1. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis, sebagian besar menyerang paru-paru namun dapat juga
mengenai organ lain (Suryo, 2010). Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru-paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan kebagian tubuh
lainnya, yaitu meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Kuman M. tuberculosis juga
dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA) (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Junaidi
(2010) dalam Ardiansyah (2012) menyatakan bahwa TB sebagai suatu infeksi akibat
Mycobakterium Tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru
dengan gejala yang sangat bervariasi.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksi yang menular melalui udara. Bakteri penyebab infeksi tersebut adalah
Mycobakterium Tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan terhadap asam, sehingga
sangat sulit untuk diobati.
2. Etiologi Tuberkulosis
Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis yaitu, berbentuk batang dengan
panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron; bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan
metoda Ziehl Neelsen, berbentuk batang warna merah dalam pemeriksaan di bawah
mikroskop; memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,
Ogawa; tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu
lama pada suhu antara 4°C sampai minum 70°C; kuman sangat peka terhadap panas,
sinar matahari, dan sinar ultra violet. Paparan langsung pada sinar ultra violet, sebagian
besar kuman akan mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu 30-37°C
akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu; dan kuman dapat bersifat dorman
(Kementerian Kesehatan RI, 2016).
1
sehingga kuman tersebut mampu bertahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat
kimia dan faktor fisik. Bakteri ini bersifat aerob sehingga sangat menyukai daerah yang
banyak oksigen dan lembab. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis sangat senang tinggal
dibagian apeks paru-paru yang terdapat banyak oksigen (Somantri, 2008).
Bakteri tuberkulosis ini disebut dengan bakteri tahan asam (BTA) di karenakan bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol serta tahan dalam keadaan dingin
dan kering. Bersifat dorman dan aerob. Mycobakterium tuberculosis bisa mati pada
pemanasan 100 0C selama 5-10 menit, pada pemanasan 60 0C selama 30 menit, dan
dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini juga tahan selama 1-2 jam di
udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), tetapi tidak tahan
terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2008).
3. Klasifikasi Tuberkulosis
Ardiansyah (2012) mengklasifikasikan tuberkulosis dalam 2 bentuk, yaitu:
a)Tuberkulosis Primer
b)Tuberkulosis Sekunder
Sebagian kecil dari bakteri TB masih hidup dalam keadaan dorman dalam jaringan parut.
90% diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktifitas penyakit TB terjadi bila daya
tahan tubuh menurun, pecandu alkohol, sirosis, dan pada penderita diabetes mellitus serta
AIDS. TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen,
terutama pada masa tua dengan riwayat masa muda pernah mengalami infeksi TB.
4. Patofisiologi Tuberkulosis
Disebutkan dalam buku pedoman penanggulangan tuberkulosis tahun 2014, tempat
masuknya kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan
luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui
2
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi TB. Infeksi TB dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh
sel. Sel efektornya adalah limfosit (biasanya sel T) dan makrofag.
Individu yang rentan dan menghirup basil tuberkulosis serta terinfeksi. Bakteri dapat
berpindah melalui jalan napas ke alveoli, tempat berkumpulnya bakteri tersebut dan
berkembangbiak. Basil tersebut juga dapat berpindah melalui sistem limfe dan aliran
darah ke bagian tubuh lainnya seperti ginjal, tulang, kortek serebri dan area paru-paru
lainnya seperti lobus atas.
Sistem imun tubuh hospis berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) memakan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis melisis
basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat
dalam alveoli, menyebabkan bronkopenomonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan (Brunner & Suddarth dalam Smelzert, 2013).
