“PERILAKU SEKSUAL”
KELOMPOK 3
DISUSUN OLEH :
1. AGUSTINUS
2. BAGUS DIAN SAPUTRA
3. HERLINA
4. LORA ANINDITA LUCIA
5. MARLENA
6. MOLI PUSPA SARI
7. NINIK LIANI
8. SUCI FEBRIYANTI
9. SITI MASNAWATI
10. PUTRI KURNIA SARI
i
Kata Pengantar
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
karunia dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami telah menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan
tepat pada waktunya. Sholawat dan salam senantiasa kami limpah dan curahkan kepada junjunan Nabi
Muhammad SAW, para sahabatnya, dan semoga kita termasuk umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini yang berjudul “Perilaku Seksual“. Makalah ini ditulis dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa. Makalah ini tentu jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang membangun agar makalah kami selanjutnya terus
berkembang menjadi lebih baik lagi.
Terimakasih.
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………….…. 1
B. Rumusan Masalah ………….…………………………………………….… 1
C. Tujuan ……………………………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN
PERILAKU SEKSUAL
A. Definisi perilaku seksual………………………………………………. 2
B. Aspek-Aspek Perilaku Seksual…………………..……………………. 2
C. Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual………………..……………………. 3
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual……………....... 4
E. Tanda-tanda Kematangan Seksual…….………………….…………... 6
f. Bentuk-bentuk penyimpangan seksual……..………………………… 6
g. Rentang respon seksual……………………………………………….. 8
h. Faktor predisposisi……………………………………………………..8
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejalan dengan pembangunan yang semakin maju dan semakin global terjadi banyak
kemajuan-kemajuan yang disebut modernisasi. Walau tidak dipungkiri memberikan banyak
dampak positif diberbagai bidang tetapi dipihak lain juga memberikan dampak negatif.
Kalangan yang rentan terhadap dampak negatif modernisasi adalah remaja.
Salah satu konflik antar generasi dalam dunia modern adalah masalah tingkah laku
seksual. Pakar di bidang sosial percaya bahwa seksualitas bukan berkembang secara natural,
tetapi merupakan hasil pendidikan sosial. Seperti halnya manusia belajar berteman dan
bercinta, demikianlah juga perkembangan seksualitas. Karena merupakan proses belajar
bersama, jadi kebiasaan dan budayalah yang menentukan apakah tindakan seksualitas
seseorang itu dianggap normal atau tidak. Konsekuensinya tingkah laku seksual di satu
tempat yang dianggap normal dan baik, mungkin akan menjadi hal yang amat tabu di konteks
yang lain. Tidak heran dalam era globalisasi, masalah pendidikan seks menjadi ajang konflik
nilai-nilai keluarga dan budaya yang amat kompleks.
Serta Perilaku seksual sendiri dipahami sebagai bentuk perilaku yang muncul karena
adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui
berbagai perilaku. Namun pemahaman pengertian mengenai perilaku seksual yang selama ini
yang berkembang di masyarakat hanya berkutat seputar penetrasi dan ejakulasi.
B. RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang dan masalah-masalah tersebut, maka makalah ini
tertarik untuk membahas bagaimana perilaku seksual.
C. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui perilaku seksual.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Seksual
2
c. Aspek Sosial
Aspek ini meliputi pengaruh budaya berpacaran, hubungan interpersonal dan
semua hal tentang seks yang berhubungan dengan kebiasaan yang dipelajari
individu didalam lingkungan sosial.
d. Aspek Moral
Yang termasuk dalam aspek moral adalah menjawabpertanyaan tentang benar
atau salah, harus atau tidak harusserta boleh atau tidak boleh suatu perilaku
seseorang.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapt disimpulkan bahwa aspek-aspek
perilaku seksual adalah aspek biologis, aspek psikologis, aspek sosial, dan
aspek moral.
