SISTEM GASTROINTESTINAL
TINJAUAN ANATOMIK
Traktus GI (saluran cerna) merupakan saluran muskular dari mulut hingga anus
dengan berbagai regio yang memiliki spesialisasi khusus untuk proses pencernaan yang
berbeda-beda. Regio ini meliputi esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Hati dan
pankreas merupakan organ aksesoris yang memproduksi substansi untuk membantu
proses pencernaan di antara banyak fungsi lainnya.
Karena traktus GI merupakan saluran muskular untuk proses pencernaan
dan/atau absorpsi, maka bentuk-bentuk kelainan patologis yang potensial terjadi
adalah:
Permasalahan pada otot dan inervasinya
Obstruksi saluran cerna (misalnya oleh benda asing, tumor)
Gangguan proses pencernaan dan/atau penyerapan yang dapat disebabkan
oleh:
- Permasalahan pada enzim atau sekresinya
- Permasalahan pada permukaan absorpsi saluran cerna (misalnya pada penyakit
usus inflamatori atau pertumbuhan bakteri yang berlebihan)
Permasalahan pada pembuluh darah/pasokan darah (misalnya varises
esofagus, iskemiamesenterika, perdarahan GI)
Di dalam esofagus atau kerongkongan tidak terjadi proses pencernaan atau pun
penyerapan makanan; esofagus hanya merupakan saluran muskular yang melaksanakan
transportasi makanan dari faring ke dalam lambung melalui kontraksi otot yang
terkoordinasi. Jadi, apa yang dapat mengganggu transportasi atau fungsi muskular
terkoordinasi yang diperlukan untuk transportasi ini?
Obstruksi
Disfungsi otot atau inervasinya untuk mencegah makanan keluar dan jalur yang
seharusnya
Pembentukan kantung (divertikulum)
Ketidakmampuan mencegah kembalinya isi lambung ke dalam esofagus
(penyakit refluks gastroesolagus: GERD (gastroeophageal reflux disease).
Obstruksi
Apa yang dapat menyebabkan sumbatan atau obstruksi? Dari sebelah dalam
esofagus, obstruksi dapat disebabkan oleh benda asing. minor esofagus, esophageal rings
dan/atau webs. Dari sebelahluar, pikirkan tentang lokasi anatomik esofagus yaitu: pada
mediastinum posterior tepat di bela- kang trakea. Jadi, kanker paru atau limfonodi yang
membesar (misalnya yang terjadi sekunder karena metastasis atau tuberkulosis) dapat
menimbulkan obstruksi esofagus dari sebelah luar.
Pasien obstruksi esofagus secara tipikal akan mengalami gangguan menelan
(disfagia). Keadaan ini dirasakan seperti makanan sulit terdorong ke bawah, rasa nyeri
pada dada (yang kadang-kadang manifestasinya mirip angina) atau pada beberapa kasus,
regurgitasi makanan yang belum tercerna. (Makanan belum tercerna karena belum
masuk ke dalam lambung). Jika stenosis esofagus terjadi karena sebuah tumor misalnya,
maka pertama-tama disfagia ini timbul pada saat menelan makanan yang padat dan
kemudian ketika tumornya tumbuh semakin besar' dapat terjadi disfagia terhadap
makanan yang cair atau minuman.
Otot
Setiap otot dapat mengalami kegagalan melalui salah satu dari dua cara ini: otot
tersebut tidak dapat melakukan kontraksi atau relaksasi. Kegagalan otot dalam
melakukan kontraksi atau relaksasi dapat disebabkan oleh otot itu sendiri atau terjadi
sekunder karena suatu permasalahan pada sistem saraf yang mengendalikannya.
Mari kita lihat sistem saraf simpatik dan parasimpatik dalam kaitannya dengan
sistem gastrointestinal. Sistem simpatik berfungsi untuk figbt/flightsedangkan sistem
parasimpatik untuk rest/digest. Jadi, sistem parasimpatik akan memberitahukan GI
untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan proses pencernaan yaitu: berkontraksi
untuk mendorong makanan ke bawah dan membuka slingter esofagus bagian bawah agar
makanan dapat masuk ke dalam lambung. Jika masukan impuls saraf parasimpatik
terganggu, peristalsis esofagus akan berkurang dan esofagus tidak mampu menghasilkan
relaksasi sfingter esofagus bagian bawah agar makanan dapat masuk ke dalam lambung.
Kegagalan Kontraksi
Dilatasi esofagus dapat terjadi pada penyakit skleroderma dan penyakit jaringan
penyambung lainnya di samping pada penyakit Chagas (infeksi oleh Trypanosoma cruzi).
Semua penyakit ini menyebabkan kerusakan pada arsitektur kolagen dinding esofagus.
Kegagalan Relaksasi
Spasme dapat terjadi secara diius di seluruh esofagus dan dinamakan dengan tepat
sebagai spasme difus esofagus. Beberapa pasien kadang-kadang saja mengalami
spasme sementara pasien-pasien lainnya mengalami spasme setiap kali mereka menelan
makanan. Keadaan ini dapat ditemukan sebagai gejala nyeri dada yang menyerupai
angina.
Divertikulum
Divertikulum merupakan pembentukan kantung pada esofagus. Jika terdapat
obstruksi di bagian distal, maka bagian proksimal esofagus akan mencoba melepaskan
obstruksi tersebut dengan mendorongnya dan gerakan ini akhirnya akan melemahkan
dinding esofagus. Keadaan ini dapat menyebabkan pulsion diverticula di sebelah
proksimal obstruksi. (Divertikulum juga dapat terjadi dalam usus besar lewat mekanisme
yang serupa). Divertikulum esofagus dapat pula disebabkan oleh traksi (tarikan) yang
biasanya terjadi karena limfonodi di dekatnya (paling sering keadaan ini disebabkan oleh
tuberkulosis) yang menarik esofagus. Divertikulum esofagus juga dapat terjadi sebagai
kelainan kongenital.
Divertikulum Zenker terletak tepat di bawah slingter esofagus bagian atas.
Keadaan ini berupa pembentukan kantung pada lumen esofagus yang membuat makanan
serta minum terhenti di sana dan tidak bisa bergerak turun lebih lanjut. Karena makanan
terhenti di sana, maka pasien divertikulum Zenker dapat mengalami regurgitasi makanan
yang belum tercerna. Apabila makanan yang diregurgitasikan belum tercerna , maka jelas
esoiagus tidak dapat membuat makanan tersebut masuk ke dalam lambung. Jika makanan
yang diregurgitasikan terlihat sudah tercerna, makanan tersebut pasti berasal dari
bagian di bawah tempat-pertemuan lambung-esofagus atau gastro-esopbageal
junction dan dengan demikian tidak mungkin merupakan akibat dari divertikulum
Zenker.
Refluks
Penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux disease)
merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada esofagus. Sfingter esofagus
bagian bawah normal- nya akan mencegah makanan agar tidak kembali ke dalam esofagus
dari lambung. Refluks atau aliran balik berarti pengaliran -balik asam lambung melewati
sfingter esofagus bagian bawah yang secara harafiah membuat terbakar mukosa esofagus
(esofagitis). Mengapa keadaan ini terjadi? Sfingter esofagus dapat mengalami
inkompetensi atau distorsi (seperti misalnya pada hernia hiatus terjadi peluncuran
sfingter esofagus bagian bawah ke sebelah superior diafragma). Sebagai alternatif lain,
lambung dapat menghasilkan tekanan ekstra yang berlebihan sehingga mengatasi
perintang yang ditimbulkan oleh sfingter esofagus bagian bawah. Mengapa terjadi
peningkatan tekanan lambung? Gangguan pengosongan lambung merupakan salah satu
kemungkinan yang menyebabkannya dan keadaan ini dapat terjadi misalnya karena
obstruksi atau gastroparesis (motilitas lambung yang buruk).