3
nafas, dan sianosis.
b. Respiratorik: batuk-batuk lama lebih dari 2 minggu, sputum yang mukoid, nyeri
dada, batuk darah, dan gejala-gejala lain, yaitu bila ada tanda-tanda penyebaran
keorgan-organ lain seperti pleura: nyeri pleuritik, sesak nafas, ataupun gejala
meningeal, yaitu nyeri kepala, kaku kuduk, dan lain-lain.
a. Demam: biasanya subfebril menyerupai influenza. Namun terkadang suhu tubuh bisa
mencapai 40-41 0C. Serangan demam hilang dan timbul, sehingga penderita selalu
merasa tida terbebas dari serangan demam influenza ini. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan banyaknya bakteri TB yang masuk.
b. Batuk/batuk darah: batuk terjadi dikarnakan adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang. Batuk baru ada setelah terjadi
peradangan pada paru-paru setelah berminggu-minggu. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan lanjut adalah berupa batuk darah karena pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan terjadi pada kavitas, namun dapat terjadi juga di ulkus dinding
bronkus.
c. Sesak napas: pada penyakit ringan belum dirasakan sesak napas. Namun akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yaitu pada infiltrasinya sudah meliputi
setengah paru.
d. Nyeri dada: nyeri dada ini timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
inspirasi atau aspirasi.
e. Malaise: gejala ini sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini semakin
lama semakin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
4
6. Penegakkan Diagnosis Tuberkulosis
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016, diagnosis TB
ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Keluhan dan hasil anamnesis meliputi:
Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasarkan keluhan pasien.
Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi:
1) Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupajan
gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu
atau lebih.
2) Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini mash sangat tinggi, maka setiap
orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut di atasm dianggap sebagai
seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan bakteriologis/ dahak mikroskopis langsung
5
S (Sewaktu) : dahak ditampung di fasyankes.
P (Pagi) : dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur. Dapat
dilakukan di rumah pasien atau di bangsal rawat inap bilamana pasien menjalani
rawat inap.
3) Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai
TB ekstra paru
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tb
terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang
6
telah lulus uji pemantapan mutu/ Quality Assurance (QA), dan mendapatkan
sertifikat nasional maupun internasional.
7. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Terdapat 5 jenis antibiotik yang dapat
digunakan bagi penderita TB. Infeksi tuberkulosis pulmoner aktif seringkali mengandung
1 miliar atau lebih bakteri, sehingga jika hanya diberikan satu macam obat, maka akan
menyisakan ribuan bakteri yang resisten terhadap obat tersebut. Pengobatan tuberkulosis
paling tidak diberikan 2 macam obat yang memiliki mekanisme kerja yang berlainan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahyu 2016, panduan OAT yang
digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:
7
d. Panduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin,
PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid, dan obat TB baru lainnya serta
OAT lini-1, yaitu Pirazimanid dan Etambutol.
8. Komplikasi Tuberkulosis
Infeksi tuberkulosi paru jika tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan
komplikasi, menurut Sudoyo 2016 terbagi atas dua yaitu:
a. Akut: pleuritis, Efusi pleura, empiema, gagal napas, Poncet’s arthropsthy, laringitis
b. Kronis: Obstruksi jalan napas pasca TB, kerusakan parenkim berat/, fibrosis paru,
kor pulmonal, karsinoma paru, amiloidosis, syndrom gagal napas dewasa (ARDS)
Sumber utama penularan TB ini adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Ventilasi yang baik dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari yang
mengenai langsung dapat membunuh bakteri. Percikan tersebut dapat bertahan beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya dari penularan seseorang ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru-parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, maka semakin menular pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
8
Menurut Naga (2012) secara umum, derajat atau tingkat penularan penyakit tuberkulosis
paru tergantung pada banyaknya basil tuberkulosis dalam sputum, virulensi atas, dan
peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin, dan berbicara keras. Kuman ini
dapat bertahan diudara selama beberapa jam, sehingga cepat atau lambat droplet yang
mengandung bakteri TB akan terhirup oleh orang lain.
Risiko penularan tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
dengan BTA positif memberikan kemungkinan penularan lebih besar ketimbang pasien
dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk
of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB
selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti sepuluh orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi yaitu antara 1-3%. Infeksi TB ini
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif. Kemungkinan
seseorang menjadi pasien TB dipengaruhi oleh daya tahan tubuh yang rendah dan
malnutrisi. Meningkatnya pasien TB, maka akan meningkat pula penularan TB di
masyarakat.
