Penerapan Teori Belajar Van Hiele Dalam Geometri
Penerapan Teori Belajar Van Hiele Dalam Geometri
Geometri
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan disetiap jenjang
pendidikan. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita harus diselesaikan dengan
menggunakan ilmu matematika seperti menghitung, mengukur, dan lain-lain. Oleh karena itu,
matematika sebagai salah satu ilmu dasar memiliki peranan penting dalam mencerdaskan siswa
karena dapat menumbuhkan kemampuan penalaran yang sangat dibutuhkan dalam
perkembangan ilmu dan teknologi.
Untuk menyelesaikan masalah pelajaran dalam geometri, maka siswa harus terlebih
dahulu memahami konsep atau sifat-sifat dari geometri sehingga mudah dipahami dan tidak
terjadi kesalahan. Agar konsep-konsep geometri dapat dipahami siswa secara benar maka dapat
dimanfaatkan hasil penelitian Van Hiele (seorang guru bangsa Belanda) yaitu mengenai tahap-
tahap pemahaman siswa dalam geometri.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba mengkaji penerapan teori belajar Van
Hiele dalam pembelajaran geometri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah dari makalah ini
yaitu “Bagaimana penerapan teori belajar Van Hiele dalam pembelajaran geometri”.
C. Batasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah dalam makalah ini adalah penerapan teori belajar Van
Hiele dalam geometri di kelas V SD pada pokok bahasan bangun datar persegi dan
persegipanjang.
D. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini diharapkan teori belajar Van Hiele dapat diterapkan
sehingga dapat membantu dalam proses pembelajaran di sekolah terutama pada pokok bahasan
bangun datar persegi dan persegipanjang di kelas V SD serta untuk memenuhi tugas mata kuliah
Seminar Pendidikan Matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar
Slameto (2003: 2) berpendapat bahwa “Belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Sedangkan Henry E. Garret (Sagala 2003: 13) menegaskan bahwa “Belajar merupakan proses
yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa
kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu”. Dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling
pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan sangat
tergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik dan
pendidik baik ketika para siswa itu di sekolah maupun dilingkungan keluarganya sendiri.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses
perubahan diri yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan sikap yang berlangsung dalam jangka
waktu lama melalui latihan maupun pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik, dimana
pendidik membantu peserta didik dalam memproleh ilmu dan pengetahuan, serta pembentukan
sikap dan moral. Dalam pembelajaran diperlukan kegiatan psikologis seperti mengabstrasikan
dan mengaplikasikan merupakan kegiatan memahami cara pengelompokan objek atau situasi
berdasarkan kesamaannya.
Sagala (2003: 61) mengatakan bahwa “Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua
arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik atau murid”. Tim MKPBM (2001: 8) mengatakann bahwa “ Pembelajaran
merupakan upaya menataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan
berkembang secara optimal”.
James dan James (Karso dkk 1993: 2) mengatakan bahwa “Matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep – konsep yang berhubungan satu
dengan lainnya, dengan jumlah yang banyaknya terbagi dalam tiga bidang,yaitu
Aljabar,Geometri, dan Analisis”. Kline (Tim MKPBM 2001: 19) mengatakan bahwa “
Matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,
tetapi adanya matematik itu terutama membantu manusia dalam memahami dan menguasai
permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu
proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik sehingga terjadi perubahan tingkah laku
peserta didik, yang membawa kepada pemahaman tentang ide–ide abstrak terorganisir secara
sistematis.
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika karena banyak konsep-
konsep yang termuat didalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian
abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran, dan pemetaan.
Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk
pemecahan masalah misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, dan vektor.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), geometri adalah cabang matematika
yang menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang. Madja (http//
search.Yahoo.com/search?p=penerapan+teori+van+hiele+dalam+geometri) mengemukakan
bahwa pembelajaran geometri merupakan hal yang sangat penting karena pembelajaran geometri
sangat mendukung banyak topik lain, seperti vektor, dan kalkulus serta mampu mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah.
Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa
dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah
dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya garis, bidang, dan ruang.
Meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih
rendah dan perlu ditingkatkan. Bahkan, diantara cabang matematika, geometri menempati posisi
yang paling memprihatinkan. Bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak
siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai Perguruan
Tinggi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa di SD masih rendah.
Sebagai contoh ditemukan bahwa banyak siswa salah dalam menyelesaikan soal-soal mengenai
garis sejajar dan masih banyak siswa menyatakan bahwa persegipanjang bukan persegi.
D. Teori dan Penerapan Belajar Van Hiele Dalam Geometri
1. Tahap Pengenalan
Pada tahap ini siswa sudah mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri secara
keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang
dilihatnya itu. Pada tahap pengenalan ini siswa hanya diharapkan dapat menyebutkan benda-
banda geometri tersebut tanpa mengetahui sifat-sifat dari bangun-bangun tersebut.
Sebagai contoh, jika pada seorang siswa diperlihatkan sebuah persegipanjang, siswa itu
belum menyadari bahwa persegipanjang mempunyai empat sisi dimana dua sisi yang berhadapan
sama panjang, bahwa kedua diagonalnya sama panjang. Demikian juga dengan persegi.
