Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan
berbagai latar belakang. Telah menjadi perhatian komunitas internasional
mengingat risiko yang timbul akibat pernikahan yang dipaksakan, hubungan
seksual pada usia dini, kehamilan pada usia muda, dan infeksi penyakit
menular seksual. Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penting yang
berperan dalam pernikahan usia dini. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu
risiko komplikasi yang terjadi di saat kehamilan dan saat persalinan pada usia
muda, sehingga berperan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Selain
itu, pernikahan di usia dini juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan
kepribadian dan menempatkan anak yang dilahirkan berisiko terhadap
kejadian kekerasan danketerlantaran. Masalah pernikahan usia dini ini
merupakan kegagalan dalam perlindungan hak anak (Eddy dan Shinta, 2009).

Organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2012 menunjukkan bahwa


sebanyak 16 juta kelahiran terjadi pada ibu yang berusia 15-19 tahun atau
11% dari seluruh kelahiran di dunia yang mayoritas (95%) terjadi di negara
sedang berkembang.Di Amerika Latin dan Karibia, 29% wanita muda
menikah saat mereka berusia 18 tahun. Prevalensi tertinggi kasus pernikahan
usia dini tercatat di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan
Bangladesh (51%) (WHO, 2012).

Menurut United Nations Develop-ment Economic and Social Affairs


(UNDESA, 2010), Indonesia merupakan negarake-37 dengan jumlah
pernikahan dini terbanyak di dunia tahun 2007. Untuk level ASEAN, tingkat
pernikahan dini diIndonesia berada di urutan kedua terbanyak setelah
Kamboja. Data Sensus Penduduk 2010 memberikan gambaran secara umum
bahwa 18% remaja kelompok umur 10-14 tahun yang sudah kawin, 1%
2

pernah melahirkan anak hidup, 1% berstatus cerai hidup. Sementara kejadian


kawin muda pada kelompok remaja umur 15-19 tahun yang tinggal
dipedesaan 3,53% dibandingkan remaja perkotaan 2,81%. (Zuraidah, 2016)

Data Biro Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa ternyata praktek
pernikahan dini masih umum terjadi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan melalui
data statistik angka kelahiran menurut usia wanita berdasarkan periode waktu,
yaitu pada tahun 1997 dengan periode 1995-1999 menunjukkan untuk daerah
perkotaan di Indonesia terdapat 29% wanita muda yang melahirkan di usia
15-19 tahun, di daerah pedesaan sendiri menunjukkan persentase yang sangat
tinggi yaitu 58% wanita melahirkan di usia 15-19 tahun. Hasil Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (Kemenkes, 2012)

Data angka pernikahan dini di Provinsi Banten khususnya diperdesaan yang


menikah pada usia ≤15 tahun sebesar 41.35%, usia 16 tahun sebanyak
35,87%, usia 17 tahun sebanyak 22,7% (Profil BKKBN Provinsi Banten,
2018).

Berdasarkan data pada tahun 2018 Di Kabupaten Serang pasangan yang


menikah pada tahun 2018 sebanyak 15086 pasang, dengan keterangan calon
mempelai pria dengan latar belakang pendidikan SD/SLTP sebanyak 7756,
SLTA sebanyak 7269, dan PT sebanyak 1771, memiliki usia dibawah >19
tahun sebanyak 3 orang, usia 19-20 tahun sebanyak 2082, dan usia <21 tahun
sebanyak 12733. Sementara calon mempelai wanita dengan latar belakang
pendidikan SD/SLTP sebanyak 7440, SLTA sebanyak 6537, dan PT
sebanyak 689, memiliki usia dibawah >16 tahun sebanyak 25 orang, usia 16-
20 tahun sebanyak 4270, dan usia <21 tahun sebanyak 10365. Berdasarkan
data tersebut bahwa masih banyak pasangan yang melakukan pernikahan
dibawah umur. (Data DKBP3A Kabupaten Serang, 2018)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kecamatan Padarincang bahwa


Kecamatan Padarincang merupakan Kecamatan yang paling tertinggi
melakuakan pernikah dini sebanyak 806 pasangan dari 15086 yang
3

melakukan pernikahan pada tahun 2018. Sebanyak 434 wanita usia 16-20
tahun melakukan pernikahan dan terdapat 1 orang wanita melakukan
pernikahan dengan usia >16 tahun. Sedangkan terdapat 285 pria yang
menikah dengan usia 19-20 tahun dan 2 pria melakuakn pernikahan dengan
usia >19 tahaun. Hal tersebut menggambarkan bahwa masih banyak pasangan
yang melakukan pernikahan dini yang didasari oleh beberapa faktor.

Berdasarkan survey awal di Kecamatan Padarincang yang peneliti lakukan


terhadap 10 remaja putri yang menikah pada usia dini dengan menggunakan
tehnik wawancara, diperoleh hasil bahwa, 1 orang menikah karena faktor
media massa dimana remaja putri tersebut banya melihat gambar-gambar dan
tontonan yang bersifat vulgar, sehingga timbul dorongan untuk mencoba hal-
hal yang seharusnya tidak dilakukan dan pada akhirnya menikah karena peran
orang tua dimana remaja putri tersebut didesak oleh orang tua untuk segera
menikah karena orang tua takut kalau anaknya terlalu lama pacaran maka
akan menimbulkan aib bagi keluarga, 2 orang menikah karena faktor
ekonomi dimana remaja tersebut menganggap bahwa dengan menikah dini,
maka ia dapat meringankan beban orang tuanya, 1 orang menikah karena
adanya budaya dimasyarakat yang menganggap bahwakalau seorang wanita
menikah pada usia diatas 20 tahun, maka akan dibilang perawan tua serta
menjadi aib bagi keluarga, 2 orang menikah karena kurangnya pengetahuan
mereka tentang dampak dari menikah di usia muda, 1 orang menikah karena
setelah tamat SMP tidak dapat melanjutkan pendidikan sehingga memutuskan
untuk segera menikah serta 3 orang lagi menikah dini karena setelah tamat
sekolah remaja putri tidak bekerja sehingga ia berfikir bahwa dari pada
menjadi pengangguran maka lebih baik menikah dini.