3
e. Berfantasi atau Berimajinasi
Berfantasi atau berimajinasi adalah salah satu bentuk membayangkan aktivitas
seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.
f. Meraba
Meraba merupakan aktivitas meraba bagian-bagian sensitif rangsangan seksual,
seperti payudara, leher, paha atas, vagina, penis, dan lain-lain. Aktivitas meraba
dapat melemahkan kontrol diri sehingga dapat berlanjut ke aktivitas seksual
lainnya seperti petting bahkan senggama.
g. Masturbasi
Masturbasi adalah suatu usaha merangsang bagian tubuh sendiri dengan tujuan
mencapai kepuasan seksual. Pada laki-laki biasanya merangsang alat genital,
sedang pada perempuan lebih beragam biasanya dengan merangsang alat genital,
payudara atau tubuh yang lainnya.
h. Petting
Istilah petting secara tradisional digunakan untuk menggambarkan usaha
merangsang bagaian tubuh tertentu yang saling dilakukan oleh pasangan, namun
tidak sampai pada hubungan seksual. Aktivitas yang termasuk di dalamnya adalah
ciuman bibir, rangsangan payudara, rangsangan alat genital manual.
i. Oral Seks
Oral seks adalah masuknya penis ke mulut yang kemudian memberikan
rangsangan sehingga mencapai orgasme. Jadi berdasarkan teori diatas dapat
disimpukan bahwa bentuk-bentuk perilaku seksual antara lain berpegangan
tangan, ciuman kering, ciuman basah, berpelukan, berfantasi atau berimajinasi,
meraba, masturbasi, petting, oral seks.
4
b. Faktor Eksternal
1) Keluarga
Orang tua, baik karena ketidak tahuannya maupun karena sikapnya yang
masih mentabukan pembicaraan tentang seks dengan anak dan tidak terbuka,
cenderung membuat jarak mengenai masalah seksualitas.
2) Pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan reproduksi
Dengan pengetahuan dan informasi faktual yang benar remaja akan terbantu
mengambil sikap yang bertanggung jawab dan terbaik mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan seksualitasnya.
3) Penyebaran rangsangan seksual melalui massa
Penyebaran informasi dan rangsangan seksualitas melalui media massa serta
adanya teknologi canggih menjadi tidak terbendung lagi.
4) Lingkungan pergaulan
Proses sosialisasi keluarga di lingkungan utama yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan kampus dan lingkungan masyarakat. Dimana kelompok teman
sebaya memegang peranan penting dalam kehidupan remaja. Remaja ingin
diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di
sekolah maupun di masyarakat. Maka lingkungan pergaulan yang dimasuki
remaja dapat berpengaruh untuk menekan remaja melakukan hubungan seks,
karena keinginan untuk diterima oleh lingkungan pergaulan.
5
5. Tanda-tanda Kematangan Seksual
Kematangan seksual remaja ditandai dengan keluarnya air mani pertama pada
malam hari (wet dream, nocturnal emission) pada laki-laki. Istilah lain untuk
menyatakan keluarnya air mani pada ejakuasi pertama, di sebut spermache, sedangkan
pada remaja wanita mengalami menstruasi pertama yaitu yang disebut dengan istilah
menarche. Menarche terjadi kira-kira pada usia 11 tahun, yakni setelah tumbuhnya
payudara, uterus (rahim), dan pertumbuhan rambut kemaluan mulai lambat. Hal ini
terjadi karena adanya kematangan hormone seksual dalam diri remaja.
Konsekuensinya bila terjadi pertemuan spermatozoon dengan ovum pada remaja,
maka akan menyebabkan terjadinya konsepsi yakni sebagai tanda awal kehamilan.
6
d. Nekrofilia
Berasal dari kata nekros yang berarti mayat dan philein yang berarti
mencintai. Orang yang melakukan senggama dengan mayat dan merasa
puas secara seksual. Penyebabnya antara lain rasa minder, pemalu, tidak
mampu mengadakan sublimasi atau rasa dendam yang kronis.
