Anda di halaman 1dari 8

4.

2 Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Analisis Sampel 1

Judul : Prabowo Anggap Pertumbuhan Ekonomi tak Dirasakan Masyarakat

Tanggal : 30 Maret 2019


Analisis Sampel 1

1. Medan Wacana

Berita berjudul “Prabowo Anggap Pertumbuhan Ekonomi tak Dirasakan Masyarakat”

berbicara mengenai isu ekonomi yaitu berupa kritik dan pandangan dari calon presiden nomor urut 2,

Prabowo Subianto.

Medan wacana pada berita ini yaitu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianggap gagal.

oleh Prabowo Subianto. Medan wacana dapat diibuktikan dengan melihat badan berita paragraf kedua

kalimat kesatu dan kedua yang berbunyi “Prabowo tak percaya dengan pertumbuhan ekonomi yang

diklaim pemerintahan. Dengan bahasa pasaran, Prabowo menyebut klaim pertumbuhan ekonomi

selama ini sebagai kebohongan.”

Medan wacana tersebut juda didukung penjelasan dari Prabowo Subianto menilai bahwa

pertumbuhan ekonomi tidak terasa pada kalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada paragraf ketiga

kalimat kedua yang berbunyi, “Ia mempertanyakan kepada para pendukungnya, apakah ada yang

namanya pertumbuhan ekonomi?”. Kemudian alasan tersebut diperkuat pada paragraf keempat yang

berbunyi “Ia pun menjawab sendiri pertanyaan tersebut dengan mengatakan, pertumbuhan
terjadi berupa kenaikan harga-harga barang dan membengkaknya nilai utang negara kepada

asing.

Kemudian, Prabowo subianto menawarkan program penyelesaian persoalan ekonomi yang

bersinggungan langsung dengan masyarakat sebagai jalan keluar mengatasi permasalahan dari medan

wacana yang dimaksud yaitu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianggap gagal. Hal itu dapat

dilihat pada paragraf keenam kalimat ketiga yaitu “Prabowo menjanjikan program 100 hari

kepemimpinannya jika terpilih. Ia mengatakan, sudah menyiapkan orang-orang ahli yang akan

membantunya mengevaluasi harga dasar kebutuhan listrik di masyarakat,”.

Berdasarkan analisis diatas penulis melihat bahwa medan wacana berita tersebut adalah

pertumbuhan ekonomi yang dinilai gagal. Pertumbuhan gagal karena dampaknya tak dirasakan

masyarakat justru malah menambah hutang negara terhadap asing. Prabowo menawarkan jalan keluar

bahwa persoalan ekonomi yang ada dapat ia selesaikan jika ia terpilih menjadi Presiden Republik

Indonesia. Penulis menyimpulkan bahwa dalam isu ekonomi, Prabowo Subianto sebagai calon

presiden nomor urut 2 menilai kondisi ekonomi Indonesia mengalami kegagalan.

2. Pelibat Wacana

Pada berita yang berjudul “Prabowo Anggap Petumbuhan Ekonomi tak Dirasakan

Masyarakat”, penulis melihat hanya ada satu pelibat wacana yaitu Prabowo Subianto sebagai calon

presiden nomor urut 2.

Prabowo Subianto memiliki pangkat sebagai Letnan Jenderal (Purn) yang lahir pada 17

Oktober 1951. Ia adalah seorang politisi, pengusaha dan perwira tinggi militer Indonesia. Prabowo

menempuh pendidikan dan jenjang karier militer selama 28 tahun sebelum akhirnya berkecimpung

dalam dunia bisnis dan politik. Pada 2014, ia mengiktu pemilihan umum 2014 dan maju sebagai calon

Presiden Indonesia ke-7 bersama pasangan calon Wakil Presiden Hatta Rajasa. Pada tahun 2019, ia
kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilihan umum Presiden Indoneisa 2018,

berpasangan dengan Sandiaga Uno. Saat ini ia juga menjabat sebagiai Ketua Umum Partai Gerakan

Indonesia Raya atau GERINDRA yang dibentuk pada tahun 2008.

