Anda di halaman 1dari 32

SKILL LAB

disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF/Lab. Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember

Disusun oleh:
Putu Yos Mulyadi
NIM 14710039

Pembimbing
dr. Sugeng, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA


SURABAYA
SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2015
BAB 1
PENDAHULUAN

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non


supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan
ikat. Proses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai
banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Demam
rematik akut adalah sinonim dari demam rematik dengan penekanan akut,
sedangkan yang dimasuk demam rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan
demam rematik tanpa tanda-tanda radang.
Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung
rematik, merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai
pada populasi anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik
terdapat pada kelompok 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak
dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Prevalensi demam rematik
atau penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun
1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia
Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah,
dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000 anak sekolah.
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1
November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per
100.000 penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara
berkembang di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan sekitar 2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia
akibat penyakit tersebut.
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti,
meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit jantung rematik berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak
sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi
demam rematik di Indonesia pasti lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat
penyakit jantung rematik merupakan akibat dari demam rematik.
BAB 2. LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


– Nama : Tn.EA
– Umur : 14 th
– Jenis kelamin : Perempuan
– Alamat : Lumajang
– Suku : Jawa
– Agama : Islam
– Tanggal MRS : 24 Juni 2015
– Tanggal KRS : 30 Juni 2015
– No. RM : 083224

2.2.1 Keluhan utama


Sesak nafas

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu. sesak
nafas dirasakan saat aktifitas dan memberat saat malam hari. Sesak nafas
memberat sejak kemarin. Pasien juga mengeluh batuk, sejak 1 minggu yang
lalu. Setiap batuk sesak terasa semakin memberat. Saat sesak timbul pasien
merasa nyaman saat dia duduk. Pasien sudah mengalami penyakit jantung
sejak 3 bulan yang lalu. pasien mengkonsumsi obat batuk, sehabis minum
obat batuk, pasien merasa mual dan muntah. Keluhan disertai demam yang
dirasakan naik turun sejak 2 minggu yang lalu. Pasien sudah mengalami
penyakit jantung sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh badan sakit
semua, lemah terutama anggota gerak bawah pada sendinya. Pasien masuk
RS di Lumajang dan dikarenakan sesak yang semakin memberat akhirnya
dirujuk ke RSD dr. Soebandi. BAK (+) normal dan BAB (+) normal

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit jantung
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga disangkal.

2.2.5 Riwayat Pengobatan


Riwayat minum obat batuk

2.2.6 Anamnesis Sistem


a. Sistem Serebrospinal : Penurunan kesadaran (-), Demam (+), Kejang (-),
Nyeri kepala (-).
b. Sistem Kardiovaskuler : Palpitasi (+), Hipertensi (-), Nyeri dada (-).
c. Sistem Pernafasan : Epistaksis (-), Dyspneau (+), Batuk(+), Pilek (-),
Pernafasan cuping hidung (-), Retraksi dinding dada
(-), dan tidak ada ketertinggalan gerak.
d. Sistem Gastrointestinal : Nafsu makan menurun, BAB kehitaman (-)
e. Sistem Urogenital : BAK lancar dan tidak nyeri, serta berwarna kuning
jernih.
f. Sistem Muskuloskeletal : Tidak artrofi, tidak ada deformitas.
g. Sistem Integumentum : Bengkak (-), Ikterik (-), Ptechiae (-), Purpura(-),
Ekimosis (-)
Kesan: Terdapat gangguan di sistem serebrospinal, kardiovaskuler,
pernapasan dan gastrointestinal.
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital Sign :
1) TD : 110/50 mmHg
2) Nadi : 120 x/mnt
3) RR : 28 x/mnt
4) Suhu Axilla : 38,1 ˚ C
d. Kulit : Ikterus (-), Ptechiae (-), Purpura (-), Ekimosis (-)
e. Kelenjar limfe : Ditemukan pembesaran pada limfonodi leher.
f. Otot : Kekuatan otot normal, artrofi (-)
g. Tulang : Tidak ada deformitas.
h. Status Gizi :
1) Berat badan : 45 kg
2) Tinggi badan : 150 cm
3) IMT : 20 %
Kesan : Didapatkan takikardi, takipneu, peningkatan suhu tubuh dan status
gizi cukup

2.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus


a. Kepala
1) Bentuk : Bulat
2) Rambut : Hitam, keriting
3) Mata : Konjungtiva anemis +/+
Sklera ikterus -/-
Oedem palpebra -/-
Reflek cahaya +/+
4) Hidung : Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-), Pernafasan cuping
hidung (-)
5) Telinga : Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-)
6) Mulut : Sianosis (+), Bau (-)
b. Leher :
1) Kelenjar limfe : Ada pembesaran pada limfonodi leher
2) Tiroid : Tidak ada pembesaran
3) Kaku kuduk : (-)
4) JVP : tidak meningkat
5) Tidak tampak retraksi suprasternal dan kontraksi M. sternocleidomastoideus
c. Thorax
1) Cor
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : Ictus cordis teraba
c) Perkusi : Redup di ICS IV parasternal dextra sampai ICS V
midclavicula sinistra
d) Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, ekstra sistole (-), gallop (-),
murmur (+)