Brunner dan Suddart dalam Smeltzer (2013) individu yang berisiko tinggi untuk tertular
penyakit tuberkulosis adalah:
a. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam
terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinveksi HIV)
b. Pengguna obat-obat IV dan alkaholik
c. Setiap individu yang tanpa perawatan kesehatan yang adekuat
d. Setiap individu yang sudah ada gangguan medis sebelumnya
e. Setiap individu yang tiggal di Institusi misalnya fasilitas perawatan jangka panjang
f. Individu yang tinggal diperumahan kumuh
g. Petugas kesehatan
Upaya dari penanggulangan TB sudah dilakukan oleh WHO sejak tahun 1990-an dan
mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal dengan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai stategi
penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif. Penerapan strategi DOTS secara
9
baik termasuk pengawasan langsung pengobatan, maka akan secara cepat mencegah
penularan infeksi tersebut, dengan demikian akan menurunkan insiden TB di masyarakat.
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya
pencegahan TB.
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita TB paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok- kelompok populasi
tertentu, misalnya karyawan rumah sakit, atau puskesmas atau balau pengobatan dan
lain-lain.
c. Vaksinasi BCG; reaksi positif terjadi jika setelah mendapat vaksinasi lansung terdapat
lesi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.
d. Profilaksis, dengan menggunakan INH mg/kg BB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi papulasi bakteri yang masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi, tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas kesehatan.
Pada setiap pelayanan kesehatan, Arias (2010) menyebutkan tindakan pengendalian yang
paling penting dalam mencegah penularan tuberkulosis meliputi:
10
11. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak dengan penderita TB patu yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat
ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru
yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
11
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah
klien.
g. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
12
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari
yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
13
13. RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
DIAGNOSA INTERVENSI
NO KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN (NIC)
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif Respiratory status : Airway suction
Ventilation Pastikan kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan Respiratory status : tracheal suctioning
untuk membersihkan Airway patency Auskultasi suara nafas
sekresi atau obstruksi dari Aspiration Control sebelum dan sesudah
saluran pernafasan untuk suctioning.
mempertahankan Kriteria Hasil : Informasikan pada klien dan
kebersihan jalan nafas. Mendemonstrasikan keluarga tentang suctioning
batuk efektif dan Minta klien nafas dalam
Batasan Karakteristik : suara nafas yang sebelum suction dilakukan.
Dispneu, Penurunan suara bersih, tidak ada Berikan O2 dengan
nafas sianosis dan dyspneu menggunakan nasal untuk
Orthopneu (mampu memfasilitasi suksion
Cyanosis mengeluarkan nasotrakeal
Kelainan suara nafas (rales, sputum, mampu Gunakan alat yang steril
wheezing) bernafas dengan sitiap melakukan tindakan
Kesulitan berbicara mudah, tidak ada Anjurkan pasien untuk
Batuk, tidak efekotif atau pursed lips) istirahat dan napas dalam
tidak ada Menunjukkan jalan setelah kateter dikeluarkan
Mata melebar nafas yang paten dari nasotrakeal
Produksi sputum (klien tidak merasa Monitor status oksigen pasien
Gelisah tercekik, irama nafas, Ajarkan keluarga bagaimana
Perubahan frekuensi dan frekuensi pernafasan cara melakukan suksion
irama nafas dalam rentang Hentikan suksion dan berikan
normal, tidak ada oksigen apabila pasien
Faktor-faktor yang suara nafas menunjukkan bradikardi,
berhubungan: abnormal) peningkatan saturasi O2,
Lingkungan : merokok, Mampu dll.
menghirup asap rokok, mengidentifikasikan
perokok pasif-POK, infeksi dan mencegah factor Airway Management
Fisiologis : disfungsi yang dapat Buka jalan nafas, guanakan
neuromuskular, hiperplasia menghambat jalan teknik chin lift atau jaw
dinding bronkus, alergi nafas thrust bila perlu
jalan nafas, asma. Posisikan pasien untuk
Obstruksi jalan nafas : memaksimalkan ventilasi
spasme jalan nafas, sekresi Identifikasi pasien
tertahan, banyaknya mukus, perlunya pemasangan alat
adanya jalan nafas buatan, jalan nafas buatan
14
sekresi bronkus, adanya Pasang mayo bila perlu
eksudat di alveolus, adanya Lakukan fisioterapi dada
benda asing di jalan nafas. jika perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada
mayo
Berikan bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2
15
sianosis sputum, mampu Atur intake untuk cairan
warna kulit abnormal bernafas dengan mengoptimalkan
(pucat, kehitaman) mudah, tidak ada keseimbangan.