Pernikahan usia dini adalah perkawinan yang dilakukan pada usia remaja.
Pernikahan yang dilangsungkan pada usia remaja umumnya akan
menimbulkan masalah baik secara fisiologis, psikologis maupun sosial
ekonomi. Dampak pernikahan pada usia muda lebih tampak nyata pada
remaja putri dibandingkan remaja laki-laki. Dampak nyata dari pernikahan
4

usia dini adalah terjadinya abortus atau keguguran karena secara fisiologis
organ reproduksi (khususnya rahim) belum sempurna. Meningkatnya kasus
perceraian pada pasangan usia muda dikarenakan pada umumnya pasangan
usia muda keadaan psikologisnya belum matang, sehingga masih labil dalam
menghadapi masalah yang timbul dalam pernikahan. Ditinjau dari masalah
social ekonomi pernikahan usia dini biasanya diikuti dengan ketidaksiapan
ekonomi (Romauli & Vindari, 2012).

Berdasarkan dari latar belakang diatas maka perlu diadakan penelitian lebih
mendalam, maka penulis mengambil skripsi dengan judul “Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini di Kecamatan Padarincang
wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah
Masih banyaknya pasangan yang melakukan perniakahn dini dengan usia
yang cukup muda hal tersebut didasari oleh data yang mendukung dari Dinas
DKBP3A bahwa dari 645 pasangan yang melakukan pernikahan 127
pasangan diantaranya memiliki usia di bawah umur dengan usia 16-20 tahun,
Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan diatas, dalam penelitian ini
penulisan ingin menggali lebih dalam tentang: “Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya pernikahan dini di Kecamatan Padarincang wilayah
kerja DKBP3A Kabupaten Serang tahun 2019”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :
Mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini
di Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang
tahun 2019.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengatahui gambaran yang menyebabkan terjadinya pernikahan
dini di Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten
Serang tahun 2019.
5

b. Untuk mengatahui gambaran pengetahuan terhadap pernikahan dini di


Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang
tahun 2019.
c. Untuk mengatahui gambaran pendidikan terhadap pernikahan dini di
Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang
tahun 2019.
d. Untuk mengatahui gambaran budaya terhadap pernikahan dini di
Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang
tahun 2019.
e. Untuk mengatahui gambaran status ekonomi terhadap pernikahan dini
di Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang
tahun 2019.
f. Untuk mengatahui hubungan antara pengetahuan dengan pernikahan
dini di Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten
Serang tahun 2019.
g. Untuk mengatahui hubungan antara pendidikan dengan pernikahan dini
di Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang
tahun 2019.
h. Untuk mengatahui hubungan antara budaya dengan pernikahan dini di
Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang
tahun 2019.
i. Untuk mengatahui hubungan antara status ekonomi dengan pernikahan
dini di Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten
Serang tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut ;
1. Bagi Institusi
Sebagai informasi dan bahan pustaka yang digunakan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang kesehatan
reproduksi dan faktor-faktor dan yang mempengaruhi pernikahan dini.
6

2. Manfaat Bagi Kecamatan Padarincang


Memberi masukan dan data tentang pernikahan usia muda, sehingga
instansi ini dapat memberi penyuluhan mengenai dampak negatif
menikah muda dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dan
dampak yang timbul dari pernikahan dini, khususnya untuk kesehatan
reproduksi, agar remaja putri sedapat mungkin menghindari pernikahan
yang terjadi diusia dini.
3. Bagi peneliti
Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini
di Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang tahun 2019
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pernikahan Dini

1. Definisi

Pernikahan dini adalah Pernikahan yang dilakukan di bawah usia yang


seharusnya serta belum siap untuk melaksanakan pernikahan dan
menjalani kehidupan rumah tangga (Nukman, 2009).

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan remaja dibawah usia


20 tahun yang belum siap melakasanakan pernikahan (Kusmiran, 2011).

Pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan secara sah oleh
seseorang laki-laki atau perempuan yang belum mempunyai persiapan dan
kematangan sehingga dikawatirkan akan mengalami sejumlah resiko yang
besar. (Nurhakhasanah, 2012).

2. Kelebihan dan kekurangan Pernikahan dini


a. Kelebihan Pernikahan usia muda adalah:
1) Terhindar dari perilaku seks bebas karena kebutuhan seksual
terpenuhi
2) Menginjak usia tua tidak lagi memiliki anak yang masih kecil.
b. Sedangkan kekurangan pernikahan usia muda adalah :
1) Meningkatkan angka kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk
semakin meningkat.
2) Ditinjau dari kesehatan Pernikahan usia muda meningkatkan
kematian ibu dan bayi, resiko komplikasi kehamilan, persalinan dan
nifas. Selain itu bagi perempuan meningkatkan resiko kanker servik
karena hubungan seksual dilakukan pada saat secara anatomi sel-sel
secrvik belum matur. Bagi bayi resiko terjadinya kesakitan dan
kematiansemakin meningkat.

