Anda di halaman 1dari 39

Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB


PAJAK MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN UNTUK
MENINGKATKAN PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH

FACTORS THAT INFLUENCE TAXPAYER COMPLIANCE PAYING THE


LAND AND BUILDING TAX TO INCREASE LOCAL REVENUES

Sinawang Kisandra1*, Zaky Machmuddah2


1,2
)Universitas Dian Nuswantoro, Jl. Nakula I No. 5-11, Semarang
*
E-mail: zaky.machmuddah@dsn.dinus.ac.id

ABSTRAK

Pajak daerah merupakan pungutan yang pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah daerah untuk
memaksimalkan penerimaan pendapatan daerah. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) termasuk
dalam jenis pajak daerah. Namun demikian, berdasarkan data dari BAPENDA tahun 2017 masih
banyak wajib pajak (WP) yang menunggak dalam membayar PBB, hal ini terbukti dengan
penerimaan denda yang diterima oleh BAPENDA pada tahun 2017 sebesar Rp 8.013.950.451,00.
Bukti tersebut menunjukkan bahwa kepatuhan WP PBB masih pada tingkat yang rendah atau
kurang. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
WP dalam membayar PBB. Populasi dalam penelitian ini adalah WP PBB di Kota Semarang.
Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, sehingga diperoleh sampel
penelitian sebanyak 100 responden. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian membuktikan bahwa secara parsial faktor-
faktor yang mempengaruhi kepatuhan WP dalam pembayaran PBB antara lain kesadaran dalam
membayar pajak, pengetahuan pajak dan sanksi pajak. Namun demikian, pelayanan pajak tidak
berpengaruh terhadap kepatuhan WP dalam membayar PBB. Secara simultan faktor-faktor
tersebut mempengaruhi kepatuhan WP dalam membayar PBB. Implikasi dari penelitian ini adalah
pemerintah daerah harus meningkatkan kepatuhan WP membayar PBB untuk meningkatkan
penerimaan pendapatan daerah serta perlunya menambah loket pembayaran yang tersedia sebagai
sarana untuk mempermudah WP PBB
Kata kunci:pelayanan pajak; kesadaran membayar pajak; pengetahuan pajak; sanksi pajak;
kepatuhan WP.

ABSTRACT
Local taxes are fees that are managed by local governments to maximize revenues. Land and
Building Tax (PBB) is included in this type of local tax. However, based on data from BAPENDA in
2017 there are still many taxpayers (WP) who are delinquent in paying the PBB, this is evidenced
by the receipt of penalties received by BAPENDA in 2017 amounting to Rp 8,013,950,451.00. The
evidence indicates that WP PBB compliance is still at a low or low level. Therefore, research is
needed to determine the factors that cause it to happen. The purpose of this study to prove the
factors that affect compliance WP in paying PBB. WP PBB in the city of Semarang serve as a
population in the study. Purposive Sampling is used as sampling technique, so that the research
sample is obtained as much as 100 respondents. Multiple linear regression analysis was used as a
method of data analysis. The results of research show that partially the factors that influence the
compliance of WP PBB payments include awareness in paying taxes, tax knowledge and tax
sanctions. However, the tax service does not affect the compliance of WP in paying PBB.
Simultaneously these factors affect the compliance of WP in paying PBB. The implications of this
study are that local governments should increase compliance with WP payments of the United
Nations to increase local revenues as well as the need to increase available payment counters as a
means to facilitate WP PBB.
Keywords: tax service; awareness to pay taxes; tax knowledge; tax sanctions; taxpyer compliance.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 328
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

PENDAHULUAN
Pemerintah memerlukan dana dalam melaksanakan pembangunan nasional. Dana yang
dibutuhkan untuk kegiatan pembangunan diperoleh dari pungutan pajak. Pajak merupakan pungutan
negara yang dipergunakan untuk kelimpahan dan sejahtera rakyat, bersifat mengikat dan dipaksakan,
dan yang tidak memberi balas jasa secara langsung (Tjahjono, 2005). Di Indonesia, kewenangan
pemungutan pajak dibagi pajak pusat dan daerah. Pajak pusat ialah pajak yang didapat dan dikelola
oleh pemerintah pusat. Sedangkan untuk pajak daerah merupakan pajak yang pemungutan dan
pengelolaan nya dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memaksimalkan penerimaan pendapatan
daerah. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) termasuk dalam jenis pajak daerah.
Di Kota Semarang dalam membayar pajak bumi bangunan (PBB) belum tersedianya loket
pembayaran PBB di beberapa kelurahan membuat masyarakat kesulitan dalam membayar pajak PBB
(TribunJateng.com). Menurut BAPENDA Kota Semarang kelurahan yang belum tersedia loket seperti
kelurahan gondoriyo, bulustalan, jrakah, bringin, podorejo, barusari, randugarut, karanganyar,
randusari. Bukti yang menunjukkan bahwa masih banyaknya wajib pajak yang masih menunggak
dalam membayar PBB terlihat pada data dari BAPENDA tahun 2017 dan jumlah denda sebanyak Rp
8.013.950.451. Dari bukti tersebut menunjukkan bahwa masih banyaknya denda yang diterima oleh
BAPENDA Kota Semarang yang berarti bahwa kepatuhan wajib pajak PBB masih pada tingkat yang
rendah atau kurang. Memaksimalkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB merupakan usaha
untuk memaksimalkan penerimaan pajak bumi dan bangunan.
Untuk mencapai kepatuhan wajib pajak yang maksimal adalah dengan cara melayani dengan
baik atau memuaskan kepada wajib pajak (Patmasari, dkk 2016). Kepatuhan wajib pajak juga
dipengaruhi oleh faktor kesadaran, adanya sanksi pajak yang diberikan akan meningkatkan kepatuhan
wajib pajak itu (Novianto, 2014). Serta pengetahuan perpajakan memiliki bagian penting dalam
mendukung wajib pajak memenuhi kewajibannya (Noormala, 2008). Perlu adanya kegiatan sosialisasi
dalam meningkatkan wawasan pengetahuan pajak guna menciptakan kepatuhan yang sukarela
(Berhane, 2011). Pengenaan sanksi perpajakan juga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak
(Novianto, 2014).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hardiningsih (2011) kesadaran membayar pajak dan
kualitas layanan berpengaruh positif serta tidak berpengaruhnya pengetahuan peraturan perpajakan,
pemahaman peraturan perpajakan, dan persepsi efektifitas terhadap kemauan membayar pajak.
Wulandari dan Suyanto (2014) pengetahuan perpajakan dan sanksi administrasi secara signifikan
mampu mempengaruhi kepatuhan pembayaran PBB, namun tidak berpengaruhnya pendidikan secara
parsial terhadap kepatuhan pembayaran PBB. Pengetahuan perpajakan, pendidikan dan sanksi
administrasi secara bersama-sama (simultan) juga mampu mempengaruhi kepatuhan pembayaran
PBB.
Penelitian yang dilakukan oleh Gusar (2015) menunjukkan bahwa sosialisasi pemerintah dan
kualitas pelayanan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, pengetahuan perpajakan, sanksi
pajak, kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Berbeda dengan Parera
dan Erawati (2017) yang meneliti tentang kesadaran wajib pajak tentang perpajakan, sanksi
perpajakan, pengetahuan perpajakan, dan pelayanan fiskus berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak bumi dan bangunan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Patmasari, dkk (2016)
pelayanan pajak dan sistem perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sanksi
pajak berpengaruh negatif signifikan dan kesadaran pajak berpengaruh positif signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak. Pelayanan pajak, sanksi pajak, sistem perpajakan dan kesadaran wajib pajak
secara simultan atau bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan membayar
Pajak Bumi dan Bangunan.
Hasil temuan penelitian yang masih berbeda dijadikan alasan dalam penelitian ini. Penelitian
mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan oleh Patmasari, dkk (2016). Namun demikian,
penelitian ini berbeda dengan Patmasari, dkk (2016). Adapun pembeda penelitian ini dengan
penelitian Patmasari, dkk (2016) adalah variabel pengetahuan pajak ditambahkan sebagai variabel
independen dari penelitian Faizah (2009). Alasan menambahkan pengetahuan pajak sebagai variabel
independen karena pengetahuan pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar PBB. Pembeda berikutnya terletak pada obyek penelitian dan tahun pengamatan. Penelitian
yang dilakukan oleh Patmasari, dkk (2016) dilaksanakan di Kec. Giriwoyo Kab. Wonogiri tepatnya di
Desa Tirtosuworo pada tahun 2016, sedangkan penelitian ini, Kota Semarang dijadikan obyek
penelitian dan tahun 2017 dijadikan sebagai tahun pengamatan.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 329
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

METODOLOGI
Populasi yaitu sekelompok orang dengan segala sesuatu yang memiliki kriteria tertentu
(Indriantoro, 2002). Populasi yang dipakai dalam penelitian ini ialah wajib pajak bumi dan bangunan
di Kota Semarang. Purposive Sampling digunakan di penelitian ini, yaitu berdasarkan ketentuan dan
pengklasifikasian tertentu. Sampel menggunakan rumus Slovin pada penelitian ini. Ukuran sampel
melalui rumus Slovin (Husein, 2005):

n= 99,98
Dimana:
n = Total dari anggota sampel
N = Total dari anggota populasi
e = Batas toleransi eror (dalam penelitian ini diambil tingkat kesalahan 10%)

Jenis data primer yang berbentuk kuesioner yang diberikan langsung ke responden digunakan
dalam penelitian ini. Kuesioner yang menjadi sumber data berasal dari wajib pajak bumi dan
bangunan di Kota Semarang. Cara pengumpulan data di penelitian ini yaitu penelitian pustaka
(memperoleh data melalui buku, jurnal, artikel, teori, skripsi) dan penelitian lapangan (membagikan
langsung kuesioner kepada wajib pajak PBB di Kota Semarang). Konsep-konsep tersebut diukur
menggunakan skala likert 5 poin. Metode analisis data menggunakan SPSS versi 20.0 dengan analisis
regresi linier berganda pada metode peneitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Uji Validitas
Tabel 1
Hasil Perhitungan Uji Validitas
Variabel Indikator r hitung r tabel Keterangan
Pelayanan Pajak X1.1 0,439 Valid
X1.2 0,495 Valid
X1.3 0,450 Valid
X1.4 0,407 0,196 Valid
X1.5 0,464 Valid
X1.6 0,549 Valid
X1.7 0,328 Valid
Kesadaran membayar Pajak X2.1 0,609 Valid
X2.2 0,533 Valid
0,196
X2.3 0,490 Valid
X2.4 0,523 Valid
Pengetahuan Pajak X3.1 0,473 Valid
X3.2 0,590 Valid
X3.3 0,608 Valid
0,196
X3.4 0,273 Valid
X3.5 0.360 Valid
X3.6 0,428 Valid
Sanksi Pajak X4.1 0,500 Valid
X4.2 0,685 0,196 Valid
X4.3 0,460 Valid
Kepatuhan Wajib Pajak Y1.1 0,456 Valid
dalam membayar PBB Y1.2 0,522 Valid
Y1.3 0,456 0,196 Valid
Y1.4 0,432 Valid
Y1.5 0,527 Valid
Sumber: data primer yang diolah, 2018

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 330
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua pernyataan masing-masing variabel nilai r hitung >
dari r tabel 0,196, maka semua pernyataannya valid.

Uji Reliabilitas
Tabel 2
Hasil Uji Reliabilitas Penelitian
Variabel Cronbach Alpha Keterangan
(Pelayanan Pajak) Tax Services 0,738 Reliabel
Kesadaran dalam membayar Pajak 0,747 Reliabel
Pengetahuan Pajak (Tax Knowledge) 0,722 Reliabel
Sanksi Pajak 0,723 Reliabel
Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar
PBB 0,726 Reliabel
Sumber: data primer yang diolah, 2018

Hasil pengujian bahwa semua dari variabel memiliki nilai Cronbach Alpha lebih > dari 0,70
maka reliabel.

Uji Normalitas
Tabel 3
Hasil Uji Normalitas
One- Samples Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residua
Normal Parametersa,b Mean 100
Std. 0E-7
Deviation 1,43213104
Most Extreme Differences Absolute ,080
Positive ,077
Negative -,080
Kolmogorov-Smirnov Z ,805
Asymp. Sig. (2-tailed) ,536
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: data primer yang diolah, 2018

Hasil pengujian nilai signifikannya bernilai 0,536 > dari 0,05 berarti data resiual terdistribusikan
dengan normal.

Uji Multikolineritas
Tabel 5
Hasil Uji Multikolineritas
Unstandardised Standardised Colinearity
Model Coeficients Coefficients T Sig. Statistics
B Std.Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 7,116 2,140 3,326 ,001
Pelayanan Pajak ,040 ,066 ,058 ,604 ,547 ,780 1,281
Kesadaran ,218 ,102 ,211 2,134 ,035 ,742 1,349
Pengetahuan Pajak ,220 ,076 ,273 2,879 ,005 ,805 1,242
Sanksi ,241 ,111 ,219 2,177 ,032 ,711 1,407
a. Dependent Variable: kepatuhan
Sumber: data primer yang diolah, 2018

Hasil pengujian semua variabel independen masing-masing memiliki nilai tolerance >dari 0,10
dan VIF <dari 10. Hal ini berarti bahwa tidak terjadi korelasi pada model regresi penelitian ini.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 331
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Uji heterokedastisitas
Tabel 4.5
Hasil Uji Heterokedastisitas (Uji Park)
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constan) -4,471 13,743 -,325 ,746
LnX1 4,833 3,508 ,154 1,378 ,172
LnX2 -4,580 3,487 -,152 -1,313 ,192
LnX3 ,927 3,664 ,028 ,253 ,801
LnX4 -1,116 2,424 -,055 -,461 ,646
a. Dependent Variable: LnU2t
Sumber: data primer yang diolah, 2018

Hasil pengujian menggunakan uji park semua variabel memiliki nilai signifikan > dari 0,05 berarti
semua variabel terbebas dari heterokedastisitas.

Analisis Regresi Linier Berganda


Tabel 4.6
Hasil Analisis Regresi Linier
UnstandardizedCoefficie Standardized
Model nts Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 7,116 2,140 3,326 ,001
Pelayanan Pajak ,040 ,066 ,058 ,604 ,547
Kesadaran ,218 ,102 ,211 2,134 ,035
Pengetahuan Pajak ,220 ,076 ,273 2,879 ,005
Sanksi ,241 ,111 ,219 2,177 ,032
a. Dependent Variabel: kepatuhan
Sumber: data primer yang diolah, 2018

Y= 7,116+0,040X1+0,218X2+0,220X3+0,241X4+ e

Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui variabel pelayanan pajak, kesadaran,


pengetahuan pajak, sanksi pajak, positif terhadap kepatuhan wajib pajak PBB. Dari persamaan
tersebut dapat dijelaskan:
1. Konstanta (nilai mutlak Y) = 7,116 menunjukkan apabila semua variabel independen konstan,
maka dari itu kepatuhan wajib pajak PBB akan makin meningkat,
2. Koefisien regresi pelayanan pajak sebesar 0,040 bernilai positif, artinya makin tinggi pelayanan
pajak diberikan akan meningkatkan kepatuhan WP PBB.
3. Koefisien regresi kesadaran dalam membayar pajak sebesar 0.218 bernilai positif, artinya makin
tinggi kesadaran wajib pajak maka akan meningkatkan kepatuhan WP PBB.
4. Koefisien regresi pengetahuan pajak sebesar 0,220 bernilai positif, artinya makin tinggi
pengetahuan pajak akan meningkatkan kepatuhan WP PBB.
5. Koefisien regresi sanksi pajak sebesar 0,241 bernilai positif, artinya makin tinggi sanksi pajak
maka akan meningkatkan kepatuhan WP PBB.

Uji F (Simultan)
Tabel 4.7
Hasil Uji Statistik F (Uji Simultan)
Sum of Mean
Model Df F Sig.
Squares Square
1 Regression 92,911 4 23,228 10,868 ,000b
Residual 203,049 95 2,137
Total 295,960 99
a. Dependent Variable: kepatuhan
b. Predictors: (Constant), sanksi, pelayanan pajak, pengetahuan pajak, kesadaran
Sumber: data yang diolah, 2018

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 332
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Hasil pengujian memperlihatkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini berarti
semua variabel X secara simultan mempengaruhi terhadap variabel Y.

Uji t (Parsial)
Tabel 4.17
Hasil Uji Statistik t (Uji Signifikansi Individual)
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 7,116 2,140 3,326 ,001
Pelayanan Pajak ,040 ,066 ,058 ,604 ,547
Kesadaran ,218 ,102 ,211 2,134 ,035
Pengetahuan Pajak ,220 ,076 ,273 2,879 ,005

Sanksi ,241 ,111 ,219 2,177 ,032


a. Dependent Variable: kepatuhan
Sumber: data yang diolah, 2018

Hasil pengujian menunjukkan bahwa:


1. Pelayanan pajak nilai signya 0,547 > 0,05 yang berarti pelayanan pajak tidak berpengaruh secara
parsial terhadap variabel dependen.
2. Kesadaran membayar pajak nilai signya 0,035 < 0,05 yang berarti kesadaran membayar pajak
berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen
3. Pengetahuan pajak nilai sig 0,005 < 0,05 ,berarti pengetahuan pajak berpengaruh secara parsial
terhadap variabel dependen
4. Sanksi pajak nilai sig 0,032 < 0,05 nilai sig < 0,05 memiliki arti sanksi pajak berpengaruh secara
individu terhadap variabel dependen.