2) Pulmo
Aspectus Ventralis Aspectus Dorsalis
Ins Bentuk dada normal Bentuk dada normal
Simetris Simetris
Retraksi (-) Retraksi (-)
Gerak nafas tertinggal (-) Gerak nafas tertinggal (-)
Per Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Fremitus raba Fremitus raba
N N N N

N N N N

N N N N
Pal Sonor-Redup Sonor-Redup
S S S S

S S S S

S S S S

S R R S

S S R R R R S S

S R R S

Aus Suara Dasar Suara Dasar


BV BV BV BV

BV BV BV BV

V V V V

V V V V

V V V V V V V V

V V V V

Wheezing Wheezing
- - - -

+ + + +

+ + + +

+ + + +

- - - - - - - -

- - - -

Rhonki Rhonki
- - - -

- - - -

- - - -

- - - -

- - - - - - - -

- - - -
d. Abdomen
1) Inspeksi : Cembung
2) Auskultasi : Bising usus (+) 10x/menit
3) Perkusi : Tympani-redup
4) Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-),
Splenomegali (-)
e. Ekstermitas
1) Superior : Akral hangat +/+, oedem -/-
2) Inferior : Akral hangat +/+, oedem +/+

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Pemeriksaan Laboraturium
Tanggal 24 Juni 2015
Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11,4 12-16 gr/dL

Leukosit 30,9 4.5-13 109/L

Hematokrit 33,4% 36-46 %

Trombosit 250 150-450 109/L

FAAL HATI

SGOT 881 10-31

SGPT 325 9-36

Albumin 3,4 3,4-4,8

GULA DARAH

Glukosa Sewaktu 118 stik <200 mg/dL


ELEKTROLIT

Natrium 130,3 135-155

Kalium 4,26 3,5-5,0

Chlorida 95,8 90-110

Calsium 2,12 2,15-2,57

FAAL GINJAL

Kreatinin Serum 1.2 0.5-1.1 mg/Dl

BUN 48 6-20 mg/dL

Urea 103 26-43 gr/24 h

2.4.2 Pemeriksaan EKG


1). Tanggal 24 Juni 2015
2). Tanggal 25 Juni 2015

3). Tanggal 26 Juni 2015


2.4.3 Pemeriksaan Echocardiografi
Kesan: RHD MR Berat AR berat PR berat dengan hipertensi arteri pulmonalis
berat serta vegetasi di AML

2.5 Resume
Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu. sesak nafas
dirasakan saat aktifitas dan memberat saat malam hari. Sesak nafas memberat
sejak kemarin. Pasien juga mengeluh batuk, sejak 1 minggu yang lalu. Setiap
batuk sesak terasa semakin memberat. Pasien sudah mengalami penyakit jantung
sejak 3 bulan yang lalu. pasien mengkonsumsi obat batuk, sehabis minum obat
batuk, pasien merasa mual dan muntah. Keluhan disertai demam yang dirasakan
naik turun sejak 2 minggu yang lalu. Pasien sudah mengalami penyakit jantung
sejak 3 bulan yang lalu. Pasien masuk RS di Lumajang dan dikarenakan sesak
yang semakin memberat akhirnya dirujuk ke RSD dr. Soebandi. BAK (+) normal
dan BAB (+) normal.
Riwayat Penyakit Dahulu: penyakit jantung. Riwayat Pengobatan: obat
batuk. Riwayat Penyakit Keluarga (-). Riwayat alergi (-). Riwayat sosioekonomi
dan lingkungan cukup baik.
Keadaan umum lemah, komposmentis. Status gizi baik, IMT: normal.
Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, takikardi, takipneu,
peningkatan suhu tubuh, terdapat suara bising jantung murmur, wheezing, dan
oedem pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan Laboratorium: anemia, leukositosis,
gangguan faal hati dan gangguan faal ginjal. Pemeriksaan EKG terdapat sinus
takikardi dan pemeriksaan ekocardiography RHD MR Berat AR berat PR berat
dengan hipertensi arteri pulmonalis berat serta vegetasi di AML.

2.6 Diagnosis Kerja

Etiologi : Demam Reuma, infektif endokarditis,


Anatomis : Mitral regurgitasi, aorta regurgitasi
Fungsional : DCFC II
Sekunder: hipertensi arteri pulmonalis, Gangguan Faal Hati, Gangguan faal Ginjal

2.7 Planning

2.7.1 Planning Terapi


 O2 3 lpm
 Infus PZ : Comafucin 7 tpm
 Injeksi Cefotaxim 3x1 gr
 Gentamycin 2x40 mg
 Injeksi ranitidin 2x1 amp
 Injeksi furosemide 1x1 amp
 p/o Spironolacton 25 mg 1-0-0
 p/o concor 2,5 0-0-1/2
 p/o ibuprofen 3x200 mg