Nekrofilia terdapat dalam 2 bentuk, yaitu :
1). Mayat yang sudah dikubur yang terdapat dalam kamar mayat atau
dalam bangsal anatomi dicuri dan di pergunakan sebagai objek sesual.
2). Korban dibunuh (pembunuhan seksual) dan mayat korbansegera di
pergunakan sebagai objek seksual. Dalam hal ini perbuatan nekrofil
hanya merupakan sebagaian dari serangkaian perbuatan penuh emosi
yang timbul dari nafsu agresi dan serangkaian perbuatan penuh emosi
yang timbul dari nafsu agresi dan destruksi yang sangat kuat. Masih
ingin menguasai dan menodai mayat korbannya. Disini pembunuhan
seksual bukan merupakan tujuan akhir. Perbuatan seksual atas mayat
dapat berupa menciumi, memeluk dan meraba-raba tubuh mayat .
perbuatan tersebut dapat disertai dengan membuat cacat mayat
(nekrosadisme).
e. Homokseksual
Adalah orang yang merasakan atau hanya tertarik dengan jenis kelamin
yang sama, pria suka sama pria. Disebut gay bila penderitanya laki-laki
dan lesbian untuk penderita perempuan. Pada kasus homoseksual, individu
atau penderita yang mengalami disorentasi seksual tersebut mendapatkan
kenikmati fantasi seksual melalui pasangan sesame jenis. Orientasi seksual
ini dpat terjadi akibat bawaan genetic kromosom dalam tubuh atau akibat
pengaruh lingkungan seperti trauma seksual yang didapatkan dalam proses
perkembangan hidup individu, maupun dalam bentuk interaksi dengan
kondisi lingkungan yang memungkinkan individu memiliki kecenderungan
terhadapnya.
f. Lesbianism
Dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai deviasi seksual, misalnya
yang dilakukan di asrama-asrama putrid atau rumah penjara, karena
keadaan yang mendorong pelaku-pelakunya untuk berbuat demikian.
7
Dalam keadaan normal mereka tidak melakukannya lagi, dan mereka dapat
dimasukkan ke dalam golongan lesbian pasif dan dapat terikat dalam
pernikahan. Namun demikian banayak diantara mereka yang menunjukkan
sikap dingin (frigid) dalam hubungan heteroseksual (perempuan-lelaki).
Lesbian yang aktif tidak akan menikah, akan tetapi hanya pasangan yang
sejenis kelaminnya saja.
8. Faktor predisposisi
Tidak ada satu pun teori yang dapat secara adekuat menjelaskan proses
perkembangan seksual atau factor predisposisi terjadinya respons seksual yang
maladaptif pada individu. Beberapa teori yang telah dikemukakan meliputi hal-hal
berikut :
1. Faktor biologis
Merupakan awal yang menentukan perkembangan gender, yaitu apakah seorang
secara genetic di tentukan sebagai pria atau wanita. Semua tipe seorang mencakup
kromosom, genetalia internal dan eksternal, serta gonad.
2. Pandangan psikoanalitis. Freud memandang seksualitas sebagai salah satu
kekuatan penting dalam kehidupan manusia. Ia merupakan ilmuwan pertama yang
menyakini bahwa seksualitas berkembang sebelum wanita pubertas dan pilihan
8
ekspresi seksual individu bergantung pada keterkaitan factor keturunan, biologi
dan sosial. Ia menyatakan bahwa perkembangan seksualitas secara spesifik
berhubungan dengan perkembangan hubungan objek selama tahap psikososial
perkembangan.
3. Pandangan perilaku. Perspektif ini memandang perilaku seksual sebagai suatu
respons yang dapat diukur, baik dengan komponen disiologis maupun psikologis,
terhadap stimulus yang dipelajari atau kejadian yang mendukung. Penanganan
masalah seksual melibatkan proses mengubah perilaku melalui intervensi
langsung tanpa perlu mengidentifikasi penyebab atau psikodinamikanya.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
eprints.umm.ac.id/36253/3/jiptummpp-gdl-muhammadro-48166-3-babii.pdf
11