Anda di halaman 1dari 6

Menganalisis Peran Indionesia Dalam Mewujudkan Perdamaian

Dunia Melalui OKI

Organisasi ini berdiri pada tanggal 25 September 1969 di Rabat, Maroko, setelah para
pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam.
Organisasi Konferensi Islam ini kemudian berubah nama menjadi Organisasi Kerjasama Islam
pada 28 Juni 2011. Organisasi ini lahir sebagai reaksi negara-negara Islam atas tindakan Israel
yang membakar Masjid Al-Aqsa pada 21 Agustus 1969.

Saat ini, OKI beranggotakan 57 negara Islam atau negara yang memiliki penduduk
mayoritas muslim di kawasan Asia dan Afrika. Seiring perkembangan zaman, OKI tidak hanya
menangani masalah politik terutama masalah Palestina, tetapi juga turut serta menangani
permasalahan ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan.

Krisis politik yang melanda negara-negara anggota OKI sejak awal Januari 2011 menunjukkan
bahwa dunia Islam saat ini membutuhkan role of model dalam proses transisi dan demokrasi. Sebagai
salah satu anggota OKI dengan jumlah penduduk mayoritas beragama Islam terbesar di dunia, Indonesia
dituntut untuk memberikan kontribusi nyata dalam upaya mencapai perdamaian di kawasan Timur
Tengah. Indonesia dipandang mampu untuk berperan sebagai teladan (role of model) bagi keserasian
antara Islam, modernitas dan demokrasi damai, serta sebagai bridge builder hubungan Barat dan Islam.
Tuntutan untuk ikut berperan dalam upaya perdamaian bagi Negara-negara anggota termasuk Indonesia
sejalan dengan Mecca Declaration and Ten-Years Program of Actions Organization of The Islamic
Conference (TYPOA-OIC) yang tidak hanya fokus pada isu politik, tetapi juga isu-isu pembangunan, sosial,
ekonomi dan ilmu pengetahuan. Melalui deklarasi ini, OKI diharapkan mampu membangun nilai-nilai
toleransi, modernitas, demokrasi, memerangi terorisme, membendung Islamophobia, meningkatkan
kerjasama dan solidaritas antar negara anggota, conflict prevention, penanggulangan masalah Palestina,
Filipina Selatan, Kashmir yang tak kunjung usai, serta masalah-masalah yang terjadi di Timur Tengah dan
Afrika Utara.

Lantas, bagaimanakah Indonesia menempatkan partisipasi dan kontribusinya di OKI sebagai


bagian integral dari kepentingan diplomasi dan politik luar negerinya? Langkah apa saja yang ditempuh
Indonesia dalam proses transformasi yang kini tengah berlangsung di OKI? Sejarah Indonesia di OKI
mengalami dinamika yang cukup unik. Keanggotaan dan peran aktif Indonesia di OKI bermula sejak
Organisasi Islam terbesar di dunia ini berdiri pada 25 September 1969, karena Indonesia merupakan
salah satu dari 24 negara yang hadir dalam KTT I di Rabat, Maroko yang merupakan awal berdirinya OKI.
Sejak saat itu peran Indonesia di OKI mengalami pasang surut. Pada tahun-tahun pertama peran
Indonesia di OKI masih terbatas, bahkan keanggotaan Indonesia di OKI sempat menjadi perdebatan, baik
oleh kalangan OKI maupun di dalam negeri. Ketika piagam pertama OKI dicetuskan pada tahun 1972,
Indonesia menolak untuk menandatanganinya dan menahan diri untuk menjadi anggota resmi karena
berdasarkan UUD 1945, Indonesia bukanlah negara Islam. Demikian juga dengan politik luar negeri
Indonesia yang Bebas Aktif, tidak mendasarkan pada nilai-nilai Islam. Namun, karena tuntutan aspirasi
dan politik dalam negeri, maka Indonesia memulai berperan ‘aktif’ di OKI pada tahun 1990-an, ketika
presiden Soeharto untuk pertama kalinya hadir dalam KTT ke-6 OKI yang diselenggarakan di Senegal,
Desember 1991. Kehadiran presiden Soeharto tersebut merupakan langkah awal perubahan kebijakan
politik luar negeri Indonesia untuk berpartisipasi lebih aktif di OKI, meskipun peran Indonesia di OKI
tidak terlalu dominan sebagaimana perannya di forum kerjasama multilateral seperti ASEAN dan GNB
(Gerakan Non Blok).

Beberapa peran aktif Indonesia di OKI yang menonjol adalah ketika pada tahun 1993 Indonesia
menerima mandat sebagai ketua Committee of Six, yang bertugas memfasilitasi perundingan damai
antara Moro National Liberation Front (MNLF) dengan pemerintah Filipina. Kemudian pada tahun 1996,
Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Menteri (KTM-OKI) ke-24 di Jakarta.