2.7.2 Planing diagnostik


ASTO titer

2.7.3 Planing Monitoring


1. EKG
2. Vital sign

2.7.4 Planning operatif


- Valvuloplasti
- Mitral valve replacement
- Bioprotese
- Katup mekanik  byork Shiley, st Judge
-
2.7.5 Planning edukasi
• Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan yang perlu dilakukan dan
tindakan medis kepada pasien serta keluarga.
• Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada pasien dan
keluarga
• Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari nantinya

2.8 Prognosis
Dubia ad malam
2.9 Follow up

25 Juni 2015 26 Mei 2015 29 Mei 2015


S KU: sesak batuk KU: sesak batuk KU: nyeri perut

O KU: lemah KU: cukup KU: lemah


Kes: compos mentis Kes: compos mentis Kes: compos mentis
TD: 115/50 mmHg TD: 100/40mmHg TD: 100/70 mmHg
N: 110x/mnt N: 120x/mnt N: 96x/mnt
RR: 30x/mnt RR: 35x/mnt RR: 24x/mnt
Tax: 36,7oC Tax: 36,5oC Tax: 36,4 oC
K/L:a/i/c/d:+/-/+/- K/L:a/i/c/d:+/-/-/+ K/L:a/i/c/d:+/-/-/-
Thorax: cor: bising Thorax: cor: bising Thorax: cor: bising
murmur; pulmo: murmur; pulmo: murmur; pulmo: wheezing
wheezing wheezing
Abd: cembung, BU (+) Abd: cembung, BU (+) Abd: cembung, BU (+) N,
N, timpani, soepel N, timpani, soepel, timpani, soepel,
Ext: AH di keempat Ext: AH di keempat Ext: AH di keempat akral,
akral, ada oedem ext akral, ada oedem ext tak ada oedem
inferior inferior
A RHD MR + DCFC II + RHD MR + AR+ PR + RHD MR + AR+ PR +
Susp IE PHT berat + IE PHT berat + IE
P  O2 3 lpm  O2 3 lpm  O2 3 lpm
 Infus PZ :  Infus PZ :  Infus PZ : Comafucin
Comafucin 7 tpm Comafucin 7 tpm 7 tpm
 Injeksi Cefotaxim  Injeksi Cefotaxim  Injeksi Cefotaxim
3x1 gr 3x1 gr 3x1 gr
 Injeksi ranitidin 2x1  Injeksi ranitidin 2x1  Injeksi ranitidin 2x1
amp amp amp
 Injeksi furosemide  Injeksi furosemide  Injeksi furosemide
1x1 amp 1x1 amp 1x1 amp
 p/o Spironolacton 25  p/o Spironolacton  p/o Spironolacton 25
mg 1-0-0 25 mg 1-0-0 mg 1-0-0
 p/o concor 2,5 0-0-  p/o concor 2,5 0-0-  p/o concor 2,5 0-0-
1/2 1/2 1/2
 p/o ibuprofen 3x200  p/o ibuprofen 3x200  p/o ibuprofen 3x200
mg mg mg
 gentamicyn 2x40  gentamicyn 2x40 mg
mg

Diet TKTP Diet TKTP Diet TKTP

BAB 4 TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease)


Definisi
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit
jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik
merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut
sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang
mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit
jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya. 5,8
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting dari
demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri dari
fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup jantung.
Katup mitral paling sering terkena, selanjutnya diikuti oleh katup aorta;
manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan dengan berkurangnya
peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan parut. Dengan
serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru terbentuk di bekas tempat
tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium mural dan korda tendinea
menjadi terkena.8
Gambar 2.5 Vegetasi pada katup jantung

2.2.2 Patofisiologi
Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang
disebabkan Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi
Streptokokus secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau
manifestasi demam reumatik, sebagai berikut (1) Streptokokus grup A akan
menyebabkan infeksi pada faring, (2) antigen Streptokokus akan menyebabkan
pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun, (3) antibodi akan bereaksi
dengan antigen Streptokokus, dan dengan jaringan hospes yang secara antigenik
sama seperti Streptokokus ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan
antara antigen Streptokokus dengan antigen jaringan jantung), (4) autoantibodi
tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan
jaringan. 5
Gambar 2.3 Patofisiologi penyakit jantung rematik
Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada
lapisan jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan
pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan
tidak sempurnanya daun katup mitral menutup pada saat sistolik sehingga
mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan aliran darah balik dari
ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan penurunan curah sekuncup
ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri,
peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding
atrium sehingga terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah
hal ini mengakibatkan kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru
mengakibatkan terjadi edema intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis,
hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.5,7

