Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

1.1. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan
oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan
T-lymphocytes terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea,
whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel
dan terjadi secara episodik berulang (GINA, 2011).
Penyakit asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. (GINA, 2011). Asma adalah
suatu penyakit dengan adanya penyempitan saluran pernapasan yang
berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan
bronkus berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamasi, hipersekresi mukus,
edema dinding saluran pernapasan, deskuamasi epitel dan infiltrasi sel
inflamasi yang disebabkan berbagai macam rangsangan.
Bedasarkan beberapa definisi diatas maka peneliti dapat menarik
kesimpulan Asma adalah suatu penyakit yang di tandai oleh hiperresponsif
cabang trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan yang akan
menimbulkan obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan (mengi dan sesak).

1.2. Anatomi Fisiologi


1.2.1. Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh
sekat hidung (septum nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang
bergunauntuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk
ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar
tengkorak, dibelakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain
adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan
dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus
fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan
ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian
faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam
trakhea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh
sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis,
yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu
kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getaryang disebut
selbersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai
11 cmdan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh
otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari
trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra
torakalis IVdan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah
dan ke samping kearah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besardari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8
cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih ramping dari yang kanan, terdiridari 9-12 cincin
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang
lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak
terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat
gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian
besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli).
Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada
lapisan ini terjadi pertukaran udara, masuk ke dalam darah dan
CO dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) Paru-paru dibagi
dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru),
lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior.
Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari
pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior,
dan 5 buahsegmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen
pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan
yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang
lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah
getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang
banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3
mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap
ketengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian
tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum
depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama
pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru
yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal
yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara
keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga
paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit
cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya
(pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding
dada sewaktu ada gerakan bernapas.

1.3. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor presdiposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma menurut GINA (2012) yaitu :
1.3.1. Faktor presdiposisi
Berupa genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunanya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga yang menderita menyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluran
pernafasan juga bisa di turunkan.
1.3.2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis menurut Rohman
2015 yaitu :
1) Inhalan yaitu yang masuk melalui salura pernafasan
misalnya debu, bulu binantang, serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi.
2) Ingestan yaitu yang masuk melalui mulut misalnya
makanan dan obat obatan.
3) Kontaktan yaitu yang masuk melalui kontak denga kulit
misalnya perhiasan, logam dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa penggunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atsmosfir yang mendadk dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress atau gangguan emosi menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang alami stress perlu diberi nasehat
untuk menyelesaiakan masalah pribadinya. Karena juka stresnya
belum diatasi maka gejala asma belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes atau polisi lalul intas. Gejala ini membaik
pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga atau aktivitas yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan
asma jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat.
Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut. Menurut NANDA (2013) etiologi asma adalah
dari :
a) Lingkungan, yaitu berupa aspa dan rokok
b) Jalan napas, yaitu berupa spasme inhalasi asap,
perokok,pasif, sekresi yang tertahan, dan sekresi di bronkus.
c) Fisiologi, yaitu berupa inhalasi dan penyakit paru obstruksi
kronik.
1.4. Klasifikasi
Menurut GINA, Tahun 2011 Klasifikasi asma berdasarkan tingkat
keparahnya dibagi menjadi empat yaitu
1.4.1. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam
kondisi serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas,
bisa mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat.
Biasanya tidak ada gejala retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam
≤ 2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV1Variabel PEF ≥
80% atau <20 %
1.4.2. Step 2 (Mild intermitten)
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan
asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Membaik ketika duduk,
bisa mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadang-kadang
menggunakan retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 2X
dalam sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80%
atau 20% –30%.
1.4.3. Steep 3 (Moderate persistent)
Gejala perhari bisa setiap hari, Serangan asma diakibatkan oleh
aktivitas. Exaserbasi: Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat
mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit, Biasanya menggunakan
retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 1X dalam
seminggu.Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF 60% - 80% atau
> 30%.
1.4.4. Step 4 (Severe persistent)
Gejala perhari, Sering dan Aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi:
Abnormal pergerakan thoraco abdominal. Gejala malam
Sering.Fungsi paru PEF atau PEV 1 Variabel PEF ≤ 60% atau >
30%.
Asma sering di rincikan sebagai alergik, idiopatik, nonalergik atau
gabungan, yaitu :
1. Asma alergik
Asma alergik disebabkan oleh alergen atau alergen yang
dikenal (misal: serbuk sari, binatang, amarah dan jamur )
kebanyakan alergen terdapat di udara dan musiman. Pasien
dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang
alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis alergik,
pejanan terhadap alergen pencetus asma.
2. Asma idiopatik atau nonalergik
Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan
alergen spesifik faktor-faktor, seperti comand cold, infeksi
traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang
dapat mencetuskan rangsangan. Agen farmakologis seperti
aspirin dan alergen anti inflamasi non steroid lainya, pewarna
rambut dan agen sulfit (pengawet makanan juga menjadi
faktor).Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dapat
berkembang menjadi bronkitis kronis dan empizema.
3. Asma gabungan
Asma gabungan dalah asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk
idiopatik atau nonalergik. Asma ditandai dengan kontraksi
spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda asing di udara. Reaksi yang timbul
pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi
dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Apabila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E
orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental
dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang
selama ekspirasi dari pada selama inspirasi karena peningkatan
tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.Hal ini
bisa menyebabkan barrel chest.
1.6. Manifestasi klinik
Gejala klasik pada asma bronchial ini adalah sesak napas, mengi
(whezzing), batuk, sebagian penderita nyeri dada. Pada serangan asma yang
lebih berat gejala yang timbul adalah sianosis, gangguan kesadaran,
hiperventilasi dada, tachicardi dan pernafasan dangkal. Gejala gejala yang
umum pada penderita asma diantarnya
1. Sering pilek, sinusitis, bersin, mimisan, amandel, sesak, suara serak.
2. Pembesaran kelenjar dileher dan kepala bagian belakang bawa.
3. Sering lebam kebiruan pada kaki atau tangan seperti bekas terbentur ,
kulit timbul bisul, kemerahan, bercak putihdan bekas hitam seperti
tergigit nyamuk.
4. Sering menggosok mata, hidung dan telinga berlebihan.
5. Nyeri otot dan tulang belulang malam hari.
6. Sering kencing.
7. Gangguan saluran pencernaan antara lain gastroesofageal reflek, sering
muntah, nyeri perut, sariawan, lidah sering putih atau kotor, nyeri gusi
atau gigi, mulut berbau, air liur berlebihan dan bibir kering.
8. Sering buang air besar (>2 kali/hari), sulit buang air besar (obstipasi),
kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang
angina.
9. Kepala, telapak kaki atau tangan sering teraba hangat atau dingin.
10. Sering berkeringat berlebih.
11. Mata gatal, timbul bintik di kelopak mata, mata sering berkedip.
12. Gangguan hormonal berupa tumbuh rambut berlebih di kaki dan tangan,
keputiha.
13. Sering sakit kepala dan migran