GERD dapat menimbulkan rasa nyeri (misalnya heartburn/pirosis, rasa asam dalam
mulut, nyeri dada) dan secara khas semakin bertambah parah ketika pasien membungkuk
atau berbaring sesudah makan. Keadaan ini terjadi karena jika terdapat inkompetensi
sfingter esofagus bagian bawah atau jika terdapat hernia hiatus, maka perbuatan
membungkuk atau berbaring akan membuat isi lambung mengalir balik melewati
esofagus. Setelah beberapa waktu, refluks asam dapat menimbulkan kerusakan esofagus
sehingga terjadi esofagus Barrett yaitu suatu keadaan pramaligna (metaplasia dari
epitel skuamosa hingga kolumnar) yang merupakan predisposisi terjadinya
adenokarsinoma esofagus.
Kanker Esofagus
Ada dua tipe kanker esofagus yaitu adenokarsinomadan karsinoma sel
skuamosa.Esofagus Barrett yang ditimbulkan oleh GERD merupakan predisposisi untuk
adenokarsinoma; kebiasaan merokok dan minum minuman keras merupakan predisposisi
untuk karsinoma sel skuamosa. Keduanya dapat ditemukan sebagai keadaan disfagia yang
terjadi sekunder karena obstruksi oleh tumor tersebut dan jug a dapat menyebabkan
gejala respiratorik jika trakea mengalami kompresi atau invasi oleh tumor tersebut.
Terapinya meliputi tindakan pembedahan, kemoterapi dan/atau radiasi.
Varises Esofagus
Varises esofagus merupakan pelebaran pembuluh vena esofagus yang biasanya
disebabkan oleh penyakit pada hati/hipertensi porta [lihatGambar 4-12). Karena dinding
vena yang berdilatasi menjadi lebih rapuh, dan karena varises ini terbentuk karena
tekanan yang tinggi, maka ruptur varises dapat terjadi dan menyebabkan perda rahan
esofagus. Jika terjadi perdarahan varises dan pasiennya muntah darah, bagaimana
muntahan yang mengandung darah ini akan terlihat? Pada perdarahan yang akut,
darahnya belum dicerna (jadi, masih berwarna merah) karena tidak terdapat cukup waktu
untuk membuat darah tersebut masuk ke dalam lambung. Darah yang belum tercerna
sangat berbeda dengan darah yang sudah tcrcernayang dimuntahkan dari ulkus lambung
atau duodeni dengan perdarahan yang lebih lambat di dalam lambung dan duodenum;
muntahan dengan darah yang sudah tercerna akan terlihat berwarna jauh lebih gelap
(penampakannya mirip bubuk kopi).Perdarahan masii dari ulkus lambung atau duodeni
dapat pula menghasilkan muntahan dengan darah yang berwarna merah cerah karena
perdarahan yang masif tidak memberikan waktu untuk mencernakkan darah tersebut
[lihatGambar 4-9).
PENYAKIT PADA LAMBUNG
Ulkus lambung harus selalu dibiopsi untuk menyingkirkan kemungkinan kanker lambung
karena kanker lambung dapat menimbulkan ulserasi dan dengan demikian gambarannya serupa
dengan ulkus peptikum pada pemeriksaan endoskopi.
Penanganan Ulkus
Gambar 4-6. Penanganan ulkus. Karena peningkatan sekresi asam lambung
dan/atau penurunan proteksi mukosa dapat menyebabkan ulkus peptikum,
penanganannya meliputi penggunaan obat-obat yang rnenetralkan asam lambung ,
mencegah agar asam lambung tidak disekresikan , meningkatkan proteksi m ukosa
atau mengeradikasi H. pylori.
Untuk menetralkan asam lambung, kita dapat menggunakan preparat alkalis.
Contohnya meliputi obat-obat antasid seperti garam magnesium atau kalsium (vaitu, milk
of magnesia, tablet Tums).
Untuk menurunkan produksi asam la mbung, kita dapat mengurangi produksi
asam oleh sel-sel parietal sendiri atau menurunkan/menyekat zat-zat kimia yang
menstimulasi sel-sel parietal. Untuk mempengaruhi langsung sekresi asam, kita harus
menyekat pompa H + /K + dalam sel-sel parietal; inhibitor pompa proton seperti omeprazol
atau pantoprazol bekerja lewat cara ini. Untuk mengurangi stimulasi sel-sel parietal, kita
dapat menyekat histamin; preparat antagonis H2 (misalnya ranitidin) akan menyekat
reseptor H2 pada sel-sel parietal. Reseptor H2 merupakan reseptor yang jika terikat
dengan histamin akan menstimulasi pelepasan asam lambung. Kita dapat pula melakukan
tindakan bedah (vagotomi) untuk memotong percabangan nervus vagus (nervus kranialis
X); serabut saraf ini memberikan masukan impuls parasimpatik yang menstimulasi sel -sel
yang mensekresikan asam lambung.
Obstruksi
Untuk mengalirkan makanan ke dalam duodenum, sfingter pilorik harus paten
(terbuka) dan lambung harus mendorong makanan melewatinya. Bagaimana jika sfingter
pilorik mengalamiobstruksi? Seperti halnya dengan esofagus (pada kenyataannya dengan
seluruh traktus GI), ketika terdapat obstruksi, keadaan ini dapat terjadi dari sebelah
dalam saluran cerna atau sebelah luarnya. Untuk sfingter pilorik, obstruksi dari sebelah
dalam dapat terjadi karena adanya benda asing, polip lambung atau kanker lambung;
obstruksi dari sebelah luar dapat disebabkan oleh tumor pankreas. Di samping itu, pilorus
dapat mengalami pembentukan jaringan parut karena asam lambung pada penyakit ulkus
peptikum atau karena termakan zat kaustik. Pada stenosis pilorik kongenital , bayi
dilahirkan dengan pilorus yang mengalami hipertrofi. Tindakan bedah membuka sfingter
biasanya perlu dilakukan pada bayi dengan stenosis pilorik kongenital.
Gejala apakah yang terjadi jika lambung mendorong isinya melawan pilorus yang
tertutup? OK, pertanyaannya kemana lagi isi lambung dapat pergi...kecuali balik ke bagian
proksimal? Jadi, vomitus menjadi keluhan yang utama. Perasaan cepat kenyang dan
distensi abdomen juga dapat terjadi. Stenosis pilorik kongenital dapat ditemukan
dalam bentuk massa tumor seperti buah zaitun yang dapat diraba (yaitu sfingter yang
mengalami hipertrofi) pada pemeriksaan abdomen dan gelombang peristalsis yang dapat
dilihat ketika lambung berusaha dengan sia-sia untuk mengatasi stenosis tersebut.
Gastroparesis
Gastroparesis merupakan paralisis lambung. Lambung berada di bawah kendali
sistem saraf enterik. Masukan impuls parasimpatik pada lambung berasal dari nervus
vagus (nervus kranialis X). Adanya permasalahan pada saraf parasimpatik yang menuju
lambung dapat menyebabkan penurunan aktivitas otot lambung dan gastroparesis.
Disfungsi saraf di sini dapat disebabkanoleh kerusakan pada saraf itu sendiri atau halangan
yang menyekat hantaran saraf ke lambung. Kerusakan pada saraf dapat terjadi sekunder karena
neuropati diabetes atau penyakit neurologi yang lain. Mengingat semua saraf parasimpatik
akan melepas asetilkolin pada sinapsnya, maka obat-obat yang menyekat asetilkolin dapat
menimbulkan gastroparesis. Di samping itu, setiap obat yang menurunkan motilitas lambung
(misalnya obat analgetik narkotik) dapat mengakibatkan gastroparesis.
Kanker Lambung
Kanker lambung lebih sering ditemukan pada orang-orang keturunan Asia. Banyak penye-
bab gastritis juga merupakan predisposisi untuk terjadinya kanker lambung (misalnya infeksi H.
pylori, anemia pernisiosa, terapi radiasi). Kanker lambung lebih sering berupa adenokarsi- noma
kendati MALT (mucoca-associated lymphoid tissue), GIST (GI stromal tumor) dan leiomiosarkoma
(tumor otot polos) dapat pula terjadi pada lambung. Tanda dan gejalanya (misalnya
nausea/vomitus, rasa cepat kenyang, perdarahan GI) umumnya terjadi kemudian dalam
perjalanan penyakit ini sehingga prognosisnya relatif buruk pada saat keberadaan tumor tersebut
diketahui. Sebagai penanganannya dilakukan pembedahan yang bisa dilengkapi dengan terapi
radiasi dan/atau kemoterapi.