Dalam pemberitaan ini, pelibat wacana hanya ada satu yaitu Calon Presiden nomor urut

2 Prabowo Subianto yang menjalan peran sebagai pengkritik kinerja pemerintahan saat ini

sekaligus lawan politik dari Joko Widodo dalam kontestasi pilpres 2019. Sebagai calon

presiden, pelibat memanfaatkan kedekatan sosial dengan masyarakat untuk menyampaikan

kritik yang disampaikan dimuka umum dalam hal ini kampanye. Pelibat wacana hadir dalam

berita ini sebagai unsur dari pihak oposisi yang mengikuti kontestasi politik pemilu presiden

2019.

3. Sarana Wacana

Dalam berita berjudul “Prabowo Anggap Pertumbuhan Ekonomi tak Dirasakan

Masyarakat” penulis melihat sarana wacana dalam bentuk penggunaan bahasa informal,

penggunaan kata serapan tradisional, majas retoris, majas personifikasi, gaya repetisi,

pernyataan konklusif dan pernyataan argumentatif.

Pada Lead berita yang berbunyi “Capres Prabowo Subianto mulai melakukan gaya

kampanye terbuka yang berbeda. Pada hari keenam kampanye terbuka menuju pilpres 2019,

pada Jumat (29/3), capres nomor urut 02 tersebut, mulai mengkritik dengan keras kinerja

pemerintah saat ini, terutama dalam masalah pengelolaan ekonomi negara selama lima tahun

belakangan.” , terdapat penggunaan akronim. Akronim adalah blablabla. Kata “capres” adalah

kependekan dari istilah calon presiden.

Pada pargraf kedua terdapat penggunaan pola kalimat langsung dan tak langsung yang

berbunyi, “Prabowo tak percaya dengan pertumbuhan ekonomi yang diklaim pemerintahan.
Dengan bahasa pasaran, Prabowo menyebut klaim pertumbuhan ekonomi selama ini sebagai

kebohongan. Dari janji pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Namun, diklaim realisasinya

mandek di angka 5 persen. “Lima persen ndasmu,” kata Prabowo di kompleks Stadion

Pakansari, Bogor, Jawa Barat (Jabar), Jumat (29/3).”

Dalam kalimat kedua, kata “pasaran” dalam kalimat tersebut menunjukan makna biasa

atau sehari hari. Kata “pasaran” adalah kata yang biasa dipergunakan oleh orang-orang dalam

kesehariannya dalam beraktivitas dalam situasi tidak resmi.

Dalam kalimat kelima pada paragraf di atas, terdapat penggunaan majas sarkasme, yaitu

majas yang dimaksudkan untuk menyindir atau menyinggung seseorang atau sesuatu dapat

berupa penghinaan yang mengekspresikan rasa kesal dan marah dengan menggunakan kata-

kata kasar. Pernyatan “Lima persen ndasmu” adalah bagian dari sarkasme. Alasannya, kata

“ndasmu” adalah kata serapan tradisional yang berasal dari bahasa jawa kasar yang memiliki

arti “kepala-mu”. Kata “ndasmu” sendiri merupakan umpatan terkasar dalam bahasa Jawa.

Ndas merupakan kata benda level terbawah untuk menggantikan kata kepala. Di atas kata ndas

ada sirah (untuk level orang tua) dan mustoko (level untuk sastra dan konteks keraton). Kata

ndas sendiri merupakan ‘kepala’ yang diperuntukan untuk hewan. Contohnya ndas pitik

(kepala ayam) atau ndas kebo (kepala kerbau).

Pada paragraph ketiga yang berbunyi “Pernyataan Prabowo tersebut kontan disambut

tawa puluhan ribu para pendukungnya. Ia mempertanyakan kepada para pendukungnya,

apakah ada yang namanya pertumbuhan ekonomi?”, penulis menemukan penggunaan majas

hiperbola pada kata “disambut tawa puluhan ribu”. Pernyataan tersebut dinilai berlebihan

karena belum tentu yang menghadiri acara tersebut berjumlah puluhan ribu, kemudian belum

tentu juga semua orang yang berkumpul ikut tertawa menanggapi perkataan yang

dimaksudkan. Majas hiperbola memiliki pengertian sebagai majas yang mengandung


pernyataan berebih-lebihan dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau

situasi untuk memperhebat atau meningkatkan kesan dan pengaruh.

