakan bagian penting siklus rabies di
Amerika latin. Kasus rabies di Eropa disebarkan melalui serigala, di Asia dan Afrika penyakit
rabies dominan ditularkan oleh anjing.3
Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,
meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores.5
8
2.4. Masa Inkubasi
Masa inkubasi rabies pada anjing berkisar antara 10 – 15 hari, dan pada hewan lain 3-6
minggu kadang-kadang berlangsung sangat panjang hinggaa 1-2 tahun. Masa inkubasi pada
manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama beberapa tahun
(mungkin 6 tahun atau lebih).6 Biasanya masa inkubasi lebih cepat pada anak-anak
dibandingkan dengan pasien dewasa. Kasus rabies pada manusia dengan periode inkubasi
yang cukup panjang (2 sampai 7 tahun) pernah dilaporkan, tetapi jarang terjadi. Masa
inkubasi bisa tergantung pada umur pasien, latar belakang genetik, status immun, strain virus
yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu masuknya ke susunan
system saraf pusat.Pergerakan virus dari luka sampai ke otak memerlukan waktu kira-kira 60
hari, pada gigitan di tangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi
kurang lebih sekitar 30 hari.7
2.5. Patogenesis
Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (kontak dengan bahan mengandung virus
rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku hewan penular rabies termasuk
berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya sehingga virus dari rabies terdapat di
kukunya. Saliva yang ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva mungkin
infeksius. Ekskreta kelelawar yang mengandung virus rabies cukup untuk menimbulkan
bahaya rabies pada mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang
diciptakan oleh kelelawar. Penularan dari orang ke orang secara teoritis mungkin tetapi
kurang terdokumentasi dan jarang terjadi.3
Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui saliva, virus tidak bisa masuk
melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu
9
virus tetap tinggal pada luka gigitan dan daerah sekitarnya, kemudian bergerak mencapai
ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Bagian otak yang terserang adalah medulla oblongata.8
Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua
bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik,
hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus
kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf
otonom. Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh
dan berkembang biak dalam jaringan- jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya.
Gambaran yang paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang
khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.8
10
Gambar 2.3. Skema patogenesis infeksi virus rabies. Nomor pada gambar
1. Stadium Prodromal
Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara
2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan tingkah laku yang masih ringan.
Hewan mulai mencari tempat-tempat yang dingin/gelap, mulai menghindari keramaian,
reflek kornea berkurang, pupil melebar dan hewan terlihat tidak mengenal tuannya.
Hewan menjadi sangat takut, mudah terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi.9
11
2. Stadium Eksitasi
Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat
berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai bersifat galak, menyerang hewan lain
ataupun manusia yang dijumpai dan adanya hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada
provokasi hewan menjadi murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan.
Hewan mengalami fotophobi atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan
bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan.10
3. Stadium Paralisis.
Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali
atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan mengalami
kesulitan menelan, suara parau, sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.9
1. Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah
perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar di
daerah luka, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama
beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka
kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan
12
sensoris.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa
eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya,
tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang.
Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan.
Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan
selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang.
4. Stadium Paralis
2.7. Diagnosa
Untuk memperoleh tingkat akurasi yang tinggi, cara yang paling tepat adalahdengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:11,12
13
Penahanan dan observasi klinis selama 10 - 15 hari dilakukan terhadap anjing, kucing yang
walaupun tampak sehat dan diketahui telah menggigit orang (sedangkananjing atau kucing
yang tidak ada pemiliknya dapat langsung dibunuh dan diperiksaotaknya). 11 Anjing
menggigit lebih dari satu orangtanpa didahului oleh adanya provokasi dan anjing tersebut
mati dalam masa observasiyang kemudian specimen otaknya diperiksa dilaboratorium
hasilnya adalah positifrabies, selanjutnya indikasi kecenderungan rabies di lapangan tanpa
adanya tindakanprovokasi dapat ditentukan sebagai berikut:12
Selain itu penegakan diagnosa rabies rabies secara laboratorium didasarkan atas:11
b. Penemuan antigen
Antigen, badan negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf (neuron) sedangkan kelenjar
ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan negritidak selalu dapat ditemukan
pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi padaspecimen dapat mengganggu
pemeriksaan dan khususnya untuk “isolasi virus”pengiriman harus dilakukan sedemikian
rupa sehingga virus dalamspecimen tetap terjamin sampai ke laboratorium.11
14
Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala, otak, hippocampus, cortex cerbri dan
cerebellum, preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila negri bodytidak ditemukan,
supensi otak (hippocampus) atau kelenjar ludah sub maksilerdiinokulasikan intrakranial
padahewan coba (suckling animals), misalnya hamster,tikus (mice) atau kelinci (rabbits).
