Anda di halaman 1dari 16

Re: Karakteristik Guru Abad 21

oleh AHMAD FAWAID, S.Pd.I - Senin, 1 Juli 2019, 20:51

Sebuah kehormatan bagi saya pribadi untuk join dalam forum yg syarat manfaat ini

Sukses menjadi guru di era perubahan ini tidak cukup hanya dengan peningkatan profesionalisme
yang ditandai dengan sertifikasi dan tunjangan profesi, kehadiran dan jumlah jam mengajar guru di
kelas, tapi harus dilakukan reframing rancangan pendidikan dan pembelajaran yang komprehensif,
baik dari aspek lingkungan belajar, yakni ruang kelas yang mendukung proses pembelajaran,
memiliki perpustakaan kelas, kursi dan meja belajar yang mudah diubah formasinya, perpustakaan
utama, laboratorium serta sarana lain yang mendukung untuk siswa melakukan aktifitas, baik olah
raga, bermain, istirahat dan juga tempat untuk para siswa makan dan minum. Kemudian, sekolah
juga harus memiliki konsep yang jelas tentang pengembangan profesi para guru, baik sistem
peningkatan karir, insentif yang sesuai dengan produktifitas para guru, Sistem penugasan guru
sebagai sebua profesi, baik untuk mengajar, medampingi siswa belajar, mengeevaluasi pencapaian
belajar siswa, dan juga perlindungan para guru dalam melaksakan tugas profesinya sebagai guru.
Kurikulum dan pembelajaran, standar dan penilaian.

Dalam konteks kurikulum, sekolah harus memfasilitasi para siswanya belajar sains, ekonomi, sosial,
sejarah dan kewarganegaraan, di samping bahasa internasional. Kemudian sekolah juga harus
melakukan perubahan disain kurikulumnya untuk membina para siswanya agar memiliki kesadaran
global, mengetahui dan sadar akan pentingnya manajemen keuangan, prosedur melakukan bisnis
dan juga harus menjadi kelompok sosial yang tidak buta entrepreneurship, keasadaran tentang
perlunya hidup sehat, dan juga kesadaran akan perlunya menjaga dan memelihara lingkungan,
menjaga dan mengkonservasi hutan sebagai sumber mata air, memproduksi oksigen, memelihara
dan menjaga kebersihan udara dari polusi, yang semuanya itu tidak mungkian akan menjadi
tambahan subject matter baru, tapi bisa diinsersi dalam kegiatan ekstra kurikuler, atau menjadi
pokok bahasan dalam mata pelajaran yang relevan, atau ilustrasi dalam proses belajar mata
pelajaran sains, matematika dan sosial. Kesadaran globalisme menjadi bagian penting dalam redisain
kurikulum dan pembelajaran yang harus dikembangkan untuk generasi milenium ke-3 ini, karena
penduduk dunia yang semakin besar, sumber daya alam yang semakin terbatas untuk memenuhi
hajat hidup umat manusia, moblitas penduduk dunia yang semakin dinamis, dan kompetisi yang
semakin ketat.

Perancangan ulang program pendidikan tersebut dikembangkan dalam rangka menghasilkan para
alumni yang memeiliki krieteria utama untuk bisa sukses dalam karir dan profesi. Pendidikan harus
bisa menghasilkan para alumni yang menguasai core subjects sains, matematika, sosial, sejarah, dan
kewarganegaraan, serta berbagai skil, pola fikir, pola pandang dan sikap yang sesuai dengan
pekermbangan abad ke-21. Kemudian mereka juga harus memiliki kompetensi untuk bisa akses
informasi, dan media, ketrampilan yang bisa mereka gunakan untuk memasuki pasar kerja, serta
memiliki kesadaran untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, serta menjadi orang kreatif dan
inovatif dalam bidang apapun mereka berkarya.
Inilah kompetensi-kompetensi utama yang harus dimiliki setiap pelajar dan mahasiswa yang akan
memasuki pasar kerja di era milenium ketiga, era globalisme, dan kolaborasi internasional, serta
dalam era digital dan pemanfaatan teknologi yang jauh lebih besar dari zaman era milenium ke-2
yang baru lalu.