7
8

3) Kematangan psikologis belum tercapai sehingga keluarga


mengalami kesulitan mewujudkan keluarga yang berkualitas tinggi
4) Ditinjau dari segi sosial dengan Pernikahan mengurangi kebebasa
pengembangan diri, mengurangi kesempatan melanjutkan
pendidikan jenjang tinggi.
5) Adanya konflik dalam keluarga membuka peluang untuk mencari
pelarian pergaulan diluar rumah sehingga meningkatkan resiko
penggunaan minuman alkohol, narkoba dan seks bebas
6) Tingkat perceraian tinggi dimana kegagalan keluarga dalam
melewati berbagai macam permasalahan meningkatkan resiko
perceraian.
3. Resiko Pernikahan dini
a. Resiko Sosial Pernikahan Dini
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri dan
membutuhkan pergaulan dengan teman-teman sebaya. Pernikahan dini
secara sosial akan menjadi bahan pembicaraan teman-teman remaja dan
masyarakat, kesempatan untuk bergaul dengan teman sesama remaja
hilang, sehingga remaja kurang dapat membicarakan masalah-masalah
yang dihadapinya. Remaja memasuki lingkungan orang dewasa dan
keluarga yang baru, dan asing bagi mereka. Bila remaja kurang dapat
menyesuaikan diri, maka akan timbul berbagai keterangan dalam
hubungan keluarga dan masyarakat (Sibagariang ddk, 2010).

Pernikahan dini dapat mengakibatkan remaja berhenti sekolah sehingga


kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu sebagai bekal hidup untuk
masa depan. Sebagian besar pasangan muda ini menjadi tergantung
dengan orang tua, sehingga kurang dapat mengambil keputusan sendiri.
Pernikahan dini memberikan pengaruh bagi kesejateraan keluarga dan
dalam masyarakat secara keseluruhan. Wanita yang kurang
berpendidikan dan tidak siap menjalankan perannya sebagai ibu akan
kurang mampu untuk mendidik anaknya, sehingga anak akan
9

bertumbuh kembang secara kurang baik, yang dapat merugikan masa


depan anak (Sibagariang dkk, 2010).
b. Resiko Kejiwaan Pernikahan Dini
Pernikahan pada umumnya merupakan suatu masa pemeliharaan dalam
kehidupan seseorang dan oleh karena itu mengandungstres. Istri dan
suami memerlukan kesiapan mental dalam menghadapi stres, yaitu
bahwa istri dan suami mulai beralih dari masa hidup sendiri kemasa
hidup bersama dan keluarga. Kesiapan dan kematangan mental
biasanya belum di capai pada umur di bawah 20 tahun (Sibagariang
dkk, 2010).
Pengalaman hidup remaja yang berumur dibawah 20 tahun biasanya
belum mantap. Apabila wanita pada masa Pernikahan usia muda
menjadi hamil dan secara mental belum mantap, maka janin yang di
kandungnya akan menjadi anak yang tidak dikehendakinya, ini
berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa anak sejak dalam
kandungan (Sibagariang dkk, 2010).
Remaja yang memiliki kejiwaan dan emosi yang kurang matang,
mengakibatkan timbulnya perasaan gelisah, kadang-kadang mudah
timbul rasa curiga, dan pertengkaran suami dan istri sering terjadi
ketika masa bulan madu sudah berakhir (Sibagariang dkk, 2010).
c. Resiko Kesehatan Pernikahan Dini
Resiko kehamilan usia dini merupakan kehamilan pada usia masih
muda yang dapat merugikan. Pernikahan dini memiliki resiko terhadap
kesehatan, terutama pasangan wanita pada saat mengalami kehamilan
dan proses persalinan. Kehamilan mempunyai dampak negatif terhadap
kesejahteraan seorang remaja. Sebenarnya remaja tersebut belum siap
mental untuk hamil, namun karena keadaan remaja terpaksa menerima
kehamilan dengan resiko (Sibagariang dkk, 2010)
10

4. Dampak Perkawinan Dini


Dampak yang terjadi karena pernikahan usia muda menurut (Kumalasari,
2012) yaitu:
a. Kesehatan perempuan
1) Alat reproduksi belum siap menerima kehamilan sehingga dapat
menimbulkan berbagai komplikasi
2) Kehamilan dini dan kurang terpenuhinya gizi bagi dirinya sendiri
3) Resiko anemia dan meningkatnya angka kejadian depresi
4) Beresiko pada kematian usia dini
5) Meningkatkan angka kematian ibu (AKI)
6) Studi epidemiologi kanker serviks : resiko meningkat lebih dari 10
kali bila jumlah mitra seks 6/ lebih atau bila berhubungan seks
pertama dibawah uais 15 tahun
7) Semakin muda perempuan memiliki anak pertama, semakin rentan
terkena serviks
8) Resiko terkena penyakit menular seksual
9) Kehilangan kesempatan mengembangkan diri
b. Kualitas anak
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) sangat tinggi, adanya kebutuhan
nutrisi yang harus lebih banyak untuk kehamilannya dan kebutuhan
pertumbuhan ibu sendiri
2) Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang berusia dibawah 18 tahun
rata-rata lebih kecil dan bayi dengan BBLR memiliki kemungkinan
5-30 kali lebih tinggi untuk meningga
c. Kehamonisan keluarga dan perceraian
1) Banyaknya pernikahan usia muda berbanding lurus dengan tingginya
angka perceraian
2) Ego remaja yang masih tinggi
3) Banyaknya kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia
pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah
4) Perselingkuhan
11