Koefisien Determinasi
Tabel 4.18
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model R R Adjusted R Std. Error of the Estimate
Square Square
1 ,560a ,314 ,285 1,462
a. Predictors: (Constant), sanksi, pelayanan pajak, pengetahuan pajak, kesadaran
Sumber: data yang diolah, 2018.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa angka koefisien determinasi (Adjusted R square) sebesar
0,285 artinya variabel pelayanan pajak, kesadaran dalam membayar pajak, pengetahuan pajak, sanksi
pajak mampu menjelaskan variabel kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB sebesar 28,5 persen
dan sisanya sebesar 71,5 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
model penelitian ini.
Pengujian hipotesis pertama yaitu pengaruh pelayanan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak
dalam membayar PBB diperoleh nilai signifkansi 0,574 lebih besar 0,05. Ini menyatakan bahwa
pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB karena
responden berpendapat bahwa pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak masih belum baik
pelaksanaannya. Hasil jawaban responden dalam kuesioner penelitian ini rata-rata skor 3,91 termasuk
kategori tinggi atau baik, dilihat dari banyaknya responden yang setuju pada setiap pernyataan rata-
rata 61 sampai 83 responden. Lebih dari 80 persen responden setuju bahwa petugas sangat teliti dalam
menangani pembayarannya, pelayanan pembayaran dilayani dengan cepat, petugas selalu menolong
jika para wajib pajak mengalami kesusahan, setiap pengajuan keberatan dan pengurangan selalu
tersedia formulir. Bagi wajib pajak yang paham akan pentingnya membayar pajak tidak akan lagi
memperdulikan pelayanan pajak yang diberikan oleh petugas. Karena membayar pajak merupakan
kewajiban. Jadi baik buruknya pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak, maka tidak memiliki
pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Temuan ini mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Suryaningtyas (2013), Gusar (2015), Saputra (2015) dan Patmasari, dkk. (2016)
bahwa pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 333
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Namun tidak sejalan dengan penelitian Hardiningsih (2011), Parera dan Erawati (2017) yang
menyatakan bahwa pelayanan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak PBB.
Pengujian hipotesis kedua diperoleh nilai signifikansi 0,035 dibawah 0,05. Hal ini berarti bahwa
kesadaran WP dalam membayar pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar
PBB. Ini menunjukkan bahwa wajib pajak PBB sudah memiliki kesadaran yang tinggi dalam
membayar pajak. Hasil jawaban responden dalam kuesioner penelitian ini rata-rata skor 4,16 termasuk
kategori tinggi, dari banyak respondennya yang setuju pada setiap pernyataan rata-rata 63 sampai 72
responden. Lebih dari 60 persen responden setuju bahwa membayar pajak bumi dan bangunan
hendaknya tepat waktu, membayar pajak merupakan kewajiban sebagai warga negara yang baik, PBB
dipergunakan sebagai sumber pendapatan daerah dan pungutannya kembali ke masyarakat. Jika wajib
pajak sadar akan pentingnya membayar pajak PBB, maka akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak
dalam membayar PBB. Hasil ini sesuai dengan penelitian Hardiningsing (2011), Suryaningtyas
(2013), Gusar (2015), Saputra (2015), Patmasari, dkk. (2016) serta Parera dan Erawati (2017) bahwa
kesadaran dalam membayar pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar
PBB.
Hasil hipotesis ketiga mengenai pengaruh dari pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam membayar PBB diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,005 lebih < 0,05. Hal ini berarti
bahwa pengetahuan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Hasil
jawaban responden dalam kuesioner penelitian ini rata-rata skor 4,05 termasuk kategori tinggi. Bisa
dilihat dari banyaknya responden yang setuju pada setiap pernyataan rata-rata 58 sampai 84
responden. Lebih dari 60 persen responden setuju akan pemahaman tentang PBB seperti PBB
merupakan sumber dana pembangunan pada negara kita, yang digunakan untuk pengeluaran umum,
PBB dikenakan atas bumi dan bangunan seperti tanah, rumah dan bangunan lainnya. Dan setuju pada
pemahaman tentang peraturan dan ketentuan PBB seperti batas akhir pembayaran PBB 6 bulan sejak
diterima SPPT, melanggar UU PBB akan dikenai sanksi denda administrasi maupun pidana penjara.
Jika wajib pajak paham akan pengetahuan pajak akan meningkatkan pula kepatuhan WP dalam
membayar PBB. Temuan penelitian ini mendukung penelitian dari Wulandari dan Suyanto (2014),
Gusar (2015), serta Parera dan Erawati (2017) bahwa pengetahuan pajak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Namun demikian, penelitian ini tidak sejalan dengan
Hardiningsih (2011).
Hasil hipotesis keempat diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,032 lebih kecil dari 0,05. Ini
menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB.
Hasil jawaban responden dalam kuesioner penelitian ini rata-rata skor 3,87 termasuk kategori tinggi.
Dapat terlihat dari banyaknya responden yang memilih setuju pada setiap pernyataan rata-rata 63
sampai 68 responden. Lebih dari 60 persen responden setuju bahwa apabila tidak membayar PBB
ataupun terlambat dalam membayar PBB akan dikenakan sanksi, jumlah PBB yang dikenakan pada
wajib pajak sudah adil, dan selalu diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan dan penundaan
dalam membayar pajak. Jadi berat sanksi yang diberikan maka akan semakin patuh pada peraturan
yang berlaku sehingga kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB meningkat. Hasil penelitian ini
selaras dengan penelitian Gusar (2015), Saputra (2015) dan Patmasari, dkk (2016) bahwa sanksi pajak
berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Namun penelitian ini juga tidak
selaras dengan Suryaningtyas (2013) bahwa sanksi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
PBB.

KESIMPULAN
Berdasar dari analisis data dan pembahasan diatas dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1. Pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB.
Artinya bahwa baik maupun buruknya pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak, tidak
mempengaruhi terhadap kepatuhan wajib pajaknya.
2. Kesadaran pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan dalam membayar PBB. Bila WP sadar
akan kewajiban nya dalam membayar pajak, akan pentingnya membayar dengan tepat waktu,
maka kepatuhan wajib pajak akan meningkat. Sebaliknya apabila wajib pajak terlambat dan tidak
membayar pajak, maka kepatuhan wajib pajak akan menurun.
3. Pengetahuan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Jika
wajib memahami tentang PBB, ketentuan dan peraturan yang ada, maka akan meningkatkan
kepatuhan wajib pajak. sebaliknya bila wajib pajak tidak memahami tentang PBB, maka
kepatuhan wajib pajak akan menurun.
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 334
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

4. Sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Apabila wajib
mengetahui akan sanksi yang diberikan jika terlambat maupun tidak membayar PBB, maka
kepatuhan wajib pajak akan meningkat. Sebaliknya jika tidak mengetahui adanya sanksi yang
diberikan, maka kepatuhan wajib pajak akan menurun.
5. Pelayanan pajak, kesadaran dalam membayar pajak, pengetahuan pajak, sanksi pajak secara
bersama mempengaruhi kepatuhan wajib pajaknya dalam membayar PBB di Kota Semarang.

SARAN
Saran dari penelitian ini untuk perbaikan penelitian di masa yang akan datang adalah metode
pengambilan sampel sebaiknya menggunakan proporsi sehingga responden yang terpilih dapat
mewakili populasi dalam penelitian.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Program Studi Akuntansi Fakulta Ekonomi dan
Bisnis Universitas Dian Nuswantoro Semarang dan Bapenda Kota Semarang yang telah memberikan
izin penelitian kepada kami. Serta Bappeda Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk mempublikasian hasil penelitian kami.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Monica dan Kiswaran. 2011. “Pengaruh Pemanfaatan Fasilitas Perpajakan Sunset Policy
Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Diponegoro Semarang.
Arikunto dan Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.Jakarta.
Bahri, Samsul, dkk. 2017. “Peran Kepuasan Wajib Pajak Sebagai Pemediasi Atas Pengaruh Sistem
Self Assesment Dan Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”. Jurnal
Ilmiah Akuntansi Kesatuan Vol. 5 No. 1 ISSN 2337 - 7852.
Diana, Anastasia dan Lilis Setiawati. 2010. Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, dan Penuntun
Praktis. CV. Andi Offset. Yogyakarta.
Faizah, Siti. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak DalamMembayar
Pajak Bumi Dan Bangunan (Studi Kasus Di Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal). Skripsi
Program Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Semarang(tidak dipublikasikan).
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IMB SPSS 19. Badan Penertbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Gusar, Helen Stephanie. 2015. “Pengaruh Sosialisasi Pemerintah, Pengetahuan Perpajakan, Sanksi
Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Dalam Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan (Kecamatan Bengkong)”. Jom FEKON Vol. 2
No. 2.
Hardiningsih, Pancawati. 2011. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak”.
Dinamika Keuangan dan Perbankan. Vol. 3, No. 1 ISSN: 1979-4878. Hal: 126-142.
Lunenburg,FredC.2011.“ComplianceTheory andOrganizationalEffectiveness”.International
Journal Of Scholary Academic Intellectual Diversity. Vol 14 Number 1.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. CV. Andi Offset. Yogyakarta.
Milgram, Stanley. 1963. “Behavioral Study of Obedience”. Journal of Abnormal and
SocialPsychology. Vol. 67 No. 4 pp. 371-378.
Novianto, Budiman Ahmad. 2014. Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak, Sanksi Pajak,Kesadaran
Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan
Pada Desa Masangan Kulon Kec. Sukodono. Skripsi ProgramSarjana Akuntansi Universitas
Pembangunan Nasional Veteran.
Parera, Andrea Meylita W dan Teguh Erawati. 2017. “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi
Perpajakan, Pengetahuan Perpajakan, Dan Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Bumi Dan Bangunan”. Jurnal Akuntansi Vol. 5 No. 1. p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-
9646.
Patmasari, Eken, dkk. 2016.” Pengaruh Pelayanan, Sanksi, Sistem Perpajakan Kesadaran Wajib Pajak,
Terhadap Kepatuhan Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan Di Desa Tirtosuworo, Giriwoyo,
Wonogiri”. Seminar Nasional IENACO. ISSN: 2337 - 4349.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 335
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Saputra, Robert. 2015. “Pengaruh Sanksi, Kesadaran Perpajakan, Dan Kualitas Pelayanan Wajib Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Bumi Dan Bangunan (Studi Empiris Pada Wajib Pajak
Kabupaten Pasaman)”. Artikel Ilmiah.
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administratif. PT. Alfabeta. Bandung
Suryaningtyas, Ghina Aulia. 2013. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan PajakBumi Dan
Bangunan (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kecamatan Tugu Kota Semarang).
Skripsi Program Sarjana Akuntansi Universitas Dian Nuswantoro (tidakdipublikasikan).
Sutinen, J. G dan Kuperan. 1999. “A Socio Economic Theort of Regulatory Compliance.International
Journal of Social economics”. Vol 26:174-193.
Tuwo, Vanli. 2016. “Pengaruh Sikap Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Bumi Dan Bangunan Di Kelurahan Tara-Tara Kota Tomohon”. Jurnal EMBA ISSN 2303-1174.
Vol.4 No.1. Hal. 087-097.
Wulandari, Tika dan Suyanto. 2014. “Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Tingkat Pendidikan, Dan
Sanksi Administrasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Melakukan Pembayaran Pajak
Bumi Dan Bangunan (Studi Kasus Pada Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sleman)”.
Jurnal Akuntansi. Vol.2 No.2.
Zebua, Walfrik. 2015. Pengaruh NJOP, Pengetahuan, Pelayanan, Kesadaran, dan
PendapatanMasyarakat Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bnagunan di Kecamatan
Gunungsitoli Utara. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Manajemen UniversitasTerbuka
Jakarta.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 336
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

MEMBANGUN KUALITAS PEMERIKSAAN HASIL PEKERJAAN


PENGADAAN SARANA PRASARANA PERTANIAN

ESTABLISHING QUALITY OF RESULT EXAMINATIONWORK


PROCUREMENT OF FACILITIES OF AGRICULTURAL
INFRASTRUCTURE

Titut Amalia1, Slamet Eko Prastiyo2


1
program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang
2
program Doktor Manajemen Agribisnis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
titutamalia@yahoo.com, slamet.eko.prastiyo@mail.ugm.ac.id

ABSTRAK

Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menopang pembangunan di Provinsi Jawa
Tengah. Hal tersebut ditunjukkan dengan besarnya penghidupan masyarakat di Provinsi Jawa
Tengah dalam bidang pertanian. Pada sisi lain kemiskinan yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah
mayoritas justru dialami oleh masyarakat yang berasal dari sektor pertanian. Pertanian yang
berkaitan erat dengan masalah pangan tentu saja merupakan sektor penting yang senantiasa perlu
untuk diperkuat. Penguatan tersebut berwujud dukungan perbaikan kehidupan masyarakat yang
berasal pada sektor pertanian agar tidak terus menerus berada pada jurang kemiskinan. Salah satu
adalah bentuk penguatan tersebut adalah pemberian bantuan kepada petani dalam bentuk sarana
prasarana. Bantuan tersebut berwujud antara lain adalah bantuan pupuk, bantuan benih dan
bantuan alat pertanian. Pemberian bantuan sarana prasarana tersebut diberikan kepada sejumlah
petani yang berada di daerah yang berbeda-beda dan tersebar hingga ke pelosok desa – desa yang
berada di Provinsi Jawa Tengah. Bantuan Sarana Prasarana tersebut didistribusikan secara
simultan dalam rangkaian kegiatan pengadaan barang/jasa oleh penyedia barang. Sehingga
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen perlu melakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan dan
Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan melakukan pemeriksaan terhadap administrasi seluruh hasil
pekerjaan yang dilakukan oleh Penyedia Barang. Oleh karena itu diperlukan inovasi dalam
melakukan Pemeriksaan Hasil Pekerjaan guna memastikan kualitas pengadaan barang tetap terjaga
tanpa terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang - undangan. Melalui penelitian kualitatif
ini maka pengendalian awal sebelum distribusi barang dilakukan dalam Pemeriksaan Hasil
Pekerjaan dapat menjadi alternatif dalam mengatasi permasalahan. Sehingga kualitas pengadaan
barang dapat terjaga dan berdampak positif dalam memperbaiki kehidupan petani.
Kata Kunci: Pertanian, Kemiskinan, Pemeriksa Hasil Pekerjaan.

ABSTRACT

Agriculture is one of the important sectors in supporting development in Central Java Province.
This is indicated by the large livelihood of people in Central Java Province in agriculture. On the
other hand, poverty in Central Java Province is mostly experienced by the people coming from the
agricultural sector. Agriculture that is closely related to food is, of course, an important sector
that needs constantly to be strengthened. The reinforcement is a form of support for the
improvement of people's livelihoods in the agricultural sector so as not to continue in the poverty
ravine. One of the forms of reinforcement is the provision of assistance to farmers in the form of
infrastructure facilities. The assistance is tangible, among others, fertilizer assistance, seed
assistance and agricultural equipment aid. The provision of infrastructure assistance is given to a
number of farmers who are in different areas and spread to remote villages in the province of
Central Java. The Infrastructure Support is distributed simultaneously in a series of
goods/services procurement activities by the goods provider. Therefore, based on Presidential
Regulation No. 16 of 2018 on Procurement of Government Goods / Services, the Committing
Officer shall conduct an inspection of the work and the Examining Committee of the Work Result
shall examine the administration of all work done by the Supplier. Therefore, innovation is needed
in conducting Inspection of Work Results to ensure the quality of goods procurement is maintained
without violation of legislation. Through this qualitative research, the initial control before the
distribution of goods done in the Job Inspection can be an alternative in overcoming the problems.
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 337
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

So the quality of procurement can be maintained and have a positive impact on improving the lives
of farmers.
Keywords: Agriculture, Poverty, Job Inspector.

PENDAHULUAN
Mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia merupakan salah satu tujuan dari perjuangan
kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar
1945 (Republik Indonesia, 1945). Salah satu upaya dalam mewujudkan kesejahteraan tersebut adalah
melalui pembangunan. Pembangunan tersebut dilakukan dalam segala bidang dan segala sektor
dengan titik tekan yang berbeda sesuai dengan skala prioritas yang telah ditentukan dalam dokumen
perencanaan pembangunan. Sebagaimana amanat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Republik Indonesia, 2014), Pemerintah Daerah memiliki kewenangan
dan sekaligus kewajiban untuk mengembangkan daerah sesuai dengan potensi daerah yang dimiliki.
Urusan tersebut masuk ke dalam Urusan Pemerintahan Konkuren yang merupakan Urusan
Pemerintahan Pilihan. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan bagi daerah yang bersifat agraris
adalah pertanian.
Indonesia selain dikenal sebagai negara maritim karena luas wilayah yang didominasi oleh
lautan, Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris. Oleh karena itu potensi pertanian menjadi salah
satu potensi unggulan yang harus terus dikembangkan. Potensi Pertanian yang cukup besar tersebut
masih menghadapi sebuah permasalahan yaitu kemiskinan yang masih banyak dialami oleh para
petani. Hal ini dapat dilihat dari data BPS bahwa dari sekian jumlah penduduk miskin, banyak yang
berasal dari mata pencaharian petani. Keterbatasan dalam mendorong kinerja petani senantiasa perlu
dilakukan. Oleh karena itu diperlukan berbagai inovasi guna mengatasi hal tersebut. Mengingat pula
bahwa pertanian masih menjadi salah satu sektor yang berkontribusi besar pada pembentukan
Pendapatan Domestik Bruto.
Pemerintah maupun Pemerintah Daerah berupaya untuk mengatasi minimnya kemampuan
petani dalam mengembangkan kinerja melalui pemberian bantuan. Bantuan dari Pemerintah tersebut
diberikan agar para petani agar tetap dapat menstimulus kinerja petani dalam memenuhi kebutuhan
pangan Indonesia, Bentuk stimulus tersebut adalah melalui pemberian bantuan sarana prasarana.
Bantuan Sarana Prasarana tersebut berbentuk Sarana Produksi Pertanian, Alat Mesin Pertanian,
Infrastruktur Bidang Pertanian dll. Bantuan tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) yang disalurkan dalam Tugas Pembantuan dan juga Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD). Bantuan tersebut apabila dilihat dari tren waktu ke waktu semakin meningkat.Peningkatan
tersebut tentu saja diikuti dengan peningkatan jumlah titik bantuan yang harus diberikan dan
disalurkan.
Penyaluran dengan jumlah titik yang tersebar pada banyak tempat tentu saja bukan hal yang
mudah. Hal yang sama turut dialami dalam memeriksa hasil pekerjaan dari pengadaan barang untuk
bantuan sarana dan prasarana. Begitu banyak penyimpangan yang dapat timbul apabila pemeriksaan
dalam lingkup penerimaan hasil pekerjaan tidak dilakukan secara utuh. Keterbatasan sumber daya
manusia, waktu dan biaya menjadi salah satu faktor yang menyulitkan dalam melakukan pemeriksaan
hasil pekerjaan guna pekerjaan penerimaan hasil pekerjaan. Sedangkan pada sisi lain akuntabilitas
penyaluran tentu saja perlu dilakukan guna memastikan bahwa penerima bantuan tepat sasaran. Oleh
karena itu hal ini tentu saja memerlukan sebuah inovasi dalam melakukan pemeriksaan hasil
pekerjaan.
Berdasarkan kondisi di atas maka penelitian ini akan meneliti dan mendalami mengenai upaya-
upaya yang dapat dilakukan dalam menciptakan akuntabilitas penerimaan pekerjaan. Melalui upaya
tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam penyaluran benih dan pupuk yang
berkualitas. Sehingga ke depan diharapkan dapat secara optimal menstimulus kinerja petani dalam
membangun kedaulatan pangan Indonesia.

METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan dalam lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Republik Indonesia, 2015) dan Peraturan
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 338
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Berlakunya Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa untuk menggantikan Peraturan
Presiden sebelumnya menyebabkan terjadi beberapa perubahan dalam definisi maupun ruang lingkup
tugas yang terdapat dalam proses yang terdapat dalam pengadaan barang/jasa. Terutama dalam
lingkup pekerjaan Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan/Panitia yang sebagaimana pengaturan Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Pejabat Pembuat
Komitmen secara substansi. Sehingga hasil penelitian ini masih relevan untuk dipergunakan dalam
pemberlakuan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
mengingat bahwa pemeriksaan hasil pekerjaan tetap harus dilakukan baik secara substansi maupun
administrasi (Republik Indonesia, 2018). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
mempergunakan Data Primer maupun Sekunder.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu penyangga pangan Indonesia, merupakan daerah
dengan potensi Pertanian yang cukup besar untuk dikembangkan. Berdasarkan data BPS 2017 luas
wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 3.254.412 ha dengan luas lahan sawah sebesar 991. 524
ha (BPS, 2017). Provinsi Jawa Tengah tersebut terdiri atas 29 Kabupaten 6 Kota dengan 573
Kecamatan dan 7809 Desa serta 769 Kelurahan (BPS, 2017). Potensi demografis tersebut tentu saja
memerlukan bantuan dan dukungan dari Pemerintah dalam melakukan pengembangan potensi
pertanian. Oleh karena itu bantuan sarana prasarana tentu saja menjadi harapan bagi para petani untuk
terus beraktivitas.
Provinsi Jawa Tengah dengan Jumlah Kabupaten/Kota sebanyak 35 Kabupaten/Kota tentu saja
memiliki sebaran petani yang cukup banyak dan luas. Sebagaimana tercatat Oleh karena itu penentuan
dan penyebaran pembagian Sarana Produksi Pertanian diharapkan juga dapat menjangkau daerah-
daerah yang terpencil. Berdasarkan olahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pertanian
dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018 terdapat kurang lebih 3658 titik bantuan yang
bersumber dari APBD Provinsi Jawa Tengah 2018 (DPA Distanbun Jateng, 2018). Hal ini meningkat
jika dibandingkan dengan kondisi Tahun 2017 yaitu 2617 titik bantuan (DPA Distanbun Jateng, 2017).
Bantuan tersebut tersebar hingga menjangkau daerah-daerah yang terpencil. Penyebaran titik lokasi
yang banyak tentu saja memiliki kendala tersendiri dalam hal pendistribusian barang. Akan tetapi
komitmen Pemerintah Daerah untuk tetap dapat memastikan bahwa pendistribusian dapat tetap
dilakukan. Guna memastikan proses tersebut tentu saja perlu didukung dengan akuntabilitas, bahwa
kegiatan tersebut benar-benar dapat disampaikan sesuai dan tepat dengan sasaran yang direncanakan.
Oleh karena itu perbaikan dan inovasi dalam pekerjaan pengadaan barang/jasa menjadi salah satu
kunci penting.
Salah satu pekerjaan penting yang terdapat dalam ruang lingkup pekerjaan pengadaan
barang/jasa adalah pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan. Berkaitan dengan pengadaan barang/jasa
terdapat regulasi yang mengatur. Regulasi tersebut adalah Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Republik Indonesia, 2018). Peraturan Presiden tersebut
merupakan pengganti dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4
Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Republik Indonesia, 2015). Pemeriksaan hasil pekerjaan menurut
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan
Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
merupakan tugas dan kewajiban dari Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan/Panitia Pemeriksa Hasil
Pekerjaan (Republik Indonesia, 2015). Berlakunya Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengganti Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah membuat pekerjaan Pemeriksaan Hasil
Pekerjaan menjadi tanggung jawab dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) secara substansi dan
Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) secara administrasi (Republik Indonesia, 2018; Republik
Indonesia, 2015). Sekalipun terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab dalam melakukan
pemeriksaan pekerjaan Pemeriksaan Hasil Pekerjaan, tugas dan tanggung jawab ini tentu saja tidak
mudah untuk dilakukan pada jenis pekerjaan yang dengan titik distribusi barang dengan titik lokasi
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 339
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

yang banyak dan tersebar. Hal ini disebabkan karena waktu serta biaya yang dibutuhkan tidak sedikit.
Disamping itu etika pengadaan juga perlu menjadi perhatian dalam proses pengadaan barang/jasa.
Etika pengadaan menurut Agus Kuncoro adalah meliputi melaksanakan tugas secara tertib,
disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran guna mencapai tujuan pengadaan, bekerja secara
profesional dan mandiri serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan guna mencegah terjadi
penyimpangan dalam pengadaan, tidak saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat, menerima dan bertanggung jawab atas
segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan, menghindari dan mencegah terjadinya
pertentangan kepentingan, mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan keuangan negara,
menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi untuk kepentingan pribadi
serta tidak menerima, tidak menawarkan, tidak menjanjikan dan tidak menerima/memberi imbalan
(hadiah, komisi, rabat) (Kuncoro, 2013). Apabila terjadi pelanggaran tentu saja terdapat konsekuensi
hukum yang harus diterima. Oleh karena itu diperlukan inovasi dalam memudahkan proses
pemeriksaan hasil pekerjaan yang dapat memenuhi asas akuntabilitas. Hal ini dapat dilakukan salah
satunya adalah melalui pola pembuktian terbalik dalam melakukan Pemeriksanaan Hasil Pekerjaan
yang dimasukkan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa menurut Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun
2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pola tersebut dapat digambarkan dengan cara
sebagai berikut:

Gambar 1. Proses Penerimaan Hasil Pekerjaan Pola Pembuktian Terbalik

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa proses yang berlangsung adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksanaan Awal
Pemeriksanaan awal dilakukan setelah Penyedia Barang melakukan pengadaan Barang. Pejabat
Pembuat Komitmen melakukan pemeriksaan terhadap seluruh Barang yang belum didistribusi
pada satu lokasi tertentu. Hal ini dapat juga dilakukan di gudang instansi. Pemeriksanaan
dilakukan terhadap administrasi, jumlah maupun spesifikasi barang secara lengkap sebagaimana
yang telah diminta dalam dokumen kontrak pengadaan barang yang telah disepakati.
2. Distribusi Barang
Apabila Pejabat Pembuat Komitmen sepakat bahwa barang yang telah disediakan sesuai dengan
kontrak, Penyedia Barang dapat segera melakukan distribusi terhadap barang tersebut. Distribusi
barang dilakukan oleh pihak penyedia. Pada saat proses distribusi barang ini Penyedia juga diberi
kewajiban untuk melakukan dokumentasi dari proses distribusi barang tersebut. Selain tanda

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 340
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

tangan serah terima barang juga dilengkapi dengan membuat dokumentasi gambar penyerahan
dan juga kartu identitas penerima barang. Apabila Pejabat Pembuat Komitmen tidak setuju,
Penyedia Barang harus melakukan perbaikan terhadap penyediaan barang sesuai dengan catatan
kekurangan menurut Pejabat Pembuat Komitmen.
3. Pemeriksaan Akhir
Pada pemeriksaan akhir pekerjaan, Pejabat Pembuat Komitmen wajib melakukan pemeriksaan
pada seluruh titik distribusi barang (baik secara langsung maupun tidak langsung). Berbekal
kelengkapan dokumen administrasi dan juga dokumentasi gambar, Pejabat Pembuat Komitmen
melakukan verifikasi atas kebenaran kelengkapan yang telah dipenuhi oleh pihak penyedia
barang. Apabila Pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan telah memenuhi seluruh ketentuan dalam
kontrak yang disepakati dapat ditindaklanjuti dengan penandatangan Berita Acara Hasil
Pemeriksaan Barang oleh Pejabat Pembuat Komitmen dan Penyedia Barang. Sedangkan apabila
dalam pemeriksaan tersebut masih ditemui kekurangan maka kepada Penyedia Barang diwajibkan
untuk memenuhi ketentuan sebagaimana yang diminta dalam Kontrak Pengadaan Barang.
4. Pemeriksaan Administrasi
Pada proses akhir ini, Pejabat Pembuat Komitmen menyerahkan barang kepada Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Atas permintaan Pengguna Aggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran untuk selanjutnya dilakukan Pemeriksaan Administrasi pekerjaan oleh Panitia
Penerima Hasil Pekerjaan.

Pola pembuktian terbalik dalam pemeriksaan hasil pekerjaan akan membantu Pejabat Pembuat
Komitmen maupun Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan. Pola ini akan sangat sesuai terutama pada
pekerjaan pengadaan barang yang diikuti dengan distribusi barang pada titik lokasi yang banyak dan
tersebar hingga pada area terpencil. Pola ini juga akan memudahkan dalam mengawasi kualitas
pengadaan barang yang dilakukan oleh penyedia barang. Pada Pola pembuktian terbalik akan
membuat beban kewajiban untuk menciptakan akuntabilitas tidak hanya menjadi beban Pejabat
Pembuat Komitmen maupun Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan. Melalui pola ini diharapkan
akuntabilitas dapat terwujud dalam proses pengadaan barang/jasa. Sehingga pengadaan barang/jasa
yang berkualitas diharapkan akan mampu mendorong peningkatan pembangunan di Provinsi Jawa
Tengah guna peningkatan daya saing Jawa Tengah.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bantuan sarana prasarana
pertanian masih diperlukan guna menstimulus kinerja petani. Pengadaan bantuan sarana dan prasarana
pertanian tersebut juga perlu memenuhi asas akuntabilitas pada proses pengadaan barang/jasa
diperlukan guna memastikan ketepatan manfaat pengadaan barang/jasa bagi masyarakat. Oleh karena
itu terobosan diperlukan dalam proses pengadaan barang/jasa terutama dalam proses pemeriksaan
hasil pekerjaan untuk pengadaan barang yang juga sekaligus didistribusi pada titik lokasi yang banyak
dan tersebar. Terobosan tersebut dapat dilakukan melalui pola pembuktian terbalik akan membantu
dalam mengatasi permasalahan dalam proses pemeriksaan hasil pekerjaan yang disebabkan karena
keterbatasan sumber daya manusia, waktu dan anggaran.

SARAN
Berdasarkan analisa diatas, maka pola pembuktian terbalik perlu untuk dapat diterapkan
terutama pada proses pemeriksaan hasil pekerjaan pada pengadaan barang dalam jumlah banyak dan
tersebar pada titik lokasi yang berbeda dalam jumlah yang banyak. Pola pembuktian terbalik ini juga
perlu dikomunikasikan dengan auditor untuk membangun pemahaman yang sama. Mengingat regulasi
yang mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah tidak melarang dan masih membuka inovasi cara
kerja.

DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2017. Jawa Tengah dalam Angka. Jakarta : BPS.
Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. 2017. Dokumen Pelaksanaan Anggaran.
Semarang: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. 2018. Dokumen Pelaksanaan Anggaran.
Semarang: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 341
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Kuncoro, Agus. 2013. Begini Tender yang benar. Langkah – langkah Melaksanakan Pengadaaan
Barang/Jasa Pemerintah. Jogjakarta : Pusat Pengkajian Pengadaan Indonesia – Primaprint.
Republik Indonesia. 1945. Undang – Undang Dasar 1945. Jakarta.
Republik Indonesia. 2014. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2018. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa.
Sekretariat Negara. Jakarta.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 342
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

PENERAPAN BATANG RESOURCES INTEGRATION AND


COLLABORATION SYSTEM (BRICS) DALAM PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN MENUJU GOOD GOVERNANCE

Satori,S.Sos,M.Si; Dwi Yanti, S.IP, M.A.P


Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Batang
E-mail: dwiyantiatsary@yahoo.com

ABSTRAK

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir Pemerintah Kabupaten Batang telah membuat berbagai
inovasi dengan membangun beberapa sitem informasi yang dilaksanakan oleh berbagai Organisasi
Perangkat Daerah namun masih bersifat parsial sehingga belum komprehensif dalam menjawab
kebutuhan seluruh stake holders dalam melaksanakan fungsi pemerintahan yang lebih efektif,
efisien dan akuntabel. Belum adanya sistem informasi nasional yang dapat mengakomodir
berbagai macam sistem tersebut menjadi awal inovasi sebuah sistem yang mampu menjembatani
dan mengintegrasikan berbagai aplikasi yang disebut “Batang Resources Integration and
Collaboration System (BRICS)” yang merupakan kolaborasi sistem informasi penyelenggaraan
pemerintahan yang terintegrasi dengan sistem yang lain dari tahapan perencanaan, penganggaran,
pengelolaan keuangan, pengadaan barang jasa, pelaporan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses penerapan BRICS di Kabupaten
Batang,manfaat dari penerapan sistem tersebut, kemudian apa saja faktor yang mendukung dan
menghambat penerapan BRICS di Kabupaten Batang serta strategi dalam mengatasi hambatan
tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif dengan
teknik pengambilan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan BRICS di Kabupaten Batang terintegrasi dengan sistem informasi
lain dengan jenis database yang berbeda sehingga dapat berkolaborasi dengan sistem informasi
lain yang sudah ada yang dikembangkan oleh instansi lain seperti SIMDA Keuangan dan SIRUP
LKPP. BRICS di Kabupaten Batang juga mensinergikan beberapa unit kerja Pemerintahan yang
saling terkait baik eksekutif, maupun legislatif. Selain itu, sistem BRICS di Kabupaten Batang
sudah direplikasi oleh beberapa Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia.
Kata Kunci: Sistem Informasi, Inovasi, BRICS

ABSTRACK

In the last five years, Batang regency has made various innovations with build several information
system implemented by organisations units but still only partial in nature so it has not been
comprehensive in responding to the needs of all stake holders in carrying out government
functions more effective, efficient and accountable. There is no national information system can
accommodate various the system mark the beginning of a system which is able to serve as a bridge
between innovation and integrate a variety of applications called “Batang Resources Integration
and Collaboration System (BRICS)” which is collaboration governance information system that is
integrated with other systems and collaborating with other systems which already have started
planning of the stage, the budgeting process, financial management, procurement of goods
services, reporting, monitoring and evaluation of the implementation of community activities. This
study was conducted to analys how the process of applying BRICS in Batang Regency,benefits of
the system , then anything factors that support and impeded the application of BRICS in Batang
Regency and strategies in overcome its. This is a descriptive research through a qualitative
approach which data was collected by using interviews, observation and documentation. The
result showed that the implementation of BRICS in Batang Regency integrated with other
information system with the different database so that it can be collaborated with other existing
information system developed by financial and other government offices as SIMDA of Finance
Aplication and SIRUP LKPP. It’s also to synergy of several units of the local governments
interrelated both executive and legislative officials. In addition, BRICS in Batang Regency have
been replicated by some local governments across Indonesia.
Keyword: Information System, Inovation, BRICS

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 343
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

PENDAHULUAN
Dalam era otonomi daerah yang semakin komplek dan dinamis Pemerintah pusat telah
memberikan kewenangan dan kesempatan yang luas bagi seluruh entitas pemerintahan di daerah baik
provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk melaksanakan urusan daerah secara lebih mandiri, dan
bertanggung jawab sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah. Kabupaten Batang sebagai salah satu wilayah yang cukup strategis di Provinsi Jawa tengah
sedang berupaya untuk mewujudkan Pemerintahan yang bersih, dan amanah, dengan melakukan
berbagai inovasi di bidang tata kelola pemerintahan demi menjawab segala kebutuhan masyarakat
secara lebih tepat dan tepat waktu. Menyikapi hal tersebut, kebutuhan akan sistem informasi yang
terintegrasi mutlak dibutuhkan sebagai salah satu instrumen manajemen pembangunan daerah.
Kebijakan dalam rangka mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi menjadi konsentrasi
pemerintah kabupaten Batang dengan ditetapkanya Peraturan Bupati Batang Nomor 53 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Proses
Pemerintahan (E-Government). Berbagai sistem yang telah dikembangkan antara lain sistem
penatausahaan keuangan (SIMDA Keuangan) dari BPKP sejak tahun 2008, Sistem pengadaan
Barang/Jasa Elektronik (e-Procurement) tahun 2011 yang sinkron dengan Sistem Informasi Rencana
Umum Pengadaan (SiRUP) dari LKPP, sistem perencanaan pembangunan (E-planning), sistem
pengelolaan keuangan/anggaran daerah (E-Budgeting), dan sistem Informasi Monitoring
Pengendalian, Evaluasi Pelaporan Pembangunan tahun 2013.
Dalam implementasinya berbagai sistem informasi yang dibangun di Kabupaten Batang sangat
bersifat parsial sehingga memberikan beban kerja yang cukup banyak pada user dalam hal ini seluruh
organisasi perangkat daerah yang ada di Kabupaten Batang karena dalam penggunaanya harus
melakukan input ulang data yang sama sehingga memungkinkan data yang dihasilkan tidak tepat pada
tiap tahapanya. Belum terintegrasinya aplikasi juga menjadi penyebab kurang patuhnya pemenuhan
prosedur tahapan sistem penyelenggaraan pemerintahan dari mulai perencanaan, penganggaran,
pengendalian, evaluasi dan pelaporan. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada kinerja Pemerintah yang
dituntut untuk secara cepat dan tepat menyajikan data dan informasi yang akurat dan dapat
dipertanggung jawabkan bagi seluruh stakholders.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, Pemerintah Kabupaten Batang menginisiasi adanya
pembangunan dan pengembangan BRICS yaitu sebuah sistem aplikasi kolaborasi yang saling
berintegrasi dengan memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang sudah ada serta mengembangkan aplikasi
baru sesuai dengan kebutuhan. Sistem ini dirancang untuk menggabungkan seluruh sistem yang ada
sehingga mempermudah input data dan alur kerja secara elektronik, menjadi instrumen kunci dalam
sinergitas dan integrasi program/kegiatan pemerintah secara terpadu serta memberikan informasi yang
lebih tepat dan cepat bagi pengambil kebijakan. Hal ini sejalan dengan Misi Pertama Pemerintah
Kabupaten Batang Tahun 2017-2022 yaitu Meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan tata kelola
pemerintahan berbasis Smart City yang didukung pengembangan kerjasama.
Aplikasi BRICS di Kabupaten Batang dimulai pada tahun 2013 dirancang untuk menfasilitasi
dan menjembatani berbagai sistem yang sudah ada terutama mengintegrasikan data pada SIMDA
Keuangan yang dimiliki oleh BPKP dan SIRUP dari LKPP sebagai sistem informasi yang wajib
digunakan oleh seluruh instansi Pemerintah baik Pusat maupun di daerah. Hal ini tentu mendapat
apresiasi yang cukup tinggi dari berbagai pihak dan menjadi rujukan bagi daerah-daerah di Indonesia.
Untuk melihat bagaimana pelaksanaan sistem BRICS di Kabupaten Batang maka perlu untuk
dilakukan kajian secara empiris untuk memberikan feed back atau masukan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Batang dalam mengembangan BRICS kedepan, sebagai salah satu satu inovasi
penyelenggaraan pemerintahan melalui smart goverment yang berdampak signifikan bagi kemajuan
dan pencapaian good governance.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan ruang lingkup penelitian pada
bagaimanakah proses penerapan BRICS di Kabupaten Batang, bagaimanakah dampak sistem tersebut,
kemudian berkaitan dengan faktor apa sajakah yang mendukung dan menghambat penerapan BRICS
di Kabupaten Batang serta bagaimana strategi dalam mengatasi hambatan yang ada.Penelitian ini
bertujuan untuk melihat bagaimana proses penerapan BRICS di Kabupaten Batang, manfaat dari
penerapan sistem tersebut, kemudian apa saja faktor yang mendukung dan menghambat penerapan
BRICS di Kabupaten Batang serta strategi dalam mengatasi hambatan tersebut.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 344
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

METODOLOGI
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian
deskriptif merupakan penelitian penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan
sesuatu seperti kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang
berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung.
Pendekatan kualitatif digunakan karena permasalahan yang diteliti cukup kompleks, dinamis dan
memiliki berbagai makna sehingga tidak dimungkinkan data yang ada pada situasi tersebut
diinterpretasikan dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Untuk teknik pengambilan data penulis
menggunakan teknis observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk memperoleh data yang cukup
relevan dilakukan wawancara mendalam (indept interview) dengan beberapa Informan kunci yang
menjadi adalah tenaga IT pada Pemerintah Kabupaten yang merupakan Tim Teknis Pengembangan
aplikasi, serta beberapa informan tambahan dari instansi pengampu aplikasi yaitu dari Dinas
Komunikasi dan Informatika Kabupaten Batang dan Badan Perencanaan, Penelitian dan
Pengembangan Kabupaten Batang serta Badan Pengelola Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah
Kabupaten Batang. Informan lain yang memberikan informasi tambahan adalah beberapa user aplikasi
dari Organisasi perangkat daerah yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Batang.

