Bab 1-2
Bab 1-2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan
berbagai latar belakang. Telah menjadi perhatian komunitas internasional
mengingat risiko yang timbul akibat pernikahan yang dipaksakan, hubungan
seksual pada usia dini, kehamilan pada usia muda, dan infeksi penyakit
menular seksual. Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penting yang
berperan dalam pernikahan usia dini. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu
risiko komplikasi yang terjadi di saat kehamilan dan saat persalinan pada usia
muda, sehingga berperan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Selain
itu, pernikahan di usia dini juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan
kepribadian dan menempatkan anak yang dilahirkan berisiko terhadap
kejadian kekerasan danketerlantaran. Masalah pernikahan usia dini ini
merupakan kegagalan dalam perlindungan hak anak (Eddy dan Shinta, 2009).
Data Biro Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa ternyata praktek
pernikahan dini masih umum terjadi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan melalui
data statistik angka kelahiran menurut usia wanita berdasarkan periode waktu,
yaitu pada tahun 1997 dengan periode 1995-1999 menunjukkan untuk daerah
perkotaan di Indonesia terdapat 29% wanita muda yang melahirkan di usia
15-19 tahun, di daerah pedesaan sendiri menunjukkan persentase yang sangat
tinggi yaitu 58% wanita melahirkan di usia 15-19 tahun. Hasil Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (Kemenkes, 2012)
melakukan pernikahan pada tahun 2018. Sebanyak 434 wanita usia 16-20
tahun melakukan pernikahan dan terdapat 1 orang wanita melakukan
pernikahan dengan usia >16 tahun. Sedangkan terdapat 285 pria yang
menikah dengan usia 19-20 tahun dan 2 pria melakuakn pernikahan dengan
usia >19 tahaun. Hal tersebut menggambarkan bahwa masih banyak pasangan
yang melakukan pernikahan dini yang didasari oleh beberapa faktor.
Pernikahan usia dini adalah perkawinan yang dilakukan pada usia remaja.
Pernikahan yang dilangsungkan pada usia remaja umumnya akan
menimbulkan masalah baik secara fisiologis, psikologis maupun sosial
ekonomi. Dampak pernikahan pada usia muda lebih tampak nyata pada
remaja putri dibandingkan remaja laki-laki. Dampak nyata dari pernikahan
4
usia dini adalah terjadinya abortus atau keguguran karena secara fisiologis
organ reproduksi (khususnya rahim) belum sempurna. Meningkatnya kasus
perceraian pada pasangan usia muda dikarenakan pada umumnya pasangan
usia muda keadaan psikologisnya belum matang, sehingga masih labil dalam
menghadapi masalah yang timbul dalam pernikahan. Ditinjau dari masalah
social ekonomi pernikahan usia dini biasanya diikuti dengan ketidaksiapan
ekonomi (Romauli & Vindari, 2012).
Berdasarkan dari latar belakang diatas maka perlu diadakan penelitian lebih
mendalam, maka penulis mengambil skripsi dengan judul “Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini di Kecamatan Padarincang
wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang tahun 2019”.
B. Rumusan Masalah
Masih banyaknya pasangan yang melakukan perniakahn dini dengan usia
yang cukup muda hal tersebut didasari oleh data yang mendukung dari Dinas
DKBP3A bahwa dari 645 pasangan yang melakukan pernikahan 127
pasangan diantaranya memiliki usia di bawah umur dengan usia 16-20 tahun,
Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan diatas, dalam penelitian ini
penulisan ingin menggali lebih dalam tentang: “Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya pernikahan dini di Kecamatan Padarincang wilayah
kerja DKBP3A Kabupaten Serang tahun 2019”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini
di Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten Serang
tahun 2019.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengatahui gambaran yang menyebabkan terjadinya pernikahan
dini di Kecamatan Padarincang wilayah kerja DKBP3A Kabupaten
Serang tahun 2019.