a. Mikroskopis untuk melihat dan menemukan badan negri, yakni pewarnaan cepat
Sellers, FAT (Fluorescence Antibody Technique) dan histopatologik.
b. Antigen-antibody reaksi dengan uji virus nertralisasi, gel agar presipitasi atau reaksi
peningkatan komplemen dan FATIsolasi virus secara biologis pada mencit atau in vitro
pada biakan jaringan diikutiidentifikasi isolat dengan cara pewarnaan FAT atau uji
virus netralisasi.
2.8.1. Pencegahan
a. Pencegahan Primer.13
1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing,kucing, kera dan
hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuktanpa izin ke
daerah bebas rabies.
15
rabies.
4. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70%populasi yang ada
dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
5. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucingyang telah
divaksinasi.
6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan denganjalan
pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
8. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari2 meter. Anjing
yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat denganrantai tidak lebih dari 2 meter
dan moncongnya harus menggunakanberangus (beronsong).
10.Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewansebangsanya yang
bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
b. Pencegahan Sekunder.14
16
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkanresiko tertularnya
rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun ataudengan deterjen selama 5-10
menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudianluka diberi alkohol 70% atau Yodium
tincture. Setelah itu pergi secepatnya kePuskesmas atau Dokter yang terdekat untuk
mendapatkan pengobatansementara sambil menunggu hasil dari rumah observasi
hewan. Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat besar.Oleh
karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies atau digigitoleh anjing di
daerah endemic rabies harus sedini mungkin mendapatpertolongan setelah terjadinya
gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa tidakbenar adanya infeksi rabies.
c. Pencegahan Tersier.14
2.8.2. Pengendalian
a. Aturan Perundangan.15
17
Pertanian, dan Menteri Dalam Negeri No: 279A/MenKes/SK/VIII/1978;No:
522/Kpts/Um/8/78; dan No: 143/tahun1978.7Penerapan aturan perundangan ini perlu
ditegakkan, agar pelaksanaan dilapangan lebih efektif dan secara tegas memberikan
otoritas kepada pelaksanauntuk melakukan kewajibannya sesuai dengan aturan
perundangan yang ada, baiktingkat nasional, tingkat kawasaan, maupun tingkat lokal.
b. Surveilans.15
c. Vaksinasi Rabies.15
Untuk mencegah terjadinya penularan rabies, maka anjing, kucing, atau keradapat
diberi vaksin inaktif atau yang dilemahkan (attenuated). Untuk memperolehkualitas
vaksin yang efektif dan efisien, ada beberapa persyaratan yang harusdipenui, baik vaksin
yang digunakan bagi hewan maupun bagi manusia, yakni:
18
Vaksin harus stabil dan menghasilkan waktu kadaluwarsa yang lama.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Kerangka konsep merupakan kerangka penelitian yang menggunakan model konseptual spesifik.
yang berbasis teori dan dasar dari konseptual bagi masalah peneliti dan kerangka kerja yang
digabungkan kedalam pengetahuan teoritis yang relevan dan terkait hasil.
Kerangka konsep adalah rangkuman dari kerangka teori yang dibuat dalam bentuk diagram yang
menghubungkan antara variabel yang diteliti dan variabel lain yang terkait.