Pada paragraph keempat menggunakan pola kalimat langsung yang berbunyi “Apa kau

semua merasakan adanya pertumbuhan? Yang tumbuh apa? Yang naik apa?” tanya Prabowo.”.

Dalam kalimat ini penulis menemukan majas retoris atau erotis. Erotis merupakan pertanyaan

yang digunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih

mendalam dan penekan yang wajar dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.

Gaya bahasa ini digunakan sebagai salah satu alat yang efektif oleh orator karena terdapat

asumsi bahwa pertanyaan retoris hanya memiliki satu jawaban.

Pada paragraph kelimat yang berbunyi “Ia pun menjawab sendiri pertanyaan tersebut

dengan mengatakan, pertumbuhan terjadi berupa kenaikan harga-harga barang dan

membengkaknya nilai utang negara kepada asing.” , penulis menemukan penyataan konklusif.

Klaim yang dilakukan secara konklusif dapat dikatakan sebagai sebuah opini. Pernyatatan

konklusif tersebut seakan-sekaan menyimpulkan sesuatu yang ada dan dirasakannya.

Seharusnya pernyataan yang bersifat konklusif dalam ruang publik disertai dengan argumentasi

yang jelas untuk meyakinkan khalayak.

Dalam kalimat diatas penulis juga menemukan majas personifikasi terdapat pada

paragraf kelima pada pemilihan diksi “membengkaknya nilai utang negara kepada asing,”.

Majas personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati atau barang-

barang tak bernyawa memiliki sifat seperti manusia. Kata “membengkak” sewajarnya adalah

sesuatu yang menjadi besar berkaitan dengan bagian tubuh seseorang. Sementara itu, dalam

kalimat ini kata “membengkak dipakai untuk melukiskan nilai hutang negara.

Pada paragraph keenam penulis menemukan gaya bahasa repetisi pada struktur kalimat

juga terlihat dalam berita yaitu pada paragraf ketujuh kalimat pertama yang berbunyi “Bukan
tiga tahun, bukan dua tahun. Tetapi dalam 100 hari bisa diturunkan harga listrik di

masyarakat,”. Gaya repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata atau bagian kalimat yang

dianggap penting untuk memberikan sebuah tekanan dalam konteks yang sesuai.

Pada paragraph kesembilan yang menulis juga menemukan penggunaan kata non baku

pada paragraf ke sembilan yang berbunyi “Karena banyak media di sini, saya nggak sampaikan

kepada kalian. Ntar dicontek. Sekarang, apa yang gue bikin ada yang nyontek,”. Kata “nggak”,

“Ntar”, “Gue”, dan “nyontek” adalah kata-kata non baku yang biasa digunakan percakapan

informal sehari-hari. Kata “nggak” memiliki bentuk asli dari kata “tidak”, kemudian kata

“Ntar” memiliki bentuk asli dari kata “sebentar”, sementara kata “gue” adalah kata non baku

bisa juga dikatakan sebagai kata prokem atau kata gaul untuk sebagai pengganti kata “saya”.

Semua kata di atas juga menggunakan gaya bahasa informal yang biasa dipakai sehari-hari

dalam kondisi tidak resmi.

Berdasarkan analisis diatas, penulis menyimpulkan bahwa sarana wacana dalam berita

ini berupapenggunaan gaya bahasa informal pada kata"pasaran", kemudian terdapat kata

serapan tradisional "ndasmu", terdapat juga majas retoris dalam sebuah kalimat tanya pada

paragraf keempat, penyataaan atau statement yang bersifat konklusif pada paragraf kelima,

terdapat pula majas personifikasi kata "membengkak”, gaya bahasa repetisi, terdapat pula

penggunaan kata non baku pada kata "nggak"; "ntar"; "gue"; dan "nyontek".

4.2.2 Hasil Analisis Sampel 2

Anda mungkin juga menyukai