Seperti halnya pada bagian traktus GI yang lain, inflamasi (misalnya penyakit Crohn).
tumor, obstruksi dan perdarahan mungkin saja terjadi dalam usus halus. Fungsi utama usus
halus adalah penyerapan makanan, dan kelainan patologi yang berkaitan dengan fungsi ini berupa
malabsorpsi.
Malabsorpsi
Gambar 4-7. Penyebab malabsorpsi. Setiap gangguan pada pencernaan/penyerapan
makanan dapat menimbulkan malabsorpsi. Mari kita tinjau langkah-langkah utama dan kelainan
patologis terkait yang potensial. Makanan dilumatkan dan diuraikan di dalam lambung untuk
kemudian tiba di dalam usus halus. Proses ini akan menstimulasi pelepasan kolesistokinin (CCK:
cholecystokinin) dan sekretin oleh duodenum; kedua substansi ini akan membuat kandung
empedu melepaskan getah empedu dan pankreas melepaskan HCO3-. serta enzim-enzim
pencernaan (misalnya kimotripsin) yang selanjutnya akan mencernakan makanan.
Produk makanan yang sudah dicerna kemudian diabsorpsi lewat membran intestinal untuk
selanjutnya dimetabolisir oleh sel-sel dinding usus dan dibawa ke dalam aliran darah. Setiap
permasalahan pada lintasan ini dapat menyebabkan malabsorpsi. Penyebab malabsorpsi dapat
berkaitan dengan permasalahan yang menyangkut proses pencernaan atau permasalahan yang
menyangkut proses penyerapan.
Obstruksi
Seperti halnya bagian traktus GI yang lain, usus halus dapat mengalami obstruksi.
Penyebab obstruksi usus halus meliputi: adhesi/perlengketan akibat pembedahan
sebelumnya, tumor usus halus (jarang terjadi), tumor pada organ lain yang berada di
dekat saluran cerna (misalnya tumor pankreas), batu empedu, hernia dan perubahan
inflamasi (misalnya penyakit Crohn). Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
kedaruratan bedah; obstruksi parsial usus halus biasanya dapat ditangani melalui puasa
(melarang asupan oral), tindakan dekompresi lewat pipa nasogastrik dan pemberian infus
cairan.
Seperti pada bagian traktus GI yang lain dapat ditemukan tumor (misalnya kanker
1Ada dua tipe sprue: sprue seliak dan sprue iropikal. S p r u e s e l i a k (yang juga dikenal sebagai sprue non-iropikal, enteropati
sensitif-gluten) disebabkan oleh reaksi terhadap gluten yang merupakan komponen gandum. Reaksi ini menyebabkan inflamasi
mukosa usus halus dan selanjutnya malabsorpsi. Keadaan tersebut membaik ketika gluten tidak lagi dikonsumsi. S p r u e t r o p i k a l
merupakan penvakit endemik di kawasan tropis: mikroorganisme yang menyebabkan infeksi ini tidak diketahui.
kolon), inflamasi (misalnya kolitis ulseratif, penyakit Crohn), obstruksi (paling sering
disebabkan oleh kanker kolon), dan perdarahan di dalam usus besar. Usus besar
berfungsi untuk membawa feses ke luar dan melakukan reabsorpsi sebagian air serta
natrium. Kegagalan fungsi yang pertama dapat menimbulkan konstipasi sedangkan
permasalahan pada fungsi yang kedua dapat menyebabkan diare. Konstipasi dapat
terjadi karena salah satu alasan berikut: otot-otot usus besar tidak mendorong isinya
dengan benar, atau terdapat bentuk obstruksi tertentu (tumor atau penyebab lainnya).
Sindrom usus yang pekat (irritable bowel syndrome ) (gejalanya berupa nyeri
abdomen, diare dan/atau konstipasi dengan etiologi yang tidak diketahui) dapat
disebabkan oleh permasalahan dalam pengaturan aktivitas muskular gastrointestinal;
patofisiologi sindrom ini masih belum dipahami sepenuhnya.
Penyakit Hirschprung
Penyakit Hirschprung merupakan penyebab konstipasi pada anak -anak. Pada
penyakit ini, sel- sel neural crest tidak berhasil bermigrasi ke bagian distal kolon selama
proses perkembangannya. Usus mengalami pelebaran yang masif di sebelah proksimal
kolon yang teregang dan tidak memiliki inervasi saraf (dengan demikian, nama lain untuk
penyakit ini adalah: megakolon aganglionik). Meskipun penyakit Hirschprung kerapkali
ditemukan sebagai keadaan tidak berhasilnya pelintasan mekonium pada bayi, namun
gambaran kliniknya dapat muncul kemudian pada usia kanak-kanak apabila penyakitnya
tidak begitu berat. Jadi, kemungkinan penyakit Hirschprung harus disingkirkan dahulu
sebagai penyebab konstipasi kronis pada anak-anak. Terapinya pembedahan.
Divertikulum
Jika diet seseorang kurang mengandung serat, maka pembentukan feses yang
keras dapat membuat usus besar orang tersebut bekerja ekstra untuk mendorong feses
keluar. Setelah beberapa waktu, kebiasaan mengejan yang berlebihan dapat melemahkan
otot-otot usus besar sehingga terbentuk divertikuium. Paling khas keadaan ini terjadi
dalam kolon desenden (yang terletak pada sisi kiri tubuh). Divertikuium dapat
menimbulkan perdarahan dan/atau nyeripada saluran cerna bagian bawah yang secara klasik
terjadi pada kuadran kiri bawah (divertikulosis). Divenikulum dapat pula mengalami inflamasi
(divertikulitis).
Organ apakah yang berada di dekat kolon desenden? Kandung kemih. Pada divertikulosis
yang berat dapat terjadi ruptur divertikulum yang melekat pada kandung kemih; bahkan pada
keadaan ini dapat terbentuk hubungan antara kedua organ tersebut. Fistula koloves ikal ini
dapat menyebabkzn pneurriaturia (adanya udara dalam urine) danfekaluria (adanya feses
dalam urine).
Diare
Gambar 4-8. Penyebab diare. Apa yang menyebabkan terlalu banyak cairan berkumpul
pada ujung usus besar? Sekresi yang berlebiban , penurunan absorpsi atau keberadaan
substansi tertentu yang meningkatkan osmolaritas isi kolon. Sebagai contoh, pasien
intoleransi Iaktosa tidak memiliki enzim laktase dalam jumlah yang memadai. Jadi, Iaktosa yang
harus diuraikan dan diserap dalam usus halus tetap utuh dalam usus besar. Karena keadaan ini
meningkatkan kadar solut dalam cairan intralumen bila dibandingkan cairan sei di sekitarnya, maka
air secara wajar akan tertarik ke dalam lumen usus.
Apa lagi yang dapat menyebabkan sekresi yang berlebihan atau penurunan absorpsi?
Bakteri Vibrio cholerae mengeluarkan toksin yang mengaktifkan enzim adenilat siklase.
Keadaan ini akan mengaktifkan transporter yang meningkatkan sekresi CT dan Kr (ke dalam
lumen dari sel-sel usus) dan inhibisi salah satu transporter elektrolit luminal yang bertanggung
jawab atas absorpsi Na+(dari lumen ke dalam sel). Kadar Na+, K+ dan Cl- yang berlebihan di dalam
lumen usus akan meningkatkan osmolaritas luminal sehingga terjadi suatu gradien osmotik
yangmenarik air dan menyebabkan diare. E. coli dapat pula memproduksi toksin yang mem
pengaruhi berbagai transporter sehingga terjadi penurunan absorpsi Na+ dan/atau peningkatan
sekresi K+ serta Cl- . Bakteri lainnya (misalnya Shigella, Salmonella, Campylobacter, Bacillus) dan
beberapa jenis virus (misalnya rotavirus, virus Norwalk) menyebabkan diare lewat kerusakan
langsung pada dinding intestinal. Kerusakan tersebut juga mempengaruhi transporter ini sehingga
terjadi over-sekresi dan/atau penurunan absorpsi.