Akan tetapi, tidak semua kompetensi tersebut menjadi bagian program pembelajaran sebagai core
subject dalam kurikulum sekolah, karena di samping harus slim, kurikulum juga selalu menggunakan
pendekatan cabang keilmuan, karena pendidikan adalah mengubah cara berfikir, bersikap, bertindak
serta membina keahlian yang semuanya hanya bisa dilakukan dengan pendekatan ilmu dan
teknologi. Oleh sebab itu, banyak kompetensi yang dimandatkan pada proses pembelajaran, yakni
proses pembelajaran, ilustrasi penjelasan konsep keilmuan, serta proses pemahaman ilmu, pelatihan
penguasaan teknologi, bahkan buku teks yang memerlukan penjelasan ilustratif, bukan sesuatu yang
bebas nilai, semuanya harus menjadi bagian dalam proses mengubah prilaku siswa, yang harus
dikontrol oleh guru, sebagaimana leingkungan dan budaya sekolah, harus didasarkan pada
kebutuhan pencapaian tujuan pendidikan. Dengan demikian, proses pembelajaran memiliki dua sisi
mata pisau, yakni peningkatan kompetensi berbasis ilmu dan teknologi, serta peningkatan
kompetensi berbasis aktifitas belajar. Ketika guru memerintahkan siswa untuk melakukan peer
review dengan teman sekelas, pada hakikatnya dia sedang mendorong para siswanya untuk
memahami secara mendalam bahan ajar yang mereka pelajari, menerimanya sebagai kebenaran
baru dan membiasakannya dalam kehidupan profesi serta sosial mereka, dan pada saat yang sama,
dia juga melatih interpersonal mereka, melatiha berkomunikasi, melatih sikap terbuka dan bahkan
dilatih untuk bisa menerima orang lain.

Demikian pula, ketika mereka melakukan praktik di laboratorium, apakah praktik pembuktian atau
pelatihan penggunaan sebua alat, maka pada hakikatnya mereka sedang melatih skil dan
ketrampilan dengan alat teknologi tersebut yang dalam taksonomi Bloom berada pada level 14
dan15 practicing dan adapting, tapi pada saat yang sama juga dilatih untuk menjadi orang yang
selalu berfikir persisting, listening to other, striving for accuracy, dan bahkan melatih kecerdasan
interpersonal dengan melatih komunikasi yang saling menghargai dengan para tutor, laboran dan
peer groupnya. Dengan demikian, beberapa bagian dalam teori behaviorisme, bahwa guru harus
mengontrol lingkungan sebagai bagian penting dalam proses yang terjadi dalam black box, tetap
harus menjadi bagian penting sehingga tidak ada satu detik pun yang tidak berguna bagi anak, sejak
mereka masuk pintu gerbang sekolah. Persiapan masuk kelas, di dalam kelas, waktu istirahat dan
juga waktu mereka di rumah ibadah, bahkan waktu mereka sedang berada di kantin sekolah, adalah
waktu-waktu produktif untuk mengubah behaviour mereka, baik cara berfikir, bersikap dan
bertindak, atau bahkan meningkatkan skil dan ketrampilan mereka.

Sebagaimana sudah dikemukakan dalam bahasan tentang optimalisasi proses pedagogi dengan
pedagogi multiliteracy, dengan mencoba menginsersi empat (4) aspek dalam proses pembelajaran
sains, sosial, dan bahasa, yakni taxonomy of thinking, Taxonomy Bloom, Multiple
Intelligence dan habit of mind. Kendati mungkin masih tumpang tindih antara satu dengan lain,
karena dikembangkan secara parsial, namun setidaknya pendidikan terus berupaya merespon
kemajuan peradaban dunia, dan tidak hanya terpaku dengan satu Taxonomy Bloom, yang fokus
pada perubahan prilaku melalui sains, sosial, teknologi dan juga bahasa yang dipelajari siswa di
sekolah. Multiliteracy pedagogi mencoba menawarkan kompetensi-kompetensi yang nyta
diperlukan untuk pengembangan profesi di abad milenia, yang lebih flexible, responsif dan juga
sesuai dengan keperluan bekerja dalam dunia yang lintas budaya dan bahasa.