Selain itu, Indonesia juga memberikan kontribusi untuk mereformasi OKI sebagai wadah untuk
menjawab tantangan umat Islam memasuki abad ke-21. Pada penyelenggaraan KTT OKI ke-14 di Dakar
Senegal, Indonesia mendukung pelaksanaan OIC's Ten-Year Plan of Action. Dengan diadopsinya piagam
ini, Indonesia memiliki ruang untuk lebih berperan dalam memastikan implementasi reformasi OKI
tersebut. Indonesia berkomitmen dalam menjamin kebebasan, toleransi dan harmonisasi serta
memberikan bukti nyata akan keselarasan Islam, demokrasi dan modernitas.

Bagi Indonesia, OKI merupakan wahana untuk menunjukkan citra Islam yang santun dan
moderat. Sebagaimana yang ditunjukkan Indonesia pada dunia internasional dalam pelaksanaan
reformasi 1998 serta kemampuan Indonesia melewati transisi menuju negara yang demokratis melalui
penyelenggarakan pemilihan umum legislatif ataupun pemilihan presiden secara langsung yang berjalan
dengan relatif baik. Pengalaman Indonesia tersebut dapat dijadikan rujukan bagi negara-negara anggota
OKI lainnya, khususnya negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara yang sedang mengalami proses
demokratisasi.

Peluang Indonesia untuk memimpin OKI semakin terbuka pada KTT OKI 2014 yang akan
diselenggarakan di Jakarta. Pemerintah Indonesia memiliki modal dasar yang kuat terkait peranan-
peranan di dunia internasional: Pertama, sebagai negara muslim terbesar di dunia Indonesia menjadi
kekuatan penting pada abad ke 21 terkait dengan pembangunan demokrasi. Di dunia Islam–selain
Malaysia dan Turki-konsep demokrasi dan toleransi sulit diterapkan secara penuh oleh negara-negara
anggota OKI. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan munculnya konflik kekerasan hingga memakan
korban jiwa yang tidak sedikit dalam pelaksanaan demokrasi di kawasan Timur Tengah. Kedua, sebagai
ketua ASEAN, posisi Indonesia semakin diperhitungkan. Permasalahannya adalah mampu tidaknya
pemerintah mengelola potensi strategis sebagai ketua ASEAN tersebut.

Ketiga, Letak geografis Indonesia yang sangat strategis dapat membantu meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan Indonesia dan kawasan sekitarnya. Disamping itu, jabatan yang
diemban Indonesia sebagai ketua Parliamentary Union of OIC Member States (PUIC) pada sidang
keenam di Kampala, Uganda Januari 2011, memberikan kesempatan lebih bagi Indonesia untuk lebih
vokal dalam menyuarakan kebijakan luar negeri dan kepentingannya. Dalam PUIC, Indonesia dapat
berperan untuk mendorong peningkatan kinerja OKI ditengah tantangan globalisasi. PUIC menjadi salah
satu kekuatan yang diperhitungkan tidak hanya oleh dunia Islam, tetapi juga oleh Barat. Dengan
mengoptimalkan peran PUIC, OIC dan subsidiary organs diharapkan dapat mengurangi ketergantungan
dunia Islam terhadap negara Barat dalam penyelesaian masalah di negara-negara anggotanya.
Secara umum, tujuan organisasi ini adalah:
1. memperkuat solidaritas, kerja sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan, dan teknologi antar negara anggota, serta perjuangan umat Islam untuk
melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak-haknya.
2. Melakukan aksi bersama untuk melindungi tempat-tempat suci umat Islam, serta
memberi semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangan hak dan
kebebasan mendiami daerahnya.
3. Bekerja sama untuk menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan serta
menciptakan suasana yang menguntungkan serta saling pengertian antar negara anggota
dan negara-negara lain.

Prinsip OKI :
1. Persamaan antarnegara anggota.
2.Menghormati hak untuk menentukan nasib sendiri dan tidak mencampuri urusan dalam
negeri negara lain.
3.Menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara.
4. Menyelesaikan setiap persengketaan yang mungkin timbul melalui cara-cara damai,
misalnya dengan cara perundingan, mediasi/perantara, atau arbitrase.
5. Abstain dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah,
kesatuan nasional, atau kemerdekaan politik suatu negara.

Struktur organisasi OKI


Struktur organisasi OKI terdiri dari: badanbadan utama; komite khusus; badan-badan
subsider yang bergerak di bidang ekonomi dan sosial budaya; serta lembaga dan organisasi yang
bersifat otonom.

a. Badan-badan utama
Badan-badan utama dalam Organisasi Konferensi Islam diantaranya adalah sebagai
berikut.