HASIL DAN PEMBAHASAN


BRICS di cetuskan oleh Bupati Batang yang dilaksanakanoleh Dinas Kominfo, Badan
Perencanaan Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang), Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan
dan Aset Daerah (BPKPAD), Bagian Pengendalian Pembangunan, Bagian Organisasi bersama tim IT
yang merupakan ASN pada Pemerintah Kabupaten Batang dengan skema awal yaitu Pertama,
Perencanaan Pembangunan, melalui aplikasi ePlanning, yaitu Sistem Informasi berbasis web yang
digunakan untuk memfasilitasi proses perencanaan pembangunan daerah (Musrenbang tingkat Desa
dan Kecamatan, Rancangan Renja Organisasi Perangkat Daerah, Forum Organisasi Perangkat Daerah,
Musrenbang Kabupaten, Pokok-pokok Pikiran DPRD, Rencana Kerja Perangkat Daerah, dan
Kebijakan Umum Anggaran / Persediaan Plafon Anggaran Sementara) dan aplikasi eHibah Bansos,
yaitu Sistem Informasi berbasis web yang digunakan untuk memfasilitasi proses pengelolaan
administrasi hibah/ bantuan sosial/ bantuan keuangan terintegrasi. Kedua, Penyusunan Anggaran,
melalui aplikasi eBudgeting yaitu Sistem Informasi berbasis web yang digunakan untuk memfasilitasi
penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (Rencana Kerja Anggaran untuk Pendapatan dan
Belanja Daerah). Ketiga, siHarga yaitu Sistem Informasi berbasis web yang digunakan untuk
menyusun APBD dalam bentuk informasi Standar Satuan Harga (SSH), Harga Satuan Pokok Kegiatan
(HSPK) dan Analisis Standar Biaya (ASB). Ketiga, Pengelolaan Keuangan, melalui aplikasi Simda
Keuangan yaitu Sistem Informasi berbasis desktop yang dikembangkanoleh BPKP, digunakan untuk
memfasilitasi pelaksanaan tatausahapengelolaan APBD di Kabupaten Batang. Keempat, Pengadaan
Barang Jasa, melalui aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)/eProcurement yaitu Sistem
Informasi berbasis web yang digunakan untuk memfasilitasi pelaksanaan pengadaan barang/jasa
secara elektronik (eProcurement) di Kabupaten Batangdan Sistem Informasi Rencana Umum
Pengadaan (SIRUP) yaitu Sistem Informasi berbasis web yang dikembangkan oleh LKPP yang
digunakan untuk menyusun Rencana Umum Pengadaan. Kelima, Monitoring dan Evaluasi, melalui
aplikasi Simpelbang yaitu Sistem Informasi berbasis web yang digunakan untuk memfasilitasi
pelaksanaan monitoring evaluasi dan pelaporan pembangunan kegiatan yang ada di Kabupaten Batang
dan eSakip yaitu Sistem Informasi berbasis web yang digunakan untuk mengukur Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah di Kabupaten Batang.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 345
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Tabel 1.1
Aplikasi yang diintegrasikan melalui BRICS

Sumber: Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Batang, 2018

Sistem yang dijalankan melalui BRICS terintegrasi dengan aplikasi SIMDA Keuangan dari
BPKP maupun LPSE dan SiRUP sejak dari perencanaan sampai dengan pelaporan, dan inilah yang
menjadi keunikan/pembeda pengembangan BRICS di Kabupaten Batang dibandingkan dengan daerah
lainnya. Pembangunan dan pengembangan ePlanning, eBudgeting alur datanya menuju database
SIMDA Keuangan dan keluaran SIMDA Keuangan dapat ditarik dengan baik ke dalam aplikasi
Simpelbang guna proses penyusunan RUP ke dalam SiRUP LKPP yang pada akhirnya mampu
menghasilkan pelaporan pelaksanaan pengadaan barang/jasa guna pengendalian administrasi
pembangunan khususnya pengadaan barang/jasa, serta eSAKIP yang digunakan untuk mengukur
kinerja OPD berdasarkan sasaran dan indikator masing-masing.
Pengguna dan pemangku kepantingan BRICS dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu
Pertama, Eksekutif/Bupati Bupati/Wakil bupati yang secara langsung dan real time dapat memantau
setiap proses tahapan sistem BRICS, sehingga mempermudah dalam mengambil keputusan maupun
kebijakan. Selain itu, terdapat fungsi tolak lanjut yang berfungsi memberikan keputusan terhadap
usulan program kegiatan yang disampaikan oleh Perangkat Daerah. Kedua, Perangkat Daerah
Perangkat yang memiliki privileges input, edit, delete sesuai dengan penjadwalan yang sudah
ditentukan, baik tahap perencanaan, penganggaran maupun pelaporan.Perangkat Daerah juga
diwajibkan melakukan pembaharuan secara rutin terhadap sistem monev. Ketiga, Anggota DPRD,
memiliki privileges pada aplikasi ePlanning dalam tahap mengajukan usulan pokok-pokok pikiran/
aspirasi sebagai salah satu bahan penyusunan dokumen perencanaan tahunan daerah. Keempat,
Administrator merupakan pemegang privileges tertinggi pada suatu sistem. Administrator pada setiap
sistem diampu oleh Perangkat Daerah yang membidangi sesuai tugas pokok dan fungsinya, misalnya
ePlanning (Bappelitbang), eBudgeting (BPKPAD) dan Simpelbang (Bagian Pembangunan). Kelima,
User khusus lainnya. Sistem BRICS memungkinkan user lainnya untuk menggunakan (melihat)
apabila diperlukan, misalnya untuk kepentikan audit, monitoring evaluasi, pencegahan dan
sebagaianya.Keenam,Masyarakat. Secara terbuka dapat memantau Sistem Perencanaan (ePlanning)
dan Pelaporan (Simpelbang), sehingga hal ini memungkinkan terwujudnya transparasi dan partisipasi
dalam pelaksanaan pemerintahan.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 346
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Tabel 2
Alur Pelaksanaan BRICS

Sumber: Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Batang,2018

Pembangunan dan pengembangan BRICS di Kabupaten Batang untuk dapat berjalan dengan
baik tentu saja memerlukan berbagai macam sumderdaya, yaitu: Pertama, SDM yang diperlukan untuk
pembangunan dan pengembangan BRICS, baik itu sebagai pengguna maupun yang melakukan
pengembangan, Pihak yang terkait dengan BRICS adalah Bupati (eksekutif), Anggota DPRD
(Legislatif), Perangkat Daerah, Masyarakat, Administrator, dan user khusus lainnya. Adapun
pembangunan dan pengembangan BRICS dimulai dengan penyusunan Business core aplikasi yang
dikerjakan sepenuhnya oleh PNS di Kabupaten Batang. PNS yang memiliki latar belakang IT di
berdayakan sesuai dengan kemampuannya dan berkolaborasi dengan personil dari Perangkat Daerah
yang akan mengembangkan aplikasi di bawah BRICS.Kedua, Infrastruktur berupa jaringan
komunikasi, 1 (satu) unit server berikut softwarenya yaitu web server, database server, yang
disediakan oleh Perangkat sesuai dengan perangkat daerah pelaksananya.
Secara umum hasil dari Pemanfaatan BRICS antara lain adalah Perencanaan Pembangunan
dapat disusun tepat waktu, Terciptanya konsistensi antara perencanaan dan penganggaran, Efisiensi
pengalokasian anggaran dalam belanja daerah, Mengupayakan perencanaan, pelaksanaan program &
kegiatan serta penyerapan anggaran sesuai dengan target yang ditetapkan, Memastikan pengadaan
barang/jasa dilakukan sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan barang/jasa, Mendukung proses
monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program & kegiatan/pembangunan, serta
terciptanya akuntabilitas kinerja dalam pelaksanaan pembangunan.
BRICS di Kabupaten Batang digunakan oleh Perangkat Daerah maupun masyarakat umum serta
berjalan menggunakan teknologi informasi dan melalui jaringan internet, sehingga kemajuan
pelaksanaannya harus selalu senantiasa di evaluasi. Adapun cara yang diterapkan untuk memantau
kemajuan dan mengevaluasi kegiatan BRICS adalah dengan Penyediaan sarana Pemantauan/
monitoring oleh Kepala Daerah maupun pihak lain yang berwenang pada masing-masing sistem
informasi BRICS sesuai dengan privilegesnya karena masing-masing sistem yang ada pada BRICS
memiliki penanggung jawab dan administrator yang berasal dari Perangkat Daerah yang membidangi,
Komunikasi antara administrator sistem BRICS dengan pengguna/user dilakukan dengan media
telepon dan memanfaatkan aplikasi Whats Ap Group, Bagi daerah yang belum memiliki server yang
mencukupi, maka aplikasi BRICS di install di server Kabupaten Batang, Memberikan masukan dan
sharing dengan seluruh Perangkat Daerah mengenai Perencanaan, Penganggaran dan Transparansi
Anggaran. Serta melakukan pengaturan penjadwalan secara sistematis dan melakukan penggabungan
pelatihan bagi beberapa daerah.
Pelaksanaan BRICS di Kabupaten Batang memberikan manfaat yang sangat besar bagi
pelaksanaan jalannya pemerintahan yang dimulai dari perencanaan, penganggaran, penatausahaan
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 347
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

keuangan sampai dengan pelaporan. Berikut adalah manfaat utama yang dapat dirasakan antara lain
proses perencanaan dapat dilaksanakan sesuai prosedur yang di tetapkan baik dari segi penjadwalan,
keluaran yang dihasilkan maupun konsistensi data perencanaan di tiap tahapannya, Proses
penganggaran terintegrasi dengan perencanaan sehingga menjamin konsisteni data. Standarisai harga
satuan barang/jasa dapat di kontrol dengan baik dan mencegah perbedaan harga, Penatausahaan
keuangan menjadi lebih baik dikarenakan data dasarnya sudah terintegrasi dengan penganggaran
maupun perencanaan, Proses pelaporan pelaksanaan pekerjaan dapat termonitor dengan baik dan
uptodate baik dari pelaksanaan fisik dan serapan anggarannya, Pencapaian kinerja dari indikator yang
telah ditetapkan dalam RPJMD dapat terpantau pada masing-masing perangkat daerah, Proses
perencanaan, penganggaran dan pelaporan dapat dilakukan dimana saja, kapan saja selama sesuai
dengan penjadwalan karena sudah berbasis web dan on line menggunakan jaringan internet. Menurut
beberapa informan menyatakan bahwa terdapat perbedaan sebelum adanya sistem informasi yang
terintegrasi. Sebelum adanya BRICS hasil dari sistem perencanaan (ePlanning) dan penganggaran
(eBudgeting) harus di ketik ulang. Hal ini memungkinkan terjadinya inkonsistensi maupun kesalahan
dari user / operator. Hal ini juga terjadi pada beberapa sistem yang lain, misal pada penatausahaan
keuangan (Simda) dengan Simpelbang (Pelaporan). Sebelum sistem terintegrasi, hasil dari
perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan pembangunan tidak konsisten. Setelah adanya BRICS
maka kebutuhan pelaporan, monitoring dan evaluasi yang cepat dan realtime secara otomatis akan
disediakan oleh sistem sehingga mempermudah Kepala Daerah dalam mengambil kebijakan dan
keputusan.
Pada tanggal 6 Pebruari tahun 2017 di gedung KPK Republik Indonesia, BRICS Kabupaten
Batang di uji oleh Tim Korsupgah ( Koordinasi, Supervisi dan Pencegahan)KPK. Kemudian ditindak
lanjuti pada tangggal 13 Pebruari tahun 2017 di Inspektorat Provinsi Jawa Tengah yang dihadiri
olehTim Korsupgah KPK, BRICS Provinsi Jawa Tengah dan Inspektorat Provinsi Jawa Tengah,
menghasilkan kesimpulan bahwa aplikasi BRICS Kabupaten Batang Bisa Terintegrasi Dengan
SIMDA BPKP; dapat di replikasi daerah lain dengan mudah, Sistem mudah diupdate menyesuiakan
dengan aturan terbaru. Sehingga KPK RI menyatakan bahwa BRICS Kabupaten Batang dapat
dijadikan rujukan oleh daerah lain di Indonesia. Hal tersebut menjadi dasar bagi Pemerintah
Kabupaten Kota di Indonesia untuk melakukan studi orientasi pelaksanaan BRICS dan ditindaklanjuti
dengan MOU antar kepala Daerah dalam rangka Penerapan sistem e goverment. Duplikasi Aplikasi
BRICS telah dilaksanakan di 17 Kabupaten di seluruh indonesia dengan skema transfer sistem dan
pendampingan tenaga IT sampai dengan fasilitasi infrastruktur. Berdasarkan rekomendasi dari KPK
RI, inovasi di Kabupaten Batang telah di replikasi beberapa Daerah, yaitu Kabupaten Grobogan
Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Sukoharjo Provinsi
Jawa Tengah, Kabupaten Demak Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah,
Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Mangarai Provinsi Nusa Tenggara
Timur, Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara,
Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah.
BRICS di Kabupaten Batang digunakan oleh Perangkat Daerah maupun masyarakat umum serta
berjalan menggunakan teknologi informasi dan melalui jaringan internet, sehingga kemajuan
pelaksanaannya harus di evaluasi secara berkala dengan sistem keamanan informasi yang memadai.
Adapun cara yang telah diterapkan Pemerintah Kabupaten Batang untuk memantau kemajuan dan
mengevaluasi kegiatan BRICS adalah dengan Penyediaan sarana Pemantauan/monitoring oleh Kepala
Daerah maupun pihak lain yang berwenang pada masing-masing sistem informasi BRICS sesuai
dengan privileges, masing-masing sistem yang ada pada BRICS memiliki penanggung jawab dan
administrator yang berasal dari Perangkat Daerah yang membidangi, Komunikasi antara administrator
sistem BRICS dengan pengguna /user dilakukan dengan media telepon dan memanfaatkan aplikasi
Whats Ap Group, Supervisi terhadap keberlangsungan seluruh aplikasi BRICS dilakukan oleh tim IT
Kabupaten Batang, Setiap awal tahun dilakukan monitoring dan evaluasi terkait pemanfaatan sistem
BRICS dan dilakukan update/pembaharuan sesuai dengan regulasi yang terkait, Secara berkala
dilakukan backup sistem informasi dan database pada aplikasi BRICS.
Dalam perjalanannya, pelaksanaan BRICS di Kabupaten Batang, mengalami beberapa kendala,
antara lain yaitu Penerapannya pada tahap awal, pengguna BRICS di tingkat administrator maupun
operator masih berpikiran parsial, sehingga masih berasumsi bahwa data yang dihasilkan aplikasi di
bawah koordinasinya (diampu) tidak mempengaruhi aplikasi lainnya, Ketersediaan perangkat keras
dan lunak belum memadahi, Terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan mempengaruhi data
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 348
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

dasar untuk melakukan inputan di aplikasi. Dan untuk mengatasi kendala tersebut, telah dilakukan
Bintek dan sosialisi kegunaan dan penggunaan BRICS secara periodik, Pengadaan server dan jaringan
internet yang memadai, Pengembangan aplikasi mengikuti peraturan perundang-undangan dan
kebutuhan Perangkat Daerah.
Sedangkan permasalahan umum pelaksanaan BRICS Kabupaten Batang untuk daerah yang
sudah mereplikasi antara lain Keterbatasan SDM IT di Kabupaten Batang dan Kabupaten setempat
adalah Keterbatasan kemampuan user/pengguna di perangkat daerah Kabupaten setempat,
Keterbatasan infrastruktur di Kabupaten setempat, Persepsi yang belum sama dari seluruh perangkat
daerah pelaksana dan pihak yang terkait dalam Perencanaan, Penganggaran dan Transparansi
Anggaran. Untuk mengatasi kendala tersebut, dilakukan strategi dengan memberikan TOT dan bintek
bagi administrator dan bagi operator, Bagi daerah yang belum memiliki server yang mencukupi, maka
aplikasi BRICS di install di server Kabupaten Batang, Memberikan masukan dan sharing dengan
seluruh Perangkat Daerah mengenai Perencanaan, Penganggaran dan Transparansi Anggaran, serta
melakukan pengaturan penjadwalan secara sistematis.
Pemberdayagunaan teknologi informasi oleh pemerintah terutama digunakan untuk
meningkatkan pelayanan publik dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good
governance). Dalam e-government, TIK akan meningkatkan efesiensi, efektivitas, transparansi, dan
akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan (Inpres Nomor 3 Tahun 2003). Pengelolaan informasi
yang baikoleh suatu daerah menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam percepatan pembangunan
daerah.

KESIMPULAN
Pembangunan BRICS dimulai pada tahun 2013 dengan mengintegrasikan aplikasi Simpelbang
dengan Simda Keuangan. Pada tahun 2015 dikembangan aplikasi eBudgeting terintegrasi dengan
Simda Keuangan.Tahun 2016 dilakukan integrasi ePlanning dengan eBudgeting, Simpelbang dan
eSakip dan pada tahun 2017 diintegrasikan ePlanning, eHibah Bansos, eBudgeting, Siharga, Simda
Keuangan, Simpelbang, Sirup, dan eSakip. Hal tersebut sesuai dengan Sasaran tata kelola
pemerintahan pintar (Smart Governance) sebagai salah satu elemen smart city antara lain mewujudkan
tata kelola dan tata pamong pemerintahan daerah yang efektif, efisien, komunikatif, dan terus
melakukan peningkatan kinerja birokrasi melalui inovasi dan dan adopsi teknologi yang terpadu.
Pembelajaran yang dipetik dari pelaksanaan BRICS antara lain Teknologi Informasi digunakan
untuk membantu kelancaran sistem penyelenggaraan pemerintahan, dimulai dari perencanana sampai
dengan pelaporan dan pengendalian.Pemberdayaan ASN sesuai kompetensinya dapat menghasilkan
keluaran berupa aplikasi yang terintegrasiuntuk membantu jalannya tata kelola pemerintahan yang
baik.Dalam penyelenggaraan pemerintahan, harus selalu senantiasa melakukan inovasi dan gagasan
baru. Dalam membangun dan mengembangkan inovasi hendaknya dapat dengan mudah di replikasi
oleh daerah lain. Dalam membangun dan mengembangkan inovasi hendaknya tidak menghapuskan
aplikasi yang sudah berjalan dan berfungsi dengan baik.
Inovasi yang telah dilakukan Kabupaten Batang dengan pembangunan dan pengembangan
BRICS berkelanjutan dan masih berjalan dengan baik serta mengalami penyempurnaan tiap tahunnya
dikarenakan mengikuti perkembangan dan dinamika peraturan perundang-undangan yang berlaku.