Penyebab diare yang jarang ditemukan adalah kolera pankreas di mana sebuah tumor
(yang biasanya terletak dalam pankreas) mensekresikan vasoactive intestinal peptide (VIP).
Normalnya sekresi VIP akan menghambat sekresi lambung, menimbulkan relaksasi otot intestinal,
dan meningkatkan sekresi bikarbonat oleh pankreas. Sekresi VIP yang berlebihan akan mening-
katkan aktivitas enzim adenilat siklase dalam usus besar dan peningkatan aktivitas enzim ini akan
mengakibatkan peningkatan sekresi serta penurunan absorpsi seperti dijelaskan di atas. Keadaan
ini juga dikenal sebagai VIPoma, sindrom Werner-Morrisonatau WDHA (wateiy diarrhea,
hypokalemia and achlorhydria).
Kanker Kolon
Kanker kolon (adenokarsinoma) merupakan salah satu jenis kanker yang paling sering
ditemukan. Predisposisi genetik untuk kanker kolon terdapat pada orang dengan riwayat yang kuat
dalam keluarga atau dengan sindrom genetik seperti, kanker kolorektal nonpoliposis herediter
(HNPCC; hereditary nonpolyposis colorectal cancer) dan poliposis adenomatosa iamihal (FAP;
familial adenomatous polyposis). Kanker kolon dapat ditemukan dengan gejala yang meliputi nyeri
abdomen, perdarahan GI bagian bawah (kerapkali okulta), perubahan kebiasaan defekasi (waktu
defekasi, jumlah feses, bentuk feses) dan/atau ob'struksi intestinal. Karena kanker kolon begitu
sering ditemukan, maka pemeriksaan skrining teratur pada orang-orang berusia di atas 50 tahun
dengan menggunakan tes darah samar, sigmoidoskopi fleksibel, pemeriksaan radiologi dengan
kontras barium dan/atau kolonoskopi direkomendasikan. terapinya meliputi pembedahan,
kemoterapi dan/atau terapi radiasi.
Kolitis
Inflamasi kolon (kolitis) dapat terjadi sekunder karena infeksi, iskemia, obat-obatan
(misalnya antibiotik). cedera radiasi atau penyakit usus inflamatori (lihat bawah). Tanda/gejalanya
dapat meliputi perubahan pada pola defekasi, nyeri abdomen dan/atau perdarahan GI bagian
bawah.
Etiologi yang melatari kelainan ini masih beluni jelas sepenuhnya. Dari nama kolitis ulseratif
tampak jelas bahwa gambaran primer penyakit ini berupa ulserasi dalam kolon. Pada kenyataan-
nya, terlepas dari keberadaan ileitis yang kadang-kadang terjadi, kolitis ulseratifhanya
Lerbataspada kolon. Karena ulserasi, darah dalam feses merupakan gejala yang lazim ditemukan.
Sebaliknya penyakit Crohn dapat terjadi di mana saja mulai dari mulut hingga anus di sepanjang
traktus GI.
Mnemonik: Crohn crosses boundaries (Crohn melintasi perbatasan). Penyakit Crohn dapat
terjadi mulai dari mulut hingga anus dan menyebabkan inflamasi transmural (melintasi perbatasan
histologis) dan fisura (ruptur yang melintasi perbatasan). Efek yang ditimbulkan oleh penyakit
Crohn pada usus halus dapat menimbulkan malabsorpsi dan anemia defisiensi B12 (karena
kerusakan pada ileum terminalis akan menurunkan absorpsi vitamin B12).
Sejumlah hasil temuan yang terkait dapat terjadi pada penyakit usus inflamatori (IBD;
inflammatory bowel disease) dan hasil temuan ini meliputi ulkus aftosa (luka-luka chancre pada
mulut), kolangitis sklerosing (inflamasi saluran empedu), gambaran kulit (pioderma gangrenosum,
eritema nodosum) dan/atau gambaran mata (iritis, skleritis). IBD dapat pula mening- katkan risiko
kanker kolon.
PERDARAHAN GI ATAS DAW BAWAH
Gambar 4-9. Menentukan Lokasi Perdarahan GI. Ketika seorang pasien muntah darah atau
memiliki feses yang berdarah. maka daerah yang paling besar kemungkinannya sebagai lokasi
perdarahan dapat disimpulkan dari riwayat medisnya. Mari kita mulai dengan muntah darah. Jika
perdarahan terjadi di atas gastroesophageal junction (GEJ), darahnya belum tercerna dan harus
terlihat merah cerah pada muntahan (misalnya pada perdarahan varises esofagus). Jika
perdarahannva berasal dari lambung aاa٧ lebih rendah lagi, darah sudah tercerna dan proses
pencernaan ini membuat darah be!^arna jauh lebih gelap. Keadaan- ini secara tipikal meng-
akibatkan muntahan “bubuk kopi’? yang klasik dan secara khas ditemukan pada ulkus lambung
atau duodenum yang mengalami perdarahan. Perdarahan dengan mula timbul yang cepat dan
masif dari suatu ulkus dapat pula menyebabkan darah berwarna merah cerah dalam muntahan
apabila perdarahannya banyak dan/atau cepat sehingga tidak tersedia cukup waktu untuk proses
pencernaan darah tersebut.
Seperti halnya dengan perdarahan dari rektum, darah yang berwarna merah cerah
(bematokezia) juga berarti bahwa darah tersebut berasal dari suatu sumber yang relatif dekat
dengan tempat keluarnya, karena belum tercerna; contoh perdarahan seperti ini adalah
perdarahan hemoroid, perdarahan pada kanker kolon, perdarahan diveriikulum. Jika perdarahan
terjadi dalam traktus GI bagian atas (misalnya perdarahan ulkus peptikum), feses yang keluar
secara khas terlihat berwarna hitam dan menyerupai ter atau petis (rnelena) karena darah
tersebut berasal dari lokasi yang lebih tinggi dalam traktus GI dan dengan demikian sudah
tercerna.
Rangkuman: Darah yang berwarna merah dari mulut atau anus
mengindikasikan suatu sumber yang dekat dengan lokasi perdarahan sedangkan
darah yang berwarna gelap dan sudah tercerna meng indikasikan suatu sumber
yang lebih jauh letaknya. Berikut ini merupakan generalisasi yang luas: Jika terjadi perdarahan
masif dengan mula timbul yang mendadak di bawah gastroesophageal junction, darah tidak
memiliki cukup waktu untuk tercerna dan dapat terlihat sebagai darah yang berwarna merah cerah
dalam muntahan atau feses. Demikian pula, perdarahan dari traktus GI bagian bawah dapat
terlihat sebagai melena jika darah berada dalam traktus GI untuk waktu yang cukup lama sebelum
diekskresikan keluar (misalnya perdarahan dari kolon sebelah kanan).
2Baik sindrom Crigler-Najjar maupun sindrom Gilbert berkaitan dengan mutasi pada uridindifosfo-glukuronat glucuronosyl-
transferase (UGT) yaitu enzim yang turut serta dalam proses konvugisi. Pada Crigler-Najjar, enzim ini sangat menurun kadarnya
atau tidak terdapat, sedangkan pada Gilbert hanya mengalami penurunan ringan. Jadi, sindrom Gilbert merupakan penyakit yang
jauh lebih ringan dan bahkan bersifat asimtomatik.
Bagaimana dengan peningkatan bilirubin yang terkonyugasi? Jika bilirubin yang mengalami
kenaikan terutama bilirubin yang terkonyugasi, ini berarti bahwa bilirubin tersebut sudah dibawa
ke dalam hati dan konyugasi sudah terjadi. Apa yang menyebabkan aliran balik bilirubin
terkonyugasi ke dalam darah? Hati tidak dapat menyelesaikan tahap akhir untuk mensekresikan
bilirubin ke dalam saluran empedu, atau percabangan saluran empedu tersebut tersumbat. Setiap
penyakit yang dapat merusak hati dapat menurunkan kemampuan hati untuk mensekresikan
bilirubin (misalnya pada kegagalan hati yang ditimbulkan oleh toksin atau penyakit infeksi,
hepatitis alkoholik atau pun hepatitis autoimun). Setiap obstruksi dalam saluran empedu dapat
menimbulkan aliran balik bilirubin yang terkonyugasi. Lokasi obstruksi dapat intrahepatik
(misalnya kanker, granuloma, sirosis bilier primer) atau ekstrahepatik (misalnya batu empedu,
striktur, kanker). Sindrom Dubin-Johnson dan Rotor merupakan cacat genetik yang mengganggu
sekresi bilirubin ke dalam getah empedu.