2.2.3 Pola Kelainan Katup

1. Insufisiensi mitral
Insufisiensi mitral merupakan akibat dari perubahan struktural yang
biasanya meliputi kehilangan beberapa komponen katup dan pemendekan serta
penebalan korda tendineae. Selama demam rematik akut dengan karditis berat,
gagal jantung disebabkan oleh kombinasi dari insufisiensi mitral yang
berpasangan dengan peradangan pada perikardium, miokardium, endokardium
dan epikardium. Oleh karena tingginya volume pengisian dan proses peradangan,
ventrikel kiri mengalami pembesaran. Atrium kiri berdilatasi saat darah yang
mengalami regurgitasi ke dalam atrium. Peningkatan tekanan atrium kiri
menyebabkan kongesti pulmonalis dan gejala gagal jantung kiri. 8,10
Perbaikan spontan biasanya terjadi sejalan dengan waktu, bahkan pada
pasien dengan insufisensi mitral yang keadaannya berat pada saat onset. Lebih
dari separuh pasien dengan insufisiensi mitral akut tidak lagi mempunyai murmur
mitral setelah 1 tahun. Pada pasien dengan insufisiensi mitral kronik yang berat,
tekanan arteri pulmonalis meningkat, ventrikel kanan dan atrium membesar, dan
berkembang menjadi gagal jantung kanan. Insufisiensi mitral berat dapat
berakibat gagal jantung yang dicetuskan oleh proses rematik yang progresif, onset
dari fibrilasi atrium, atau endokarditis infekstif. 8,9
2. Stenosis Mitral
Stenosis mitral pada penyakit jantung rematik disebabkan adanya fibrosis
pada cincin mitral, adhesi komisura, dan kontraktur dari katup, korda dan
muskulus papilaris. Stenosis mitral yang signifikan menyebabkan peningkatan
tekanan dan pembesaran serta hipertrofi atrium kiri, hipertensi vena pulmonalis,
peningkatan rersistensi vaskuler di paru, serta hipertensi pulmonal. Terjadi dilatasi
serta hipertrofi atrium dan ventrikel kanan yang kemudian diikuti gagal jantung
kanan.8

3. Insufisiensi Aorta
Pada insufisiensi aorta akibat proses rematik kronik dan sklerosis katup
aorta menyebabkan distorsi dan retraksi dari daun katup. Regurgitasi dari darah
menyebabkan volume overload dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri.
Kombinasi insufisiensi mitral dengan insufisiensi aorta lebih sering terjadi
daripada insufisiensi aorta saja. Tekanan darah sistolik meningkat, sedangkan
tekanan diastolik semakin rendah. Pada insufisiensi aorta berat, jantung membesar
dengan apeks ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera bersamaan dengan
bunyi jantung kedua dan berlanjut hingga akhir diastolik. Murmur tipe ejeksi
sistolik sering terdengar karena adanya peningkatan stroke volume. 8

4. Kelainan Katup Trikuspid


Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut.
Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan.
Gejala klinis yang disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena
jugularis yang jelas terlihat, pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik
yang meningkat selama inspirasi. 8,10

5. Kelainan Katup Pulmonal


Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan
merupakan temuan terakhir pada kasus stenosis mitral berat. Murmur Graham
Steell hampir sama dengan insufisiensi aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak
ditemukan. Diagnosis pasti dikonfirmasi oleh pemeriksaan ekhokardiografi dua
dimensi serta Doppler.8

2.2.4 Penatalaksanaan Operatif

a. Mitral stenosis

—Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang


menyempit, tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional
III ke atas. Intervensi dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat sub
valvular, kommisurotomi atau penggantian katup.8

b. Insufisiensi Mitral

Penentuan waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan katup pada


penderita insufisiensi mitral masih banyak diperdebatkan. Namun kebanyakan ahli
sepakat bahwa tindakan bedah hendaknya dilakukan sebelum timbul disfungsi
ventrikel kiri. Jika mobilitas katup masih baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan
katup (valvuloplasti, anuloplasti). Bila daun katup kaku dan terdapat kalsifikasi
mungkin diperlukan penggantian katup (mitral valve replacement). Katup
biologik (bioprotese) digunakan terutama digunakan untuk anak dibawah umur 20
tahun, wanita muda yang masih menginginkan kehamilan dan penderita dengan
kontra indiksi pemakaian obat-obat antikoagulan. Katup mekanik misalnya Byork
Shiley, St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan
antikoagulan untuk selamanya.5,8

c. Stenosis Aorta

Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan


operatif. Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta
follow up untuk menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan
stenosis dengan pelebaran katup aorta memakai balon mai diteliti. Pasien-pasien
yang dipilih adalah pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penggantian
katup karena usia, adanya penyakit lain yang berat, atau menunjukkan gejala yang
berat. Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus dioperasi walaupun
tanpa gejala. Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang dari 75
mmhg harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila
pasien menunjukkan gejala terjadi pembesaran jantung, peningkatan tekanan
sistolik aorta yang diukur denagn teknik Doppler. Pada pasien muda bisa
dilakukan valvulotomi aorta sedangkan pada pasien tua membutuhkan
penggantian katup. Risiko operasi valvulotomi sangat kecil, 2% pada penggantian
katup dan risiko meningkat menjadi 4% bila disertai bedah pintas koroner. Pada
pembesaran jantung dengan gagal jantung, risiko naik jadi 4 sampai 8%. Pada
pasien muda yang tidak bisa dilakukan valvulotomi penggantian katup perlu
dilakukan memakai katup sintetis. Keuntungan katup jaringan ini adalah
kemungkinan tromboemboli jarang, tidak diperlukan antikoagulan, dan
perburukan biasanya lebih lambat bila dibandingkan dengan memakai katup
sintetis.5

d. Insufisiensi Aorta
Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan,
kontra indikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan
katup jaringan, baik porsin atau miokardial mungkin tidak membutuhkan
penggunaan antikoagulan jangka panjang. Risiko operasi kurang lebih 2% pada
penderita insufisiensi kronik sedang dengan arteri koroner normal. Sedangkan
risiko operasi pada penderita insufisiensi berta dengan gagal jantung, dan pada
penderita penyakit arteri, bervariasi antara 4 sampai 10%. Penderita dengan katup
buatan mekanis harus mendapat terapi antikoagulan jangka panjang.5,7

2.2.5 Prognosis
Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi.
Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam
rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik dan
penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising organik katup tidak
menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata
demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun
pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah
bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik.