SARAN
Untuk menjamin pelaksanan BRICS berjalan baik sesuai dengan fungsinya, maka diperlukan
adanya komitmen dan sinergitas berbagai pihak yang terkait dengan sistem tersebut, baik Kepala
daerah beserta jajaran eksekutifnya, legislatif, dan masyarakat. Untuk itu diperlukan adanya
penyusunan beberapa kebijakan regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah, Peraturan Bupati maupun
Standar Operasional Prosedur untuk memayungi secara legal formal cara kerja sistem BRICS yang
ada di Kabupaten Batang. Regulasi tersebut juga penting bagi semua pihak terkait sebagai rujukan
maupun pedoman dalam mematuhi prosedur penggunaan sistem BRICS. Dalam hal sumber daya
manusia diperlukan adanya TOT bagi petugas admin aplikasi, maupun sosialisasi dan bimbingan
teknis kepada pengguna/user secara berkala, selain itu diperlukan adanya penambahan tenaga IT yang
mumpuni untuk menjamin kelancaran penggunaan sistem.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terimakasih kepala Ibu Dra.Lani Dwi rejeki,MM selaku Plt.Kepala Badan
Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Batang dan segenap Jajaranya, serta Tim
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 349
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Teknis IT pada Pemerintah Kabupaten Batang yang telah banyak memberikan informasi, saran dan
masukan dalam penulisan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dinas
Komunikasi dan Informatika yang telah menyediakan berbagai data primer yang terkait dengan
Makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Indrajit, Richadus Eko.2006.Electronic Government Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem
Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital.Yogyakarta: Andy offset
Moleong, Lexy.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Sugiyono. 2016.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta
Sutanta, Edhy.2003. System Informasi Manajemen.Yogyakarta.UNY

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-
Government
Peraturan Bupati Batang Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Program Pembangunan Smart City

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 350
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

PENGEMBANGAN MODEL DESA INOVASI DI JAWA TENGAH

DEVELOPMENT OF INNOVATION VILLAGE MODEL IN CENTRAL JAVA

Arif Sofianto
Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Email: 01arifsofianto@gmail.com

ABSTRAK

Desa memiliki banyak sumberdaya alam yang belum dikembangkan secara optimal. Kekurangan
sumberdaya pembangunan berdampak pada tingkat produktifitas rendah dan berimplikasi terhadap
tingkat pendapatan yang rendah.Seiring perkembangan perekonomian modern yang eksploratif,
sumberdaya lingkungan semakin dieksploitasi, sehingga ketika terjadi penurunan daya dukung
lingkungan, produktifitas masyarakat desa menjadi menurun, dan sulit bertahan di era global ini.
Inovasi merupakan salahsatu kunci penting bagi masyarakat desa untuk menghadapi perubahan
tersebut. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berusaha mengembangkan sebuah langkah sebagai
solusi menghadapi tantangan desa tersebut, yaitu dengan mengembangkan model Desa Inovasi.
Desa Inovasi mendorong pemangku kepentingan di desa untuk membangun budaya inovasi dalam
mengelola sumberdaya untuk kesejahteraan. Desa tidak lagi bersandar pada eksploitasi
sumberdaya alam, namun mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya berbasis iptek. Tujuan kajian
ini adalah: 1) menggali konsep desa inovasi yang berorientasi pada peningkatan produktivitas yang
berkelanjutan. 2) merumuskan model implementasi dan peran masing-masing pihak dalam
pengembangan desa inovasi. Komponen pembangunan desa inovasi adalah: a) teridentifikasinya
potensi sumberdaya dan arah pembangunan desa; b) terlaksananya pengelolaan sumberdaya yang
tepat guna; c) terciptanya sinkronisasi dalam pelaksanaan pembangunan; d) menumbuhkan inovasi
dalam pembangunan, serta; e) hasil pembangunan mencakup unsur pertumbuhan, pemerataan dan
keberlanjutan.
Kata kunci: desa, inovasi, pembangunan

ABSTRACT

The rural area has many natural resources that have not been developed optimally. Development
resource shortages have an impact on low productivity levels and implications for low income
levels. Along with the development of explorative modern economy, environmental resources are
increasingly exploited, so that when there is a decline in environmental carrying capacity, the
productivity of rural communities is declining, and it is difficult to survive in this global era.
Innovation is one of the important keys for rural communities to cope with the change. The
Provincial Government of Central Java is trying to develop a step as a solution to face the
village's challenge by developing the Innovation Village model. Innovation Village encourages
stakeholders in the village to build a culture of innovation in managing resources for welfare.
Villages no longer rely on the exploitation of natural resources, but optimize the use of science
and technology based resources. The objectives of this study are: 1) exploring innovative village
concepts that are oriented towards sustainable productivity improvement. 2) formulate the
implementation model and the role of each party in the development of innovation village. The
components of village innovation development are: a) the identification of resource potential and
direction of rural development; b) implementation of appropriate resource management; c) the
creation of synchronization in the implementation of development; d) foster innovation in
development, and; e) Development results include elements of growth, equity and sustainability.
Keywords: village, innovation, development

PENDAHULUAN
Desa secara historis merupakan embrio bagi terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan
di Indonesia, jauh sebelum negara-bangsa modern Indonesia terbentuk (Purwo Santoso, dkk, 2006:2).
Pada dasarnya desa bersifat otonom dengan ciri khas masing-masing dan relatif mandiri dari campur

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 351
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

tangan pihak luar. Namun lambat laun desa mendapat intervensi dan tunduk pada ketentuan
pemerintah yang baku dan seragam, dengan batasan administratif yang telah ditentukan. Desa
ditempatkan sebagai objek pembangunan yang sifatnya top down. Kemudian pemerintah menetapkan
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Visi regulasi
tentang Desa tersebut adalah mewujudkan desa yang maju, kuat, mandiri, berkeadilan dan demokratis.
Kehidupan masyarakat desa banyak tergantung pada aspek lingkungan, dimana keseimbangan
menjadi pola hidup masyarakat desa. Banyak sekali sumberdaya alam yang bisa dimanfaatkan untuk
menopang kehidupan desa. Namun, persoalan kemiskinan dan keterbelakangan identik dengan
kehidupan masyarakat pedesaan. Persoalan tersebut lebih disebabkan karena struktur perekonomian
yang kurang memberikan ruang bagi masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi lebih dalam terhadap
pelaksanaan pembangunan (Daryanto & Nuryartono, dalam Arif Satria, dkk. 2011;64).

Tabel 1 Angka Kemiskinan Desa dan Kota di Jawa Tengah


Perkotaan Pedesaam
Tahun Total
Jumlah % Jumlah %
2013 1.870.730 12,53 2.834.140 16,05 4.704.870
2014 1.771.530 11,50 2.790.290 15,35 4.561.830
2015 1.789.570 11,50 2.716.210 14,86 4.505.780
2016 1.879.550 11,38 2.614.200 14,88 4.493.750
2017 1.815.580 10,55 2.381.920 13,92 4.197.490
Sumber: BPS Jawa Tengah 2018

Berdasarkan data di atas, tingkat kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dibanding perkotaan, baik
dari angka absolut maupun persentase. Meskipun setiap tahun terjadi penurunan, namun angka
kemiskinan masih terbilang tinggi dibanding perkotaan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa,
kemiskinan di desa perlu mendapat perhatian lebih. Kondisi kemiskinan tersebut di atas dapat
menimbulkan dilema dimana banyak sumberdaya alam namun kesejahteraan masih tertinggal, adanya
kemiskinan dan keterbatasan. Di sisi lain kemiskinan dan pengetahuan yang rendah tersebut
menyebabkan pemanfaatan yang kelewat batas atas sumberdaya alam, akan tetapi di sisi lain banyak
sumberdaya yang ternyata belum dimanfaatkan secara optimal (Daldjoeni dan Suyitno, 2004;126).
Daryanto & Nuryartono (dalam Satria, dkk, 2011;66), berpendapat bahwa hal tersebut diakibatkan
oleh karakter masyarakat di pedesaan yang tergantung pada kesinambungan sumberdaya alam.
Seiring perkembangan perekonomian modern yang eksploratif, sumberdaya lingkungan
semakin dieksploitasi, sehingga ketika terjadi penurunan daya dukung lingkungan. Perubahan
lingkungan alam dan sosial tidak dapat dihindari tersebut menciptakan sebuah kondisi dimana
masyarakat pedesaan harus memiliki daya tahan atau community resilience (Daryanto & Nuryartono,
dalam Satria, dkk, 2011;66). Ada dua strategi utama, yaitu coping strategy dan adaptive strategy.
Copingstrategy merujuk pada strategi yang diterapkan satu komunitas dalam menghadapi perubahan
dan guncangan jangka pendek seperti kekeringan, banjir dan sebagainya. Adaptive strategy adalah
strategi yang dijalankan untuk menghadapi perubahan, guncangan yang bersifat jangka panjang.
Kemampuan masyarakat desa dalam melakukan cope and adaptive strategy sangat tergantung dari
penguasaan sumberdaya baik alam, sosial, maupun ekonomi.
Inovasi merupakan salahsatu kunci penting bagi masyarakat desa untuk menghadapi perubahan
tersebut. Menurut Kamus Besar Ilmu Pengetahuan(Dagun, 2006:395)inovasi dapat diartikan menjadi 3
(tiga) makna utama, yaitu pertama, sebagai penemuan baru yang berbeda dari apa yang sudah ada atau
dikenal sebelumnya baik dalam bentuk gagasan, metode atau alat. Kedua, inovasi juga bisa dimaknai
sebagai pembaharuan dari yang lama menyangkut pengembangan atau peningkatan suatu produk baru
atau yang telah diperbaharui. Ketiga, inovasi juga bisa dimaknai sebagai unsur kebudayaan yang
merupakan hasil pembaharuan
Sebagaimana tercantum di dalam Pasal 1 UU No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, bahwa Inovasi adalah
kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan
penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.
Inovasi merupakan dorongan manusia memenuhi kebutuhannya, mensikapi sumberdaya dan
kebutuhan. Antara manusia dan sumberdaya ada saling keterbatasan dalam hal menyediakan dan
mengolah. Ada kalanya sumberdaya memiliki keterbatasan dalam menyediakan kebutuhan manusia

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 352
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

karena eksploitasi berlebih, namun di sisi lain banyak sumberdaya yang belum bisa dimanfaatkan
manusia karena keterbatasan teknologi. Untuk mengatasi hal tersebut, manusia melakukan 3 aktifitas
penting sebagai wujud pembaruan, yaitu discovery, invention dan planning. Discovery dan invention
sudah hadir sepanjang perjalanan sejarah masyarakat desa, sebagai kekuatan diakhronis yang
mendorong proses kemajuan, sedangkan planning/perencanaan adalah proses sinkronis yang
merupakan kekuatan dari luar (Daldjoeni dan Suyitno, 2004:36). Dengan demikian, sikap-sikap
pembaharu sebenarnya sudah ada secara alami dalam kehidupan masyarakat desa. Akan tetapi
perkembangan dunia modern saat ini berjalan begitu cepat dan kearifan pengetahuan lokal tidak akan
mampu bersaing jika tidak bergerak dengan cepat juga.
Sebagaimana dikemukakan oleh Hayami dan Ruttan (dalam Ernan Rustiadi, dkk, 2009:125-
126), bahwa pada awalnya pembangunan memanfaatkan sejumlah sumberdaya alam yang ada, akan
tetapi bisa saja sumberdaya alam yang ada dirasakan semakin langka, sehingga kelangkaan
sumberdaya tersebut akan selalu memacu perkembangan teknologi untuk menanggulanginya, atau
yang disebut model “induced innovation model”.
Mc Clelland (dalam Daldjoeni dan Suyitno, 2004) menekankan bahwa mentalitas manusia
pembangun perlu mencakup sikap-sikap; berorientasi ke masa depan, mampu berinovasi, menghargai
karya, percaya akan kemampuan sendiri, berdisiplin modern dan bertanggungjawab. Sikap-sikap
tersebut merupakan unsur pembangunan yang berujung pada menguatnya daya saing masyarakat. Oleh
sebab itu, inovasi merupakan kunci bagi pembangunan yang berdaya saing, sampai di tingkat
pedesaan. Dengan inovasi, maka akan tercipta keunggulan kompetitif sebagai faktor daya saing.
Pengalaman membuktikan bahwa lahirnya suatu produk baru berawal dari kebutuhan, dan
setelah digunakan akan memberikan masukan bagi pengembangan selanjutnya (Zuhal, 2010;33).
Kekuatan masyarakat dan budayanya merupakan basis dari lahirnya inovasi dan perkembangan
peradaban atau yang disebut sebagai knowledge-based society (masyarakat berbasis pengetahuan) oleh
Alvin Tovler sebagai tahapan peradaban manusia tertinggi (Zuhal, 2012;65).Teknologi merupakan
salahsatu kata kunci penting dalam proses berinovasi, selain mentalitas manusia pemabngun di atas.
Lynn White (dalam Daldjoeni dan Suyitno, 2004:24) merumusakan teknologi sebagai usaha
pengubahan terhadap lingkungan fisis secara sistematis untuk tujuan-tujuan manusiawi. Sedangkan
R.J. Forbes (dalam Daldjoeni dan Suyitno, 2004:24), berpendapat teknologi adalah kegiatan-kegiatan
mental dan fisik pada manusia sendirian ataupun berkelompok untuk mengubah dan memanipulasikan
lingkungannya. Menurut Mubjarto (dalam Daldjoeni dan Suyitno, 2004:24) teknologi adalah
pengetahuan untuk menggunakan dayacipta manusia dalam arti meningkatkan kesejahteraannya;
pengertian teknologi mencakup alat-alat dan cara-cara penggunaannya sehingga meliputi teknologi
sosial, organisasi pengelolaan dan pemanfaatannya. Di perdesaan, terdapat teknologi perdesaan yang
berkembang dalam masyarakat desa sendiri dan ditingkatkan dengan teknologi baru yang datang dari
luar dengan berbagai alat (hardware) serta cara penggunaannya (software), yang dilaksanakan dengan
asas usaha yang optimal tanpa merusak basis ekologis perdesaan (Daldjoeni dan Suyitno, 2004:90-91).
Meskipun demikian, sudah sejak lama desa menjadi sasaran pembangunan dari berbagai pihak,
namun persoalan kemiskinan, keterbelakangan dan permasalahan pembangunan lainnya masih dialami
desa. Semua program tersebut pada awalnya dimaksudkan untuk mengangkat derajat hidup orang
desa, akan tetapi di sisi lain juga dapat mendatangkan kerugian bagi desa, di mana justru derajat hidup
orang desa tidak bisa terangkat, kemiskinan selalu menjadi masalah yang merupakan komoditas
proyek (Sutoro Eko, 2004:287-288). Agenda pembangunan kaya konsep, kebijakan, program, dana
dan gerakan, tetapi sangat miskin visi yang dibangun secara sinergis dan bersama-sama oleh berbagai
pemangku kepentingan desa (Sutoro Eko, 2004:290).
Program insentif tidak membuat petani menjadi mandiri, namun justru semakin tergantung dan
pragmatis, serta kurangnya pemerataan. Ada ketimpangan antarpetani yang besar dan kecil dalam
adopsi teknologi dalam program Bimas, di mana kebanyakan petani yang mendapatkan manfaat dalam
Bimas adalah para pemilik tanah luas (Budi Winarno, 2008:115).
Program-program tersebut lebih menunjukkan kebijakan pemerintah yang top down, karena
kebanyakan lahir dari konsepsi pejabat atau pihak di luar desa, mengabaikan konteks lokal desa, dan
pemerintah cenderung menempatkan masyarakat sebagai objek kebijakan pemerintah semata (Sutoro
Eko, 2004: 216). Selain beberapa problem di atas, ada persoalan lain yang lebih penting, yaitu
paradigma pembangunan yang sangat sektoral, masing-masing memiliki program ke desa sesuai
urusannya, tanpa memperhatikan dimensi kewilayahan dan sinkronisasi dengan sektor lain. Tarigan
(2008:43) berpendapat bahwa sebaiknya program pembangunan merupakan gabungan dari pendekatan
sektor dan pendekatan regional. Lewis (dalam Ernan Rustiadi, dkk, 2009:146) menyatakan bahwa
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 353
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

perkembangan suatu wilayah akan mengalami stagnasi bila hanya satu sektor saja yang
dikembangkan.
Membangun desa adalah proses multidimensional dan melibatkan segenap stakeholder yang
saling bekerjasama. Pembangunan desa merupakan proses merespon tiga lingkungan desa (alam,
budaya dan sosial ekonomi) dengan cara yang tepat (Daldjoeni & Suyitno, 2004:37).
Kelemahan desa terhadap kota terjadi karena adanya ketidak seimbangan posisi ekonomi, yaitu
apa yang disebut net capital outflow, di mana aliran uang yang mengalir ke luar lebih banyak daripada
uang/modal yang masuk ke desa (Ernan Rustiadi, dkk, 2009:141). Desa menghadapi persoalan akses
kepada sumberdaya pembangunan yang cukup berat dibandingkan dengan perkotaan. Hal ini juga ada
kaitannya dengan proses pembangunan yang berpusat di kota.
Pembangunan desa kadang disalah artikan sebagai proses pembangunan pertanian semata,
dengan fokus peningkatan produksi pertanian sebagai pendukung industri di perkotaan. Pada
kenyatannya penduduk desa tidak semuanya tergantung pada pertanian, dan telah tumbuh sektor-
sektor industri kecil. Seperti diungkapkan Budi Winarno (2008:184), struktur kekuatan ekonomi desa
meliputi kontrol atas tanah, sumber-sumber kredit, saluran suplai barang, input-input produksi,
fasilitasi pemrosesan dan saluran pemasaran. Bahkan desa bisa mengolah lanjut hasil panen
(pascapanen) menjadi produk olahan sehingga nilainya bertambah.
Budi Winarno (2008:19-23) mendeskripsikan ada 3 model pembangunan desa di negara
berkembang, yaitu: 1) Model intervensi rendah/produktifitas, berorientasi meningkatkan produktifitas
pertanian tanpa memandang perlunya melakukan perubahan-perubahan penting dan substansial; 2)
Model intervensi menengah/solidaritas, berupa intervensi terbatas pada lembaga-lembaga desa dengan
perubahan moderat pada struktur kepemilikan dan struktur kekuasaan desa; dan 3) Model intervensi
tinggi/pemerataan yaitu berupa kebijakan penataan ulang atau pemerataan struktur ekonomi, politik
dan sosial yang berupa pemerataan kepemilikan aset. Sebagaimana dikemukakan Tarigan (2008:66)
bahwa pembangunan desa sebaiknya dilakukan dengan campurtangan pemerintah seminimal mungkin
dan menggerakkan partisipasi masyarakat.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengembangkan sebuah langkah sebagai solusi menghadapi
tantangan desa tersebut. Langkah tersebut diwujudkan dengan membangun sistem kinerja inovasi yang
disebut Sistem Inovasi Daerah. Penguatan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) di Jawa Tengah menjadi
agenda penting dalam pencapaian pembangunan daerah. Salahsatu sasaran adalah desa, dimana masih
menghadapi dilema sumberdaya alam dan kualitas SDM. Maka salahsatu pilar SIDa Jawa Tengah
adalah pengembangan Desa Inovasi. Desa Inovasi mendorong pemangku kepentingan di desa untuk
membnagun budaya inovasi dalam mengelola sumberdaya untuk kesejahteraan. Inovasi menjadi kunci
untuk mengubah posisi desa tersebut di atas. Desa tidak lagi bersandar pada eksploitasi sumberdaya
alam, namun mengoptimalkan sumberdaya iptek. Selaras dengan perkembangan global, pemanfaatan
sumberdaya alam harus memperhatikan kelestarian, solusinya adanya dengan meningkatkan
pendayagunaan Iptek dalam mengolah sumberdaya alam.
Bentuk kegiatan Desa Inovasi berupa fasilitasi desa dalam pengembangan inovasi pembangunan
desa. Sasaran kegiatan desa inovasi ini adalah peningaktan kapasitas dan budaya inovasi seluruh unsur
desa terdiri dari pemerintah desa, kelembagaan masyarakat desa, kelompok usaha, pelaku usaha, serta
masyarakat desa pada umumnya.Adapun objek kegiatan adalah aktivitas produktif pedesaan yang
meliputi penguatan kelembagaan, pelayanan, tata kelola pemerintahan, pembangunan, produk
unggulan, serta sumberdaya desa lainnya.Sejak tahun 2013-2017 telah terfasilitasi 48 desa di Jawa
Tengah, dari 58 yang ditargetkan pada tahun 2018. Periode tahun 2013-2017 diberikan isntentif
teknologi dan workshop. Namun sejak tahun 2018 insentif teknologi tidka lagi diberikan, dirubah
menjadi fasilitasi perencanaan inovasi serta peningkatan kapasitas pelaku inovasi. Kegiatan diawali
melalui proses identifikasi potensi dan kebutuhan inovasi, serta pembelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi. Teknis pelaksanaan kegiatan adalah melalui 2 bentuk, yaitu: 1) forum perumusan rencana
inovasi desa, 2) studi lapangan untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan.
Dari pelaksanaan tersebut, tidak semua desa mencapai keberhasilan sesuai yang diharapkan.
Beberapa desa berhasil dalam perumusan rencana inovasi, pemanfaatan teknologi, dan peningkatan
produktifitas. Namun sebagian lagi belum mampu merancang skema inovasi, memanfaatkan teknologi
secara optimal untuk meningkatkan produktifitasnya.
Oleh sebab itu, tujuan penelitian ini ialah: 1) menggali konsep desa inovasi yang berorientasi
pada peningkatan produktivitas yang berkelanjutan. 2) merumuskan model implementasi dan peran
masing-masing pihak dalam pengembangan desa inovasi. Penelitian ini berusaha menganalisis faktor-