Ikterus bukan hanya berupa perubahan warna ketika terdapat kenaikan kadar bilirubin di
dalam darah akibat obstruksi. Berlebihnya pigmen yang masuk ke dalam urine akan menyebabkan
urine berwarna gelap (berwarna teh).3 Berkurangnya pigmen empedu yang masuk kedalam
traktus GI (akibat obstruksi saluran empedu) membuat feses tidak mengandung pigmenini (feses
yang pucat seperti wama dempul). Endapan garam-garam empedu dalam kulit
akanmenimbulkan rasa gatal yang hebat (pruritis).
3Urine yang berwarna gelap akibat ikterus hanya terjadi kalau bilirubin sudah mengalami konyugasi. Hal ini terjadi karena bilirubin
yang belum terkonyugasi bersifat tidak-larut dalam air dan dengan demikian tidak terdapat di dalam urine. Jadi, walaupun setiap
kenaikan kadar bilirubin (yang terkonyugasi atau yang tidak terkonyugasi) dapat menimbulkan ikterus, namun urine yang berwarna
gelap hanya akan terlihat ketika kenaikan kadar tersebut terutama terjadi pada bilirubin yang terkonyugasi (yaitu akibat kegagalan
mensekresikan bilirubin atau akibat obstruksi bilier).
Tes Fungsi Hati
AST, ALT dan Alkali Fosfatase
AST (aspartat aminotransferase) dan ALT (alanin aminotransferase) merupakan dua
enzimhati yang terlibat dalam reaksi metabolik. Alkali fosfatase terutama terdapat dalam sel-sel
saluran empedu. Pada penyakit hati, sel-sel hati melepaskan AST dan ALT ke dalam sirkulasi darah.
Ketika percabangan saluran empedu tersumbat, sel-sel pada saluran empedu melepaskan alkali
fosfatase (“alk phos”).4 Mnemonik: alk phos = obstruksi. Pada obstruksi dalam waktu yang lama,
kadar AST dan ALT mungkin mulai mengalami kenaikan, walaupun secara tipikal kenaikan ini tidak
begitu dramatis bila dibandingkan dengan kenaikan kadar alkali fosfatase. Demikian pula, kadar
alkali fosfatase dapat mengalami sedikit kenaikan pada penyakit hati, tetapi kadar AST dan ALT
umumnya mengalami kenaikan hingga tingkat yang jauh lebih tinggi. Obstruksi dapat disebabkan
oleh berbagai kelainan patologis pada saluran empedu (misalnya batu, penyakit inflamasi, kanker).
Meskipun AST, ALT dan alkali fosfatase umumnya disebut sebagai “tes fungsi hati,” ketiga jenis
pemeriksaan tersebut tidak mengukur fungsi hati. Sebaliknya, pemeriksaan ini merupakan
petanda (marker) untuk menunjukkan adanya cedera pada hepatosit (ASI’ dan ALT”) atau pada
saluran empedu (alkali fosfatase).
Bilirubin, Albumin dan Prothrombine Time
Bilirubin, albumin dan prothrombin time (PT; waktu protrombin) merupakan parameter
untuk mengukur fungsi hati. Bilirubin sudah dibahas di atas sebagai suatu ukuran kemampuan
hati untuk melaksanakan fungsi enzimatik dan metabolik seperti konyugasi bilirubin yang belum
terkonyugasi dan sekresi bilirubin yang sudah terkonyugasi [lihat Gambar 4-10). Karena sekresi
bilirubin merupakan tahapan yang bersifat membatasi sendiri dalam proses ini, maka bilirubin
terkonyugasi (bilirubin direk) kerapkali mengalami kenaikan pada penyakit hati.
Albumindanprothrombin timemenilai fungsi sintesis pada hati. Albumin merupakan
protein serum yang disintesis oleh hati sehingga kadar albumin menjadi parameter
untukmengukur kemampuan hati dalam melaksanakan sintesis protein. Jadi, kadar albumin
dapat mengalami penurunan pada penyakit hati. Penurunan kadar albumin serum dapat pula
terjadi pada penyakit inflamasi, trauma yang berat, malnutrisi dan berbagai penyakit yang
4Kenaikan kadar alkali fosfatase dapat juga terlihat pada proses pemecahan tulang.
menimbulkan proteinuria (misalnya sindrom nefritik).
Prothrombin time mengukur fungsi sebagian rangkaian pembekuan darah (lihat
Gambar 6-10). Karena hati mensintesis sebagian besar faktor koagulasi, maka gangguan
pembekuan darah (dan dengan demikian kenaikan prothrombin time) dapat terjadi karena
penyakit hati. Secara spesifik, prothrombin time menilai lintasan ekstrinsik rangkaian pembekuan
darah yaitu faktor VH. Karena faktor VII terurai dengan cepat, pengukuran keutuhan lintasan
ekstrinsik lewat prothrombin time merupakan marker yang baik untuk menentukan kemampuan
sintesis pada hati. Prothrombin time dapat pula memanjang pada terapi antikoagulan (misalnya
koumadin) dan defisiensi vitamin K.
Kenaikan prothrombin time lebih berkaitan dengan penyakit hati yang akut, sedangkan
penurunan kadar albumin umumnya menyertai penyakit hati yang kronis.
Singkatnya, kenaikan kadar AST dan ALT mengindikasikan cedera pada hati, sedangkan
kenaikan kadar alkali fosfatase dapat menunjukkan obstruksi bilier. Peningkatan kadar
bilirubin yang terkonyugasi, penurunan albumin serum dan/atau pemanjangan prothrombin
time semuanya dapat mengindikasikan penurunan fungsi hati.
Hepatitis Virus
Gambar 4-11. Hepatitis virus.
Reaksi Obat dapat bersifat akut (reaksi serius terhadap suatu obat atau overdosis obat)
atau kronis (yaitu akibat pemakaian yang lama).
Perlemakan Hati (steatosis hepatik) dapat terjadi sekunder karena pemakaian alkohol
(penyakit hati alkoholik) atau pada pasien-pasien tanpa riwayat pemakaian alkohol (penyakit per-
lemakan hati non-alkoholik). Penyakit hati alkoholik secara khas menyebabkan kenaikan ringan
kadar AST : ALT yang secara klasik memiliki rasio 2 : 1. Di samping itu, kadar GGT (gama-
glutamiltransferase) secara khas meningkat pada penyakit/perlemakan hati alkoholik.Perlemakan
hati non-alkoholik (yang juga dikenal sebagai steatohepatitis nonalkobolik —NASH)
merupakan keadaan di mana penyakit hati terjadi dengan pola histologi yang sama seperti
penyakit hati alkoholik kendati tidak terdapat riwayat konsumsi minum minuman keras
yang signifikan. Perlemakan hati memiliki keterkaitan dengan obesitas dan diabetes.
Hepatitis Autoimun .Seperti halnya penyakit autoimun yang lain, hepatitis autoimun
cenderung mengenai wanita dan dapat berkaitan dengan keadaan autoimun yang lain (misalnya
artralgia, ruam, penyakit tiroid). Antibodi anti-otot polos memiliki hubungan dengan hepatitis
autoimun.
Hemokromatosismerupakan penyakit autosomal resesif yang mengakibatkan jumlah zat
besi yang abnormal tinggi di dalam darah. Keadaan ini dapat menimbulkan pengendapan besi
dalam jantung sehingga Terjadi kardiomiopati restriktif. Pengendapan besi dalam hati dapat
menyebabkan sirosis. Akumulasi besi dalam pankreas dapat menimbulkan diabetes. Kulit dapat
menjadi berwarna bronze karena besi dapat pula mengendap di kulit (karena itu, julukan untuk
hemokromatosis adalah “bronze diabetes.”). Pengendapan dalam hipofise juga dapat terjadi.