5
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut ;
1. Bagi Institusi
Sebagai informasi dan bahan pustaka yang digunakan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang kesehatan
reproduksi dan faktor-faktor dan yang mempengaruhi pernikahan dini.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pernikahan Dini
1. Definisi
Pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan secara sah oleh
seseorang laki-laki atau perempuan yang belum mempunyai persiapan dan
kematangan sehingga dikawatirkan akan mengalami sejumlah resiko yang
besar. (Nurhakhasanah, 2012).
7
8
B. Remaja
1. Pengertian
Remaja atau “adolescence” yang berarti tumbuh ke arah matang.
Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja,
tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Batas usia remaja menurut
WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10
sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19
tahun (Widyastuti, 2009).
Masa remaja merupakan masa pemeliharan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa yang telah mencapai yang telah tercapai usia 10 sampai 19 tahun
dengan terjadinya perubahan fisik, mental dan psikologi yang cepat dan
berdampak pada berbagai aspek kehidupan selanjutnya (Sibagariang dkk,
2010).
Menurut Piget masa remaja adalah masa berintegrasi dengan masyarakat
dewasa, usia dimana individu tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang
orang dewasa, akan tetapi sudah dalam tingkatan yang sama (Pieter, 2010)
2. Ciri – ciri remaja
Ciri – ciri remaja menurut Hurlock (2007),yaitu :
a. Masa remaja sebagai periode penting yaitu perubahan-perubahan yang
dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu
yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan. Disini berarti perkembangan
masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa.
Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk
mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai
dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
12
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang di cakup dalam demain kognitif menurut Soekijo
Notoadmojo (2010) mempunyai 6 tingkatan yaitu
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya, pada tingkatan ini reccal (mengingat kembali) terhadap
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsang yang diterima. Oleh sebab itu tingkatan ini adalah yang
paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang di ketahui dan dapat menginter
prestasikan materi tersebut secara benar tentang objek yang
dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan contoh dan lain-lain.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam kontak atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain,
kemampuan analisis ini dapa dilihat dari penggunaan kata kerja
dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompok
kan dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
16
2. Pendidikan
Pendidikan secara umum menurut Notoatmodjo (2010) adalah segala upaya
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat
persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan
cepat (Imran, 2011).
Pendidikan adalah suatu proses keluarga yang berarti di dalam pendidikan
itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang
lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat. Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan
sehingga terjadi perubahan prilkau positif yang meningkat.
(Notoatmodjo,2010).
Astri Yunita (2014) Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin kecil remaja
melakukan pernikahan usia muda. Dengan menambah wawasan dan
informasi tentang pernikahan, kesehatan reproduksi dan juga tentang
kesehatan remaja tentunya dapat membantu remaja untuk mengambil
keputusan dalam menentukan usia yang pantas untuk menikah terutama
pada remaja putri. subjek penelitian pada kelompok kasus (menikah)
sebagian besar memiliki pendidikan dasar (SD/SMP) sejumlah 36 remaja
(42,9%), sedangkan pendidikan menengah sejumlah 6 remaja (7,1%).
Sedangkan pada kelompok kontrol (belum menikah) sebagian besar
berpendidikan menengah (SMA) sejumlah 26 remaja (31,0%), sedangkan
pendidikan dasar (SD/SMP) sejumlah 16 remaja (19,0%). Ini menunjukkan
19
bahwa pernikahan usia muda lebih berpeluang terjadi pada remaja dengan
pendidikan dasar (SD/SMP) dibandingkan pendidikan menengah (SMA).