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 354
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

faktor pendorong dan penghambat desa inovasi di Jawa Tengah, baik dari sisi kebijakan, kerangka
konsep kegiatan, metode pelaksanaan, serta faktor-faktor lingkungan sosial di desa.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yang menurut Suharsini Arikunto (2002:30), dilakukan
untuk mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana dan
sebagainya. Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah campuran (mixed method), yaitu
kombinasi pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono (2009) penelitian kualitatif ialah penelitian yang
data dan analisisnya bersifat kualitatif. Mudyahardjo (2008;146) riset kualitatif merupakan
sekumpulan metode-metode pemecahan masalah yang terencana dan cermat dengan desain yang
cukup longgar, pengumpulan data lunak dan tertuju pada penyusunan teori yang disimpulkan melalui
induktif langsung. Adapun menurut Husaini dan Purnomo (2008;78) metode kualitatif lebih berusaha
memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi
tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.
Penelitian ini juga termasuk dalam penelitian terapan, karena hasilnya langsung diaplikasikan.
Menurut Daniel, et all (2005), penelitian terapan merupakan usaha yang dilancarkan untuk menjawab
masalah dengan tujuan praktis dan jelas. Penelitian secara teknis metodologis termasuk dalam
penelitian tindakan. Menurut Burns (Madya, 2009) penelitian tindakan adalah penelitian yang
situasional, kontekstual, berskala kecil, praktis, terlokasi dan secara langsung dengan situasi nyata
dalam dunia kerja. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif.
Penelitian ini menggunakan instrumen pengumpulan data berupa pedoman wawancara,
pengamatan dan Focussed Group Discussion (FGD). Pedoman wawancara digunakan untuk
wawancara terhadap tokoh kunci pemerintah desa dan penggagas inovasi di desa.
Pelaksanaan FGD merupakan implementasi dari teknik Participatory Rural Appraisal (PRA).
Menurut Daniel, et all (2005), metode PRA merupakan suatu teknik menyusun dan mengembangkan
program yang operasional dalam pembangunan tingkat desa dengan memobilisasi sumber daya
manusia dan alam setempat,lembaga lokal.
Proses analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif sebagaimana
yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman dengan adanya 3 kegiatan pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data dan kesimpulan yang saling terkait (Husaini dan Purnomo (2008; 88). Penelitian
ini menggunakan teknik analisis yang dikembangkan oleh Spradley seperti yang dikutip Iskandar
(2008) dan Sugiyono (2009), yang terdiri dari Analisis Domain, Analisis Taksonomi,Analisis
Komponensial, dan Analisis Tema Budaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
1. Konsep awal desa inovasi
Konsep desa inovasi di Jawa Tengah pertamakali digagas pada tahun 2011 – 2012 yang diawali
dengan sebuah studi tentang model pambangunan desa yang mengedepankan inovasi dalam aktifitas
masyarakat maupun pemerintahan desa. Inovasi yang dimaksud ialah kegiatan-kegiatan pemberdayaan
melalui pembangunan dalam bentuk perbaikan mutu hidup dan perilaku yang mencakup aspek
peningkatan kemampuan masyarakat dalam merencanakan program pembangunan, peningkatan
partisipasi masyarakat, meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat dan meningkatkan kemampuan
SDM aparatur pemerintah desa (Suharyanto & Arif Sofianto, 2012). Selanjutnya kegiatan Desa
Inovasi mulai digulirkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2013. Konsep awal Desa
Inovasi di Jawa Tengah ialah desa yang memiliki fokus pemanfaatan sumberdaya secara optimal
dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai atau mengandung kearifan lokal
dengan melibatkan segenap unsur desa.Desa inovatif yang dimaksud ialah desa yang memiliki konsep
pembangunan dengan fokus pemanfaatan sumberdaya secara optimal dengan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sesuai atau mengandung kearifan lokal dengan melibatkan segenap
unsur desa. Tujuan Desa Inovasi adalah untuk menumbuhkan inovasi pada berbagai sektor kehidupan
masyarakat desa, mulai dari pemerintahan dan pelayanan masyarakat, sektor ekonomi produktif, sosial
budaya dengan tetap memperhatikan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Hal tersebut
dilatarbelakangi karena desa umumunya menghadapi persoalan keterbatasan modal, teknologi,
informasi dan pengetahuan, maka dengan peningkatan pemanfaatan iptek yang sesuai akan membantu
upaya pemanfaatan sumberdaya yang optimal.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 355
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Pembangunan desa merupakan proses multidimensional, menerapkan prinsip sinergi


antarpelaku, optimalisasi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan,
serta berkelanjutan. Kekuatan dalam pembangunan desa terletak pada bagaimana mampu memahami
diri sendiri, mengelola sumberdaya dengan baik, melakukan sinkronisasi serta mengembangkan
inovasi. Inovasi adalah proses mencari berbagai alternatif baru dengan berdasarkan ilmu pengetahuan
dna teknologi yang sangat dibutuhkan untuk kemajuan desa, tidak selalu yang bersifat canggih, tetapi
sesuai kebutuhan riil desa, lebih dekat dengan kearifan lokal.
Seluruh proses melibatkan partisipasi setiap unsur desa, baik dari kepala desa, perangkat desa,
pegiat inovasi, perwakilan kelompok masyarakat, kepemudaan, serta kelompok perempuan.
Serangkaian proses tersebut, menghasilkan pembangunan yang bercirikan pemerataan, pertumbuhan
dan keberlanjutan. Proses-proses tersebut di atas merupakan serangkaian sistem yang terus-menerus
bergulir dan membangun kemajuan desa.

Gambar 1. Siklus pembangunan desa terpadu inovatif


Sumber: Suharyanto & Arif Sofianto, 2012

Sesuai dengan konsep di atas, indikator keberhasilan desa inovasi adalah terciptanya
peningkatan nilai tambah bagi masyarakat desa yang tercermin dari adanya pemerataan, pertumbuhan
dan berkelanjutan. Pemeratan berarti semua bisa terlibat di dalam proses dan menikmati hasilnya.
Pemerataan daat dilihat dari adanya perluasan akses masyarakat terhadap sumber ekonomi, partisipasi
dan pelayanan. Pertumbuhan adalah terciltanya nilai lebih dari produk-produk desa. Dengan inovasi
terjadi efektifitas, efisiesni dan peningkatan kualitas produk, serta kapasitas produksi. Adapun
berkelanjutan berarti bahwa pertumbuhan yang terjadi tetap memeperhatikan kelestarian dan
kesinambungan antara alam dan manusia, antara masa kini dan masa depan.
Sesuai dengan Roadmap SIDa Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 serta Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah (RPJMD) Tahun 2013 – 2018, target
capaian Pengembangan Desa Inovasi adalah 58 Desa. Jumlah tersebut berasal dari 29 Kabupaten di
Jawa Tengah, di setiap kabupaten terdapat 2 (dua) desa yang difasilitasi dalam Pengembangan Desa
Inovasi. Sejak tahun 2013 telah dimulai pendampingan terhadap Pengembangan Desa Inovasi yang
diharapkan pada tahun 2018 tercapai 58 desa.

Tabel 2 Target Pengembangan Desa Inovasi 2013 - 2016


Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Total
Jumlah 5 9 11 12 11 10 58 Desa
Sumber: RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2013 – 2018

2. Implementasi
Di dalam implementasi kegiatan Pengembangan Desa Inovasi, terdapat beberapa tahapan serta
jenis kegiatan. Tahapan terdiri dari tahapan prasurvey, assesment kebutuhan inovasi, perumusan
inovasi, perancangan inovasi, implementasi serta monitoring dan evaluasi. Adapun jenis kegiatan
terdiri dari pengambilan data, penentuan tema inovasi, insentif teknologi dan pelatihan. Pengambilan
data dilakukan dengan teknik FGD, wawancara dan observasi. Penentuan tema inovasi dilakukan
berdasarkan pembahasan dengan unsur desa dalam bentuk diskusi atau FGD.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 356
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Lokasi kegiatan ditetapkan berdasarkan usulan dari pemerintah kabupaten, kemudian dilakukan
pra survey terhadap lokasi-lokasi tersbeut sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Di dalam
melakukan pra survey, digunakan isntrumen kelayakan desa inovasi yang dikembangkan oleh tim
pelaksana. Instrumen tersebut mengacu pada prinsip sistem inovasi daerah yang terdiri dari 6 elemen
yang terdiri dari: 1) Kerangka Umum yang kondusif bagi inovasi dan bisnis; 2) Kelembagaan dan
daya dukung iptek dan inovasi, serta kemampuan absorpsi industri; 3) Kolaborasi bagi inovasi dan
difusi inovasi; 4) Budaya Inovasi; 5 ) Keterpaduan/ koherensi pemajuan sistem inovasi di daerah; dan
6) Keselarasan dengan perkembangan global
Selain berdasarkan pedoman identifikasi di atas, di dalam perkembangannya, pra survey
kemudian mempertimbangkan ketentuan di dalam PeraturanMenteriDalam Nomor 81 Tahun 2015
tentang EvaluasiPerkembanganDesadanKelurahan. Di dalam pasal 8 ketentuan tersebut, bahwa
salahsatu aspek yang dievaluasi di dalam perkembangan Desa dan Kelurahan adalah inovasi. Di dalam
ketentuan tersebut, terdapat 7 (tujuh) indikator inovasi di desa yang terdiri dari: 1) Embrio Aktivitas
Inovasi; 2) Kelembagaan Inovasi; 3) Jejaring Inovasi; 4) Budaya Inovasi Masyarakat; 5) Keterpaduan
Perencanaan Inovasi; 6) Kepekaan Masyarakat terhadap Dinamika Global/Ekonomi, dan 7) Faktor-
faktor Kunci dalam Pengelolaan Potensi secara Inovatif.
Untuk menentukan lokasi desa di setiap kabupaten dilakukan berdasarkan pertimbangan
kesesuaian dengan indikator sebagaimana telah disampaikan di atas. Pemerintah Kabupaten dalam hal
ini Bappeda/Litbang mengajukan usulan desa-desa yang dianggap memenuhi indikator tersebut.
Berdasarkan usulan tersebut, Tim Sekretariat SIDa Provinsi Jawa Tengah bersama Bappeda
Kabupaten melakukan pra survey terhadap desa-desa yang diajukan untuk menilai kondisi desa sesuai
indikator yang ada.
Tim mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dari desa, baik melalui proses wawancara,
diskusi, FGD, observasi, serta data sekunder untuk selanjutnya dilakukan analisis. Berdasarkan
analisis yang dilakukan oleh Tim, maka selanjutnya dapat disimpulkan atau diambil keputusan desa-
desa yang memenuhi kriteria tersebut di atas.
Setelah ditetapkan desa yang mejadi sasaran kegiatan berdasarkan kriteria tersebut di atas,
kegiatan dilanjutkan kepada kegiatan analisis potensi desa. Tim SIDa Bappeda Provinsi Jawa Tengah
melakukan analisis di desa yang telah ditetapkan bersama dengan Tim Kabupaten melalui berbagai
kegiatan, yaitu wawancara, diskusi dan observasi langsung.
Dalam kegiatan tersebut tim bertemu dengan segenap unsur desa terkait, baik dari pemerintah
desa (kepala desa, peragkat desa), lembaga kemasyarakatan, kelompok usaha desa, serta perwakilan
tokoh masyarakat. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi potensi yang ada di desa, baik
dari aspek tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik, kelembagaan masyarakat atau kelompok
usaha, produk unggulan desa, serta potensi pemberdayaan masyarakat lainnya. Setelah itu dilakukan
analisis kendala dan potensi pengembangannya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi segenap unsur
desa.
Dari kegiatan tersebut diperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang kondisi suatu desa.
Dengan demikian, tim bersama segenap unsur desa dapat merumuskan potensi-potensi desa memiliki
daya ungkit terhadap perbaikan desa serta memerlukan dukungan inovasi. Kemudian berdasarkan
analisis dan kesepakatan antara tim dan segenap unsur desa ditetapkan arah kebijakan dan prioritas
inovasi sesuai dengan analisis di atas. Dari kegiatan tersebut diperoleh hasil berupa rumusan kebijakan
dan prioritas inovasi di desa tersebut yang sudah mengarah pada objek kegiatan atau produk tertentu.
Kegiatan berikutnya adalah merumuskan kebutuhan inovasi terhadap objek atau produk yang
telah disepakati bersama sebagai prioritas. Inovasi yang dimaksud bisa berupa perbaikan terhadap
suatu produk, proses, atau sistem tertentu. Bersama dengan unsur desa terkait, terutama pengampu
objek atau produk yang akan diiniovasi, tim melakukan pembahasan mendalam.
Dilakukan analisis yang lebih mendalam terhadap suatu objek atau produk prioritas tersebut,
membahas kelebihan, kelemahan dan potensi pengembangan, serta langkah-langkah yang diperlukan
baik dari aspek regulasi, teknologi, maupun peluang pasar. Dari satu objek atau produk akan
ditemukan berbagai unsur yang membutuhkan inovasi, seperti unsur iklim yang kondusif, input
(bahan baku, SDM, pendanaan/modal), proses (peralatan/sistem), serta output (kemasan, pemasaran).
Dari kegiatan tersebut diperoleh analisis lebih mendalam terhadap suatu objek atau produk dari
berbagai aspek. Kemudian dapat ditentukan prioritas inovasi yang dibutuhkan, serta disesuaikan
dengan alokasi / kapasitas anggaran dan ketentuan peruntukan anggaran untuk mendukung inovasi.
Selanjutnya dapat disusun rencana aksi yang lebih aplikatif berupa insentif teknologi dan transfer ilmu
pengetahuan yang diperlukan.
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 357
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Insentif teknologi dimulai dengan proses penentuan jenis teknologi, perancangan teknologi
melibatkan penemu atau inovator, pengembangan teknologi dan penyerahan teknologi ke desa.
Kegiatan dilanjutkan dengan transfer ilmu pengetahuan berupa pelatihan atau workshop aplikasi
teknologi ke dalam proses produktif dengan narasumber para pakar yang kompeten dibidangnya.
Kegiatan tersebut diharapkan mampu meningkatkan keterampilan pelaku inovasi di desa.
Rangkaian kegiatan tersebut melibatkan unsur pemerintah daerah, pemerintah desa, masyarakat
desa, akademisi, dan pelaku usaha terkait. Diharapkan dari kegiatan tersebut tercipta jejaring diantara
stakeholder yang saling terkait. Desa dapat melanjutkan kegiatan dengan memperkuat jejaring dan
kerjasama. Pasca kegiatan dilaksanakan, belum dilakukan monitorng
Sejak tahun 2013 – 2018 telah dilaksanakan fasilitasi terhadap 58 desa di Jawa Tengah (2 desa
tiap Kabupaten), ditambah dengan 2 desa model yang dilaksanakan mulai tahun 2012. Desa-desa
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, serta keunggulan produk yang berbeda pula, yang dapat
diklasifikasi menjadi pertanian dalam arti luas, olahan makanan, UMKM, industri kreatif dan
pariwisata. Selain itu ditambah dengan desa inovasi sebagai model awal yaitu Desa Mlatiharjo,
Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak yang bergerak di bidang pertanian dalam arti luas, terutama
pemasaran hasil pertanian (pasar desa on line), penerapan teknologi green house, penerapan teknologi
pengering padi yang dimunculkan sejak tahun 2012, dan Desa Tlogoweru, Kecamatan Guntur,
Kabupaten Demak dengan inovasi Budidaya Burung Tyto Alba, penerapan green house tanaman buah,
pembibitan tanaman buah, dan budidaya lele sangkuriang pada tahun 2013.
Capaian kegiatan dari tahun 2013-2017 telah dilakukan kegiatan di 48 desa, dengan model
sebagaimana digambarkan di atas. Pada tahun 2018, pola kegiatan dirubah pada aspek insentif. Jika
sebelumnya diberikan insentif berupa teknologi tepat guna, maka pada tahun 2018 insentif tersebut
tifak diberikan lagi dan diganti dengan studi banding dalam rangka mendapatkaan gambaran konkret
mengenai bentuk inovasi di daerah lain. Kegiatan selain insentif tetap diselenggarakan seperti
biasanya. Target pada tahun 2018 adalah 10 desa, sehingga total yang akan dicapai mulai tahun 2013 –
2018 sebanyak 58 desa, ditambah dengan 2 desa model.
Hasil kegiatan di berbagai desa tersebut sangat beragam. Sebagian mencapai perkembangan
yang cukup baik, sebagian lagi masih perlu peningkatan, dan di sebagian desa belum ada
perkembangan yang berarti. Desa-desa yang menjadi embiro Desa Inovasi tersebut memiliki beragam
latar belakang kondisi alam alam, lokasi, sosial budaya, tingkat kesejahteraan, potensi ekonomi,
sumberdaya manusia, dan permasalahan yang beragam. Jenis inovasi dan insentif yang diberikan juga
sangat beragam sesuai dengan potensi desa.
Desa model Mlatiharjo memiliki potensi pertanian dalam arti luas, terutama tanaman pangan,
ternak dan buah-buahan. Inovasi yang dilakukan di desa ini adalah menggagas beras khas melalui
pemuliaan padi (rice breeding). Pemuliaan padi dilakukan di Mlatiharjo sejak tahun 2000, dan
menghasilkan beberapa varietas baru yang unggul dalam mutu beras baik tampilan, rasa, aroma dan
produktifitas. Pemuliaan ini melibatkan pakar dari Litbang Kementerian Pertanian yaitu Dr. Buang
Abdullah, serta kepala desa Mlatiharjo, Hery Sugiartono. Dua jenis unggulan yang sudah dipasarkan
adalah varietas Sulthan dan Melati, yang di pasaran domestik dikenal dengan beras jepang. Sebagian
besar penduduk menanam kedua jensi padi tersebut, bahkan lapangan sepak bola yang tidak
dimanfaatkan, dikelola oleh karang taruna utnuk ditanami padi. Pengolahan pascapanen padi
dilakukan di rice mill milik Hery Sugihartono melalui pengelolaan BUMDes.
Pengembangan lainnya adalah peternakan. Terdapat ternak besar dan kecil, berupa sapi,
kambing, dan unggas. Pengembangan ternak diupayakan melalui breeding kambing dengan harapan
muncul ras kambing baru yang khas (kambing kecil khsusu untuk kuliner). Terdapat kandang komunal
sapi yang berdiri di atas tanah kas desa. Usaha-usaha tersebut dikelola oleh BUMdes Mlatiharjo
dengan pola kerjasama bagi hasil dengan masyarakat.
Pengembangan lainnya adalah buah-buahan meliputi lengkeng sebnayak 8.000 pohon ditanam
di ladang dan pematang sawah. Hal ini menarik karena Mlatiharjo adalah dataran rendah dan panas,
namun kelengkeng berhasil dikembangkan. Sebagai awal percontohan, di tanam 50 pohon sebagai
pohon induk. Sampai sekarang terlah berkembang 2.000 pohon tersebar di pekarangan/ lahan
masyarakat. Untuk penambahan populasi agar menjadi sentra buah lengkeng akan di lakukan
penanaman 8.000 pohon lengkeng (rasio setiap KK 10 pohon) yang akan di kelola oleh BUMdes
bekerja sama dengan masyarakat dengan pola pemasaran bersama (pola Klaster). Buah lainnya adalah
nangka yang terdapat di pekarangan dan pinggir jalan desa. Kemduian dikembangkan juga pepaya
hibrida sebanyak 10.000 pohon, pisang 3.000 pohon, dan kelapa kopyor 2.000 pohon.