Diperkirakan insiden hemokromatosis jauh lebih sering daripada yang dibayangkan sebelumnya.
Karena itu, beberapa klinisi memperdebatkan pendapat bahwa kenaikan ringan enzim- enzim hati
(AST/ALT) pada pasien yang sehat, sekalipun harus diikuti dengan pemeriksaan terhadap
kemungkinan hemokromatosis. Pemeriksaan ini menilai saturasi transferin dan feritin, yang
keduanya akan mengalami peningkatan pada hemokromatosis. Pemeriksaan genetik dan biopsi
hati untuk mengukur jumlah £at besi di dalamnya dapat memastikan diagnosis.
Pada penyakit Wilson,suatu bentuk penyakit autosomal resesif yang lain, terdapat penu-
runan ekskresi tembaga (copper) yang menyebabkan pengendapan tembaga di dalam hati
(keadaan ini dapat menimbulkan sirosis), otak (dapat menyebabkan kclainan gerak), dan/atau
mata (dapat menyebabkan terbentuknya cincin Kayser-Fleischer). Kadar seruloplasmin serum
yang rendah (protein serum yang membawa tembaga) dan peningkatan kadar tembaga
urine merupakan hasil klasik pemeriksaan laboratorium untuk penyakit Wilson. Biopsi hati yang
memperlihatkan tembaga dalam jumlah yang berlebihan dapat memastikan diagnosis.
Defisiensi α-1 antitripsin.Defisiensi enzim ini di dalam paru-paru dapat menimbulkan
emfisema (panlobularis) sedangkan defisiensi di dalam hati menyebabkan sirosis. Kadar enzim α-
1 antitripsin yang rendah dalam serum dan pemeriksaan genetik (pemeriksaan fenotipe)
diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
Neoplasma Hepatikbisa benigna atau maligna. Tumor maligna dapat tumor primer atau
metastatik. Setiap neoplasma pada hati dapat menimbulkan nyeri abdomen kuadran kanan atas
dan gejala konstitusional (demam, malaise, penurunan berat badan). Pembesaran hati atau massa
tumor yang teraba dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik. Ruptur tumor dapat' menyebabkan
nyeri abdomen yang akut .Adenoma bepatik benigna lebih sering ditemukan pada wanita dan
kerapkali terjadi sekunder karena penggunaan pil KB. Risiko terjadinya karsinoma bepatoselular
semakin bertambah oleh berbagai karsinogen (misalnya aflatoksin) di samping oleh keadaan yang
menyebabkan sirosis (misalnya alkohol, hemokromatosis, hepatitis B dan C). Kenaikan kadar a-
fetoprotein (AFP) sering terlihat pada karsinoma hepatoselular. Metastase ke hati lebih sering
ditemukan dibandingkan karsinoma hepatoselular yang primer di Amerika Serikat. Terapinya
meliputi pembedahan, kemoterapi dan terapi radiasi.
5Ada banyak kemungkinan penyebab trombosis yang meliputi setiap penyakit dengan keadaan hiperkoagulabel [lihat Bab 6).
Intrahepatik: Setiap penyakit hati yang menyebabkan sirosis dapat menimbulkan per-
ubahan dalam sistem vaskular sehingga terjadi hipertensi porta.
Postbepatik:
- Vena hepatika dapat mengalami trombosis (sindrom Budd-Chiari)
- Vena hepatika memiliki hubungan dengan vena kava inferior, sehingga resistensi ter-
hadap aliran darah dalam sistem ini dapat pula meningkatkan tekanan porta
(misalnya terjadi sekunder karena gagal jantung kanan, kardiomiopati restriktif atau
perikarditis konstriktif).
Bagaimana konsekuensi yang ditimbulkan oleh obstruksi sistem venous hati? Suatu
kejadian yang akut (seperti trombosis vena porta atau hepatika) dapat menimbulkan kegagalan
hati yang akut. Namun demikian, banyak penyebab sirosis yang lebih kronis menimbulkan keadaan
darurat hipertensi porta yang lebih lambat dan dapat menyebabkan asites (adanya cairan dalam
rongga abdomen) serta varises (pelebaran vena).
Asites
Hipertensi porta yang ditimbulkan oleh sirosis merupakan penyebab asites yang paling
sering ditemukan, walaupun asites dapat pula terjadi karena infeksi, malignansi serta sindrom
nefrotik. Sampel cairan asites dapat dipunksi (parasentesis) dan dipelajari untuk membuat
diagnosis penyebab asites. Adanya sel darah putih dengan jumlah yang besar di dalam cairan asiies
mengindikasikan inflamasi atau infeksi; pemeriksaan kultur dapat dilakukan untuk mencari
mikroorganisme yang spesifik. Sedangkan untuk mencari sel-sel malignan dapat dilakukan
pemeriksaan sitologi. Serum-ascitesalbumin gradient (SAAG) dapat membantu menentukan
apakah etiologinya hipertensi porta ataukah bukan. SAAG diukur melalui pengurangan kadar
albumin serum dengan kadar albumin dalam cairan asites. Cairan asites pada hipertensi porta
relatif lebih encer, dan dengan demikian memiliki kadar albumin yang lebih rendab dibandingkan
kadar albumin cairan asites pada infeksi atau malignansi. Jadi. SAAG cenderung lebih tinggi pada
hipertensi porta dibandingkan pada penyebab asites yang lain (karena kadaralbumin serum
dikurangi dengan angka yang lebih kecil). Umumnya pada hipertensi porta, SAAG > 1,1 g/dL dan
pada penyebab asites yang lain, SAAG < 1,1 g/dL.
Varises
Darah mengalir dengan jumlah yang besar lewat sistem portal ke dalam hati. Jika sistem ini
tersumbat karena alasan apa pun, darah harus mencari jalan untuk balik ke jantung dan dengan
demikian akan mengalir balik lewat sistem portal ke pembuluh vena lainnya untuk kembali ke
jantung. Vena-vena yang lain ini meliputi vena lienalis, vena umbilikalis, vena hemoroidalis dan
vena esofagus/gastrika. Pembuluh-pembuluh vena ini tidak terbiasa menangani volume darah
yang begitu besar dan dengan demikian terjadi pelebaran (varises). Aliran balik darah ke dalam
lien akan menyebabkan splenomegali (pembesaran lien). Lien yang membesar ini mulai melak-
sanakan pekerjaannya secara berlebihan (bipersplenisme) sehingga pembuangan unsur-unsur
darah meningkat dan keadaan ini dapat menyebabkan anemia. Vena umbilikalis kadang-kadang
dapat terlihat pada pemeriksaan fisik sebagai kaput medusa (vena varikosa di sekitar pusar). Vena
hemoroidalis yang melebar di sekitar anus dapat ditemukan sebagai hemoroid.
Pelebaran vena esofagus dan vena gastrika (varises) dapat menyebabkan ruptur vena
tersebut sehingga terjadi perdarahan yang masif (dan kerapkali mematikan). Varises yang
mengalami perdarahan memerlukan intervensi segera dengan menggunakan obat-obat
vasokonstriksi untuk mengurangi aliran darah ke dalam varises (misalnya dengan vasopresin atau
oktreotid), skleroterapi endoskopik (untuk kauterisasi varises), atau ligasi endoskopik
(pemasangan pita karet di sekeliling varises). Jika pasien masih dapat bertahan hidup, pemberian
[3-blocker dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan porta sehingga mengurangi risiko ruptur
varises. Skenario klasik di mana kita harus mencurigai kemungkinan perdarahan varises terlihat
pada diri seorang pasien peminum (alkoholik) yang dibawa ke ruang gawat-darurat dengan gejala
muntah darah.