Endokarditis Infektif
Definisi
Endokarditis dibagi menjadi dua, yaitu endokarditis infektif dan
endokarditis non infektif. Endokarditis infektif (EI) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi mikroba pada endokardium jantung atau pada endotel
pembuluh darah besar, yang ditandai oleh adanya vegetasi. Sedangkan
endokarditis non infektif disebabkan oleh faktor thrombosis yang disertai dengan
vegetasi. Endokarditis non infektif biasanya sering didapatkan pada pasien
stadium akhir penyakit keganasan. Infeksi biasanya terjadi pada katup jantung,
namun dapat juga terjadi pada lokasi defek septal,atau korda tendineaatau
endokardium mural.
Patologi
Patologi katup asli dapat lokal (kardiak) mencakup valvular dan
perivalvular atau distal (nonkardiak) karena perlekatan vegetasi septic dengan
emboli, infeksi metastatik dan septikemia. Vegetasi biasanya melekat pada aspek
atrial katup atrioventrikular dan sisi ventricular katup semilunar, predominan pada
garis penutupan katup. Pada katup prostetik, lokasi infeksi adalah perivalvular dan
komplikasi yang biasa adalah periprosthetic leaks dan dehiscence, abses cincin
dan fistula, disrupsi sistem konduksi dan perikarditis purulenta. Pada katup
bioprotese, elemen yang bergerak berasal dari jaringan, mungkin menjadi lokasi
infeksi dan perforasi katup serta vegetasi.4

II. 7 Patofosiologi

Manifestasi klinis pada EI merupakan akibat dari beberapa mekanisme,


antara lain:
 Efek destruksi lokal akibat infeksi intrakardiak. Koloni kuman pada katup
jantung dan jaringan sekitarnya dapat mengakibatkan kerusakan dan
kebocoran katup, terbentuk abses atau perluasan vegetasi ke perivalvular.
 Vegetasi fragmen septik yang terlepas mengakibatkan tromboemboli,
mulai dari emboli paru (Vegetasi katup trikuspid) atau sampai emboli otak
(Vegatasi sisi kiri), yang merupakan emboli septik.
 Vegetasi melepas bakteri terus menerus kedalam sirkulasi, mengakibatkan
gejala konstitusional seperti demam, malaise, tidak nafsu makan,
penurunan berat badan dan sebagainya.
 Respon antibodi humoral dan seluler terhadap infeksi mikroorganisme
dengan kerusakan jaringan akibat kompleks imun atau interaksi
komplemen-antibodi dengan antigen yang menetap dalam jaringan.4