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 358
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Kelompok tani juga mengembangkan pengolahan pupuk organik melalui uji coba secara
mandiri di desa. Beberapa produk coba dikembangkan mulai dari pupuk cari, pupuk padat organik,
MoL, dan pestisida organik. Sekelompok petani melakukan ujicoba terhadap pembuatan produk
tersebut untuk menemukan formula terbaik. Di dalam memperkuat sektor pertanian, kegiatan desa
inovasi berupa insentif green house untuk pengembangan sayur dan buah organik.
Sebagai pelengkap inovasi desa mengembangkan jaringan internet yang dimanfaatkan untuk
pelayanan publik maupun pemasaran hasil-hasil pertanian. Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPTP) memberikan dukungan berupa instalasi jaringan internet desa. Hal-hal yang
mendukung adalah karena besarnya peranan kepala desa yang memiliki tim khusus penggerak inovasi,
terdiri dari kalangan muda terpelajar (sarjana pulang desa), petani, serta penggerap masyarakat.
Kelompok tersebut merupakan kunci bergeraknya inovasi di desa.
Pada pelaksanaan kegiatan desa inovasi tahun 2013 - 2016, kegiatan desa inovasi berupa
identifikasi, penentuan inovasi, penguatan kelembagaan, insentif teknologi dan pelatihan. Fokusnya
adalah pada penguatan kelembagaan inovasi, mulai dari aspek regulasi pemerintah desa, kebijakan
pembangunan, kapasitas organisasi, kapasitas manajemen, serta komitmen antarpihak. Adapun insentif
dan pelatihannya merupakan stimulan bagi desa untuk mengembangkan potensinya.
Karena sebagai stumulan, insentif teknologi yang diberikan kepada desa berfungsi sebagai
bahan pembelajaran. Bentuknya berupa peralatan atau teknologi generik yang sudah banyak terdapat
di pasaran. Sebagian insentif berhasil meningkatkan produktifitas masyarakat, di beberapa desa lain
instentif tersebut belum mampu meningkatkan produksi karena belum digunakan secara optimal.
Bahkan di sebagian desa insentif teknologi tidak digunakan (mangkrak).
Desa yang berhasil mengoptimalkan insentif tersebut contohnya Desa Petanahan, Kecatan
Petanahan, Kabupaten Kebumen berupa peralatan pemroses minyak kelapa. Peralatan tersebut
digunakan secara efektif untuk menghasilkan produk yang sampai menembus ekspor. Keberhasilan
karena didukung oleh kelembagaan yang kuat berupa BUMDes dan koperasi. Pelaku usaha di desa
juga saling bersinergi serta memiliki komitmen yang kuat di dalam pengembangan produknya.
Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar memiliki keunggulan di bidang
potensi wisata alam. Potensi berupa telaga, air terjun dan landscape. Kegiatan desa inovasi diarahkan
pada penguatan kelembagaan pengelola wisata, terkait dengan bentuk lembaga, kewenangan masing-
masing, manajemen, sistem pengelolaan dan promosi. Manajemen pengelolaan wisata secara
kesrluruhan dikelola oleh BUMDes. Pada masing-masing unit wisata dikelola oleh masyarakat melalui
kelompok sadar wisata. Melalui sistem pengelolaan tersebut, desa mendapatkan penghasilan 1,5 M per
tahun. Di dalam pengelolaan melibatkan partisipasi masyarakat, di sisi lain juga dapat menghasilkan
penapatan bagi desa. Insentif teknologi yang diberikan berupa peralatan pendukungf pariwisata.
Keberhasilan tersebut terutama dikarenakan kuatnya peran kelembagaan desa, dalam hal ini BUMDes
dalam menjalin kemiteraan dengan masyarakat.
Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas merupakan sentra industri tahu
terbesar di wilayah Banyumas. Beberapa potensi dan kendala terjadi di desa tersebut. Industri tahu
menggerakkan perekonomian masyarakat, di sisi lain permasalahan limbah menjadi perosalan
tersnediri. Di dalam proses produksi, higienitas juga menjadi persoalan tersendiri. Kemenetrian Riset
dan Teknologi bekerjasama dengan Universitas Jenderal Soedirman mengupayakan pengolahan
limbah menjadi sumber energi yang dimanfaatkan untuk bahan bakar dan penerangan. Sistem
pengelolaan melalui kelompok masyarakat berjalan dengan baik. Kegiatan desa inovasi diarahkan
untuk mendukung kualitas produksi tahu, terutama aspek higienitas melalui teknologi yang lebih
bersih.
Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang juga menjadi salahsatu contoh
keberhasilan inovasi. Di desa ini terdapat peninggalan purbakala berupa candi yang tidak terawat,
berlokasi di tengah sawah. Di desa ini juga terdapat kesenian yang sudah lama mati, yaitu “rampak
buto”. Melalui kegiatan desa inovasi, potensi wisata diangkat dan memebrdayakan perekonomian
masyarakat.
Disamping desa tersebut, di beberapa desa kegiatan desa inovasi kurang memberikan dampak
yang berarti. Penguatan kelembagaan belum mampu memberikan dampak berarti di dalam mendukung
inovasi. Masih kurangnya kapasitas kelembagaan menjadi salahsatu sebab utama. Di beberapa desa,
komitmen di dalam penguatan kelembagaan masih lemah. Selain itu, kapasitas dan kemampuan SDM
masih kurang. Budaya inovasi juga masih terbilang rendah. Di sebagian desa, adanya konflik yang
kronis juga mempengaruhi pelaksanaan kegiatan. Konflik antara masyarakat, kelompok masyarakat,
dan pemerintah desa sangat menghambat kegiatan, mulai dari identifikasi sampai dengan pelaksanaan.
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 359
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Konflik menyebabkan kegiatan desa inovasi tidak berdampak terhadap perbaikan, justru semakin
mempertajam konflik terkait dengan sasaran atau penerima manfaat yang dianggap kurang merata atau
tidak adil.
Selain karena faktor internal desa tersebut, faktor teknis pelaksanaan kegiatan juga sangat
mempengaruhi. Penguatan kelembagaan belum dilakukan secara berkelanjutan, masih bersifat
sporadis. Kegiatan hanya dilakukan sehari dalam format ceramah dan diskusi. Dengan format
demikian terasa sangat kurang mempengaruhi penguatan kelembagaan.
Dari aspek insentif teknologi, beberapa kurang tepat dan tidak bisa meningkatkan produktifitas
masyarakat. Teknologi yang diberikan dalam beberapa hal tidak sesuai dengan harapan masyarakat,
atau tidak sesuai dengan karakter dan kapasitas produksi. Peralatan yang didapatkan di pasaran
tersebut memang banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, akibat spesifikasi yang
berbeda-beda. Selain kurang sesuai, adanya konflik juga menyebabkan pemanfaatan terhambat.
Konflik menyebabkan tarik menarik antar pihak untuk pemanfaatannya. Di sebagian desa peralatan
tersebut akhirnya mangkrak tidak digunakan.
Kendala tersebut coba diatasi dalam pelaksanaan tahun 2017. Di dalam format kegiatan,
penguatan kelembagaan dilakukan tidak melalui forum diskusi, namun melalui komunikasi yang
bersifat kontinyu dalam masa pelaksanaan kegiatan. Namun hasilnya belum cukup memuaskan karena
tidak adanya instrumen indikator dan evaluasi di dalam menilai keberhasilan kegiatan tersebut. Untuk
insentif teknologi dilakukan melalui proses identifikasi dan pengembangan bersama. Teknologi
dikembangkan melalui kerjasama dengan inovator, berasal dari industri atau pememang lomba
Krenova (Kreativitas dan Inovasi).
Teknologi dikembangkan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan desa. Di dalam proses
ini, terjadi komunikasi antara pengembang dengan tim pelaksana. Dilakukan proses uji coba terhadap
pernagkat yang dikembangkan, kemudian masukan-masukan dari desa menjadi bahan untuk perbaikan
perangkat teknologi. Hasil implementasi ini lebih bisa diterima oleh masyarakat desa untuk
meningkatkan produktifitasnya.
Salahsatu contoh keberhasilan model ini adalah pengembangan teknologi pembuat pakan/pelet
ikan. Selama ini kebanyakan pembudidaya ikan membeli pakan pabrikan, di sisi lain banyak
sumberdaya alam yang bsia dimanfaatkan, sheingga lebih efisien. Peralatan pelet konvensional yang
digunakan pembudidaya saat ini belum mamu menyaingi pabrikan, diantaranya kecukupan nutrisi dan
bisa mengapung. Perlaatan pabrikan tergolong sangat mahal bagi pembudidaya. Pengembangan yang
dilakukan adalah merancang peralatan pembuat pelet yang murah dan berkualitas. Proses melibatkan
masyarakat dalam uji coba dan memberikan masukkan terkait dengan komposisi pakan, kualitas
pakan, operasionalisasi peralatan dan hasilnya. Dengan proses ini didapatkan perangkat pembuat pelet
yang cukup murah, hanya sekitar 20 juta rupiah, kemudian ditambah dengan pengering dan pencacah.
Di Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga proses produksi sempat berjalan.
Pengalaman lain di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara yang telah berhasil
mengembangkan produk upuk organik. Melalui pengembangan formula pupuk organik serta peralatan
yang sesuai, kelompok tani di desa tersebut sudah memproduksi pupuk organik untuk dipasarkan di
daerah lain. Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten juga berhasil mengembangkan
produk olahan pangan, terutama ceriping umbi-umbian. Melalui peralatan yang sesuai, kelompok
wanita tani telah berhasil memperbaiki kapasitas produksi baik kuantitas maupun kualitasnya.
Kemudian pada tahun 2018, terjadi perubahan cukup mendasar pada pelaksanaan desa inovasi.
Insentif teknologi tidak lagi menjadi bagian kegiatan di dalam desa inovasi. Sedangkan penguatan
kelembagaan difokuskan pada kapasitas pembangunan jejaring dan perencanaan inovasi untuk 5 tahun
mendatang. Desa dituntut memiliki program inovasi, serta pelaku inovasi di desa berasal dari berbagai
unsur terkait, baik masyarakat desa, pemerintah desa, akademisi, dan pelaku usaha dalam sebuah
jejaring.
Adapun insentif teknologi diganti dengan studi banding dalam rangka meningkatkan
pengetahuan dan jejaring pelaku inovasi di desa. Studi banding dilakukan terhadap suatu lembaga atau
desa dengan keunggulan sesuai kebutuhan desa inovasi. Manfaat studi banding selain meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan, juga mendorong budaya inovasi, semangat berinovasi, komitmen dan
rasa percaya diri, juga memperluas jejaring inovasi.
Perubahan pola tersebut dilakukan karena ada beberapa alasan mendasar. Pertama, terkait
dengan sudah semakin banyaknya sumberdaya pembangunan di desa, terutama dengan adanya Dana
Desa sehingga diharapkan desa memiliki kemampuan untuk berdaya memenuhi kebutuhan sendiri.
Hal ini juga merupakan upaya agar desa tidak hanya mengalokasikan angaran untuk infrastruktur
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 360
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

semata, tetapi juag kepada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kedua, terkait dengan evaluasi
kegiatan sebelumnya yang ditemui bebrapa kendala mangkarknya teknologi karena proses identifikasi
kurang tepat, teknologi kurang sesuai dan kurang sesuai kebutuhan. Ketiga, adanya peluang dimana
Program Inovasi Desa dari Kementerian Desa dan PDT bisa menjadi peluang mitra kerjasama di
dalam pengembangan potensi inovasi desa. Keempat, terjadinya overlap kegiatan dengan dinas teknis,
seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pemuda dan
Olahraga, yang dalam beberapa kegiatan memiliki sasaran dan jenis kegiatan yang hampir sama.
Misalnya Desa Mandiri berupa bantuan uang yang idgunakan untuk peningkatan produksi, berupa
pembelian peralatan produksi, begitu juga dengan pemberdayan UMKM berupa pelatihan dan
pemberian alat. Hal ini juga terkait dengan kewenangan lembaga pelaksana (Bappeda) yang tidak
terkait dengan pengadaan barang dan jasa kepada masyarakat.
Pelaksanaan dengan model baru sampai dengan Juni 2018 di 3 desa menunjukkan beberapa
kemajuan. Desa Gebyog, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar memiliki fokus
pengembangan kedelai lokal. BUMDes bekerjasama dengan kelompok sekolah tani berupaya
medirikan Rumah Kedelai Karanganyar (RKK). Kelompok ini didominasi oleh kalangan muda
terpelajar (sarjana) yang berkomitmen membangun desa. Studi banding dilakukan ke Rumah Kedelai
Grobogan, kemudian menghadirkan pakar kedelai dan tempe dari UGM dan praktisi bisnis. Dari hasil
kegiatan berlanjut dengan dirumuskannya roadmap usaha RKK, bekerjasama dengan petani Grobogan
dalam budidaya benih, pelatihan lanjutan dengan UGM dalam rangka melakukan diversifikasi produk
kedelai.
Desa Tegowanuh, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung memiliki potensi wisata alam
(rawa), budaya, kuliner dan kerajinan. Desa ini beberapa kali menjadi lokasi KKN dengan tema
pengembangan pariwisata dari berbagai perguruan tinggi. Di dalam perumusan roadmap inovasi
melibatkan pakar dari UNDIP dan pelaku serta pembina desa wisata. Pengelolaan wisata akan
dilakukan oleh BUMDes, dengan melibatkan masyarakat sebagai mitra. Studi banding dilakukan ke
Desa Ponggok yang telah berhasil mengembangkan wisata desa dengan dikelola oleh BUMDes.
Perkembangans selanjutnya, kerjasama dengan perguruan tinggi (UNY) dalam penyusunan grand
design pengembangan desa wisata. Penggerak inovasi di desa ini adalah ketua BUMDes, yang
sebelumnya menjabat sebegai sekretaris desa, dan kini merupakan staf Bappeda Kabupaten
Temanggung.
Desa Selorejo, Kecamatan Girimarto, Kabupaten Wonogiri memiliki potensi tanaman buah.
Beberapa komoditas telah diekmbangkan seperti kakao, alpukat dan lemon. Kepala desa memiliki
komitmen untuk meningkatkan produktifitas buah-buahan, terutama alpukat yang memiliki potensi
pasar luas. Studi banding dilakukan ke pengembang dan pengepul bauh alpukat di Ambarawa,
Semarang. Dari studi banding dicapai kesepakatan kerjasama, serta adanya komitmen dukungan dari
UGM dalam perbaikan budidaya. Pemerintah desa akan mengalokasikan anggaran untuk pengadaan
bibit alpukat unggul. Pengelolaan bersifat kemiteraan antara petani dan BUMDes. Sudah ada komtmen
antara petani, pemerintah desa dan BUMDes, serta telah disusun rencana penambahan luas lahan
alpukat di desa.
Beberapa potensi masalah dari model kegiatan tersebut di atas adalah belum adanya instrumen
yang memastikan bahwa desa akan mampu melanjutkan kegiatan secara mandiri. Komitmen,
sumberdaya dan jejaring sangat memepengaruhi keberlanjutan kegiatan. Oleh sebab itu, desa yang
ditentukan sebagai sasaran harus memiliki komitmen yang kuat, memiliki kapasitas dan sumberdaya
memadai. Secara umum, kegiatan desa inovasi juga belum terlalu banyak melibatkan sumberdaya
iptek dari kalangan akademisi. Belum ada upaya pendayagunaan hasil-haisl litbang iptek di desa
secara massif. Antara akademisi sebagai aktor penemu dan desa sebagai aktor pelaku penerapan belum
terjalin hubungan yang sinergis. Belum adanya database dan sistem informasi yang mendukung
adanya komunikasi antara hasil inovasi akademisi dan kebutuhan pembangunan di desa-desa sebagai
titik awal kerjasama. Kegiatan desa inovasi belum mampu menjadi jembatan yang ideal untuk hal
tersebut.