1.7. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut GINA (2011) yang mungkin timbul adalah :
1.7.1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi
dapat menyebabkan kegagalan napas.
1.7.2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma“udara”, juga
dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana
udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene
Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi
lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara
atau usus ke dalam rongga dada .
1.7.3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-
paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun
bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
1.7.4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan
oleh jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat.
Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai
untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
1.7.5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel
tubuh.
1.7.6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana
lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil
(bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa
perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang
berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.
1.8. Pemeriksaan Penunjang
1.8.1. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV atau FVCsebanyak>20% menunjukkan diagnosis
Asma.
1.8.2. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
1.8.3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses
patologik di paru atau komplikasi Asma, seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
1.8.4. Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita
dengan serangan Asma berat.
1.8.5. Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral
Churschmann, pemeriksaan sputum penting untuk menilai adanya
miselium Aspergilus fumigatus.
1.8.6. Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering
meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu untuk
membedakan Asma dari Bronchitis kronik.
1.9. Penatalaksanaan Medis
1.9.1. Pengendalian asma
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu
sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang
keadaan penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan
dijalaninya kedepan (GINA, 2011).
b. Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang
menangani penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-
hal apa saja yang mungkin terjadi terhadap penderita asma
dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor
perkembangan fungsi paru (GINA, 2011).
c. Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam
mengurangi gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang
dapat meningkatkan gejala asma.Faktor resiko ini dapat berupa
makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya (GINA, 2011).
2.9.2 Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut.Pada
penderita asma intermitten, tidak ada pengobatan jangka
panjang.Pada penderita asma mild intermitten, menggunakan pilihan
obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh Teofilin,
kromones, atau leukotrien.Dan untuk asma moderate persisten,
menggunakan pilihan obat β-agonist inhalsi dikombinasikan dengan
glukokortikoid inhalasi, teofiline atau leukotrien.Untuk asma severe
persisten, β2-agonist inhalasi dikombinasikan dengan
glukokortikosteroid inhalasi, teofiline dan leukotrien atau
menggunakan obat β2 agonist oral (GINA, 2012). Berikut penjelasan
tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):
a. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk
mengurangi gejala inflamasi asma.Obat ini dapat meningkatkan
fungsi paru, mengurangi hiperresponsive dan mengurangi gejala
asma dan meningkatkan kualitas hidup (GINA, 2005).Obat ini
dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan
iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek
sistemik, menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas
osteoblast (GINA, 2012).
b. Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat
kortikosteroid inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi,
diabetes, penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal,
katarak, glukoma, obaesitas dan kelemahan (GINA, 2012).
c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada
gejala asma.Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan
reaksi hiperresponsive pada 2-agonist inhalsi dikombinasikan
dengan glukokortikoid inhalasi, teofiline atau leukotrien.Untuk
asma severe persisten, β2-agonist inhalasi dikombinasikan
dengan glukokortikosteroid inhalasi, teofiline dan leukotrien atau
menggunakan obat β2 agonist oral (GINA, 2012).imun
nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat
pemakaian dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2012).
d. Β2-Agioinst Inhalasi
Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam
setelah pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada
waktu malam, meningkatkan fungsi paru.Obat ini dapat
menimbulkan tremor pada bagian musculoskeletal, menstimulasi
kerja cardiovascular dan hipokalemia (GINA, 2012).
e. B2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala
asma pada waktu malam.Obat ini dapat menimbulkan anxietas,
meningkatkan kerja jantung, dan menimbulkan tremor pada
bagian muskuloskeletal (GINA, 2012).
f. Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau
pencegahan asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung
otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal.Obat ini dapat
menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit
kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35
mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung,
takikardi, kerusakan otak dan kematian (Depkes RI, 2007).
g. Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi.Obat ini berfungsi
untuk mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi
paru dan menurunkan gejala asma (GINA, 2012).

Anda mungkin juga menyukai