8 Gejala Klinis
Sifat beragam dan epidemiologi yang berkembang dari infeksi
endokarditis memastikan penegakan diagnosis menjadi suatu tantangan.3 Riwayat
perjalanan penyakit infeksi endokarditis sangat bervariasi sesuai dengan
mikroorganisme penyebab dan ada atau tidak penyakit jantung sebelumnya.
Dengan demikian, infeksi endokarditis harus dicurigai pada beragam situasi klinis
yang sangat berbeda.
Infeksi endokarditis mungkin hadir sebagai penyakit akut dengan infeksi
progresif cepat, tetapi juga sebagai penyakit subakut atau kronis dengan demam
ringan dan gejala non-spesifik yang dapat membingungkan penilaian awal. Pasien
mungkin dating ke berbagai dokter spesialis yang mungkin mempertimbangkan
berbagai diagnosis alternatif termasuk infeksi kronis, rheumatologikal dan
penyakit autoimun, atau keganasan.
Pada infeksi endokarditis akut gejala timbul lebih berat dalam waktu
singkat. Pasien kelihatan sakit, biasanya anemis, kurus dan pucat. Demam tidak
spesifik merupakan gejala paling umum. Demam mungkin tidak ditemukan atau
minimal pada pasien usia lanjut atau pada gagal jantung kronik dan jarang pada
infeksi endokarditis katup asli yang disebabkan stafilokokus koagulase positif.
Ditemukan murmur jantung pada 80-85% pasien infeksi endokarditis
katup asli, dan sering tidak terdengar. Pembesaran limpa ditemukan pada 15-50%
pasien dan lebih sering pada infeksi endokarditis subakut. Tanda karena kelainan
vaskuler seperti petekie, merupakan manifestasi perifer tersering, dapat ditemukan
pada konjungtiva palpebra, mukosa palatal, dan bukal, ektremitas dan tidak
spesifik pada infeksi endokarditis. Splinter atau subungual haemorrhage
merupakan gambaran merah gelap, linier atau jarang berupa flame shaped streak
pada dasar kuku atau jari, biasanya pada bagian proksimal. Osler nodes biasanya
berupa nodul subkutan kecil yang nyeri yang terdapat pada jari atau jarang pada
jari lebih proksimal dan menetap dalam beberapa jam atau hari, namun tidak
patognomonis untuk infeksi endokarditis. Janeway lesions berupa eritema kecil
atau makula hemoragis yang tidak nyeri pada tapak tangan atau kaki dan
merupakan akibat emboli septik. Roth spots, perdarahan retina oval dengan pusat
yang pucat, jarang ditemukan pada infeksi endokarditis. Gejala muskuloskeletal
sering ditemukan berupa artralgia, mialgia.
Infeksi endokarditis subakut setelah 2 minggu inkubasi, keluhan seperti
infeksi umum (demam tidak terlalu tinggi, sakit kepala, nafsu makan kurang,
lemas, berat badan turun).Timbulnya gejala komplikasi seperti gagal jantung,
gejala emboli pada organ, misalnya gejala neurologis, sakit dada, sakit perut kiri
atas, hematuria, tanda iskemia di ekstremitas.
Emboli septik merupakan sequellae klinis tersering infeksi endokarditis,
dapat terjadi sampai 40% pasien dan kejadiannya cenderung menurun selama
terapi antibiotik yang efektif. Gejala dan tanda neurologis terjadi pada 30-40%
pasien infeksi endokarditis dan dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Strok
emboli merupakan manifestasi klinis tersering. Manifestasi klinis lain yaitu
perdarahan intrakranial yang berasal dari ruptur aneurisma mikotik, ruptur arteri
karena arteritis septik, kejang dan ensefalopati.4

Tabel 2. Gejala klinis enfeksi endokarditis3


Gejala klinis infeksi endokarditis

Infeksi endokarditis harus dicurigai pada keadaan berikut:


1. Murmur regurgitasi yang baru
2. Fenomena emboli tanpa sebab yang jelas
3. Sepsis tanpa penyebab yang jelas (terutama yang berhubungan dengan
organisme penyebab infeksi endokarditis)
4. Demam (Gejala infeksi endokarditis yang paling umum*)
Infeksi endokarditis harus dicurigai bila demam berhubungan dengan;
a. Material prostetik intrakardiak (seperti katup prostetik, pacemaker,
implan defibrillator)
b. Riwayat infeksi endokarditis sebelumnya
c. Riwayat penyakit katup atau penyakit jantung kongenital sebelumnya
d. Faktor predisposisi untuk terjadinya infeksi endokarditis
(immunocompromised, PNIV)
e. Faktor predisposisi dan adanya intervensi yang berhubungan dengan
bakteriemia
f. Tanda-tanda gagal jantung kongestif
g. Gangguan konduksi jantung yang baru
h. Kultur darah positif dengan bakteri tipikal penyebab infeksi
endokarditis atau serologi positif untuk demam Q kronik
i. Fenomena vaskular atau imunologis: fenomena emboli, splinter
haemorrages, Roth spots, Janeway lession, Osler’s nodes.
j. Tanda dan gejala neurologis non spesifik atau fokal
k. Tanda tanda adanya emboli paru
l. Abses perifer tanpa sebab yang jelas
*demam mungkin tidak ditemukan pada lansia, setelah antibiotik pre
terapi, pasien immunocompromised, infeksi endokarditis yang
disebabkan organisme atipikal atau virulensi rendah.