Berdasarkan uji Chi Square didapat pvalue 0,0001. Oleh karena p-value =
0,0001 ≤ α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat
pendidikan remaja putri dengan kejadian pernikahan usia muda pada remaja
putri di Desa Pagerejo Kab. Wonosobo. Hasil Odds Ratio yaitu 9,750
artinya remaja dengan pendidikan dasar memiliki peluang melakukan
pernikahan usia muda 9,750 kali lebih besar dibanding remaja
berpendidikan menengah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Werdani tahun 2015,
berdasarkan hasil analisis Chi Square diketahui ada hubungan antara
pendidikan ibu dengan kejadian pernikahan dini (p-value : 0,000). Diketahui
responden yang memiliki ibu dengan pendidikan rendah memiliki risiko
untuk melakukan pernikahan usia dini pada anaknya sebesar 9,821 kali
dibandingkan pada responden yang memiliki ibu dengan pendidikan tinggi
(OR=9,821, 95% CI :4,65720,714). Pendidikan ibu merupakan sebuah
aspek yang penting untuk mendidik anak untuk berkembang dan berfikir
secara mandiri. Sehingga tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu akan
mempengaruhi kualitas pendidikan yang akan diwariskan oleh anakanya.
3. Budaya
Mubasyaroh (2016) Adat istiadat yang diyakini masyarakat tertentu semakin
menambah prosentase pernikahan dini di Indonesia.Misalnya keyakinan
bahwa tidak boleh menolak pinangan seseorang pada putrinya walaupun
masih dibawah usia 18 tahun terkadang dianggap menyepelekan dan
menghina menyebabkan orang tua menikahkan putrinya.
Pernikahan di usia muda juga terjadi karena faktor budaya yakni adat atau
tradisi yang ada di suatu komunitas masyarakat, dam penfsiran terhadap
ajaran agama yang salah. Kultur di sebagian besar masyarakat Indonesia
masih memandang hal yang wajar apabila pernikahan dilakukan pada usia
anak-anak atau remaja, karena hal tersebut sudah tradisi yang sulit untuk
dihilangkan dalam lingkungan masyarakat tersebut (Hairi, 2009).
20
D. Telaah Jurnal
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh Nazli pada tahun (2018)
diperoleh hasil bahwa remaja putri yang status ekonomi rendah mempunyai
resiko 3,285 kali menikah dini dibanding remaja putri yang status ekonomi
tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian (Rafidah, Barkinah, & Yuliastuti,
2015) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ekonomi
keluarga dengan pernikahan usia dini p=0,000 dan OR sebesar 21,74 artinya
responden dengan ekonomi rendah kemungkinan berisiko 21 kali menikah
padausia < 20 tahun dibanding responden dengan ekonomi tinggi.
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh Desiyati pada tahun (2015)
menunjukkan bahwa pada responden yang berpendidikan tinggi sebanyak 45
orang (51,1%) dengan rincian yang melakukan pernikahan dini sebanyak 13
orang (14,8%) dan yang tidak melakukan pernikahan dini sebanyak 32 orang
(36,4%). Sedangkan pada responden yang berpendidikan rendah sebanyak 43
orang (48,9%) dengan rincian yang melakukan pernikahan dini sebanyak 28
orang (31,8%) dan yang tidak melakukan pernikahan dini sebanyak 4 15 orang
(17%). Berdasarkan analisis uji Chi-Square pada tabel didapatkan hasil nilai ρ
= 0,001. Hal ini menunujukkan bahwa ρ < α, sehingga terdapat hubungan
antara pendidikan responden dengan kejadian pernikahan dini.
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh Nazli pada tahun (2018)
diperoleh hasil bahwa remaja putri yang percaya dengan budaya mempunyai
resiko 3,939 kali menikah dini dibanding remaja putri yang tidak percaya
dengan budaya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Yunita,
2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sosial budaya dengan
pernikahan usia dini pada remaja, dimana niali p-value = 0,039.
23
E. Kerangka Teori
F.Faktor Predisposis:
G.1. Pengetahuan
H.2. Sikap
I. 3. Kepercayaan
J. 4. Keyakinan
K.5. Nilai-nilai
6.
Faktor Pemungkin:
1. Sarana dan prasarana
Perkawinan Dini
L. 2. Keterjangkauan fasilitas
M.3. Ketersediaan pelayanan
kesehatan
N.Karakteristik pendorong :
O.1. Sikap dan prilaku
P. Keluarga
Q.2. Sikap dan prilaku
masyarakat
3. Sikap dan prilaku
petugas kesehatan
4.