Hipoksemia pursed lips) Monitor respirasi dan
hiperkarbia Tanda tanda vital status O2
sakit kepala ketika bangun dalam rentang
normal Respiratory Monitoring
frekuensi dan kedalaman
nafas abnormal Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
Faktor faktor yang usaha respirasi
berhubungan : Catat pergerakan
ketidakseimbangan dada,amati kesimetrisan,
perfusi ventilasi penggunaan otot tambahan,
perubahan membran retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
kapiler-alveolar
Monitor suara nafas,
seperti dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas
utama
auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
16
tidak cukup untuk berat badan sesuai kalori dan nutrisi yang
keperluan metabolisme dengan tujuan dibutuhkan pasien.
tubuh. Berat badan ideal Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan tinggi meningkatkan intake Fe
Batasan karakteristik : badan Anjurkan pasien untuk
- Berat badan 20 % atau Mampu meningkatkan protein dan
lebih di bawah ideal mengidentifikasi vitamin C
- Dilaporkan adanya intake kebutuhan nutrisi Berikan substansi gula
makanan yang kurang dari Tidak ada tanda tanda Yakinkan diet yang dimakan
RDA (Recomended Daily malnutrisi mengandung tinggi serat
Allowance) Tidak terjadi untuk mencegah konstipasi
- Membran mukosa dan penurunan berat Berikan makanan yang
konjungtiva pucat badan yang berarti terpilih ( sudah
- Kelemahan otot yang dikonsultasikan dengan ahli
digunakan untuk gizi)
menelan/mengunyah Ajarkan pasien bagaimana
- Luka, inflamasi pada membuat catatan makanan
rongga mulut harian.
- Mudah merasa kenyang, Monitor jumlah nutrisi dan
sesaat setelah mengunyah kandungan kalori
makanan Berikan informasi tentang
- Dilaporkan atau fakta kebutuhan nutrisi
adanya kekurangan Kaji kemampuan pasien
makanan untuk mendapatkan nutrisi
- Dilaporkan adanya yang dibutuhkan
perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan Nutrition Monitoring
untuk mengunyah makanan BB pasien dalam batas
- Miskonsepsi normal
- Kehilangan BB dengan Monitor adanya penurunan
makanan cukup berat badan
- Keengganan untuk makan Monitor tipe dan jumlah
- Kram pada abdomen aktivitas yang biasa
- Tonus otot jelek dilakukan
- Nyeri abdominal dengan Monitor interaksi anak atau
atau tanpa patologi orangtua selama makan
- Kurang berminat terhadap Monitor lingkungan selama
makanan makan
- Pembuluh darah kapiler Jadwalkan pengobatan dan
mulai rapuh tindakan tidak selama jam
- Diare dan atau steatorrhea makan
- Kehilangan rambut yang Monitor kulit kering dan
cukup banyak (rontok) perubahan pigmentasi
- Suara usus hiperaktif Monitor turgor kulit
17
- Kurangnya informasi, Monitor kekeringan, rambut
misinformasi kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Faktor-faktor yang Monitor kadar albumin, total
berhubungan : protein, Hb, dan kadar Ht
Ketidakmampuan Monitor makanan kesukaan
pemasukan atau mencerna Monitor pertumbuhan dan
makanan atau mengabsorpsi perkembangan
zat-zat gizi berhubungan Monitor pucat, kemerahan,
dengan faktor biologis, dan kekeringan jaringan
psikologis atau ekonomi. konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
18
ketidakmampuan/penuruna mencegah terjadinya
n kemampuan untuk menggigil
berkeringat
terpapar dilingkungan
panas Temperature regulation
dehidrasi Monitor suhu minimal tiap 2
pakaian yang tidak tepat jam
Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu
kulit
Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
Berikan anti piretik jika