II. 9 Diagnosis
Diagnosi infeksi endokarditis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang
cermat, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan laboratorium antara lain: kultur
darah dan pemeriksaan penunjang ekokardiografi. Investigasi diagnosis harus
dilakukan jika pasien demam disertai satu atau lebih gejala kardinal; ada
predisposisi lesi jantung atau pola lingkungan, bakteremia, fenomena emboli dan
bukti proses endokard aktif, serta pasien dengan katup prostetik.4
Pada anamnesis, keluhan tersering yang muncul adalah demam (80-85%),
kemudian keluhan lainnya yang muncul seperti menggigil, sesak napas, batuk,
nyeri dada, mual, muntah, penurunan berat badan dan nyeri otot atau sendi. 4
Pada pemeriksaan fisik yang cukup penting adalah ditemukannya murmur
pada katup yang terlibat (80-85%). Murmur yang khas adalah blowing
holosistolik pada garis sternal kiri bawah dan terdengar lebih jelas saat inspirasi
(Rivello-Carvallo maneuver). Sedangkan infeksi endokarditis pada katup jantung
kiri, murmur ditemukan pada lebih dari 90%. Tanda infeksi endokarditis pada
pemeriksaan fisik yang lain adalah tanda-tanda kelainan pada kulit antara lain
fenomena emboli, splenomegali, clubbing, petekie, splinter haemorrhage, osler
node, janeway lesions, roth spots .
Pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan hemoglobin rendah,
lekositosis, laju endap darah (LED) meningkat, analisis urin menunjukkan
hematuria dengan proteinuria. Pemeriksaan kultur darah untuk kuman baik aerob
maupun anaerob.
Kultur darah yang positif merupakan kriteria diagnostik utama dan
memberikan petunjuk sensitivitas antimikroba. Beberapa peneliti
merekomendasikan kultur darah diambil paad saat suhu tubuh tinggi. Dianjurkan
pengambilan darah kultur 3 kali, sekurang-kurangnya dengan interval 1 jam, dan
tidak melalui jalur infus. Pemeriksaan kultur darah terdiri atas satu botol untuk
kuman aerob dan satu botol untuk kuman anaerob dan diencerkan sekurang
kurangnya 1;5 broth media. Minimal jumlah darah yang diambil 5 ml, lebih baik
10 ml pada orang dewasa. Jika kondisi pasien tidak akut, terapi antibiotika dapat
ditunda 2-4 hari.4
Ekokardiografi transtorakal dan transoesofageal (TTE / TEE) sekarang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis, manajemen, dan tindak lanjut dari
infeksi endokarditis.70 Ekokardiografi harus dilakukan dengan segera, begitu
dicurigai adanya infeksi endokarditis. Deteksi ekokardiografi transtorakal (TTE)
pada pasien yang dicurigai infeksi endokarditis sekitar 50%. Pada katup asli
sekitar 20% TTE memperlihatkan kualitas suboptimal. Hanya 25% vegetasi
<5mm dapat diidentifikasi, persentase meningkat 70% pada vegetasi >6mm. Jika
bukti klinis ditemukan, ekokardiografi transesofageal (TEE) meningkatkan
sensitivitas kriteria Duke untuk diagnosis pasti infeksi endokarditis. Sensitivitas
TEE dilaporkan 88-100% dan spesifisitas 91-100%. Pada kasus yang dicurigai
terdapat komplikasi seperti pasien dengan katup prostetik dan kondisi tertentu
seperti penyakit paru obstruksi kronis, atau terdapat deformitas pada dinding dada,
ekokardiografi transesofageal lebih terpilih daripada trantorakal.4
Ekokardiografi dan kultur darah adalah landasan diagnosis infeksi
endokarditis. TTE harus dilakukan lebih dahulu, namun kedua TTE dan TEE pada
akhirnya harus dilakukan dalam sebagian besar kasus yang dicurigai atau pasti
infeksi endokarditis.
Kriteria Duke,3 berdasarkan gejala klinis, ekokardiografi, dan temuan
mikrobiologi memberikan sensitivitas tinggi dan spesifisitas 80% secara
keseluruhan untuk menegakkan diagnosis infeksi endokarditis. Panduan terakhir
mengenali peran Q-fever (penyakit zoonosis yang disebabkan oleh Coxiella
burnetii) prevalensi, peningkatan infeksi staphylococcal, dan penggunaan luas
TEE, dan kriteria Duke modifikasi sekarang direkomendasikan untuk klasifikasi
diagnostik.3

Tabel 3. Kriteria Duke Modifikasi3


Kriteria Duke Modifikasi
Kriteria Mayor
Kultur darah positif untuk infeksi endokarditis
 Mikroorganisme tipikal konsisten untuk infeksi endokarditis dari 2 kultur
darah yang terpisah, seperti dibawah ini
Streptococcus viridans, Streptococcus bovis, HACEK group,
Staphylococcus aureus, Community accuired enterococci, tanpa adanya
fokus primer
Atau
 Mikroorganisme konsisten dengan infeksi endokarditis dengan kultur
darah yang positif secara persisten
Sekurang kurangnya terdapat 2 kultur darah positif dari 2 sampel darah
yang diambil terpisah dengan jarak >12 jam atau semua dari 3 kultur darah
positif atau mayoritas dari ≥ 4 sampel darah yang diambil terpisah (dengan
sampel darah pertama dan terakhir terpisah ≥ 1 jam)
Atau
 Kultur darah positif tunggal untuk Coxiella burnetii atau fase 1 IgG titer
antibodi > 1:800
Bukti keterlibatan endokardial
 Ekokardiografi positif untuk infeksi endokarditis
Vegetasi, abses, tonjolan baru dari katup prostetik
 Regurgitasi valvular yang baru terjadi
Kriteria Minor
 Predisposisi: Predisposisi kondisi jantung, pengguna obat intravena
 Demam, suhu >38oC
 Fenomena vaskular: Emboli arteri besar, infark pulmonal septik,
aneurisma mikotik, perdarahan intrakranial, perdarahan konjungtiva, lesi
Janeway
 Fenomena imunologis: glomerulonefritis, Osler’s nodes, Roth’s spots,
faktor reumatoid
 Pemeriksaan mikrobiologi: Kultur darah positif namun tidak memenuhi
kriteria mayor atau pada pemeriksaan serologis di dapatkan infeksi aktif
oleh mikroorganisme konsisten dengan infeksi endokarditis.
Diagnosis infeksi endokarditis Diagnosis infeksi endokarditis
‘definite’ bila ditemukan: ‘possible’ bila ditemukan:
2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor,
1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor, atau
atau 3 kriteria minor
5 kriteria minor