Begitu banyak kompetensi dan ketrampilan yang diidentifikasi merupakan kompetensi yang paling
urgen di abad milenia ini, baik competence of thinking, multiple intelligence, maupun habit of mind,
selain taxonomy bloom yang selama ini menjadi acuan dalam pengembangan proses pembelajaran
di dalam kelas. Akan tetapi, para pendidik yang tergabung dalam National Education Assosiation
(NEA), yang berpusat di USA, melihat bahwa Critical Thinking and problem solving, Communication,
Collaboration dan Creativity and innovation, merupkan empat kompetensi yang paling
sustainable sebagai variabel yang dituntut oleh setiap perusahaan dan dibutuhkan oleh setiap
profesional. Mereka menyebutnya sebagai Four C, atau empat C.
Dalam buku yang diterbitkan NEA berjudul Preparing 21st Century Students for a Global Society,
Dennis Van Roekel, presiden asosiasi menjelaskan bahwa berdasarkan hasil berbagai penelitian yang
dilakukan di USA dalam sepuluh tahun terakhir, bahwa kehidupan manusia di dunia sekarang ini
sangat kompleks dibanding dengan 50 tahun lalu, karena mobilitas antara negara yang dilakukan
masyarakat dunia saat ini, interaksi sosial yang semakin mengglobal, komunikasi sosial yang lintas
negara, bangsa, budaya dan agama dengan menggunakan media virtual yang sangat cepat, formasi
pekerjaan yang terbuka sangat lebar dalam berbagai variasi formasi yang sangat dinamis. Berbagai
tantangan dalam dunia kerja yang sudah tidak memerlukan para pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan rutinitas adminsitratif, tapi sebaliknya para pekerja profesional dituntut untuk
lebih banyak melakukan innovasi dan kreatifitas dalam pengembangan bisnis, berkomunikasi dengan
berbagai mitra usaha lintas negara, bangsa, budaya, agama dan bahasa. oleh sebab itulah, para
siswa harus dipersiapkan dengan empat kompetensi, yakni
criticalthinking, comunication, collaboration, creativity and innovation.
Tanpa mengabaikan berbagai kompetensi lainnya, keempat kompetensi ini menjadi fokus yang jauh
lebih kuat untuk tugas guru di abad ke-21 ini.

Penilaian maksimum:84 (1)

Permalink | Tampilkan induk | Tanggapi

Re: Integrasi teknologi dan media informasi dalam pembelajaran abad 21

oleh AHMAD FAWAID, S.Pd.I - Senin, 1 Juli 2019, 21:21

Sebelumnya kami ingin berterimakasih atas bimbingan ibu dalam merangsang daya analisa kritis
kami dengan forum yg penuh syarat manfaat luar biasa ini,

Jika guru merencanakan pembelajaran yang mengintegrasikan TIK, maka ada dua pendekatan yang
dapat dilakukan, yaitu Pendekatan Topik (Theme-Centered Approach) dan Pendekatan Software
(Software-centered Approach). Pada pendekatan topik, topik atau satuan pembelajaran dijadikan
sebagai acuan. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu menentukan topik, selanjutnya menentukan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, dan yang terakhir menentukan aktivitas pembelajaran dan
software (seperti modul. LKS, program audio, dll) yang relevan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan untuk pendekatan software, langkah-langkahnya kebalikan dari
pendekatan topik. Pertama dimulai dengan mengidentifikasi software (seperti buku, modul, LKS,
program audio, dll) yang ada atau dimiliki terlebih dahulu. Lalu kemudian menyesuaikan dengan
topik dan tujuan pembelajaran yang relevan dengan software yang ada tersebut.
UNESCO telah mengidentifikasi 4 (empat) tahap dalam sistem pendidikan yang mengadopsi TIK,
yaitu :

1) Tahap emerging; yaitu perguruan tinggi/sekolah berada pada tahap awal. Pendidik dan tenaga
kependidikan mulai menyadari, memilih/membeli, atau menerima donasi untuk pengadaan sarana
dan prasarana (supporting work performance)

2) Tahap applying; yaitu perguruan tinggi/sekolah memiliki pemahaman baru akan kontribusi TIK.
Pendidik dan tenaga kependidikanu menggunakan TIK dalam manajemen sekolah dan kurikulum
(enhancing traditional teaching)

3) Tahap infusing; yaitu melibatkan kurikulum dengan mengintegrasikan TIK. Perguruan


tinggi/sekolah mengembangkan teknologi berbasis komputer dalam lab, kelas, dan administrasi.
Pendidik dan tenaga kependidikan mengekplorasi melalui pemahaman baru, dimana TIK mengubah
produktivitas professional (facilitating learning).

4) Tahap Transforming; yaitu perguruan tinggi/sekolah telah memanfatkan TIK dalam seluruh
organisasi. Pendidik dan tenaga kependidikan menciptakan lingkungan belajar yang integratif dan
kreatif (creating innovative learning environment) melalui TIK.

Dewasa ini pemanfaatan TIK dalam pendidikan dapat dilakukan melalui berbagai mode yang dikenal
dengan Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ). Bates (2005) membedakan pendidikan terbuka,
pendidikan jarak jauh dan pendidikan fleksibel sebagai berikut: “Open learning is a primarily a goal.
An essential characteristics of open learning is the removal of barriers to learning. In distance
learning students can study in their own time, at any place and without face-to-face contact with a
teacher. Flexible learning is the provision of learning in a flexible manner”.