1. Konferensi para raja atau kepala negara/pemerintahan (KTT) yang memiliki otoritas
tertinggi. Konferensi ini diadakan setiap tiga tahun sekali.
2. Konferensi para menteri luar negeri (KTM) yang diadakan setahun sekali untuk
membahas pelaksanaan kebijaksanaan organisasi yang telah ditetapkan sesuai dengan
piagam. KTM luar biasa dapat diadakan atas permintaan satu atau beberapa negara atau
Sekretaris Jenderal. KTM dapat meminta diadakannya konferensi tingkat tinggi.
3. Sekretaris Jenderal merupakan badan eksekutif yang dipimpin oleh seorang Sekretaris
Jenderal dan dibantu oleh 4 orang asisten yang berkedudukan di Jeddah.
4. Mahkamah Islam Internasional yang berkedudukan di Kuwait merupakan badan yudikatif
yang bertugas menyelesaikan sengketa antaranggota secara damai.

b. Komite khusus OKI

Berikut ini merupakan komite-komite khusus dalam Organisasi Konferensi Islam.

1. Komite Tetap Keuangan yang beranggotakan semua anggota OKI dan bertugas untuk
melaksanakan pengawasan atas penggunaan anggaran Sekretariat Jenderal.
2. Komite Al Quds Yerusalem yang dibentuk pada tahun 1975 ini beranggotakan 15 orang.
Tugas komite ini adalah mengadakan pengkajian atas resolusi-resolusi yang diambil OKI
dan organisasi internasional mengenai Yerusalem.
3. Komite Ekonomi, Sosial Budaya yang beranggotakan semua negara anggota OKI ini
bersidang dua kali dalam setahun di salah satu negara anggota OKI. Tugas komite ini
adalah merumuskan dan melaksanakan kerja sama antar-negara anggota dalam bidang
ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan resolusi OKI.
c. Badan-badan Subsider yang bergerak di bidang ekonomi dan sosial budaya

Berikut ini badan-badan subsider yang bergerak di bidang ekonomi dan sosial budaya.

1. Badan Subsider di bidang ekonomi, misalnya Pusat Riset dan Latihan Sosial Ekonomi
berkedudukan di Ankara; Pusat Riset dan Latihan Teknik berkedudukan di Dhaka;
Kamar Dagang Islam berkedudukan di Casablanca; dan Dewan Penerbangan Islam
berkedudukan di Tunisia.
2. Badan Subsider di bidang sosial budaya, misalnya Dana Solidaritas Islam berkedudukan
di Jeddah; Pusat Riset Sejarah dan Budaya Islam berkedudukan di Istanbul; Dana Ilmu,
Teknologi, dan Pembangunan berkedudukan di Jeddah; Komisi Bulan Sabit Islam
(Palang Merah) berkedudukan di Benghazi; dan Komisi Warisan Budaya Islam
berkedudukan di Istanbul.

d. Lembaga dan Organisasi yang bersifat otonom

Lembaga-lembaga dan organisasi dalam OKI yang bersifat otonom di antaranya adalah
Bank Pembangunan Islam berkedudukan di Jeddah; Kantor Berita Islam Internasional
berkedudukan di Jeddah; dan Organisasi Penyiaran Negara Islam berkedudukan di Jeddah.

Latar belakang berdirinya OKI


latar belakang berdirinya OKI itu sendiri adalah:
 Terjadinya pembakaran masjidil Aqsha oleh Israel.
 Israel menduduki negara-negara jazirah Arab yang menyebabkan perang Arab-Israel
pada tahun 1967.
 Isreal menduduki Yarussalem.

Dari ketiga latar belakang tersebut bersangkut paut dengan Israel yang kita ketahui menjadi
musuh islam.

Tujuan berdirinya OKI


OKI adalah organisasi negara-negara islam, adapun tujuan-tujuannya adalah:
 Melenyapkan perbedaarn diskriminasi, kolonialisme dan rasial.
 Memperteguh dan menjunjung tinggi perjuangan umat islam.
 Membantu dan mendukung Palestina untuk memperjuangkan kemerdekaan.
 Meningkatkan solidaritas antar negara-negara islam.
 Melindungi tempat-tempat suci dan ibadah agama.
Menganalisis Peran Indionesia Dalam
Mewujudkan Perdamaian Dunia Melalui
OKI

Kelompok 5
Nama Anggota :
1. Anriana selvia (09)
2. Bima wahyu F.R (10)
3. Eeng fatahillah (14)
4. Lisa handayani (20)
5. Moh. Angga N (21)
6. R. Moh. Indho M.M.M.A (27)

TAHUN PELAJARAN 2018-2019


SMA NEGERI 4 PAMEKASAN

Anda mungkin juga menyukai