19
Penyakit Rabies
Penangan Awal
Komplikasi Rabies
2. Perempuan
20
3 Pendidikan Jenjang pendidikan Kuisioner 1. Tidak Sekolah Ordinal
formal yang telah
diselesaikan responden 2. Pendidikan
Dasar
3. Pendidikan
Menengah
4. Perguruan
Tinggi
Pengetahuan tentang
Penanganan Awal
Penyakit Rabies
Jawaban responden
terhadap pertanyaan
penelitian yang
diajukan tentang
21
Penanganan Awal
Penyakit Rabies
Pengetahuan tentang
Pencegahan
Penularan Penyakit
Rabies
Jawaban responden
terhadap pertanyaan
penelitian yang
diajukan tentang
Pencegahan
Penularan Penyakit
Pengetahuan tentang
komplikasi Penyakit
Rabies
Jawaban responden
terhadap pertanyaan
penelitian yang
diajukan tentang
komplikasi Rabies
22
BAB IV
DESAIN DAN METODELOGI PENELITIAN
4.1 Metodologi
Metodologi penelitian ini menggunakan survei deskriptif dengan desain Cross Sectional,
penelitian ini menggambarkan tingkat pengetahuan tentang manajemen rabies pada masyarakat
yang beresiko tergigit hewan yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kubutambahan 1 terutama
di desa Kubutambahan. Penelitian Cross Sectional menurut Sasroasmoro (1995) adalah
penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada satu kali pemeriksaan pada setiap subjek, untuk
dilakukan observasi atau pengukuran variabel.
4.2.1 Populasi
Dalam metodelogi penelitian, populasi digunakan untuk menyebutkan serumpun atau
sekelompok objek yang menjadi sarana penelitian. Oleh karenanya, populasi penelitian
merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian. Menurut Notoatmodjo populasi
adalah metode pengambilan sampel data secara keseluruhan subjek yang akan diteliti. 8 Jadi
populasi penelitian ini adalah semua masyarakat yang beresiko terkena gigitan hewan perantara
rabiesyang berada di wilayah kerja Puskesmas Kubutambahan 1.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006) Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini dilakukan secara stratified sampling yaitu subjek yang ada di wilayah
23
kerja Puskesmas kubutambahan I khususnya banjar Ponjok yang memenuhi kriteria untuk
menjadi responden selama penelitian berlangsung. Agar sampel tidak menyimpang dari populasi,
maka sebelumnya dilakukan pengambilan sampel ditentukan kriteria inklusi.
Kriteria inklusi yang perlu dipenuhi oleh setiap sampel adalah: 1. pasien yang beresiko terkena
gigitan hewan perantara rabies, 2. bersedia menjadi responden.
Etika penelitian mencakup perlakuan peneliti terhadap subjek penelitian, serta sesuatu yang
dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat.8Selama penelitian harus ditekankan beberapa prinsip
yang harus dipegang teguh oleh peneliti yaitu:
Penelitian yang dilakukan harus menjunjung tinggi martabat seseorang dalam melakukan
penelitian, responden memiliki hak yang sama dan harus dihargai. Responden dalam
mengambil keputusan untuk ikut berpartisipasi tidak ada unsur paksan oleh siapapun.
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian lalu memberikan informed consent
untuk dibaca dan ditanda tangani oleh responden.
24
langsung manfaat penelitian ini yaitu dengan mengetahui upaya pengendalian rabies dan
manajemen Rabies. Manfaat lain yaitu untuk landasan tindak lanjut dalam menetapkan
program manajemen Rabies di Puskesmas Kubutambahan I
Data yang diperoleh dari subjek penelitian harus dijamin kerahasiannya dan penggunaan
data tersebut untuk kepentingan penelitian saja. Pada kuesioner tidak dicantumkan nama
responden tapi menggunakan kode.
Sebelum melakukan wawancara, peneliti menjelaskan tentang penelitian yang sedang dilakukan
dan responden menandatangani informed consent setelah itu pengisian kuesioner dilakukan.