Pembahasan
1. Kunci Keberhasilan
Berdasarkan penjelasan di atas, kemajuan yang dicapai oleh desa inovasi sangat beragam,
tergantung dari potensi komitmen, kualitas, sumberdaya manusia, potensi desa dan proses pelaksanaan
kegiatan itu sendiri. Di beberapa desa yang memiliki kemajuan inovasi, peran manusia sangat besar
dalam mengelola potensinya. Peran manusia itu bisa berasal dari kepala desa, atau tokoh lainnya.
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 361
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Sebagaimana ditekankan oleh McClelland bahwa mentalitas manusia pembangun mencakup


sikap-sikap; berorientasi ke masa depan, mampu berinovasi, menghargai karya, percaya akan
kemampuan sendiri, berdisiplin modern dan bertanggungjawab. Sikap manusia seperti itu merupakan
kunci kemajuan dan inovasi di desa. Sosok tersebut bisa berupa kepala desa, perangkat desa, ketua
BUMDes, atau tokoh pemuda. Mereka yang disebut sebagai agen perubahan, penggerak inovasi desa.
Di Mlatiharjo dan Selorejo dapat dilihat bagaimana kepala desa memiliki peran besar di dalam
menggalang solidaritas dan komitmen dalam berinovasi, dengan kewenangan dan sumberdaya yang
dimiliki, mereka memiliki kompetensi untuk mengarahkan pembangunan berbasiskan inovasi. Mereka
dapat menggerakkan sumberdaya penting di desa agar terlibat dalam proses inovasi. Kekuatan kepala
desa akan semakin besar jika didukung oleh kelompok yang kompeten. Orang-orang di lingkaran
kepala desa yang bisa berasal dari unsur petani, pemuda atau kelompok lainnya sangat penting dalam
mempercepat tumbuhnya ide dan aktivitas inovasi.
Sosok lain misalnya ketua BUMDes atau koperasi dan lembaga ekonomi lainnya di desa.
Sebagaimana ditunjukkan oleh ketua BUMDes di Desa Tegowanuh Temanggung, bisa mendorong
semangat inovasi masyarakat. Peran kepala desa memberikan fasilitasi dan keleluasaan bergerak bagi
tokoh tersebut untuk mengembangkan ide, memanfaatkan sumberdaya dna membangun jaringan.
Kalangan pemuda juga menjadi kunci lainnya. Sebagaimana di Desa Gebyog, Karanganyar,
sosok pemuda terpelajar yang sekaligus ketua BUMDes menjadi motor penggerak inovasi, bersama
komunitasnya menjadi pelopor di dalam berbagai inovasi produk olahan kedelai. Di beberapa desa
lain, kelompok pemuda memegang peranan penting sebagai pengagas ide dan penggerak serta pelaku
pelaku perubahan di desa, yang dalam banyak kesempatan bertolak belakang dengan cara pandang
orang tua. Kalangan terpelajar yang berada di desa (sarjana pulang kampung) merupakan salahstau
kunci keberhasilan penting dalam desa inovasi.
Agen perubahan lainnya kelompok produktif. Sebagaimana kelompok tani di Desa Mantingan,
Jepara yang menjadi penggerak munculnya inovasi. Kelompok ini menghimpun kekuatan masyarakat
yang terpuruk akibat lesunya industri mebel, kemudian beralih ke pertanian. Meskipun pada awalnya
kurang harmonis dengan pemerintah desa, namun pada akhrinya mereka mampu menunjukkan
prestasi. Koperasi pembuat minyak kelapa di desa Petanahan, Kebumen menunjukkan bahwa
organisasi yang kuat dan solid, berbasiskan pada kepentingan ekonomi yang sama mampu menjadi
penggerak ekonomi desa.
Selain dari sisi aktor penggerak, kunci keberhasilan lainnya adalah kapasitas aktor itu sendiri.
Pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap sangat menentukan di dalam keberhasilan desa
inovasi. Kemampuan membangun jaringan juga merupakan salahsatu kunci penting di dalam
membangun kemampuan inovasi. Desa-desa yang berhasil seperti Mlatiharjo memiliki kapasitas
sumberdaya manusia yang mumpuni dalam mengeluarkan ide, gagasan dan kegiatan inovatif.
Aspek lainnya adalah kapasitas kelembagaan yang memadai. Adanya regulasi, sistem, situasi
yang kondusif dan stabilitas sangat mempengaruhi keberhasilan desa inovasi. Organisasi pemerintah
desa, badan usaha desa atau koperasi, kelompok tani, kelompok permepuan dan kelompok lainnya
yang tertata dan termanajemen dengan baik akan sangat mempengaruhi keberhasilan kegiatan. Pola
kelembagaan seperti misalnya pengelolaan limbah tahu menjadi sumber energi di Desa Kalisari,
Banyumas menjadi contoh dimana pola kelembagaan yang mapan menjadi instrumen penting dalam
inovasi.
Sumberdaya yang dimiliki desa juga cukup mempengaruhi munculnya ide inovasi dan
terlaksananya ide tersebut. Kemampuan dalam hal finansial/anggaran, adanya sumberdaya alam,
bentang alam, bentang budaya, dan kondisi sosial bisa menjadi pemicu dan pemercepat inovasi.
Kondisi tersebut mempengaruhi munculnya ide dan gagasan. Ketercukupan sumberdaya tersebut juga
mempengaruhi kekuatan dalam mewujudkan inovasi. Di desa Berjo, Karanganyar misalnya, dengan
adanya sumberdaya alam muncul ide pengelolaan pariwisata desa.
Kunci keberhasilan lainnya adalah kehadiran pendampingan. Pendampingan baik dari kalangan
akademisi untuk tarnsfer iptek, pemerintah daerah, dunia usaha dan pihak lain cukup mempengaruhi
keberhasilan inovasi. Sumberdaya dan kemampuan desa terbatas, maka perlu adanya pendampingan
dari berbagai pihak. Seluruh desa-desa yang maju dalam berinovasi didukung oleh pendampingan atau
jaringan dengan pihak lain, terutama akademisi, dunia usaha dan dukungan pemerintah dan
pemerintah daerah.
Adapun beberapa hal yang menghambat keberhasilan desa inovasi sesuai dengan penjelasan di
atas adalah kurangnya unsur-unsur kunci di atas. Kurangnya aktor atau tokoh penting yang peduli,
kurangnya kapasitas SDM, kurangnya kapasitas kelembagaan, kurnagnya sumberdaya dan kurangnya
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 362
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

dukungan atau jejaring. Satu persoalan lagi adalah adanya konflik baik yang bersifat kronis, laten, atau
sporadis yang terutama disebabkan oleh kepentingan ekonomi, akses dan ketidakadilan.
Dalam satu desa yang ditunjuk menjadi desa inovasi biasanya terdapat kelompok yang aktif
seperti kelompok wanita tani, koperasi, kelompok tani, kelompok pemuda dan lainnya. Terkadang
kelompok tersebut mendapatkan banyak bantuan dari berbagai dinas. di sisi lain ada kelompok yang
merasa belum pernah mendapatkan bantuan. Konflik juga bisa terjadi antara kelompok masyarakat
dan pemerintah desa dalam hal intensitas bantuan tersebut.
Selain konflik antar kelompok, konflik poltiik juga mewarnai desa. Dalam pemilihan kepala
desa, konflik politik antar kubu bisa berlangsung lama dan kronis. Konflik-konflik tersbeut bisa snagat
menghambat kegiatan pembangunan, termasuk inovasi di desa.

2. Tantangan dan Peluang


Berdasarkan penjelasan perjalanan desa inovasi di atas, ada beberapa catatan penting terkait
dengan peluang dan tantangan pengembangan kedepan. Desa inovasi sebagai salahsatu kegiatan
pemerintah provinsi tentu harus dapat dipertanggungjawabkan, dikaitkan dengan agenda pemerintah
provinsi terutama dalam pembangunan pedesaan dan mengurangi kemiskinan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki agenda pembangunan yang salahsatunya adalah
meningkatkan kesejahteraan, dalam hal ini termasuk penanggulangan kemiskinan. Selama ini kegiatan
desa inovasi belum mampu menyentuh persoalan kemiskinan di pedesaan. Sasaran desa inovasi
bukanlah desa yang memiliki masalah kemiskinan, namun desa yang memiliki potensi inovasi.
Kemudian sasraan penerima manfaat bukanlah kelompok termiskin di desa tersebut, akan tetapi
kelompok produktif yang memiliki ide dan aktifitas inovasi.
Dengan demikian desa inovasi tidak secara langsung berkontribusi terhadap penanggulangan
kemiskinan. Namun demikian, desa inovasi bisa berkontribusi secara tidak langsung dengan
mengungkit perekonomian desa melalui usaha produktif. Dengan perekonomian yang terungkit maka
diharapkan terjadi peningkatan pendapatan, terbuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi
masyarakat kelompk terendah. Meskipun sampai saat ini belum ada upaya menganalisis atau
menghitung pengaruh tersebut.
Persoalan juga masih dialami di dalam membangun sistem jejaring inovasi antara desa,
pemerintah daerah, akademisi dan dunia usaha. Desa inovasi bertumpu pada sinergi diantara aktor
tersebut, akan tetapi sampai saat ini belum tercipta jejaring yang bisa mengkomunikasikan apa yang
dibutuhkan desa, apa yang dimilki akademisi dan apa yang bisa difasilitasi dari pemerintah, serta apa
yang bisa dikerjasamakan dengan pelaku usaha. Selama ini menentukan saaran, potensi desa, arah
inovasi dan pengembangan masih dilakukan secara parsial. Berawal dari identifikasi desa, kemudian
dirumuskan kebutuhan dan dicari solusinya dari berbagai pihak. Adapun yang diharapkan adalah
terciptanya sistem informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dan interaksi secara menyeluruh
sehingga akan lebih efisien dan tepat sasaran. Proses identifikasi menajdi lebih cepat dan tepat, proses
implementasi inovasi juga lebih tepat kebutuhan, proses monitoring dan evaluasi juga bisa
dilaksanakan dengan baik.
Selain tantangan di atas, ada peluang terbuka untuk pelaksanaan desa inivasi di kemudian
hari.beberapa pihak semakin memberikan perhatian lebih terhadap inovasi di pedesaan. Salahsatunya
adalah Program Inovasi Desa yang digulirkan oleh Kemenetrian Desa, Daerah Tertingal dan
Transmigrasi. Program tersebut memberikan fasilitasi kepada desa barupa database inovasi, pilot
project dan pengembangan inovasi. Peluang tersebut sekaligus menjadi tantangan untuk sinergi baik
ditingkat konsep, kebijakan, maupun implementasi di lapangan.
Tantangannya adalah bagaimana kegiatan desa inovasi mampu berisnergi dengan program lain
yang terkait. Desa inovasi juga harus mampu membangun sistem yang komprehensif untuk menjawab
kebutuhan desa, sekaligus memberi ruang implementasi hasil inovasi dari akademisi, serta membuka
peluang kerjasama usaha. Hal penting lainnya adalah bagaiaman desa inovasi mampu meningkatkan
harkat kehidupan masyarakat desa. Inovasi tidak saja berbicara mengenai pertumbuhan, apalagi
kelompok tertentu saja, tetapi mampu menjawab pemerataan dan keberlanjutan. Desa inovasi juga
harus mampu menjawab persoalan kebutuhan masyarakat lainnya selain ekonomi yaitu politik, hak
bersuara, pelayanan publik, dan hak sosial lainnya. Menciptakan pertumbuhan yang berkualitas
merupakan tantangan desa inovasi.
Tidak hanya di tingkat provinsi, beberapa kabupaten di Jawa Tengah juga sudah memiliki
komitmen di dalam pengembangan desa inovasi. Kabupaten Cilacap misalnya, memiliki agenda
pengembangan Desa Inovasi yang tertuang di dalam peraturan kepala daerah. Sejak tahun 2014
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 363
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

terdapat 10 desa inovasi yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten Cilacap. Kabupaten Semarang juga
memiliki langkah serupa, berupa penetapan desa inovasi dan pendampingan program dari berbagai
perangkat daerah. Di Kabupaten Pemalang telah dilakukan pengukuran/penilaian terhadap tingkat
perkembangan inovasi di desa. Peluang lainnya adalah semenjak tahun 2015, di dalam penilaian
perkembangan desa, Pemerintah menetapkan bahwa inovasi merupakan salahsatu aspek penilaian.
Berdasarkan penjelasan di atas, desa inovasi menjadi agenda yang penting di masa mendatang.
Program ini sesuai dengan arah pembangunan nasional dan pemerintah daerah di Jawa tengah. Oleh
sebab itu perlu dirumuskan model yang ideal, berdasarkan pengalaman sebelumnya.

3. Model Ideal
Intisari dari penjelasan di atas adalah bahwa pembangunan desa inovasi merupakan proses
multidimensional yang dalam prosesnya menerapkan prinsip sinergi antarpelaku, optimalsiasi melalui
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan, serta adanya pemerataan
dan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan. Setiap desa akan memiliki ciri khas yang berbeda-
beda, sejalan denan potensi dan karakteristik yang dimilikinya. Kekuatan dalam pembangunan desa
masa kini terletak pada bagaimana mampu memahami diri sendiri, bagaimana mengelola sumberdaya
dengan baik, melakukan sinkronisasi serta mengembangkan inovasi dalam upaya meningkatkan
produktifitas, efisiensi dan keberlanjutan dalam pemanfaatan sumberdaya desa.
Penjelasan-penjelasan di atas telah menggambarkan beberapa kunci keberhasilan, penghambat,
serta peluang dan tantangan kedepan. Desa inovasi memiliki peluang di dalam mendukung pencapaian
program pemerintah dan pemerintah daerah dengan beberapa perbaikan. Hal tersebut dilakukan untuk
meningkatkan ketepatan sasaran, hasil capaian, efisiensi anggaran, mengindari duplikasi dengan
kegiatan lainnya.
Model pada tahun 2018 dapat dikatakan paling ideal dibanding tahun-tahun sebelumnya,
dimana sejalan dengan fungsi mediasi dan perumusan kebijakan, serta koorinasi dari Bappeda dna
Litbang. Hanya saja diperlukan beberapa penyesuaian dan perubahan untuk perbaikan model dan
implementasi desa inovasi, berupa:
a. Positioning
Kegiatan desa inovasi harus memiliki posisi yang jelas, apakah akan mengungkit daya saing
desa, mengungkit perekonomian desa, membantu mengatasi masalah kemiskinan, atau
sebuah strategi terpadu. Desa inovasi lahir dari keprihatinan atas keterpurukan desa dalam
pembangunan. Selain itu juga memiliki semangat memperbaiki program lainnya yang kurang
efektif, tidak tepat sasaran dan tidak tepat guna.
b. Konsep dan indikator yang jelas
Perlunya memperjelas konsep desa inovasi, mulai dari aspek filosofis, sosiologis, dan
yuridis. Konsep desa inovasi mampu menjawab kelemahan program lain. Berdasarkan
pengalaman lapangan, belum adanya konsep dan indikator yang mapan menyebabkan
kegiatan kurang tepat sasaran.
c. Instrumen pengukuran
Selama ini belum ada upaya mengukur keberhasilan kegiatan desa inovasi melalui instrumen
yang dapat dipercaya. Oleh sebab itu, penting untuk merumuskan instrumen yang dapat
mengukur tingkat pencapaian atau perkembangan dari sebuah desa inovasi, baik dari aspek
ekonomi, politik, sosial budaya. Pengukuran juga tidak mencakup pertumbuhan semata,
tetapi pemerataan dan keberlanjutan.
d. Mampu menjawab masalah desa
Untuk mampu menjawab permasalahan desa, perlu memahami betul permasalahan desa
melalui identifikasi mendalam. Proses tersebut mencakup perencanaan yang komprehensif
dalam bentuk rencana strategis pembangunan desa, dengan melibatkan segenap unsur desa.
Identifiksi mampu mengakomodir berbagai kebutuhan masyarakat dan keberadaan berbagai
macam program pembangunan dalam satu arah kebijakan serta mengedepankan inovasi.
e. Memberikan daya ungkit
Inovasi harus mampu memberikan daya ungkit, berupa pertumbuhan atau peningkatan
produktifitas. Oleh sebab itu inovasi harus diarahkan pada sektor unggulan yang benar-benar
potensial. Analisis mendalam terhadap potensi perkeonomian desa menjadi kuncinya. Selain
itu pengembangan jejaring merupakan kebutuhan utama. Banyak produk desa yang kesulitan
di dalam pemasaran akibat kurangny jejaring, kualitas, kontinyuitas dna kapasitas produksi.
f. Pemerataan dan keberlanjutan
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 364
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Desa inovasi tidak saja mengutamakan pertumbuhan, tetapi pemerataan dan keberlanjutan.
Pertumbuhan yang berkualitas berdampak pada kelompok terendah dan marginal.
Pertumbuhan mampu melibatkan berbagai pihak dan multiperan. Selanjutnya untuk
menghindari ekpsloitasi berlebih dan ketergantungan terhadap SDA. Pembangunan desa
didukung adanya kerjasama dengan berbagai pihak penyedia inovasi, pemanfaatan inovasi
secara tepat. Oleh sebab itu konsep keberlanjutan harus menjadi salahsatu prinsip.

KESIMPULAN
Konsep desa inovasi
Desa Inovasi adalah desa yang mampu dalam arti memiliki daya dukung, kapasitas dan daya
saing, dalam memanfaatkan potensi sumberdaya dengan cara yang baru melalui pemanfaatan Ilmu
Pengetahuan dan teknologi serta pendayagunaan kearifan lokal untuk kesejahteraan, kemajuan desa,
dan peningkatan taraf hidupnya dengan melibatkan segenap unsur desa Pengembangan Desa Inovasi
merupakan strategi mewujudkan kemandirian ekonomi dan daya saing desa bertujuan meningkatkan
kesejahteraan. Pengembangan Desa secara inovasi membutuhkan perencanaan dan pentahapan
partisipatif. Desa Inovasi mendorong pemangku kepentingan di desa untuk membangun budaya
inovasi dalam mengelola sumberdaya untuk kesejahteraan. Desa tidak lagi bersandar pada eksploitasi
sumberdaya alam, namun mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya berbasis iptek.
Komponen pembangunan desa inovasi adalah: a) teridentifikasinya potensi sumberdaya dan
arah pembangunan desa; b) terlaksananya pengelolaan sumberdaya yang tepat guna; c) terciptanya
sinkronisasi dalam pelaksanaan pembangunan; d) menumbuhkan inovasi dalam pembangunan, serta;
e) hasil pembangunan mencakup unsur pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan.
Perlu adanya perbaikan dalam hal positioning desa inovasi dibanding program lainnya,
memperjelas konsep dan indikator, menyusun instrumen pengukuran yang jelas, inovasi mampu
menjawab masalah desa, hasil inovasi memberikan daya ungkit, serta adanya prinsip pemerataan dan
keberlanjutan.

Model implementasi dan peran masing-masing pihak.


Model implementasi desa inovasi bersifat kolaborasi antara pemerintah, pemerintah daerah,
pemerintah desa, masayarakat desa, akademisi, dan pelaku usaha, serta lembaga penunjang lainnya.
Sebagai daya dukung desa inovasi, perlu mengembangkan sistem informasi terpadu, menyajikan data
kebutuhan dan ketersediaan teknologi serta data daya dukungnya.
Peranan yang perlu dilakukan oleh masing-masing pihak terkait dalam pembangunan desa
inovasi adalah:
a. Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten harus konsisten dan terarah dalam
merumuskan arah kebijakan, dan menciptakan iklim yang kondusif untuk berkolaborasi
b. Pemerintah desa menciptakan iklim kondusif, identifikasi potensi dan menentukan arah
kebijakan, membangun koordinasi dan sinkronisasi serta memberikan fasilitasi dan
mengedepankan pemberdayaan masyarakat;
c. Masyarakat desa dan lembaga kemasyarakatan desa berpartisipasi dalam menciptakan ide
dan tindakan inovatif, swadaya dan sinergi dengan peemrintah desa;
d. Akademisi memberikan masukan iptek dan inovasi melalui berbagai program pengabdian
dan pendampingan;
e. Pelaku usaha memberikan dukungan investasi dan kerjasama dalam pemasaran produk desa..

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. Suharsini. 2000. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta
Daldjoeni dan Suyitno. 2004. Perdesaan. Lingkungan dan Pembangunan. PT. Alumni. Bandung
Daniel, Moehar, Darmawati, Nieldalina, 2005, PRA, Pendekatan Efekti Mendukung Penerapan
Penyuluhan Partisipatif dalam Upaya Percepatan Pembangunan Pertanian,Jakarta, Bumi
Aksara
Eko, Sutoro, 2004, Reformasi Politik dan Pemberdayaan Masyarakat, APMD Press, Yogyakarta
Mudyahardjo, Redja, Dr, 2008, Filsafat Ilmu Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Rustiadi. Ernan. Sunsun Saefulhakim. Dyah R Panuju. 2009. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Santoso, Purwo, 2003, Menuju Tata Pemerintahan dan Pembangunan Desa Dalam Sistem
Pemerintahan Daerah: Tantangan Bagi DPRD, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan
Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 365
Semreg BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah 2018 ISBN: 978-602-8916-34-9

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta Bandung
Suharyanto & Arif Sofianto. 2012. Membangun Desa Secara Terpadu Dan Inovatif; Belajar Dari 3
Desa Di Jawa Tengah. Wicaksana Pustaka. Semarang
Usman, Husaini Prof.Dr. & Purnomo Setiady Akbar, M.Pd, 2008, Metodologi Penelitian Sosial, Bumi
Akasara, Jakarta
Winarno. Budi. 2008. Gagalnya Organisasi Desa dalam Pembangunan di Indonsia. Tiara Wacana.
Yogyakarta
Zuhal, 2010, Knowledge & Innovatian; Platform Kekuatan Daya Saing, Gramedia Pustaka Utama ,
Jakarta

Pembangunan Sektor Strategis Berbasis Pengembangan


Wilayah Guna Mendukung Daya Saing Jawa Tengah 366

Anda mungkin juga menyukai