PTJJ merupakan alternatif model dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan yang
luas bagi peserta didik untuk belajar “kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja”.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan pemanfaatan TIK dalam pendidikan melalui Pendidikan Jarak Jauh bahwa

“(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan,

(2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler,

(3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam bentuk, modus dan cakupan yang didukung oleh
sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan
standar nasional pendidikan. Jadi sistem pendidikan jarak jauh telah menjadi suatu inovasi yang
berarti dalam dunia pendidikan nasional. Sistem pendidikan jarak jauh yang dimulai dengan generasi
pertama korespondensi (cetak), generasi kedua multimedia (Audio, VCD, DVD), generasi ketiga
pembelajaran jarak jauh (telekonferensi/TVe), generasi keempat pembelajaran fleksibel (multimedia
interaktif) dan generasi kelima e-Learning (web based course), akhirnya generasi keenam
pembelajaran mobile (koneksi nirkabel/www).
Seperti tercantum secara eksplisit dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 –
2009, terlihat jelas bahwa TIK memainkan peran penting dalam menunjang tiga pilar kebijakan
pendidikan nasional, yaitu:(1) perluasan dan pemerataan akses; (2) peningkatan mutu, relevansi dan
daya saing; dan (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan, untuk
mewujudkan pendidikan yang bermutu, akuntabel, murah, merata dan terjangkau rakyat banyak.

Dalam Renstra Depdiknas 2005 – 2009 dinyatakan peran strategis TIK untuk pilar pertama, yaitu
perluasan dan pemerataan akses pendidikan, diprioritaskan sebagai media pembelajaran jarak jauh.
Sedangkan untuk pilar kedua, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, peran TIK diprioritaskan
untuk penerapan dalam pendidikan/proses pembelajaran. Terakhir, untuk penguatan tata kelola,
akuntabilitas dan citra publik, peran TIK diprioritaskan untuk sistem informasi manajemen secara
terintegrasi.

Depdiknas telah memiliki infrastruktur backboneteknologi informasi dan komunikasi yang cukup
besar dan siap untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya baik untuk kebutuhan pendidikan,
penelitian, maupun adminisitrasi.

Jardiknas dikategorikan kedalam tiga zona, yaitu:

Zona Personal/Komunitas; yang diperuntukkan sebagai akses personal bagi guru, dosen, dan siswa.

Zona Perguruan Tinggi; yang diperuntukkan bagi seluruh Perguruan Tinggi dan Kopertis; dan

Zona Kantor Dinas/UPT/Sekolah; diperuntukkan bagi sekolah, Dinas Pendidikan Kab/Kota, Dinas
Pendidikan Provinsi, dan Unit-unit Kerja Depdiknas.

Infrastruktur ini akan diisi oleh konten yang dikelompokkan dalam dua ketegori yaitu:

Kontent e-learning; konten e-learning dapat meliputi konten yang dikembangkan oleh Pustekkom,
Ditdikdasmen, Ditjen Dikti, Setjen, atau unit-unit lain.

Konten e-administration; e-content administration meliputi online transaction proccessing (OLTP),


data center warehouse (DCW) dan online analysis processing (OLAP)

Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut.

Pertama, e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan


secara on-line.

Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan
berbasis komputer), sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.

Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi
pendidikan.

Keempat, Kapasitas peserta didik amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar konten dan alat penyampai dengan gaya belajar,
maka akan lebih baik kapasitas peserta didik yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih
baik.

Pembelajaran berbasis TIK atau e-Learning adalah sumber pembelajaran baik secara formal maupun
informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti Internet, Intranet, CDROM, video tape,
DVD, TV, Handphone, dan PDA

Pola-pola seperti di atas semua berbeda satu dengan yang lain. E-learning lebih luas dibandingkan
dengan online learning. Online learning hanya menggunakan Internet/intranet/LAN/WAN tidak
termasuk menggunakan CD ROM.

Dalam pembelajaran berbasis TIK terdapat perbedaan komunikasi antara pembelajaran langsung
(syncronous) dan tidak langsung (ansyncronous), dengan sebuah terminologi untuk
mendeskripsikan bagaimana dan kapan pembelajaran berlangsung.