Teknik pengukuran yang dilakukan yaitu jika responden memberikan jawaban benar dan salah,
jika responden memberikan jawaban benar mendapatkan nilai 1 dan jika jawaban responden
salah maka mendapatkan nilai 0. Hasil nilai yang tertinggi ditetapkan oleh peneliti adalah 20,
dimana skor 15-20 adalah tinggi, skor 10-15 adalah sedang dan yang rendah adalah di bawah 10
sesuai dengan skor pengetahuan manajemen rabies. Pengetahuan manajemen rabies ditentukan
dari hasil nilai rata – rata jawaban dari keseluruhan responden dibandingkan dengan hasil nilai
rata – rata jawaban dari masing – masing responden. Peneliti menentukan hasil pengetahuan
25
manajemen rabies kepada responden dinilai rendah jika total jawaban kurang dari sama dengan
50% dibandingkan dengan nilai rata – rata seluruh responden. Nilai sedang jika total nilai
jawaban responden lebih dari 50% dibandingkan dengan nilai rata – rata seluruh responden dan
nilai tinggi jika nilai jawaban responden lebih dari dari 75% dibandingkan dengan nilai rata –
rata seluruh responden.
Komponen instrumen adalah: pengetahuan mengenai rabies pertanyaan nomor 1, 2, 3, 6, 11, 12,
13, 16,penanganan rabies 5, 7, 9, 18cara pencegahan rabies 10, 14, 19, 20 komplikasi
pertanyaan nomor 4, 8, 15, 17
Hasil akhir adalah dengan melakukan beberapa tahapan yaitu tahap pertama menjumlahkan
semua nilai jawaban pertanyaan tiap-tiap responden, kedua dengan menjumlahkan jawaban
semua dan di nilai besar presentasi yang didapat dan ketiga dengan membuat distribusi tingkat
pengetahuan dan manajemen rabies berdasarkan total jawaban seluruh responden.
Analisa data yang digunakan peneliti adalah meliputi analisa data univariat yang bertujuan untuk
melihat karateristik demografi responden antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
lama waktu gigitan, manajemen rabies dan tingkat pengetahuan rabies. Analisa univariat tiap
-tiap variabel terlihat pada tabel 4.1.
26
Tabel 4.1 Analisa Univariat Karakteristik Responden
BAB V
HASIL PENELITIAN
27
Bab ini menjelaskan dan menggambarkan hasil penelitian evaluasi tingkat pengetahuan
masyarakat tentang penyakit Rabies di wilayah kerja Puskesmas Kubutambahan 1, yang
dilakukan pada tanggal 10 November 2018. Responden berjumlah 67 orang.
28
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Pada
Usia
15 - 20 tahun 6 8.9
21 - 30 tahun 9 13
31 - 40 tahun 20 29.8
41 - 50 tahun 14 20.8
51 – 60 tahun 14 20.8
61 – 70 tahun 3 4.4
1 1.4
>70 tahun
Tabel
5.1.
Jenis Kelamin
Laki-laki 32 47,7
Perempuan 35 52,2
Pendidikan
SD 31 46.3
SMP 8 11.9
SMA 0 0
menunjukan distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden, diperoleh gambaran
29
yang berusia 15-20 tahun yaitu, 6 orang (8.9%), usia 21-30 tahun terdapat 9 orang (13%), 20
orang (29.8%) yang berusia 31-40 tahun, umur 41 -50 tahun berjumlah 14 orang (20.8%),
umur 51-60 tahun berjumlah 14 orang (20.8%) umur 61-70 tahun berjumlah 3 orang (4.4%)
dan 1 orang (1.4%) berusia >70 tahun. Dari tabel tersebut sebagian besar responden berusia
rata - rata 30-40 tahun.
Diperoleh gambaran hasil penelitian untuk jenis kelamin responden, yaitu laki-laki berjumlah
32 orang (47.8%) sedangkan perempuan sebanyak 35 orang (52,2%) Dari tabel tersebut
didapatkan jumlah responden lebih banyak perempuan.