5) Ketidakcocokan hubungan dengan orang tua maupun mertua


6) Psikologis yang belum matang, sehingga cenderung labil dan
emosional
7) Kurang mampu untuk bersosialisasi dan adaptasi

B. Remaja
1. Pengertian
Remaja atau “adolescence” yang berarti tumbuh ke arah matang.
Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja,
tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Batas usia remaja menurut
WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10
sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19
tahun (Widyastuti, 2009).
Masa remaja merupakan masa pemeliharan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa yang telah mencapai yang telah tercapai usia 10 sampai 19 tahun
dengan terjadinya perubahan fisik, mental dan psikologi yang cepat dan
berdampak pada berbagai aspek kehidupan selanjutnya (Sibagariang dkk,
2010).
Menurut Piget masa remaja adalah masa berintegrasi dengan masyarakat
dewasa, usia dimana individu tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang
orang dewasa, akan tetapi sudah dalam tingkatan yang sama (Pieter, 2010)
2. Ciri – ciri remaja
Ciri – ciri remaja menurut Hurlock (2007),yaitu :
a. Masa remaja sebagai periode penting yaitu perubahan-perubahan yang
dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu
yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan. Disini berarti perkembangan
masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa.
Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk
mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai
dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
12

c. Masa remaja sebagai periode perubahan yaitu perubahan pada emosi


perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri),
perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
d. Masa remaja sebagai periode usia bermasalah. Dimana pada masa ini,
remaja banyak melakukan hal – hal yang menyimpang. Karena rasa ingin
tahu yang besar membuat remaja melakukan hal – hal yang baru dalam
hidupnya.
e. Masa remaja sebagai periode masa mencari identitas yaitu yang dicari
remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa
peranannya dalam masyarakat.
f. Masa remaja sebagai periode usia yang menimbulkan
ketakutan.Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku
yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.
g. Masa remaja sebagai periode masa yang tidak realistik.Remaja
cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu,
melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan
bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
h. Masa remaja sebagai periode masa dewasa. Remaja mengalami
kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada
usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir
atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras,
menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka
menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka
inginkan.
3. Ciri Perkembangan Remaja
Menurut Widyastuti (2009) ciri perkembangan remaja adalah sebagai
berikut:
a. Masa remaja awal (10-12 tahun)
1) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya
2) Tampak merasa ingin bebas
13

3) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya


dan mulai berfikir yang khayal (abstrak)
b. Masa remaja tengah (13-15 tahun)
1) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri
2) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis
3) Timbul perasaan cinta ynag mendalam
4) Kemampuan berfikir abstrak (berkhayal) makin berkembang
5) Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual
c. Masa remaja akhir (16-19 tahun)
1) Menampakkan pengeungkapan kebebasan diri
2) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif
3) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya
4) Dapat mewujudkan perasaan cinta
5) Memiliki kemampuan berfikir khayal atau abstrak

4. Tugas Perkembangan Remaja


Tugas perkembangan remaja dalam Widyastuti (2009) yaitu:
a. Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebaya baik
dengan teman sejenis maupun dengan beda jenis kelamin.
b. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin
masing-masing.
c. Menerima kenyataan atau realitas jasmaniah serta menggunakannya
seefektif mungkin dengan perasaan puas.
d. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya
e. Mencapai kebebasan ekonomi.
f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan.
g. Mempersiapkan diri untuk melakukan Pernikahan dan hidup berumah
tangga.
h. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang
diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat.
i. Memperlihatkan tingkah laku sosial yang dapat dipertanggung jawabkan
14

j. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-


tindakannya dan sebagai pandangan hidup.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Dini


1. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil atau dan dini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap satu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba
sehingga sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Jadi pengetahuan merupakan hasil pengindraan kita.
(Notoadmojo, 2014).

Pengetahuan mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi


perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses sebagai berikut:
1) Awareness (Kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (Obyek)
2) Interest (Merasa tertarik) terhadap stimulasi atau obyek tersebut
disini sikap obyek mulai timbul
3) Evaluation (Menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulasi tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi.
4) Trial, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang di kehendaki.
5) Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas.
(Notoadmojo, 2013)
15

b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang di cakup dalam demain kognitif menurut Soekijo
Notoadmojo (2010) mempunyai 6 tingkatan yaitu
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya, pada tingkatan ini reccal (mengingat kembali) terhadap
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsang yang diterima. Oleh sebab itu tingkatan ini adalah yang
paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang di ketahui dan dapat menginter
prestasikan materi tersebut secara benar tentang objek yang
dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan contoh dan lain-lain.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam kontak atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain,
kemampuan analisis ini dapa dilihat dari penggunaan kata kerja
dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompok
kan dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
16

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk
menyusun, dapat merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap
suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan sehingga seorang
berperilaku sesuai tertentu keyakinan tersebut. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pengetahuan sesorang yaitu:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkab kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun
nonformal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan
juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.
2) Informasi/media massa.
Informasi adalah “that of which one is apprised or told; intelligence,
news” (Oxford English Dictionary). Kamus lain menyatakan bahwa
informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang
menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu,
informasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi,
mengumumkan menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan
tujuan tertentu (Undang-undang teknologi informasi).
3) Sosial, budaya, dan ekonomi
17

Kebiasaan dan tradsi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui


penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian,
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupu tidak
melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas ini akan memengaruhi pengetahuan
seseorang.
4) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan masuknnya pengetahuan kedalam individu yang berada
dalam lingkungan yang akan direspons sebagai pengetahuan oleh
setiap individu.
5) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah
yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan
profesional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil
keputuasan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar
secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam
bidang kerjanya.
6) Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam
masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih baik banyak melakukan
persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua.
Selain itu, orang usia madya akan lebih banyak menggunakan
banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan
18

masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada


penurunan pada usia ini.
7) Pekerjaan
Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja
bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
keluarga.