Pembelajaran Langsung (Syncronous Learning)

Dalam pembelajaran langsung, proses belajar dan mengajar berlangsung dalam waktu yang sama
(real time) walaupun pendidik dan para peserta didik secara fisik berada pada tempat yang berbeda
satu sama lain. Sebagai contoh yaitu:

1. Mendengarkan siaran Radio.

2. Menonton siaran Televisi

3. Konferensi audio/video.

4. Telepon Internet.

5. Chatting

6. Siaran langsung Satelite dua arah.

Pembelajaran Tidak Langsung (Ansyncronous Learning)

Dalam pembelajaran tidak langsung, proses belajar dan mengajar berlangsung dengan adanya delay
waktu (waktu yang berbeda) dan pendidik dan peserta didik secara fisik berada pada tempat yang
berbeda. Sebagai contoh yaitu:

1. Belajar sendiri menggunakan internet atau CD-Rom.

2. Kelas belajar menggunakan video tape.

3. Presentasi web atau seminar menggunakan audio/video.

4. Rekaman suara.
5. Mentoring tanya jawab.

6. Membaca pesan e-mail.

7. Mengakses content online

8. Forum diskusi

Karakteristik dari pembelajaran tidak langsung (ansyncronous) adalah pendidk harus


mempersiapkan terlebih dahulu materi belajar sebelum proses belajar mengajar berlangsung.
Peserta didik bebas menentukan kapan akan mempelajari materi belajar tersebut.

Contoh TIK yang digunakan dalam komunikasi pembelajaran secara syncronous dan asyncronous
sebagai berikut:

Asyncronous Learning Syncronous Learning FaxTelephone E-Mail Screen Sharing Knowledge


BaseChatNewsgroupsWeb conferencesComputer Based Training Online Seminar Quick Reference
GuideCompressed video classes

Sedangkan karakteristik e-learning dapat dikemukakan sebagai berikut:

Karakteristik Penjelasan Non-linearity Pemakai (user) bebas untuk mengakses (browse) tentang
objek pembelajaran dan terdapat fasilitas untuk memberikan persyaratan tergantung pada
pengetahuan pemakai.Self Managing Pemakai dapat mengelola sendiri prosespembelajaran dengan
mengikuti struktur yangtelah dibuat.Feedback-Interactivity Pembelajaran dapat dilakukan dengan
interaktifdan disediakan feedback pada proses pembelajaran.

Penilaian maksimum:84 (1)

Re: Ketrampilan belajar abad 21

oleh AHMAD FAWAID, S.Pd.I - Minggu, 30 Juni 2019, 19:06

Untuk membentuk kemampuan berpikir kritis, seorang guru dapat menjadikan contoh-contoh kasus
sebagai topik bahasan yang relevan dengan materi yang akan dipelajari sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Beri kesempatan kepada siswa berpendapat sesuai dengan cara pandangnya sendiri.
Jika ingin menggali lebih dalam tentang kemampuan berpikir siswa, buatlah situasi diskusi pro dan
kontra sehingga masing masing siswa dapat mempertahankan argument masing masing. Kondisikan
siswa agar mereka berani untuk menyampaikan pendapatnya dengan cara berkomunikasi yang baik
melalui penjelasan yang berbasis metode ilmiah. Selain sekedar menyampaikan argument, berikan
kesempatan kepada siswa agar dapat menunjukkan rasa emphati dengan role playing, yaitu
menjelaskan manfaat yang bisa dirasakan jika melakukan seperti argument yang dikatakannya.
Penilaian maksimum:80 (1)

Permalink | Tampilkan induk | Tanggapi

Re: Ketrampilan belajar abad 21

oleh Dra. SOFKHATIN KHUMAIDAH, M.Pd., M.Ed., Ph.D. - Minggu, 30 Juni 2019, 20:44

Betul sekali apa yang disampaikan Bpk Fawaid. Semoga Bapak bisa menuangkan dalam langkah-
langkah pembelajaran inti yang sistematis dengan komponen-komponen pendekatan ilmiah sesuai
kurikulum2013.

Permalink | Tampilkan induk | Tanggapi

Re: tak ada manusia sempurna

oleh AHMAD FAWAID, S.Pd.I - Selasa, 2 Juli 2019, 02:00

Sebuah istilah yang menjadi slogan guru sebagai cerminan bagi anak didik adalah “Guru Kencing
Berdiri Murid Kencing Berlari”. Memberikan pesan moral kepada guru agar bertindak dengan penuh
pertimbangan. Ketika guru menanamkan nilai dan contoh karakter dan sifat yang tidak baik, maka
jangan salahkan siswa ketika berperilaku lebih dari apa yang guru lakukan.

Seperti kelakuan buruk guru ketika membocorkan jawaban Ujian Nasional sebagai upaya menolong
kelulusan anak didiknya. Memang siswa pada saat itu senang, karena mendapatkan jawaban untuk
mempermudah mereka lulus. Akan tetapi, saat itu juga guru telah menanamkan ketidakpercayaan
siswa terhadap guru. Dan pada saatnya nanti, mereka akan jauh berbuat lebih buruk lagi dari yang
guru mereka lakukan saat ini.