Rendah 18 26.8
Sedang 20 29.8
Tinggi 25 37.3
30
Pengetahuan tentang penanganan
penyakit Rabies
Rendah 25 37.3
Sedang 27 40.2
Tinggi 15 22.3
Rendah 19 28.3
Sedang 35 52.2
Tinggi 13 19.4
Rendah 31 46.2
Sedang 27 40.2
Tinggi 9 13.4
Pada Tabel 5.2. Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan penyakit Rabies, diperoleh
tingkat pengetahuan tentang penyakit Rabies yaitu, 18 orang (26.8%) rendah, 20 orang
(29.8%) sedang, dan 25 orang (37.3%) tinggi. Dari tabel tersebut sebagian besar responden
pengetahuan mengenai penyakit Rabies sendiri sudah cukup tinggi.
31
Pada distribusi frekuensi berdasarkan, tingkat pengetahuan tentang tatalaksana Rabies
berupa mencuci bekas gigitan dengan air mengalir, menangkap hewan yang menggigit dan
membawa penderita ke tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pertolongan
pertama menunjukan bahwa 25 orang (37.3%) rendah, 27 orang (40.2%) sedang, dan 15
orang (22,3%) tinggi. Dari tabel tersebut sebagian besar pengetahuan tentang terapi Rabies
pada responden adalah sedang.
Diperoleh hasil penelitian tingkat pengetahuan mengenai pencegahan penyakit rabies yaitu,
19 orang (28.3%) masih rendah, 35 orang (52.3%) sedang, dan 13 orang (19.4%) tinggi.
Dari tabel tersebut menunjukan bahwa sebagian besar responden pengetahuan tentang
pencegahan penyakit Rabies masih rendah.
32
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan pembahasan yang meliputi interprestasi dan diskusi hasil penelitian yang
dijabarkan pada bab V atau hasil penelitian dengan merujuk pada teori-teori dan penelitian yang
telah ada sebelumnya yang mendukung dalam penelitian ini. Selain itu, pada bab ini juga
diuraikan mengenai keterbatasan dari penelitian ini.
a. Usia
Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik responden tertinggi pada usia antara 31
33
- 40 tahun sebanyak 20 orang (29,8%) dan terendah diikuti oleh usia >70 tahun yaitu
sebanyak 1 orang (1,4%). Menurut InfoDATIN (2016) sebagian besar dari korban sekitar 30-
60% adalah anak-anak usia kecil dibawah 15 tahun (WHO,2008). Korban rata-rata
merupakan anak-anak, dikarenakan: 1) Tubuh anak-anak yang kecil membuat mereka tidak
menakutkan untuk hewan, 2) Anak-anak belum bias mengenali dan menghindari perilaku
mengancam dari hewan, 3) Anak-anak kurang mampu melindungi diri atau melarikan diri
saat diserang hewan, 4) Anak-anak rentan terkena gigitan dibagian wajah dan kepala dimana
area tersebut adalah area yang paling berisiko. (WHO,XXX)
b. Jenis Kelamin
c. Pendidikan
35
sedang, dan 13 orang (19,4%) tinggi. Untuk pencegahan rabies itu sendiri meliputi: 1)
pemeliharaan hewan piaraan/hobi dilaksanakan penuh rasa tanggung jawab dan
memperhatikan kesejahteraan hewan, jangan diliarkan/diumbar keluar pekarangan rumah
tanpa pengawasan dan kendali ikatan. 2) Berikan vaksinasi anti rabies pada hewan
peliharaan anda secara berkala di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan), dinas kesehatan
hewan atau dinas peternakan, atau ke dokter hewan. 3) Segera melapor ke
Puskesmas/rumah sakit terdekat apabila digigit oleh hewan tersangka rabies untuk
mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR) sesuai indikasi. 4) Apabila melihat binatang
dengan gejala rabies, segera laporkan kepada Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan), dinas
peternakan/ yang membawahi bidang peternakan atau dinas kesehatan hewan. Dari hasil
penelitian didapatkan sebagian besar memiliki pengetahuan yang sedang dikarenakan
sudah hamper seluruh hewan peliharaan diberikan vaksin akan tetapi masih
diliarkan/diumbar keluar pekarangan rumah tanpa pengawasan dan kendali ikatan.