2. Pendidikan
Pendidikan secara umum menurut Notoatmodjo (2010) adalah segala upaya
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat
persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan
cepat (Imran, 2011).
Pendidikan adalah suatu proses keluarga yang berarti di dalam pendidikan
itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang
lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat. Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan
sehingga terjadi perubahan prilkau positif yang meningkat.
(Notoatmodjo,2010).
Astri Yunita (2014) Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin kecil remaja
melakukan pernikahan usia muda. Dengan menambah wawasan dan
informasi tentang pernikahan, kesehatan reproduksi dan juga tentang
kesehatan remaja tentunya dapat membantu remaja untuk mengambil
keputusan dalam menentukan usia yang pantas untuk menikah terutama
pada remaja putri. subjek penelitian pada kelompok kasus (menikah)
sebagian besar memiliki pendidikan dasar (SD/SMP) sejumlah 36 remaja
(42,9%), sedangkan pendidikan menengah sejumlah 6 remaja (7,1%).
Sedangkan pada kelompok kontrol (belum menikah) sebagian besar
berpendidikan menengah (SMA) sejumlah 26 remaja (31,0%), sedangkan
pendidikan dasar (SD/SMP) sejumlah 16 remaja (19,0%). Ini menunjukkan
19

bahwa pernikahan usia muda lebih berpeluang terjadi pada remaja dengan
pendidikan dasar (SD/SMP) dibandingkan pendidikan menengah (SMA).
Berdasarkan uji Chi Square didapat pvalue 0,0001. Oleh karena p-value =
0,0001 ≤ α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat
pendidikan remaja putri dengan kejadian pernikahan usia muda pada remaja
putri di Desa Pagerejo Kab. Wonosobo. Hasil Odds Ratio yaitu 9,750
artinya remaja dengan pendidikan dasar memiliki peluang melakukan
pernikahan usia muda 9,750 kali lebih besar dibanding remaja
berpendidikan menengah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Werdani tahun 2015,
berdasarkan hasil analisis Chi Square diketahui ada hubungan antara
pendidikan ibu dengan kejadian pernikahan dini (p-value : 0,000). Diketahui
responden yang memiliki ibu dengan pendidikan rendah memiliki risiko
untuk melakukan pernikahan usia dini pada anaknya sebesar 9,821 kali
dibandingkan pada responden yang memiliki ibu dengan pendidikan tinggi
(OR=9,821, 95% CI :4,65720,714). Pendidikan ibu merupakan sebuah
aspek yang penting untuk mendidik anak untuk berkembang dan berfikir
secara mandiri. Sehingga tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu akan
mempengaruhi kualitas pendidikan yang akan diwariskan oleh anakanya.
3. Budaya
Mubasyaroh (2016) Adat istiadat yang diyakini masyarakat tertentu semakin
menambah prosentase pernikahan dini di Indonesia.Misalnya keyakinan
bahwa tidak boleh menolak pinangan seseorang pada putrinya walaupun
masih dibawah usia 18 tahun terkadang dianggap menyepelekan dan
menghina menyebabkan orang tua menikahkan putrinya.
Pernikahan di usia muda juga terjadi karena faktor budaya yakni adat atau
tradisi yang ada di suatu komunitas masyarakat, dam penfsiran terhadap
ajaran agama yang salah. Kultur di sebagian besar masyarakat Indonesia
masih memandang hal yang wajar apabila pernikahan dilakukan pada usia
anak-anak atau remaja, karena hal tersebut sudah tradisi yang sulit untuk
dihilangkan dalam lingkungan masyarakat tersebut (Hairi, 2009).
20

Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa


pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah
dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak
tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya anak-anak
perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak
tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah batas usia
minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU (Ahmad, 2009).
Astri Yunita (2014) Pernikahan usia muda boleh dilakukan karena
kedewasaan seseorang itu dinilai dengan status pernikahan. Berkembangnya
kepercayaan terhadap kebudayaan tentang pernikahan usia muda tersebut
terjadi karena kebiasaan saling berbicara dengan tetangga dan juga pada saat
ada acara seperti arisan dan pengajian terkadang membahas tentang hal
tersebut, sehingga kepercayaannya masih melekat. remaja menikah usia
muda paling banyak percaya terhadap kebudayaan masyarakat yaitu
sejumlah 22 remaja (26,2%) dan yang belum menikah usia muda paling
banyak juga percaya terhadap kebudayaan masyarakat yaitu 22 remaja
(26,2%). Sedangkan remaja yang sangat percaya pada kebudayaan
masyarakat yang menikah usia muda sejumlah 15 remaja (17,9%) dan yang
belum menikah usia muda 7 orang (8,3%). Ini menunjukkan bahwa
pernikahan usia muda lebih berpeluang terjadi pada remaja yang percaya
dan sangat percaya kebudayaan masyarakat dibandingkan remaja yang tidak
percaya. Berdasarkan uji Chi Square didapat pvalue 0,039. Oleh karena p-
value = 0,039 ≤ α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara kebudayaan masyarakat dengan kejadian pernikahan usia muda pada
remaja putri di Desa Pagerejo Kabupaten Wonosobo.
4. Status Ekonomi
Pernikahan usia muda terjadi karena keluarga yang hidup digaris
kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya
dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu (Alfiyah, 2010)
Menurut Mubasyaroh (2016) Kesulitan ekonomi menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya pernikahan dini, keluarga yang mengalami kesulitan
21