Karena infeksi endokarditis adalah penyakit yang heterogen dengan


presentasi klinis yang beragam, penggunaan kriteria diatas saja tidaklah cukup.
Penilaian klinis tetaplah penting pada evaluasi pasien yang dicurigai infeksi
endokarditis. Dokter dapat secara tepat dan bijak memutuskan untuk mengobati
atau tidak pasien, tanpa melihat apakah memenuhi atau gagal memenuhi kriteria
definite atau posible dari kriteria Duke.
Dalam praktek di lapangan kita sering mendapatkan kriteria yang tidak
memenuhi definite. Misalnya hanya ditemukan adanya riwayat PNIV (1 kriteria
minor), demam >38oC (1 kriteria minor) dan vegetasi katup jantung (1 kriteria
mayor). Berdasarkan kriteria Duke maka pasien hanya memenuhi kriteria
possible. Namun pertimbangan diagnosis klinis infeksi endokarditis dan
penatalaksanaannya tetap harus mempertimbangkan judgement klinis. Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa kriteria Duke ini memiliki keterbatasan, khususnya
pada pasien PNIV yang sudah mendapat terapi antibiotika sering ditemukan kultur
darah yang negatif, kemungkinan lain adalah teknis pengambilan kultur darah
yang salah, sehingga diagnosis infeksi endokarditis definite sulit ditegakkan.
Kriteria Duke hanya merupakan petunjuk klinis untuk diagnosis infeksi
endokarditis tentunya tidak harus menggantikan judgement klinis.4

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus infeksi endokarditis biasanya berdasarkan terapi
empiris, sementara menunggu hasil kultur. Pemilihan antibiotika pada terapi
empiris ini dengan melihat kondisi pasien dalam keadaan akut atau subakut.
Faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah riwayat penggunaan
antibiotika sebelumnya, infeksi di organ lain dan resistensi obat. Sebaiknya
antibiotika yang diberikan pada terapi empiris berdasarkan pola kuamn serta
resistensi obat pada daerah tertentu yang evidence based.
Pada keadaan infeksi endokarditis akut, antibiotika yang dipilih haruslah
yang mempunyai spektrum luas yang dapat mencakup S. Aureus, Streptokokus
dan basil gram negatif. Sedangkan pada keadaan infeksi endokarditis subakut
regimen terapi yang dipilih harus dapat membasmi streptokokus termasuk
E.faecalis.
Terapi empiris ini biasanya hanya diperlukan beberapa hari sambil
menunggu hasil tes sensitivitas yang akan menentukan modifikasi terapi.
Untuk memudahkan dalam penatalaksanaan infeksi endokarditis, telah
dikeluarkan beberapa guidelines (pedoman) yaitu: American Heart Association
(AHA) dan European Society of Cardiology (ESC). Rekomendasi yang
dianjurkan kedua pedoman ini pada prinsipnya hampir sama. Penelitian
menunjukkan bahwa terapi kombinasi penisilin ditambah aminoglikosida
membasmi kuman lebih cepat daripada penisilin saja.
Regimen terapi yang pernah diteliti antara lain; seftriakson 1 x 2 gram IV
selama 4 minggu, diberikan pada kasus infeksi endokarditis karena Streptococcus.
Pemberian regimen ini cukup efektif dan aman, praktis karena pemberiannya satu
kali sehari, dan dapat diberikan sebagai terapi rawat jalan.
Beberapa penelitian lain juga melaporkan efektivitas regimen terapi oral;
siprofloksasin 2 x 750 mg dan rifampisin 2 x 300 mg selama 4 minggu dan dapat
diberikan pada pasien rawat jalan.
Regimen terapi vankomisin merupakan terapi pilihan pada kasu infeksi
endokarditis dengan methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA),
walaupun demikian respon klinis yang lambat masih cukup sering ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Affandi MB. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik: Diagnosis,


penatalaksanaan dan gambaran klinik pada pemeriksaan pertama di RSCM
Bagian 1K Anak, Jakarta 1978-1981. Maj Kes Mas 1986; XVI (4): 240-
48.
2. World Health Organization. WHO program for the prevention of
rheumatic fever/rheumatic heart disease in 16 developing countries: report
from Phase 1(1986-90). Bull WHO 1992; 70(2): 213-18
3. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison's
Principles of Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg. McGraw-Hill Book.
2005 : 1977-79
4. Soeroso S dkk. Tinjauan Prevalensi Demam Rematik dan Penyakit
Jantung Rematik pada Anak di Indonesia. Dalam: Sastrosubroto H. dkk
(ed). Naskah Lengkap Simposium dan Seminar Kardiologi Anak.
Semarang. 27 September 1986: 1-11
5. Park M. Pediatric Cardiology for Practicioners. 5th ed. Philadelphia:
Mosby Elsevier. 2008
6. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson
Textbook of Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.
p.1961-63
7. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : FKUI,
2002. 599-613.
8. Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. p. 613-27

Anda mungkin juga menyukai