Cara lain untuk menurunkan tekanan dalam varises adalah dengan tindakan bedah untuk
memasang pirau/pintasan. Pemasangan pirau dalam upaya mencegah ruptur varises akan
memberikan sebuah lintasan dengan resistensi yang lebih rendah kepada darah sehingga tekanan
dalam varises tersebut menurun. Pirau dapat dipasang untuk menghubungkan vena porta hepatik
dengan vena kava inferior, atau menghubungkan vena lienalis dengan vena renalis; atau
pemasangan transjugular intrahepatic portosystemic pirau (TIPS) dapat dilakukan untuk
menghubungkan vena porta hati dengan vena hepatika secara langsung.6 Meskipunadanya pirau
akan mengurangi aliran darah ke dalam varises, namun sebagian besar darah yang normalnya
melintasi hati kini harus kembali ke jantung tanpa menjalani banyak reaksi kimia yang normalnya
terjadi dalam hati. Sebagaimana dibahas di atas, hati merupakan pusat metabolik dan detoksifikasi
yang utama. Jika kegagalan hati menyebabkan penurunan reaksi detoksifikasi, atau jika
pemasangan pirau membuat aliran darah memutari hati, maka zat-zat kimia yang toksik dapat
mempengaruhi otak sehingga terjadi delirium (ensefalopati hepatik).
Gambar 4-13. Anatomi percabangan bilier. Sistem bilier intrahepatik di dalam hati ber-
cabang menjadi duktus hepatikus kanan dan kiri yang kemudian menyatu untuk membentuk
6 Bagian “jugular" pada nama ini disebabkan oleh pemasangan pirau lewat kateier yang disisipkan ke dalam vena jugularis.
duktus hepatikus kominis. Duktus hepatikus kominis akan menyatu dengan duktus sistikus (yang
menuju kandung empedu) untuk membentuk duktus koledokus; duktus koledokusbiasanya
bergabung dengan duktus pankreatikus pada tempat masuknya ke dalam duodenum. Hati
akan memproduksi getah empedu secara terus-menerus dan kemudian getah empedu ini
disimpan di dalam kandung empedu (vesika felea). Ketika makanan yang baru tercerna
sebagian tiba dalam duodenum dari lambung, maka kolesistokinin (CCK) akan dilepas.
Peristiwa ini menstimulasi kontraksi kandung empedu dan pelepasan getah empedu yang
akan mengemulsikan lemak untuk dapat diserap.
Permasalahan apakah yang dapat terjadi pada saluran empedu? Karena kita
sedang berbicara tentang saluran, maka salah satu kemungkinan permasala hannya
adalah obstruksi. Obstruksi akan mencegah aliran getah empedu ke dalam duodenum dan
keadaan ini menyebabkan penurunan proses pemecahan lemak sehingga terjadi
malabsorpsi lemak. Obstruksi juga menimbulkan aliran balik getah empedu/bilirubin
sehingga menyebabkan ikterus dan berpotensi mengakibatkan kerusakan hati.Ingat, pada
obstruksi secara khas akan terjadi kenaikan alkali iosfatase. Pemeriksaan USG terhadap
sistem bilier dapat mencari batu empedu atau pelebaran saluran empedu (yang akan
menunjukkan obstruksi di sebelah distalnya).
Bagaimana sistem bilier dapat mengalami obstruksi? Obstruksi oleh batu empedu
atau tumor, inflamasi/pembentukan parut pada percabangan bilier, dan atresia bilier
merupakan penyebab obstruksi bilier yang paling sering ditemukan.
Atresia Bilier
Atresia bilier merupakan inflamasi dan obliterasi sistem bilier ekstrahepatik pada
neonatus. Kelainan ini ditemukan sebagai ikterus dan dapat menimbulkan sirosis yang
cukup berat sehingga memerlukan transplantasi hati jika tidak terdeteksi secara dini.
Terapinya berupa pembedahan; prosedur Kasai mengangkat saluran yang mengalami
obliterasi dan menghubungkan kembali duodenum dengan hati untuk menormalkan
aliran getah empedu. Kedekatan usus dengan hati pascabedah dapat menimbulkan infeksi
(kolangitis asenden).
Pankreas memiliki dua fungsi utama yaitu endokrin dan eksokrin. Bagian endokrin
mengatur kadar glukosa darah lewat glukagon dan insulin (lihat Bab 5). Bagian eksokrin
memproduksi dan melepaskan enzim-enzim pencernaan (tripsin, kimotripsin, lipase,
amilase) serta bikarbonat ke dalam duodenum (bagian pertama usus halus). Jika terdapat
permasalahan pada kemampuan pankreas dalam membuat atau mensekresikan enzim -
enzim digestifnya, maka dapat terjadi malabsorpsi. Pada misalnya kistik fibrosis, sekresi
yang kental akan menyumbat pankreas sehingga pankreas tidak mampu mensekresikan
enzim-enzim digestifnya. Malabsorpsi yang ditimbulkan akan menghasilkan feses yang
berbau busuk dan mengapung. Untuk mfor- masi yang lebih rinci tentang kistik fibrosis,
lihat Bab 2.
Seperti pada organ apa pun, pankreas dapat mengalami inflamasi ( pankreatitis)
atau terkena kanker.
Pankreatitis
Pankreatitis merupakan inflamasi pankreas. Dua keadaan yang p aling sering
menyebabkan pankreatitis adalah alkohol dan batu empedu. Ketika sebuah batu empedu
terjepit pada saluranempedu (duktus koledokus) sebelah distal yaitu di tempat masuknya
saluran tersebut ke dalam duodenum, maka anatomi sistem bilier yang tersusun sedemikian rupa
dapat pula menimbulkan obstruksi pada duktus pankreatikus sebelah distal. Pankreatitis
umumnya ditemukan dengan rasa nyeri midepigastrik yang menjalar ke belakang. Jika
dianalogikan dengan pelepasan AST serta ALT oleh hati ketika mengalami cedera, dan pelepasan
alkali fosfatase oleh saluran empedu ketika mengalami kerusakan, maka pankreas pun akan
melepaskan amilase dan lipaseketika mengalami peradangan sehingga kadar kedua enzim ini
dapat mengalami kenaikan pada pankreatitis.7 Di samping alkohol dan batu empedu, penyebab
pankreatitis yang lain meliputi obat-obatan, hiperkalsemia, sengatan kalajengking dan sindrom
pankreatitis herediter.
Tumor Pankreas
Kanker Pankreas. Akibat lokasi anatomi pankreas (yang berada di dekat saluran
empedu), maka penumbuhan kanker dalam pankreas dapat menimbulkan obstruksi saluran
empedu sehingga timbul gejala ikterus. Jadi, kanker pankreas harus dimasukkan ke dalam
diagnosis banding ikterus.
Tumor pankreas yang lain meliputi gastrinoma (lihatsindrom Zollinger-Ellison),
insulinoma (lihathipoglikemia dalam Bab 5), VlPoma (lihatdiare), glukagonomadan
7Amilase dapat pula mengalami kenaikan jika terdapat tumor glandula salivarius (amilase salivarius).
somatostatinoma. Glukagon dalam keadaan normal akan meningkatkan kadar gula darah.
Pada glukagonoma, sekresi glukagon yang berlebihan akan menimbulkan hiperglikemia. Suatu
ruam yang dinamakan eritema migrating nekrohtis sering ditemukan pada pasien-pasien
glukagonoma. Somatostatin normalnya akan menghambat produksi dan sekresi hormon-hormon
GI. Sekresi somatostatin yang berlebihan pada somatostatinoma akan menyebabkan inhibisi
enzim-enzim pankreas (yang menimbulkan malabsorpsi, diare dan dengan demikian penurunan
berat badan), penurunan sekresi insulin (vang menyebabkan diabetes melitus), dan penurunan
aktivitas kandung empedu (yang dapat menyebabkan batu empedu).
Seorang wanita usia 45 tahun mengeluh nyeri kram pada abdomen kuadran kanan
atas(RUQ) yang dirasakannya sesudah selesai makan malam.
Organ apa yang ada di daerah tersebut? Hati dan kandung empedu. Apa yang dapat
menyebabkan nyeri kram atau kolik? Obstruksi organ berongga. Gejala ini merupakan
gambaran klasik batu empedu (“fat; forty, fertile, female”). Meskipun kisah tersebut
menjadi gambaran yang klasik untuk penyakit kandung empedu, namun kita juga harus
ingat bahwa tepat di sebelah atas kuaclran kanan tersebut adalah lapangan paru
sebelah bawah. Jadi, jika kasusnya seorang wanita berusia 45 tahun dengan nyeri
abdomen kuadran kanan atas, demam dan batuk-batuk, maka pada kasus ini diperlukan
pembuatan foto rontgen dada untuk mengevaluasi kemungkinan pneumonia.