ekonomi akan cenderung menikahkan anaknya pada usia muda untuk


melakukan pernikahan dini. Pernikahan ini diharapkan menjadi solusi bagi
kesulitan ekonomi keluarga, dengan menikah diharapkan akan mengurangi
beban ekonomi keluarga, sehingga akan sedikit dapat mengatasi kesulitan
ekonomi. Disamping itu, masalah ekonomi yang rendah dan kemiskinan
menyebabkan orang tua tidak mampu mencukupi kebutuhan anaknya dan
tidak mampu membiayai sekolah sehingga mereka memutuskan untuk
menikahkan anaknya dengan harapan sudah lepas tanggung jawab untuk
membiayai kehidupan anaknya ataupun dengan harapan anaknya bisa
memperoleh penghidupan yang lebh baik.
Salah satu faktor yang menyebabkan orang tua menikahkan anak usia dini
pada negara berkembang adalah karena kemiskinan. Orang tua beranggapan
bahwa anak perempuan merupakan beban ekonomi dan Pernikahan
merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan keluarga (Rafidah,
2009).
Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang tua terlilit hutang
yang sudah tidak mampu dibayarkan. Dan jika si orang tua yang terlilit
hutang tadi mempunyai anak gadis, maka anak gadis tersebut akan
diserahkan sebagai “alat pembayaran” kepada si piutang. Dan setelah anak
tersebut dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua si
anak.
Menurut penelitian Amilda pada tahun 2012 berdasarkan data penelitian
didapatkan bahwa sebagian besar responden (58,3%) termasuk dalam status
ekonomi miskin dan 41,7% responden termasuk tidak miskin. Sebagian
besar responden yang termasuk dalam status ekonomi miskin memilih untuk
segera menikah, agar terbebas dari kemiskinan. Responden yang termasuk
dalam status ekonomi miskin cenderung tidak mempunyai pendapatan
keluarga yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Ridwan Aminudin pada tahun 2012 yang
menyatakan bahwa status ekonomi berhubungan dengan pernikahan dini.
22

D. Telaah Jurnal

Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh Nazli pada tahun (2018)
diperoleh hasil bahwa remaja putri yang status ekonomi rendah mempunyai
resiko 3,285 kali menikah dini dibanding remaja putri yang status ekonomi
tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian (Rafidah, Barkinah, & Yuliastuti,
2015) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ekonomi
keluarga dengan pernikahan usia dini p=0,000 dan OR sebesar 21,74 artinya
responden dengan ekonomi rendah kemungkinan berisiko 21 kali menikah
padausia < 20 tahun dibanding responden dengan ekonomi tinggi.

Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh Desiyati pada tahun (2015)
menunjukkan bahwa pada responden yang berpendidikan tinggi sebanyak 45
orang (51,1%) dengan rincian yang melakukan pernikahan dini sebanyak 13
orang (14,8%) dan yang tidak melakukan pernikahan dini sebanyak 32 orang
(36,4%). Sedangkan pada responden yang berpendidikan rendah sebanyak 43
orang (48,9%) dengan rincian yang melakukan pernikahan dini sebanyak 28
orang (31,8%) dan yang tidak melakukan pernikahan dini sebanyak 4 15 orang
(17%). Berdasarkan analisis uji Chi-Square pada tabel didapatkan hasil nilai ρ
= 0,001. Hal ini menunujukkan bahwa ρ < α, sehingga terdapat hubungan
antara pendidikan responden dengan kejadian pernikahan dini.

Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh Nazli pada tahun (2018)
diperoleh hasil bahwa remaja putri yang percaya dengan budaya mempunyai
resiko 3,939 kali menikah dini dibanding remaja putri yang tidak percaya
dengan budaya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Yunita,
2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sosial budaya dengan
pernikahan usia dini pada remaja, dimana niali p-value = 0,039.
23

E. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian teori dalam rumusan masalah di atas, maka penulis


mengembangkan kerangka teori sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Lawrence Green dalam Notoadmodjo, 2010

F.Faktor Predisposis:
G.1. Pengetahuan
H.2. Sikap
I. 3. Kepercayaan
J. 4. Keyakinan
K.5. Nilai-nilai
6.