2. Tahap Analisis
Pada tahap ini siswa sudah mulai mengenal dan memahami sifat-sifat yang dimiliki
benda geometri yang diamatinya. Misalnya disaat siswa mengamati persegipanjang, siswa telah
mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling
sejajar.
Namun dalam tahap ini siswa belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara
suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya, siswa belum mengetahui bahwa
persegi adalah persegipanjang, bahwa persegi adalah belah ketupat.
Contoh 1.
D
C
A B
Keterangan gambar 3.
Persegi memiliki 4 buah sisi yang sama panjang yaitu AB, BC, CD, DA
Diagonal persegi ada 2 buah yang sama panjang yaitu AC, BD.
D C
A B
Keterangan gambar 4.
Setelah dapat memahami sifat-sifat atau bentuk-bentuk bangun datar diatas, diharapkan
siswa dapat menyebutkan benda-benda disekitar mereka yang termasuk kedalam bentuk bangun
datar yang dibicarakan. Misalnya papan tulis, buku tulis, penggaris, adalah contoh bentuk
persegipanjang.
3. Tahap Pengurutan
Pada tahap ini siswa sudah mengenal bentuk geometri dan memahami sifat-sifatnya,
namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh.Satu hal yang perlu diketahui adalah,
dalam tahap ini siswa sudah mulai mampu mengurutkan bentuk-bentuk geometri.
Misalnya, siswa sudah dapat mengurutkan bahwa persegi adalah persegipanjang. Persegi
merupakan segi empat yang besar setiap sudut dalamnya adalah dan kedua diagonalnya sama
panjang.
Ciri atau sifat tersebut juga merupakan sifat persegipanjang, sehingga dapat dikatakan
bahwa persegi adalah persegipanjang yang keempat sisinya sama panjang.
4. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini siswa sudah mulai mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni
penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.
Pada tahap ini berpikir deduktif siswa sudah mulai tumbuh tetapi belum berkembang dengan
baik. Misalnya, siswa sudah mulai memahami defenisi, postulat dan teorema pada bangun datar,
namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai
postulat dalam cara-cara pembuktian dua segitiga yang sama dan sebangun (kongruen).
Contoh :
Pada tahap ini siswa dapat membuktikan bahwa diagonal suatu persegi akan membagi
persegi tersebut menjadi 2 buah segitiga yang kongruen.
D
C
A B
Bukti:
AB = BC = CD = DA
Syarat dua segitiga yang kongruen yaitu: jika kedua segitiga memiliki 3 unsur yang sama. Pada
persegi ABCD, diagonal BD membagi persegi menjadi 2 segitiga yaitu segitiga ABD dan
segitiga BCD.
D D
C
A B B
Sisi DA = BC
Sisi AB = CD
Dalam tahap ini siswa sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-
prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, memahami pentingnya defenisi,
aksioma-aksioma atau postulat dan teorema pada bangun datar. Tahap akurasi merupakan tahap
berpikir yang tinggi, rumit, dan kompleks. Oleh karena itu pada siswa yang duduk dibangku SD
masih belum sampai pada tahap berpikir ini.
1. Berurutan, yaitu seseorang harus melalui tahap-tahap belajar sesuai dengan urutannya. Dalam
hal ini siswa harus memahami tahap-tahap yang lebih rendah dulu, sehingga siswa lebih mudah
mengerti dalam belajar geometri. Misalnya untuk melanjutkan ketahap yang ketiga, siswa harus
lebih dulu memahami tahap yang kedua.
2. Kemajuan, yaitu keberhasilan dari tahap ketahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi materi
pembelajaran dan metode pembelajaran daripada umur dan kematangan biologis.
3. Objek yang masih kurang jelas akan menjadi objek yang jelas pada tahap berikutnya.
Apabila seorang siswa belum dapat memahami konsep geometri pada tahap tertentu,
maka siswa harus dibawa ketahap yang lebih rendah. Tanpa memahami tahap-tahap yang lebih
rendah maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar geometri. Begitu pula sebaliknya
apabila siswa telah memahami konsep geometri pada tahap tertentu, maka siswa harus dibimbing
terus ketahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.
Bansu Ansari (2009: 39) mengemukakan bahwa teori yang diterapkan Van Hiele lebih
kecil ruanng lingkupnya dibandingkan dengan teori belajar yang lainnya karena Van Hiele hanya
mengkhususkan pada pembelajaran geometri. Namun demikian terdapat beberapa hal yang dapat
diambil manfaat teori belajar Van Hiele yaitu :
1. Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkebangan kognitif siswa di SD, dalam hal
ini guru dapat mengetahui mengapa seorang siswa tidak memahami bahwa persegi itu
merupakan persegipanjang karena siswa tersebut tahap berpikirnya masi berada pada tahap
analisis kebawah dan belum sampai pada tahap pengurutan.
2. Agar siswa dapat memahami geometri maka pengajarannya harus disesuaikan dengan tahap
berpikir siswa, sehingga jangan sekali-kali memberikan pelajaran yang berada diatas tahap
berpikirnya.
3. Agar topik pelajaran pada materi geometri dapat dipahami siswa dengan baik, maka topik
pelajaran tersebut dapat dipelajari berdasarkan urutan tingkat kesukarannya dan dimulai dari
tingkat yang paling mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.