24
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah suatu hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin
diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan kerangka teori yang ada maka peneliti membuat kerangka
konsep yang terdiri dari variabel independen yaitu Pengetahuan, pendidikan
budaya dan status ekonomi. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu
perkawinan dini. Secara sistematik kerangka konsep ini dapat digambarkan
seperti dibawah ini:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
1. Pengetahuan
2. Pendidikan Perkawinan Dini
3. Budaya
4. Status ekonomi
F. Definisi Operasional
Menurut Notoatmodjo (2010) untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variable-variabel diamati/ diteliti, perlu sekali variabel tersebut
diberi batasan atau “definisi operasional”. Definisi operasional ini bermanfaat
untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variable -
variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur).
Adapun variabel yang akan didefinisikan secara operasional dapat dijelaskan
sebagai berikut:
25
Tabel 3.1
Definisi Oprasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
G. Hipotesis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah kerja Kecamatan Padarincang
Kabupaten Serang.
2. Waktu
Waktu penelitian di lakukan pada bulan April-Mei 2019
1. Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2008). Populasi pada penelitian ini adalah 806 pasangan yang
27
28
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari total populasi. Yaitu
sebagian pasangan yang melakukan pernikahan di Wilayah kerja
Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang.
Cara pengambilan sample dilakukan dengan tehnik simple random
sampling yaitu : suatu cara pengambilan sampel dengan cara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi, besarnya sampel
yang dibutuhkan di hitung menggunakan rumus :
N = N
1+ N (d²)
= 806
1+ 806 (0,01)
= 806
1+ 8,06
= 806
9,06
F. Instrumen Penelitian
Salah satu proses persiapan penelitian yaitu dilakukanya uji instumen, menurut
Suryono (2009), uji validitas dan realibilitas yaitu:
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk masing-masing pertanyaan dari variabel
pengetahuan dan variabel dukungan keluarga. Ada dua syarat penting yang
berlaku pada semua kuesioner yaitu keharusan sebuah kuesioner untuk valid
dan reliabel. Suatu kuesioner dikatakan valid kalau pertanyaan pada suatu
kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur dengan
kuesioner tersebut.
{n.∑XY}−{∑X.∑Y}
r = √{n(∑X2 )−(∑X)2 }{n(∑Y2 −(∑Y)2 }
Jika r hitung > dari pada r tabel maka pertanyaan tersebut valid, sedangkan
jika r hitung < dari pada tabel maka pertanyaan tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
Setelah semua pertanyaan dinyatakan valid, analisis selanjutnya dilakukan
dengan uji reliabilitas dengan Cronbach’s alpha. Uji reliabilitas ini
dilakukan terhadap seluruh pertanyaan dari variabel pengetahuan dan
dukungan keluarga. Pengambilan keputusan untuk uji reliabilitas dilakukan
dengan cara membandingkan nilai r hitung hasil dengan Cronbach’s alpha.
Suatu instrumen dikatakan reliabel bila r α (alpha)> dari r tabel.
3. Uji Kenormalan
31
a. Editing
Meneliti kambali data yang telah terkumpul, langkah ini penting karena
sering terrjadi kecenderungan bagi peneliti untuk tidak mengaitkan antara
data yang dikumpulkan dengan tujuan penelitian, sehingga kadang-
kadang data yang diperlukan dalam menguji hipotesis tidak diperoleh.
Pada editing dilakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner, apakah
jawaban yang ada di formulir/kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan,
dan konsisten.
b. Coding
32
Keterangan :
X2 : Chi-Square
O : Nilai hasil pengamatan (Observed)
E : Nilai ekspektasi (Expected)
Hasil akhir uji statistik adalah untuk mengetahui apakah keputusan jika
Ho ditolak atau Ho diterima (gagal ditolak). Dengan ketentuan apabila P-
value < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan yang bermakna,
jika P. value >0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan yang
bermakna antar variabel (Notoadmodjo, 2010).
34