Faktor Pemungkin:
1. Sarana dan prasarana
Perkawinan Dini
L. 2. Keterjangkauan fasilitas
M.3. Ketersediaan pelayanan
kesehatan

N.Karakteristik pendorong :
O.1. Sikap dan prilaku
P. Keluarga
Q.2. Sikap dan prilaku
masyarakat
3. Sikap dan prilaku
petugas kesehatan

4.
24

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah suatu hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin
diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan kerangka teori yang ada maka peneliti membuat kerangka
konsep yang terdiri dari variabel independen yaitu Pengetahuan, pendidikan
budaya dan status ekonomi. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu
perkawinan dini. Secara sistematik kerangka konsep ini dapat digambarkan
seperti dibawah ini:

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pengetahuan
2. Pendidikan Perkawinan Dini
3. Budaya
4. Status ekonomi

F. Definisi Operasional
Menurut Notoatmodjo (2010) untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variable-variabel diamati/ diteliti, perlu sekali variabel tersebut
diberi batasan atau “definisi operasional”. Definisi operasional ini bermanfaat
untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variable -
variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur).
Adapun variabel yang akan didefinisikan secara operasional dapat dijelaskan
sebagai berikut:
25

Tabel 3.1
Definisi Oprasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Pernikahan Pernikahan dini adalah Wawancara Kuesioner 0. Iya jika Ordinal


Dini Pernikahan yang melakukan
dilakukan di bawah usia pernikahan
yang seharusnya serta ≥16-20
belum siap untuk tahun
melaksanakan 1. Tidak jika
pernikahan dan melakukan
menjalani kehidupan pernikahan
rumah tangga <16-20
(Nukman, 2009). tahun

2 Pengetahuan Pengetahuan adalah Kuesioner Wawancara 0. Kurang baik Ordinal


hasil pengindraan jika nilai
terhadap satu obyek pengetahuan
< nilai
yaitu tentang
tengah
pernikahan dini. 1. Baik jika
nilai
pengetahuan
≥ nilai
tengah
3 Pendidikan Jenjang formal terakhir Wawancara Kuesioner 0. Rendah Ordinal
yang diikuti ibu dan (SD-SMP)
mendapatkan ijasah 1. Tinggi
(SMA-PT)

4 Budaya Kepercayaan yang Wawancara Kuesioner 0. Mendukung Ordinal


turun jika nilai
temurun dalam scor ≥ nilai
keluarga tengah
mengenai pernikahan 1. Tidak
usia dini pada remaja. mendukung
jika nilai
scor < nilai
tengah
5 Status Status ekonomi adalah Wawancara Kuesioner 0. Kurang Nominal
Ekonomi pemasukan dalam <UMR
memenuhi kebutuhan (Rp.3.542.
pokok (primer) maupun 713)
kebutuhan sekunder. 1. Baik ≥ UMR
(Anooym, 2009)
(Rp.3.542.
713)
26

G. Hipotesis

Ha 1 : Ada hubungan antara pengetahuan dengan pernikahan dini di


Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang
tahun 2019
Ha 2 : Ada hubungan antara pendidikan dengan pernikahan dini di Kecamatan
Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang tahun 2019
Ha 3 : Ada hubungan antara budaya dengan pernikahan dini di Kecamatan
Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang tahun 2019
Ha 4 : Ada hubungan antara status ekonomi dengan pernikahan dini di
Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang
tahun 2019
27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasional dengan


desain penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika kolerasi antara faktor-faktor dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,
2010).

Desain penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan


waktu pengukuran atau observasai data variabel independen dan dependen
hanya satu kali pada satu saat. Studi kolerasi bertujuan untuk mengungkapkan
hubungan koleratif antara variabel bebas dan variabel terkait. Dengan studi ini
akan diperoleh pervalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependen)
dihubungkan dengan penyebab (variabel independen) (Nursalam, 2008).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah kerja Kecamatan Padarincang
Kabupaten Serang.
2. Waktu
Waktu penelitian di lakukan pada bulan April-Mei 2019

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2008). Populasi pada penelitian ini adalah 806 pasangan yang

27
28

melakukan pernikahan pada tahun 2018 di Kecamatan Padarincang


berdasarkan laporan pada tahun 2018.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti,
yang dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo. 2010).

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari total populasi. Yaitu
sebagian pasangan yang melakukan pernikahan di Wilayah kerja
Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang.
Cara pengambilan sample dilakukan dengan tehnik simple random
sampling yaitu : suatu cara pengambilan sampel dengan cara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi, besarnya sampel
yang dibutuhkan di hitung menggunakan rumus :
N = N
1+ N (d²)

= 806
1+ 806 (0,01)

= 806
1+ 8,06

= 806
9,06

= 88,9 dibulatkan menjadi 89 + (10%) = 97 responden

Jadi jumlah sampel yang diperlukan adalah sebanyak 89 orang. Untuk


menghindari kerusakan data, maka di tambahkan 10 % sehingga total
sampel sebanyak 97 responden.
Keterangan :
N : Besarnya Populasi
n : Besarnya sample
d : Tingkat kepercayaan atau ketetapan yang di inginkan (0,01)
(Natoadmojo, 2010)
29

D. Alat dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan


pengambilan data sekunder di Dinas KBP3A Kabupaten Serang yang berasal
dari laporan bulanan Dinas terkait. Serta menggunakan data primer yang
dikumpulkan melalui kuesioner. Bentuk kuesioner berupa pertanyaan tertutup
oleh wanita yang sudah menikah di Wilayah kerja Kecamatan Padarincang
Kabupaten Serang. Kuesioner yang digunakan untuk mengidentifikasi variabel-
variabel yang akan diteliti, berupa pertanyaan tertutup oleh masyarakat yang
ada di Kelurahan Padarincang.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Beberapa hal yang perlu dipersiapkan peneliti sebelum penelitian yaitu


mempersiapkan prosedur-prosedur pengumpulan data. Adapun langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Prosedur Administrasi
1) Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari pembimbing
dan penguji.
2) Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari pihak DKBP3A
Kabupaten Serang dan UPT DKBP3A Kecamatan Padarincang.
b. Meminta persetujuan calon responden penelitian setelah dijelaskan tujuan,
manfaat, prosedur penelitian serta hak dan kewajiban selama menjadi
responden. Responden yang sudah bersedia kemudian diminta untuk
menandatangani surat persetujuan untuk menjadi responden yang telah
disiapkan peneliti.
c. Tahap pengumpulan data
Membagikan kuesioner penelitian kepada para responden, kemudian
mengumpulkannya kembali setelah selesai diisi oleh responden.
30