Salah satu penyebab rendahnya moral atau akhlak generasi saat ini adalah rendahnya moral para
guru dan orang tua. Kecenderungan tugas guru hanya mentransfer ilmu pengetahuan. Tanpa
memperhatikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam ilmu pengetahuan tersebut. Apalagi kondisi
pembelajaran saat ini sangat berorientasi pada peroleh angka-angka sebagai standarisasi kualitas
pendidikan.

Kenyataan bahwa moral guru yang kurang dari harapan dapat dilihat pada proses kegiatan belajar
mengajar. Banyak guru yang terlambat masuk kelas. Banyak pula guru yang seenaknya sendiri
memberikan tugas kemudian siswa dibiarkan belajar sendiri. Sementara guru pergi ke
kantor, ngerumpiatau bahkan ke kantin dan sekedar berbicara dengan staf sekolah yang lain.

Fenomena yang sangat ironis sekali jika dibandingkan dengan program-program peningkatan
kesejahteraan yang telah digulirkan pemerintah seperti program sertifikasi dan tunjangan profesi
guru. Program- program tersebut dirasa sia-sia jika kualitas guru justru semakin menurun
dibandingkan dengan sebelumnya.

Penyebab Lemahnya Kepribadian Guru

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kepribadian guru yang kurang hidup saat ini, antara lain:

Proses rekrutmen guru yang mengedepankan kemampuan teknis (hard skills) tanpa memperhatikan
kemampuan non teknis (softskills) seperti kemampuan memanajemen diri dan orang lain malahan
tidak sedikit lembaga pendidikan merekrut guru dengan tidak memperhatikan kedua keterampilan
tersebut.

Pendidikan dan Pelatihan guru yang menekankan pada kemampuan guru menguasai kurikulum,

Tidak dipahaminya profesi guru sebagai profesi panggilan hidup (call to teach), artinya guru
merupakan pekerjaan yang membantu mengembangkan orang lain dan mengembangkan guru
tersebut sebagai pribadi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui
optimalisasi peranan kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas
mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru. Perlu
digarisbawahi bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan
dengan penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi
sebagaimana telah dipaparkan di atas.

Kepala sekolah dan instansi terkait seperti dinas pendidikan atau pengawas diharapkan bisa lebih
tegas dalam menindak oknum guru yang melanggar kode etik maupun melakukan tindakan yang
kurang baik. Punishment bukan hanya berlaku pada siswa, namun hal ini bisa pula diberlakukan
secara tegas kepada guru yang tidak mampu melaksanakan kompetensi yang diharapkan.

Solusi Untuk Meningkatkan Kepribadian Guru

Selain hal tersebut di atas, dapat pula dilakukan upaya sebagai berikut:

Saat ini diperlukan adanya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk
memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan
sertifikasi mengajar semata-mata.

Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan


pelaksanaannya;

Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak
pelatihan guru terhadap mutu pendidikan
Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga
kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru

Pemerintah perlu memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK)

Seperti telah dikatakan bahwa pendidikan tidak akan pernah bisa baik jika pendukung sistemnya
tidak baik. Salah satu pendukung sistemnya adalah guru, jika menginginkan pendidikan yang baik
maka perbaiki terlebih dahulu gurunya.

Perbaikan tidak hanya pada ranah finansial saja, namun lebih utama adalah ranah afektif dan
psikomotornya. Bagaimana mungkin seorang guru dapat mengajarkan tindakan yang baik jika dirinya
sendiri masih membingungkan apa yang namanya baik dan buruk untuk dilakukan.

Penilaian maksimum: -

Permalink | Tampilkan induk | Tanggapi

guru bukan agen kurikulum

oleh Dra. SOFKHATIN KHUMAIDAH, M.Pd., M.Ed., Ph.D. - Senin, 1 Juli 2019, 22:33

Dalam PPT M2 KB2, ada pernyataan "GURU BUKAN AGEN KURIKULUM , NAMUN AGEN
PERUBAHAN MELALUI TRANSFORMASI PENGETAHUAN"

Bagaimana Ibu/Bapak memaknai pernyataan tersebut? (Mohon tanggapan tidak lebih dari 200 kata)

Permalink | Tanggapi

Re: guru bukan agen kurikulum

oleh AHMAD FAWAID, S.Pd.I - Selasa, 2 Juli 2019, 01:47

Belajar bukanlah proses untuk menjadikan siswa sebagai "ahli" pada mata pelajaran tertentu. Siswa
lebih membutuhkan "pengalaman" dalam belajar, bukan "pengetahuan". Karena itu, kompetensi
guru menjadi syarat utama tercapainya kualitas belajar yang baik. Guru yang kompeten akan
"meniadakan" problematika belajar akibat kurikulum. Kompetensi guru harus berpijak pada
kemampuan dalam mengajarkan materi pelajaran secara menarik, inovatif, dan kreatif yang mampu
membangkitkan gairah siswa dalam belajar.