d. Pengetahuan tentang Komplikasi Rabies
Dalam penelitian ini didukung oleh penilitian yang dilakukan oleh Herlinae, etc dimana
kesimpulan dari penilitian yang dilakukan dari 50 responden terdapat 45 responden pada
kategori pengetahuan baik dan 3 responden pada pengetahuan sedang serta 2 responden
berpengetahuan kurang tentang bahaya penyakit rabies. Sebanyak 42 responden pada
kategori tingkat partisipasi baik dalam pencegahan penyakit rabies. Variable pengetahuan
36
tidak mempengaruhi partisipasi dalam pencegahan rabies.
Akan tetapi pengetahuan baik sebanding dengan tindakan pencegahan rabies yang baik,
dimana sebanyak 54 orang (80,6%) dan tindakan pencegahan rabies yang kurang baik
sebanyak 13 orang (19,4%), sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang
baik yang tindakan pencegahan rabiesnya baik sebanyak 29 orang (32,2%) dan yang
tindakan pencegahan rabiesnya kurang baik sebanyak 61 orang (67,8%) pada penelitian
yang dilakukan oleh Fonie, Etc.
37
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai hasil keseluruhan temuan penelitian sebagai berikut:
1. Data demografi responden pengetahuan penyakit rabies pada masyarakat di Puskesmas
Kubutambahan 1 dari 67 responden diperoleh usia responden terbanyak antara 31 -
40tahun sebanyak 20 orang (29.9%),jenis kelamin mayoritas adalah perempuan
berjumlah 35 orang (52,2%), dengan tingkat pendidikan mayoritas pada tingkat SD
sebanyak 31 orang (46,3%)
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan maka dapat diberikan beberapa
saran kepada pihak yang berkenaan dengan pengetahuan tentang manajemen DM pada
pasien DM:
1. Bagi masyarakat
2. Bagi Puskesmas
39
3. Bagi Peneliti
DAFTAR PUSTAKA
40
3. Singh R, Singh K, Cherian S, Saminathan M, Kapoor S, Manjunatha Reddy G et al.
Rabies – epidemiology, pathogenesis, public health concerns and advances in diagnosis
and control: a comprehensive review. Veterinary Quarterly. 2017;37(1):212-251.
8. Perl DP. The Pathology oi Rabies in the Central Nervous System. The natural history of
rabies. 2012 Dec 2;1:235.
9. Susilawathi NM, Darwinata AE, Dwija IB, Budayanti NS, Wirasandhi GA, Subrata K,
Susilarini NK, Sudewi RA, Wignall FS, Mahardika GN. Epidemiological and clinical
features of human rabies cases in Bali 2008-2010. BMC Infectious Diseases. 2012
Dec;12(1):81.
41
11. Mani RS, Madhusudana SN. Laboratory diagnosis of human rabies: recent advances. The
Scientific World Journal. 2013;2013.
12. Mani RS, Anand AM, Madhusudana SN. Human rabies in India: an audit from a rabies
diagnostic laboratory. Tropical Medicine & International Health. 2016 Apr;21(4):556-63.
13. Mustiana A, Toribio JA, Abdurrahman M, Suadnya IW, Hernandez-Jover M, Putra AA,
Ward MP. Owned and unowned dog population estimation, dog management and dog
bites to inform rabies prevention and response on Lombok Island, Indonesia. PloS one.
2015 May 1;10(5):e0124092.
14. Garg SR. Rabies Prevention and Control. InRabies in Man and Animals 2014 (pp. 89-
123). Springer, New Delhi.
15. Dewi AP, Riono P, Farid MN. Effects of Rabies Elimination Program on Rabies Cases in
Bali, 2008–2015. KnE Life Sciences. 2018 Jan 11;4(1):62-73.
42