Melakukan CPR yang Berkualitas Berdasarkan AHA 2015
CPR adalah singkatan dari Cardio Pulmonary Resusitation atau di
Indonesia sering disebut dengan RJP ( Resusitasi Jantung Paru). CPR adalah suatu upaya yang dapat dilakukan kepada korban-korban serangan jantung atau kecelakaan lalu lintas yang mengalami masalah dalam pernafasan dan sirkulasi. Jantung adalah komponen yang penting dalam tubuh manusia, karena jantung berfungsi untuk mensuplai kebutuhan oksigen seluruh komponen tubuh melalui darah. Sehingga apabila jantung tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik maka tubuh juga tidak dapat berfungsi dengan baik dan akibat terbesarnya adalah kematian. Kejadian serangan jantung terjadi di lokasi-lokasi umum, sehingga semua orang harus teredukasi tentang CPR untuk penanganan pertama sebelum datangnya bantuan dari tenaga medis.
Adapun teknik melakukan CPR tidak dapat dilakukan secara
sembarangan karena dapat berakibat fatal. Seperti diatur dalam AHA (American Heart Association) bahwa CPR terbagi dalam kategori untuk bayi, anak, dan dewasa. Sebenarnya melakukan CPR adalah hal yang mudah apabila penolong teliti dan cekatan. Adapun teknik melakukan CPR adalah sebagai berikut : 1. Keamanan lokasi Patikan lingkungan yang aman bagi penolong dan korban sehingga proses CPR tidak terganggu dan tidak terjadi hal-hal yang membahayakan baik bagi korban maupun penolong. Memastikasn lingkungan aman dapat dilakukan dengan : a. Penolong Penolong dapat memakai alat pelindung diri layaknya masker, sarung tangan, dan sebagainya apabila pada saat kejadian tersebut penolong kebetulan membawanya. b. Korban Keamanan korban dilakukan oleh penolong, yaitu dengan menyingkirkan benda-benda berbahaya seperti kerikil, batu, benda tajam, pecahan kaca, atau sebagainya dari dekat korban. c. Lingkungan Keamanan lingkungan dilakukan oleh penolong dengan bantuan orang- orang sekitarnya. Keamanan lingkungan dilakukan dengan menghimbau orang lain untuk tidak berkerumun, atau memberikan tanda bahwa sedang terjadi kejadian darurat. 2. Pengenalan serangan jantung a. Respon korban Pengenalan serangan jantung dapat dilakukan dengan memeriksa adanya reaksi dari korban, dengan cara · Memanggil korban · Menggoyangkan bahunya · Memberikan respon nyeri pada pasien (dengan menekan area sternum) b. Pola nafas Pemeriksaan juga dilakukan pada pola nafas korban, yang meliputi : · Ketersediaan nafas · Keadekuatan nafas · Gangguan nafas c. Sirkulasi Pemeriksaan denyut nadi dilakukan untuk menilai keadekuatan sirkulasi pada pasien sehingga dapat diputuskan untuk diberikan bantuan CPR ataukah tidak. Pemeriksaan pola nafas dan sirkulasi dilakukan dengan menggunakan teknik head tilt chin lift secara bersamaan. Pemeriksaan pola nafas dan sirkulasi harus dilakukan dalam waktu 10 detik sehingga tidak mengurangigolden period korban. 3. Pengaktifan sistem tanggapan darurat Pengaktifan sistem tanggapan darurat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Apabila penolong sendiri maka tinggalkan korban untuk menelpon ambulance dengan memberitahukan kejadian, alamat kejadian, korban kejadian, umur korban, dan jumlah korban. b. Meminta bantuan dari orang lain untuk menghubungi ambulance, sedangkan penolong memulai CPR. 4. Kompresi dan ventilasi Kompresi adalah usaha menekan dada korban untuk membantu memulihkan keadekuatan sirkulasi korban, begitu juga dengan ventilasi. Segera setelah diketahui bahwa tidak ada nadi dan nafas pada korban atau sirkulasi dan pernapasan korban tidak adekuat maka diberikan bantuan kompresi dan ventilasi dengan ketentuan sebagai berikut : a. Rasio kompresi dan ventilasi 1) Dewasa · 1 atau 2 penolong = 30 (kompresi) : 2 (ventilasi) 2) Anak dan Bayi · 1 penolong = 30 (kompresi) : 2 (ventilasi) · 2 penolong = 15 (kompresi) : 2 (ventilasi) b. Kecepatan kompresi dan ventilasi Kecepatan kompresi yang diberikan pada korban adalah 10-120 kali/menit, sedangkan kecepatan ventilasi dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu: 1) Dewasa Kecepatan ventilasi pada dewasa adalah 1 kali napas buatan setiap 5-6 detik. Sehingga jumlah napas yang diberikan dalam 1 menit adalah 10-12 kali 2) Anak Kecepatan ventilasi pada anak adalah 1 kali napas buatan setiap 3-5 detik. Sehingga jumlah napas yang diberikan dalam 1 menit adalah 12-20 kali. 3) Bayi Kecepatan ventilasi pada bati adalah 1 kali napas buatan setiap 2 detik. Sehingga jumlah napas yang diberikan dalam 1 menit adalah 30 kali. c. Kedalaman kompresi Kedalaman kompresi adalah kedalaman yang dianjurkan ketika memberikan komresi pada korban, kedalaman kompresi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1) Dewasa Kedalaman kompresi pada korban dewasa adalah minimun 5 cm atau 2 inci 2) Anak Kedalaman kompresi pada korban anak adalah sepertiga dari diameter anteroposterior dada atau sekitar 2 inci (5cm). 3) Bayi Kedalaman kompresi pada korban bayi ( 28 hari-1 tahun) adalah sepertiga dari diameter anteroposterior atau sekitar 1,5 inci atau 4cm. d. Penempatan tangan pada saat kompresi Penempatan tangan menjadi bagian penting dalam memberikan kompresi pada pasien karena jika tidak tepat akan menimbulkan akibat yang membahayakan bagi korban sendiri. Penempatan tangan pada bayi, anak, dan dewasa memiliki perbedaan, yaitu : 1) Dewasa Penempatan tangan pada korban dewasa adalah menempatkan 2 tagan berada di separuh bagian bawah tulang dada (sternum) 2) Anak Penempatan tangan pada korban anak adalah menempatkan 2 tangan atau 1 tangan (opsional untuk anak yang sangat kecil) berada di separuh bagian bawah tulang dada (sternum) 3) Bayi Penempatan tangan pada bayi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: · 1 penolong : 2 jari di bagian tengan dada, tepat di bawah baris puting susu. · 2 penolong : 2 tangan dengan ibu jari bergerak melingkari di bagian tengah dada, tepat di bawah baris puting e. Rekoil dada Rekoil dada dilakukan secara penuh setiap kali setelah melakukan kompresi dada pada korban, sehinga tangan penolong tidak diperbolehkan bertumpu di atas dada setelah setiap kali kompresi
Sumber : (2015). Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 untuk CPR dan ECC (Guidelines 2015 CPR&ECC). Texas: American Heart Association