Maka, hari ini sangat dibutuhkan guru-guru yang mampu mengubah kurikulum menjadi unit
pelajaran yang mampu menembus ruang-ruang kelas. Kelas sebagai ruang sentral interaksi guru dan
siswa harus menyenangkan. Guru tidak butuh kurikulum yang mematikan kreativitas. Seharusnya,
guru menjadi sosok yang tidak dominan di dalam kelas. Guru bukan orang yang tahu segalanya. Guru
bukan pendidik yang berbasis kunci jawaban. Tapi, guru penuntun siswa agar tahu bidang pelajaran
yang paling disukainya.

Pendidikan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dalam proses perubahan pendidkan
tergantung pada apa yang dilakukan dan dipikirkan guru. Guru merupakan pemeran utama dalam
proses belajar mengajar di sekolah, peran guru di sekolah memiliki peran ganda, di pundak
merekalah terletak mutu pendidikan. Guru adalah seorang manajer yang mengelola proses
pembelajaran, merencanakan, mendesain pembelajaran, melaksanakan aktivitas pembelajaran
bersama siswa, dan melakukan pengontrolan atas kecakapan dan prestasi siswa . Guru sebagai ujung
tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam proses
belajar mengajar di sekolah. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan
proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru adalah sebagai fasilitator (guide
in the side) yang harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai, dengan cara
yang lebih baik.

Dengan demikian, dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan
inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat
besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Degan kata lain dalam pembahruan atau
perubahan pendidikan guru berperan sebagai change agent (agen pembaharu).

Penilaian maksimum: -

Permalink | Tampilkan induk | Tanggapi

Re: Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Behavioristik dan Pemanfaatan Teori Behavioristik

oleh AHMAD FAWAID, S.Pd.I - Selasa, 2 Juli 2019, 20:35

Waalaikum salam War. Wab

Semoga ibu selalu dalam lindungan Allah Swt agar dapat senantiasa membimbing kami amiin

Teori behavioristik ini dikenal sebagai teori pembelajaran yang paling tua. Sebagai teori yang
pertama dikeluarkan dalam mempelajari pola belajar individu, teori ini pun tak lepas dari segala
kelebihan dan kekurangannya. Beberapa hal terkait dengan nilai plus dan minus teori belajar ini akan
disampaikan secara ringkas berikut ini.

1. Kelebihan Teori Behavioristik

Teori belajar ini dinilai cukup cocok dengan pembelajaran dengan tujuan memiliki kemampuan yang
membutuhkan praktik serta pembiasaan yang disiplin. Teori ini membantu individu dalam belajar
secara terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan mereka bisa menerapkannya sebaik
mungkin.

Materi Pembelajaran dirancang secara Khusus


Membangun Konsentrasi Individu Sesuai dengan Pemahaman Belajar pada Anak

Perubahan Belajar Menjadi Tolak Ukur Keberhasilan

2. Kekurangan Teori Behavioristik

Hanya Berpusat pada guru atau tenaga pendidik, bukannya pada murid atau individu yang belajar.

Hal ini berpotensi membuat individu yang belajar justru kehilangan kemampuan dan kelebihan
alaminya seperti berkreasi sesuai dengan pikirannya.

Pada tipe peserta belajar tertentu, aplikasi teori belajar ini akan menimbulkan kebosanan dan justru
membentuknya sebagai pribadi yang pasif karena hanya terus menerima dan menerima, tanpa
dilibatkan untuk berpikir dan mengajukan pendapatnya.

Lebih Mengutamakan Hafalan dibandingkan Latihan

Kaku dan Membosankan

Individu Dibentuk Menjadi Pasif dan Tidak Inovatif

untuk menerapkan teori pembelajaran ini, maka tenaga pendidik wajib mengetahui ciri-ciri dari
metode ini, antara lain:

Mementingan pengaruh lingkungan.


Mementingkan bagian-bagian.
Mementingkan peranan aksi.
Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan.
Hasil belajar yang diinginkan adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Inti dari teori pembelajaran ini adalah pengulangan dan latihan, maka guru atau tenaga pendidik
harus menyiapkan metode pengajaran yang berpatok pada metode pengulangan dengan tujuan
memfasilitasi individu yang belajar untuk memahami dengan penuh materi yang diberikan.