F. Instrumen Penelitian
Salah satu proses persiapan penelitian yaitu dilakukanya uji instumen, menurut
Suryono (2009), uji validitas dan realibilitas yaitu:
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk masing-masing pertanyaan dari variabel
pengetahuan dan variabel dukungan keluarga. Ada dua syarat penting yang
berlaku pada semua kuesioner yaitu keharusan sebuah kuesioner untuk valid
dan reliabel. Suatu kuesioner dikatakan valid kalau pertanyaan pada suatu
kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur dengan
kuesioner tersebut.

Untuk mengetahui validitas suatu instrument (dalam hal ini kuesioner)


dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing
variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid
bila skor tersebut berkolerasi secara signifikan dengan skor totalnya. Teknik
korelasi yang dilakukan korelasi pearson product moment:

{n.∑XY}−{∑X.∑Y}
r = √{n(∑X2 )−(∑X)2 }{n(∑Y2 −(∑Y)2 }

Pengambilan keputusan hasil uji validitas:

Jika r hitung > dari pada r tabel maka pertanyaan tersebut valid, sedangkan
jika r hitung < dari pada tabel maka pertanyaan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas
Setelah semua pertanyaan dinyatakan valid, analisis selanjutnya dilakukan
dengan uji reliabilitas dengan Cronbach’s alpha. Uji reliabilitas ini
dilakukan terhadap seluruh pertanyaan dari variabel pengetahuan dan
dukungan keluarga. Pengambilan keputusan untuk uji reliabilitas dilakukan
dengan cara membandingkan nilai r hitung hasil dengan Cronbach’s alpha.
Suatu instrumen dikatakan reliabel bila r α (alpha)> dari r tabel.

3. Uji Kenormalan
31

Untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal, ada 3 cara untuk


mengetahuinya yaitu:
a. Dilihat dari grafik histogram dan kurve normal, bila bentuknya
menyerupai bel shape, berarti distribusi normal
b. Menggunakan nilai Skewness dan standar errornya, bila nilai Skewness
dibagi standar errornya menghasilkan angka = 2, maka distribusinya
normal.
c. Uji kolmogorov smirnov, bila hasil uji signifkan (p value < 0,05) maka
distribusi normal. Namun uji kolmogorov sangat sensitif dengan jumlah
sampel, maksudnya : untuk jumlah sampel yang besar uji kolmogorov
cenderung menghasilkan uji yang signifikan (yang artinya bentuk
distribusinya tidak normal). Atas dasar kelemahan ini dianjurkan untuk
mengetahui kenormalan data lebih baik menggunakan angka skewness
atau melihat grafik histogram dan kurve normal.

G. Pengolahan dan analisa data

Menurut Notoadmodjo (2010) ada langkah-langkah yang harus dilakukan


dalam hal pengolahan data yaitu sebagai berikut:
1. Pengelolaan Data

a. Editing
Meneliti kambali data yang telah terkumpul, langkah ini penting karena
sering terrjadi kecenderungan bagi peneliti untuk tidak mengaitkan antara
data yang dikumpulkan dengan tujuan penelitian, sehingga kadang-
kadang data yang diperlukan dalam menguji hipotesis tidak diperoleh.
Pada editing dilakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner, apakah
jawaban yang ada di formulir/kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan,
dan konsisten.

b. Coding
32

Pemberian kode pada setiap jawaban yang terkumpul dalam lembar


observasi untuk memudahkan proses pengolahan data. Kode yang
dilakukan dengan mengkonversikan data yang dikumpulkan kedalam
symbol yang sudah ditentukan sesuai dengan definisi operasional.
Coding juga berarti member code untuk memudahkan pengolahan data
dengan ketentuan masing-masing variable.
c. Tabulating Yaitu menghitung data dengan cara table frekuensi langkah
ini dapat memudahkan dalam membaca data, maka data di atas di ringkas
dalam bentuk tabel
d. Cleaning
Proses yang dilakukan setelah data masuk ke computer. Data akan
diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak, jika terdapat data yang salah
diperiksa oleh proses cleaning ini.
e. Entry
Melakukan penghitungan terhadap skor yang diperoleh setelah itu dapat
dibuat kesimpulan numerik.
2. Analisa Data
a. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan
persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).
Rumus :
f
P x100
N
Keterangan :
P : Presentase frekuensi
F : Frekuensi tiap kategori
N : Jumlah sampel
b. Analisis Bivariat
33

Dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau


berkolerasi. Dalam analisis ini dilakukan pengujian statistik dengan Chi
Square. Secara matematis Chi-Square dapat dirumuskan :
(O − E)2
𝑋2 = ∑
𝐸

Keterangan :
X2 : Chi-Square
O : Nilai hasil pengamatan (Observed)
E : Nilai ekspektasi (Expected)
Hasil akhir uji statistik adalah untuk mengetahui apakah keputusan jika
Ho ditolak atau Ho diterima (gagal ditolak). Dengan ketentuan apabila P-
value < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan yang bermakna,
jika P. value >0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan yang
bermakna antar variabel (Notoadmodjo, 2010).
34

Anda mungkin juga menyukai