perlu
Monitor VS saat
19
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
Monitor kualitas
dari nadi
Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
Monitor pola
pernapasan
abnormal
Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis
perifer
Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sig
5. Nyeri NOC : NIC :
Pain Level, Pain Management
Definisi : Pain control, Lakukan pengkajian nyeri
Sensori yang tidak Comfort level secara komprehensif
menyenangkan dan Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
20
pengalaman emosional Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
yang muncul secara aktual nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
atau potensial kerusakan nyeri, mampu faktor presipitasi
jaringan atau menggunakan tehnik Observasi reaksi nonverbal
menggambarkan adanya nonfarmakologi dari ketidaknyamanan
kerusakan (Asosiasi Studi untuk mengurangi Gunakan teknik komunikasi
Nyeri Internasional): nyeri, mencari terapeutik untuk
serangan mendadak atau bantuan) mengetahui pengalaman
pelan intensitasnya dari Melaporkan bahwa nyeri pasien
ringan sampai berat yang nyeri berkurang Kaji kultur yang
dapat diantisipasi dengan dengan mempengaruhi respon nyeri
akhir yang dapat diprediksi menggunakan Evaluasi pengalaman nyeri
dan dengan durasi kurang manajemen nyeri masa lampau
dari 6 bulan. Mampu mengenali Evaluasi bersama pasien dan
nyeri (skala, tim kesehatan lain tentang
Batasan karakteristik : intensitas, frekuensi ketidakefektifan kontrol
Laporan secara verbal atau dan tanda nyeri) nyeri masa lampau
non verbal Menyatakan rasa Bantu pasien dan keluarga
Fakta dari observasi nyaman setelah nyeri untuk mencari dan
Posisi antalgic untuk berkurang menemukan dukungan
menghindari nyeri Tanda vital dalam Kontrol lingkungan yang
Gerakan melindungi rentang normal dapat mempengaruhi nyeri
Tingkah laku berhati-hati seperti suhu ruangan,
Muka topeng pencahayaan dan
Gangguan tidur (mata kebisingan
sayu, tampak capek, sulit Kurangi faktor presipitasi
atau gerakan kacau, nyeri
menyeringai) Pilih dan lakukan penanganan
Terfokus pada diri sendiri nyeri (farmakologi, non
Fokus menyempit farmakologi dan inter
(penurunan persepsi waktu, personal)
kerusakan proses berpikir, Kaji tipe dan sumber nyeri
penurunan interaksi dengan untuk menentukan
orang dan lingkungan) intervensi
Tingkah laku distraksi, Ajarkan tentang teknik non
contoh : jalan-jalan, farmakologi
menemui orang lain Berikan analgetik untuk
dan/atau aktivitas, aktivitas mengurangi nyeri
berulang-ulang) Evaluasi keefektifan kontrol
Respon autonom (seperti nyeri
diaphoresis, perubahan Tingkatkan istirahat
tekanan darah, perubahan Kolaborasikan dengan dokter
nafas, nadi dan dilatasi jika ada keluhan dan
pupil) tindakan nyeri tidak
21
Perubahan autonomic berhasil
dalam tonus otot (mungkin Monitor penerimaan pasien
dalam rentang dari lemah tentang manajemen nyeri
ke kaku)
Tingkah laku ekspresif Analgesic Administration
(contoh : gelisah, merintih, Tentukan lokasi,
menangis, waspada, karakteristik, kualitas, dan
iritabel, nafas derajat nyeri sebelum
panjang/berkeluh kesah) pemberian obat
Perubahan dalam nafsu Cek instruksi dokter tentang
makan dan minum jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Faktor yang berhubungan : Cek riwayat alergi
Agen injuri (biologi, kimia, Pilih analgesik yang
fisik, psikologis) diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
22
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.
23