Bisa dilihat jika dari aplikasi penggunaan teori ini, guru sebagai pusat pembelajaran harus menjadi
sosok pendidik yang sempurna. Sempurna itu dilihat dari persiapan materi, pembawaan diri, dan
cara ia mendidik para peserta didiknya.

Teori belajar ini bukan hanya memberatkan peserta didik dengan metode pengulangan dan
pemberian reward/punishment selama proses belajar, tetapi juga menuntut guru untuk tidak
terlihat ‘cacat’ di mata peserta didiknya.

Penilaian maksimum:86 (1)

Permalink | Tampilkan induk | Tanggapi

Re: Pemanfaatan teori belajar kognitif

oleh AHMAD FAWAID, S.Pd.I - Selasa, 2 Juli 2019, 21:25

Bismillah

Semoga ilmu yg ibu ajarkan dapat kami pahami dengan baik

Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana otak manusia, yang merupakan jaringan paling hebat
untuk memproses dan mengintepretasikan informasi yang digunakan oleh manusia pada saat
mempelajari berbagai hal.

Secara umum, teori belajar kognitif dapat dibagi dalam 2 bagian besar yang lebih spesifik, yaitu:
Teori kognitif social dan Teori kognitif behavioral atau perilaku.

Pada saat kita mendengar kata belajar, maka yang biasanya kita maksud adalah “melakukan proses
pemikiran dengan menggunakan otak”. Konsep yang paling mendasar dari belajar ini merupakan
pandangan yang paling utama dari teori belajar kognitif. Teori ini sendiri telah banyak digunakan
untuk menjelaskan berbagai proses mental yang memberikan pengaruh dan mempengaruhi
berbagai faktor.

Faktor faktor intrinsik dan ekstrinsik nantinya akan mempengaruhi proses belajar dari suatu
individu.

Teori belajar kognitif menunjukkan bahwa dengan berbagai proses berbeda yang berhubungan,
proses belajar dapat dijelaskan dengan pertama melakukan analisa secara mendalam terhadap
bermacam proses mental yang terjadi. Selain itu, teori belajar kognitif juga menganjurkan bahwa
dengan proses kognitif yang efektif maka proses belajar akan menjadi lebih mudah dan informasi
baru akan dapat disimpan dalam ingatan untuk waktu yang sangat lama.

Di sisi lain, proses kogntif yang tidak efektif akan menimbulkan berbgai kesulitan dalam proses
belajar yang akan dapat dilihat dalam kehidupan suatu individu. Berikut ini adalah merupakan teori
teori dalam teori belajar kognitif

Penilaian maksimum:84 (1)

Permalink | Tampilkan induk | Tanggapi

Re: Penerapan teori belajar konstruktivistik

oleh AHMAD FAWAID, S.Pd.I - Kamis, 4 Juli 2019, 19:31

Teori konstruktivistik banyak digunakan dalam setting pendidikan khususnya dalam belajar. Hal ini
dikarenakan teori konstruktivisme lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar
sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga
dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan
mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh
pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya
terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan
keyakinan yang dimiliki.

Teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta
sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal
berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang
merupakan bagian dari teori kognitif juga. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori
kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas
lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator
atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun
dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang
dimilikinya.

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh
Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan
pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa
dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.

tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak
yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,

kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali
dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan

peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya.
Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif
untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu:

a) menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan konstruksi
pengetahuan;

b) pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata;

c) pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai; d) memotivasi


peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran;

e) pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social peserta didik;

f) pembelajaran menggunakan barbagia sarana;

g) melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta didik

Penilaian maksimum: -

Permalink | Tampilkan induk | Tanggap

Re: Perbedaan mendasar antara teori belajar humanistik, kontruktivistik, kognitif dan teori belajar
behavioristik

oleh AHMAD FAWAID, S.Pd.I - Kamis, 4 Juli 2019, 17:43

Semoga bermanfaat

Perbedaan mendasar antara teori belajar humanistik, kontruktivistik, kognitif dan teori belajar
behavioristik antara lain

1. Teori Belajar Behavioristik Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.

2. Teori Belajar Kognitif Teori belajar kognitif. Berbeda dengan teori behavioristik, teori
kognitif lebih mementingkan prosesbelajar dari pada hasil belajarnya. ...Belajar merupakan aktivitas
yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

3. Teori Belajar Konstruktivistik Teori belajar Konstruktivistik. Pembelajaran konstruktivistik adalah


pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan
serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman.

4. Teori Belajar Humanistik

Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini
melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. ...
Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia.

Penilaian maksimum: -

Permalink | Tampilkan induk | Tanggap

Anda mungkin juga menyukai