Seorang anak laki-laki merasa nyeri di sekitar pusarnya (nyeri periumbilikal) selama 3
jam dan kini mengeluhkan rasa nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah (RLQ).
Sebuah kisah klasik untuk apendisitis tetapi organ apa lagi yang ada di sana? Nyeri alih
dari torsio testis juga dapat menyebabkan nyeri pada kuadran kanan bawah kendati
keadaan ini secara khas akan ditemukan pula dengan gejala nyeri yang mendadak dan
pembengkakan skrotum.
Seorang pria usia 75 tahun mengeluhkan nyeri pada abdomen kuadran kiri bawah (LLQ).
Cerita ini merupakan kisah klasik untuk kasus divertikulitis tetapi jika pasiennya seorang
wanita, organ apa lagi yang ada di sana? Ovarium/tuba lalopii kiri sehingga neoplasma
pada ovarium harus dituliskan pula pada dahar diagnosis banding. Lamanya perjalanan
penyakit, tipe nyeri dan lain-Iain juga merupakan informasi yang penting untuk
menajamkan diagnosis banding ini.
Seorang wanita usia 30 tahun mengalami nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan
bawah (RLQ).
Organ apa yang ada di daerah tersebut? Apendiks, ovarium, tuba falopii. Jadi,
apendisitis, torsio ovarium, ruptur kista ovarii, kehamilan ektopik dan pelvic
inflammatory disease (PID) semuanya merupakan kemungkinan diagnosis. Pemeriksaan
fisik, laboratorium dan imaging dapat membantu membedakan kelainan-kelainan
tersebut.
Tujuan menyampaikan ilustrasi kasus yang singkat ini adalah untuk memperlihatkan suatu
hal yang penting yaitu: setelah mendengarkan keluhan utama pasien, dan berpikir tentang
anatomi serta fisiologi organ-organ abdomen, maka daftar diagnosis banding harus sudah mulai
terbentuk dalam pikiran Anda. Diagnosis banding ini berfungsi untuk mengarahkan anamnesis
Anda terhadap riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik agar sampai
kepada diagnosis penyakitnya.
Pemeriksaan Fisik
Obervasi. Apakah pasien menggeliat kesakitan (misalnya pada beberapa jenis obstruksi
organ berongga)? Apakah pasien berbaring diam tanpa bergerak (misalnya pada peritonitis)?
Apakah abdomennya terasa tegang atau distensi (misalnya pada asites atau obstruksi organ
berongga yang menimbulkan dilatasi di bagian proksimalnya)? Apakah pasien terlihat bei1-
keringat, pucat dan basah (misalnya pada perdarahan atau infark miokard)? Apakah pasien
memperlihatkan gejala kaput medusa atau bukti lain yang menunjukkan dilatasi vena (misalnya
pada penyakit hati)? Apakah pasien muntah-muntah? Apakah muntahnya mengandung darah?
Apakah darah dalam muntahannya sudah tercerna (yaitu terlihat seperti bubuk kopi dan dengan
demikian berasal dari lambung atau bagian yartg lebih rendah seperti misalnya perdarahan ulkus
peptikum), ataukah belum tercerna (berwarna merah cerah dan dengan demikian kemungkinan
berasal dari bagian GI di atas gastroesophageal junetion seperti misalnya perdarahan varises)?
Jelas observasi sangat penting dalam mengkaji beratnya keadaan: Apakah Anda harus
menstabilkan pasien ini dahulu sebelum melakukan anamnesis untuk mendapatkan riwayat
penyakitnya?
Auskultasi. Bunyi bernada-tinggi dan/atau tidak terdengarnya bising usus dapat disebabkan
oleh obstruksi (bayangkan usus yang tersumbat bisa tidak mengeluarkan bising [senyap] atau
menghasilkan bunyi metalik karena obstruksi). Arteria renalis atau aorta dapat tersumbat oleh
aterosklerosis dan.dapat mengeluarkan bunyi desiran (bruits).
Palpasi. Kuadran manakah yang terasa nyeri? Apakah rasa nyeri ditimbulkan oleh palpasi
yang dalam ataukah hanya dengan sentuhan yang ringan? Nyeri lepas (yang terjadi ketika secara
mendadak tangan yang menekan abdomen diangkat dari abdomen) dan defens muskular
(kontraksi spontan otot dinding abdomen) mengindikasi inflamasi peritoneum (peritonitis).
Keadaan ini dapat terjadi pada pelvic inflammatory disease (PID), apendisitis atau pada ruptur
usus. Apakah terdapat massa tumor yang berdenyut (aneurisma aorta abdominalis)?
Pemeriksaan pelvik (vaginal toucher) dapat membantu menentukan apakah terdapat
pelvic inflammatory disease (PID) atau kelainan ginekologi seperti dibahas di atas yang
menyebabkan nyeri abdomen.
Perkusi. Udara dalam jumlah yang besar dapat menghasilkan bunyi timpanis; cairan dan
benda padat akan menghasilkan bunyi yang pekak. Jadi, adanya udara dalam jumlah yang besar
(misalnya dalam usus yang berdilatasi di sebelah proksimal obstruksi) akan menghasilkan bunyi
timpanis pada perkusi. Cairan (misalnya cairan asites) akan memperdengarkan bunyi yang pekak.
Karena hati merupakan organ yang padat dan mengeluarkan bunyi pekak ketika diperkusi, Anda
dapat menentukan besarnya hati lewat perkusi. Hati dapat membesar karena penyebab sirosis,
atau apabila terdapat tumor dalam hati (primer atau metastase) atau terdapat kongesti yang
terjadi karena hipertensi portal atau gagal jantung kanan.
Pemeriksaan Laboratorium
Hitung sel darah putih yang tinggi dapat menunjukkan suatu proses inflamasi/infeksi
(misalnya apendisitis akut, pelvic inflammatory disease). Tentu saja ada banyak
keadaan yang menyebabkan kenaikan hitung leukosit (lihat Bab 6). Namun demikian,
hitung leukosit yang tinggi, disertai nyeri kuadran kiri bawah (LLQ) mengarah pada
divertikulitis, dan pada hitung leukosit yang tinggi disertai nyeri kuadran kanan bawah
(RLQ) dapat merupakan gambaran apendisitis. Kolitis juga dapat ditemukan dengan nyeri
abdomen dan kenaikan jumlah leukosit.
AST/ALTdapat mengalami kenaikan pada setiap penyakit hati. Ingat bahwa kadar AST dan
ALT biasanya secara tidak proporsional lebih tinggi daripada kadar alkali fosfatase jika
disebabkan oleh penyakit hati (misalnya hepatitis) sehingga berbeda dengan gambaran
pada obstruksi saluran empedu. Kadar AST dan ALT dapat mengalami kenaikan pada
obstruksi saluran empedu jika obstruksinya cukup berat sehingga mulai menimbulkan
kerusakan pada hati kendati kadar alkali fosfatase akan meningkat hingga derajat yang jauh
lebih tinggi.
Alkali fosfatase. Alkali fosfatase akan mengalami kenaikan pada obstruksi saluran
empedu (misalnya karena batu, kanker). Ingat bahwa alkali fosfatase juga dapat berasal
dari tulang.
Bilirubin. Bilirubin yang tidak terkonyugasi dapat mengalami kenaikan pada anemia
hemolitik, gagal jantung kongestif, sindrom Crigler-Najjar dan sindrom Gilbert. Bilirubin
yang terkonyugasi dapat meningkat pada setiap penyakit hati, obstruksi bilier (yang dapat
terjadi karena tumor, batu empedu atau penyakit inflamasi pada sistem bilier), sindrom
Dubin-Johnson atau sindrom Rotor.
Kadar albumin serum menurun pada penyakit hati (dan juga pada penyakit inflamasi,
trauma yang berat dan/atau sindrom nefrotik).
Prothrombin time memanjang pada penyakit hati.
Kadar amilase dan lipase secara klasik mengalami kenaikan pada pankreatitis. Amilase
dapat pula tinggi pada tumor glandula salivarius tertentu.